Вы находитесь на странице: 1из 28

LAPORAN KASUS GANGGUAN PSIKOTIK NONORGANIK YTT (F29)

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn J

Umur

: 26 tahun

Jenis Kelamin

: (Laki-laki)

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Makassar

Pekerjaan

: Petani

Alamat/No.Telp

: Dusun Tamalabba, Kel. Garing, Kec. Tompobulu, Kab.Gowa.

Masuk RSKD

: 15 April 2013

I.

RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari: autoanamnesis dan alloanamnesis dari rekam medis (20 April 2013)
Nama
: Ibu N
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani
Pendidikan
: SD (Tidak Tamat)
Alamat
: Dusun Tamalabba, Kelurahan Garing, Kec. Tompobulu,
Kab.Gowa.
Hubungan dengan pasien
: Ibu Kandung

II.

RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan utama

: Gelisah

B. Riwayat gangguan sekarang:


1) Keluhan dan Gejala:
Dialami sejak kurang lebih 1 minggu, pasien keluar masuk (gelisah) dan mundarmandir di rumah, tidak tidur, melempar barang-barang, menyanyi, menangis, tertawa
dan berbicara sendiri. Bicara pasien juga tidak jelas. Pasien juga sering menunjuk
1

seperti ada kehadiran seseorang yang ternyata tidak ada. Melalui autoanamnesis,
pasien memberitahu bahwa beliau sering mendengar alunan musik yang
menyebabkan pasien berasa tidak tenang.
2) Hendaya/disfungsi:
Hendaya dalam bidang sosial (+)
Hendaya dalam bidang pekerjaan (+)
Hendaya dalam penggunaan waktu senggang (+)
3) Faktor stressor psikososial:
Pasien sering memikirkan tentang teman perempuannya.
4) Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis
sebelumnya:
Tidak ada riwayat penyakit fisis yang ditemui.
C. Riwayat gangguan sebelumnya:
1) Riwayat penyakit dahulu:
Tidak ada riwayat trauma dan infeksi penyakit sebelumnya.
2)

Riwayat penggunaan zat psikoaktif:


Pasien tidak pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang. Pasien merokok
2bungkus/hari, selama 5 tahun.

3)

Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya:


Pasien belum pernah dirawat di RSKD.

D. Riwayat kehidupan pribadi:


Riwayat prenatal dan perinatal (0-1 tahun)
Pasien lahir normal di rumah tempat tinggal orang tuanya di Dusun Tamalabba,
tanggal 23 Mei 1987, cukup bulan, persalinan dengan bantuan bidan. Selama
masa kehamilan, ibu pasien dalam keadaan sehat.
Riwayat masa kanak-kanak awal (usia 1-3 tahun).
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sama dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak-anak lainnya. Riwayat ASI tidak diketahui.
Riwayat masa kanak-kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)
Pasien bersekolah di SD daerah tersebut. Pasien bersekolah hingga tamat SD.
Riwayat masa remaja (usia 12-17 tahun)

Pasien tidak menyambung sekolah kerna faktor ekonomi. Pasien berhubungan


baik dengan teman-temannya.
Riwayat masa bekerja
Pasien melanjutkan pekerjaan kedua orang tuanya sebagai petani. Pasien juga
pernah bekerja di Sarawak, Malaysia di ladang kelapa sawit.
Riwayat pernikahan
Pasien belum menikah.
Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama Islam dan menjalankan ajaran agamanya.
E. Riwayat kehidupan keluarga:
Pasien merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. (,,,,). Pasien tinggal di
rumah bersama ibunya. Hubungan pasien dengan keluarga, saudara dan tetangga
baik. Riwayat keluarga dengan keluhan dan gejala yang sama tiada.
F. Situasi sekarang:
Pasien sekarang tinggal bersama ibunya setelah tidak lagi bekerja di Sarawak.
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya:
Pasien tidak menyangkal bahwa dirinya sakit, tetapi yakin dirinya telah sembuh dan
minta untuk pulang. Namun, pasien juga mengakui masih dapat melihat bayangan
perempuan tersebut.
III.

AUTOANAMNESA (20042013 di RSKD Dadi Bangsal Kenari)


DM
J
DM

: Assalamualaikum, Pak.
: Waalaikumussalam, dok.
: Perkenalkan, saya dokter muda Hafizah, Pak. Boleh saya minta waktunya
sebentar? Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan ke Bapak. Saya harap saya

J
DM
J
DM
J
DM
J
DM
J

tidak mengganggu.
: Iya, dok. Silakan.
: Bapak namanya siapa ya?
: J, dok.
: Bapak tahu dimana bapak sekarang?
: Di rumah sakit jiwa dok.
: Sudah berapa lama bapak disini?
: Ndak ku tahu dok. Tapi kayaknya lama sekali kurasa di sini.
: Bapak tahu kenapa dibawa ke sini?
: Ndak ingat dok. Tapi saya mau pulang. (melihat kearah ibunya yang duduk di
sebelah pasien)

DM
J
DM
J
DM
J
DM
J
DM
J
DM
J
DM
J

: Pak J kangen ya sama ibumu?


: Kangen sekali dok. Saya mau pulang dok. Ndak enak kurasa di dalam.
: Pak J, hari ini hari apa ya pak?
: Tidak tahu dok. (Sambil melihat sekeliling)
: Bapak sudah makan siang?
: Sudah ji. Tapi ndak banyak yang saya makan.
: Kenapa tidak banyak yang dimakan?
: (menoleh ke tempat lain)
: Bapak, kira-kira bapak tahu ndak kenapa bapak ada di sini?
: Tidak ku ingat dok.
: Pak J, kemarin bapak bilang ada yang bapak lihat ya?
: Ohh itu cewek. Iya dok. Itu cewek temanku dok.
: Teman, akrab kah pak?
: Itu temanku yang sama-sama mau ke Sarawak. Pacenya yang minta saya liat-liat

DM
J
DM
J
DM
J
DM
J

sama anaknya.
: Boleh saya tau namanya siapa Pak?
: Siapa? Saya? Saya J.
: Ndak Pak, yang cewek teman Bapak?
: Tika dok.
: Tika itu siapanya Bapak?
: Temanku dok.
: Teman yang bagaimana Pak? Pacar kita Pak?
: Ndak dok, Cuma saya mau dia, dia maukan saya. Ndak pacaran, Cuma saling

DM
J

mengerti, begitu. Pacarku Normah dok.


: Normah siapa?
: Pacarku di kampung. Tika.(menoleh ke arah lain)

DM

: Bapak masih dapat ketemu dengannya ya?

: Ada ji. Tadi malam dia datang. (Tersenyum)

DM
J
DM
J

: Dia ada bicara sama bapak?


: Ndak ji dok. Dia cuma senyum sama saya.
: Kapan bapak biasa lihat Tika ya?
: Ndak tentu waktunya dok. Kadang sore, kadang malam, kadang pagi-pagi dia

DM
J
DM
J
DM
J
DM
J
DM
J
DM
J
DM

sudah datang ketemu saya.


: Dia ada bilang apa-apa sama bapak?
: Ndak ji dok. Tapi itu, pusing sekali kepalaku. Itu, musiknya.
: Maksud kita Pak..? Musik apa ya?
: Iyah, musik.
: Musiknya perlahan atau keras?
: Cuma sayup-sayup,. Tapi sering. Pusing kepalaku.
: Terus, kalau ada musiknya terus, bapak bikin apa?
: Dengar mi saja.
: Bapak, ingat ndak umur bapak berapa ?
: Iya, sekitar 21. Tanggal 19 bulan Mei. Kalau tidak silap saya dok.
: Ini siapa di sebelah Bapak?
: Mace ku.
: Kelmarin, pekerjaan Bapak apa ya?

IV.

J
DM
J
DM
J
DM
J
DM
J
DM
J
DM

: Di Sawit. Di Sarawak. Tabur baja.


: Banyak teman di sana, Pak?
: Banyak, itu Tika juga temanku di sana.
: bapak tahu tidak maksudnya tangan panjang?
: Suka mencuri.
: Oh, tadi Pak J sudah makan siang?
: Sudah, tadi dikasi sama orang-orang di dalam.
: Kampung Pak J dimana?
: Tamalabba, Gowa.
: Bapak, kalau 10-4 itu berapa?
: 6.
: Oh iya, Pak , saya sudahi pertanyaan saya. Terima kasih atas waktunya mau

menjawab pertanyaan saya.


: Iya, dok.

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


(Dilakukan pada tanggal 20-04-2013)
A. Deskripsi Umum:
1. Penampilan
: Seorang laki-laki memakai kaos putih, celana panjang,
wajah sesuai umur, kurus, tampak kurang sehat, botak,
perawatan diri kurang.
2. Kesadaran
: Berubah
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor : Tenang
4. Pembicaraan
: Pasien menjawab spontan, lancar, intonasi biasa
5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
B. Keadaan Afektif (mood), perasaan, ekspresi, dan empati, perhatian:
1. Mood
: Sulit dinilai
2. Afektif
: Tumpul
3. Empati
: Tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan: Sesuai dengan taraf
pendidikan pasien.
2. Daya konsentrasi: Kurang.
3. Orientasi (waktu, tempat dan orang): Waktu (Kurang), Tempat (Cukup), orang
(Cukup)
4. Daya ingat:

Jangka panjang : Kurang

Jangka pendek : Cukup

Segera : Cukup
5. Pikiran abstrak : cukup
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: Kurang

D. Gangguan Persepsi:
1. Halusinasi
:
Halusinansi visual (+) melihat bayangan seorang perempuan yang dikenali
Halusinasi auditorik (+) berupa alunan musik
2. Ilusi
: Tidak ada
3. Depersonalisasi
: Tidak ada
4. Derealisasi
: Tidak ada
E. Proses Berpikir:
1. Arus pikiran:
-Produktivitas
-Kontinuitas
-Hendaya berbahasa
2. Isi pikiran:
-Preokupasi
-Gangguan isi pikiran

: Cukup
: Relevan, kadang-kadang asosiasi longgar
: Tidak ada
: Tidak ada
: Waham (-)

F. Pengendalian Impuls

: Terganggu

G. Daya Nilai:
1. Norma sosial
2. Uji daya nilai
3. Penilaian realitas

: Terganggu
: Terganggu
: Terganggu

H. Tilikan (Insight)

: Tilikan derajat II (Pasien menyadari bahwa dirinya sakit

dan memerlukan bantuan, tetapi dalam waktu yang sama menyangkali penyakitnya)
I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya
V.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


Pemeriksaan Fisik:
Status Internus:
Tekanan darah : 120/80 mmHg; Nadi 88x/menit; Frekuensi pernafasan 24x/menit; Suhu
36,3C; konjungtiva anemis(-) ; Sklera ikterik (-); Cor dalam batas normal; Bunyi napas
tambahan: ronki(-), wheezing(-), ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.
Status Neurologis:
GCS E4M6V5, pupil bulat isokor, reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+/+),
tanda ransang meningeal : kaku kuduk(-), kernig's sign(-), fungsi motorik & sensorik
dalam batas normal dan tidak ditemukan reflek patologis.

VI.

IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA:


Seorang , Tn J, berumur 26 tahun dibawa ke RSKD dengan keluhan gelisah kurang
lebih 1 minggu. Ini merupakan kali pertama pasien masuk RSKD pertama kali. Sejak

kurang lebih satu minggu ini, pasien sering bertingkah aneh. Pasien sering keluar masuk
rumah (gelisah) dan pasien juga sering mundar-mandir di dalam rumah, tidak tidur,
melempar barang-barang, menyanyi, menangis dan berbicara sendiri. Apabila berbicara,
butirannya tidak jelas. Pasien sering menunjuk-nunjuk ke suatu arah seperti ada
kehadiran seseorang, tapi ternyata tidak ada. Pasien memberitahu adanya kehadiran
seorng perempuan bernama Tika, yang mana Tika adalah temannya sewaktu bersamasama mau bekerja di Sarawak.
Gangguan yang pasien alami bermula ketika masih bekerja di Sarawak. Pasien
dipulangkan oleh kerana sakit. Pasien di Sarawak selama 2 bulan bekerja di kelapa sawit.
Riwayat NAPZA tidak diketahui. Saat ini pasien merasakan sudah sehat dan menyatakan
keinginannya untuk pulang. Walaupun begitu, melalui autoanamnesis, pasien juga ada
memberitahu beliau kadang-kadang masih melihat bayangan perempuan tersebut..
Sewaktu pertama datang ke RSKD pasien ditemukan dengan perawatan diri kurang,
wajah sesuai umur, berbadan sedang. Penampilan dan perawatan diri sewaktu
diwawancara juga kurang, memakai celana panjang, baju kaos putih dan botak. Kontak
mata (+), verbal (+), perilaku dan aktivitas psikomotor tenang, dengan pembicaraan yang
spontan. Pasien cukup kooperatif dengan pemeriksa. Mood pasien agak sulit dinilai, afek
tumpul dan empati tidak dapat dirabarasakan. Gangguan persepsi (+) berupa halusinasi
auditorik dan visual. Ilusi (-), depersonalisasi (-) dan direalisasi (-). Produktivitas cukup,
kontinuitas relevan dengan assosiasi sedikit longgar.Tidak ditemukan gangguan isi pikir.
Ditemukan bahwa daya nilai, normal sosial dan penilaian realitas pasien terganggu.
Pengendalian impuls juga terganggu. Pasien agak menyadari bahwa dirinya sakit dan
butuh bantuan, tapi dalam waktu yang sama juga merasa dirinya sudah tidak sakit dengan
merasa dirinya sehat sehingga tilikan derajat II.Setelah autoanamnesis, pasien dapat
dipercaya secara keseluruhan.

VII.

EVALUASI MULTI AKSIAL


Aksis I
Berdasarkan alloanamnesis dan autoanamnesis, didapatkan adanya gejala klinis yang
bermakna berupa perubahan pola tingkah laku yaitu sering gelisah. Pasien sering
mundar-mandir di rumah, tidak tidur, melempar barang-barang, menyanyi, menangis,
senyum, tertawa dan berbicara sendiri. Apabila berbicara, butirannya tidak jelas, dan

pasien juga sering menunjuk seperti adanya kehadiran seseorang, yang ternyata tidak
ada.
Keadaan

ini

menimbulkan

penderitaan

(distress)

dan

ketidakmampuan

(disabilitas) bagian pasien dan keluarganya sehingga dapat disimpulkan sebagai


gangguan jiwa. Pada pemeriksaan status mental didapatkan adanya hendaya berat
dalam menilai realita berupa halusinasi visual yakni melihat bayangan seorang
perempuan, sehingga pasien digolongkan ke dalam gangguan jiwa psikotik.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis dalam batas normal, sehingga
kemungkinan gangguan organik dapat disingkirkan sehingga dapat digolongkan ke
dalam gangguan jiwa psikotik non-organik YTT (F29) menurut PPDGJ III.

Aksis II
Pendiam tetapi kooperatif apabila diwawancara

Aksis III
Tidak ada gangguan organik.

Aksis IV
Stressor psikososial ada, pasien terlalu memikirkan hal berkaitan seorang perempuan.

Aksis V
GAF Scale 50 41 (Gejala berat: serious; disabilitas berat)

VIII. DAFTAR PROBLEM


Organobiologik: tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna. Namun diduga terdapat

ketidakseimbangan neurontransmitter, maka pasien memerlukan farmakoterapi.


Psikologi : ditemukan adanya gejala berat serta hendaya berat dalam fungsi psikis,

sehingga diperlukan terapi psikoterapi.


Sosiologik : ditemukan adanya hendaya berat dalam bidang sosial, pekerajan, dan
penggunaan waktu senggang sehingga memerlukan sosioterapi.

IX.

PROGNOSIS
Dubia.
Faktor pendukung:
Tidak ada kelainan organik, tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan yang
sama. Keluarga mendukung kesembuhan pasien.
Faktor penghambat:
Pasien masih muda.

X.

DISKUSI PEMBAHASAN
Pedoman diagnostic Gangguan Psikotik Non-Organik YTT (F28.0)
Gangguan Psikotik yang tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia (F20.-) atau untuk
gangguan afektif yang bertipe psikotik (F30 F39), dan gangguan-gangguan psikotik
yang tidak memenuhi criteria gejala untuk gangguan waham menetap (F22).

XI.

RENCANA TERAPI:
Farmakoterapi :

Chlorpromazine 100mg 0-0-1


Haloperidol 1.5 mg 3x1

Psikoterapi suportif:
a. Ventilasi : memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi hati,
perasaan dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.
b. Konseling : memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien tentang
penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya dan memahami cara
menghadapinya, serta memotivasi pasien agar tetap minum obat secara teratur.
c. Sosioterapi: memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang-orang terdekat
pasien tentang gangguan yang dialami pasien, sehingga tercipta dukungan sosial
dalam lingkungan yang kondusif sehingga membantu proses penyembuhan pasien
serta melakukan kunjungan berkala.
XII.

FOLLOW UP:
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakitnya serta efektivitas terapi
dan efek samping dari obat yang diberikan.

PSIKOPATOLOGI TERJADINYA HALUSINASI AUDITORIK


I.

Pendahuluan
Halusinasi merupakan persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal. Dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi
selama hidup dengan sifat dan tipe dukungan yang bervariasi.
Halusinasi merupakan produksi mental yang timbul dari dalam, dengan demikian tidak
ada hubungannya dengan stimulasi eksternal. Isi halusinasi biasanya mempunyai arti
dinamik dan kecemasan seringkali memainkan peran penting. Apa yang dihalusinasikan
adalah
proyeksi
daripada
kebutuhan-kebutuhan
psikologi/sensor/perasaan
bersalah/keinginan untuk mendapatkan realitas yang lebih memuaskan. Isi halusinasi
bersifat sangat subyektif.
Halusinasi sebagai salah satu penyakit kejiwaan yang banyak ditemukan di RS Dadi
Makassar perlu mendapat perhatian khusus dalam penanganannya. Berdasarkan
pengamatan, penanganan yang dilakukan oleh keluarga dalam menghadapi anggota keluarga
dengan halusinasi belum memadai sehingga klien beserta keluarganya perlu mendapat
pendidikan kesehatan mengenai hal-hal yang terkait dengan halusinasi termasuk faktorfaktor penyebab halusinasi dan bagaimana mencegah terjadinya halusinasi.
Pasien dengan Skizofrenia mempunyai gejala utama penurunan persepsi sensori :
Halusinasi. Jenis halusinasi yang umum terjadi adalah halusinasi pendengaran dan
penglihatan. Gangguan halusinasi ini umumnya mengarah pada perilaku yang
membahayakan orang lain, klien sendiri dan lingkungan.[7]
II.

DEFINISI :
a) PSIKOPATOLOGI

10

Adalah suatu ilmu yang mempelajari gejala dari gangguan jiwa.Ada dua hal yang akan dipelajari,
yaitu :

Jenis-jenis gejala gangguan jiwa


Proses terjadinya gangguan jiwa [10]

b) HALUSINASI
Salah satu dari lima indra mungkin akan terpengaruh oleh pengalaman halusinasi
pada pasien dengan skizofrenia. Halusinasi yang paling umum, bagaimanapun, adalah
pendengaran, dengan suara yang sering mengancam, cabul, menuduh, atau menghina.
Dua atau lebih suara dapat berkomunikasi di antara mereka sendiri, atau suara dapat
mengomentari hidup atau perilaku pasien. Halusinasi visual yang umum, tetapi
sentuhan, penciuman, dan gustatory halusinasi tidak biasa, kehadiran mereka
seharusnya mendorong dokter untuk mempertimbangkan kemungkinan gangguan
medis atau neurologis yang mendasari yang menyebabkan seluruh sindrom.
c) HALUSINASI AUDITORIK

Ia juga disebut paracusia atau paracusis. Definisi terbaik untuk halusinasi


pendengaran ditemukan di seluruh literatur adalah "Sesuatu konsensus yang jelas,
yang telah dikembangkan dimana halusinasi pendengaran adalah peristiwa mental
internal, seperti kognisi, yang dirasakan oleh individu untuk menjadi bukan diri
sendiri. Ini berarti bahwa halusinasi pendengaran sedang dialami seseorang, tanpa
stimulus luar yang mempengaruhi individu tersebut. [6]
III.

HALUSINASI AUDITORIK

Pada tahun 1863, Broca menggambarkan lesi korteks frontal kiri pada pasien
dengan defisit ekspresi bahasa. Sekitar 10 tahun kemudian, Wernicke menunjukkan
defisit bahasa yang berbeda terkait dengan lesi temporal superior lobus. Wilayah
Wernicke sebelumnya dijelaskan adalah bagian dari apa yang sekarang disebut
korteks pendengaran.

11

A: Perjalanan dari telinga ke korteks. B: Auditory sinyal sinaps di thalamus sebelum mencapai
korteks pendengaran. C: Arcuate fasciculus terdiri dari saluran materi putih yang menghubungkan
korteks pendengaran dengan korteks frontal

Persepsi suara dimulai di telinga, kemudian terjadi melalui batang otak dan
thalamus sebelum mencapai korteks auditor pada aspek superior dari lobus temporal.
Saluran materi putih yang disebut fasciculus arkuata menghubungkan korteks
pendengaran dengan korteks frontal. Wernicke dan kemudian Kraepelin mendalilkan
bahwa halusinasi pendengaran adalah disebabkan kelainan lobus temporal. Memang,
aura pendengaran sebelum kejang menunjukkan lobus temporal sebagai nidus
aktivitas listrik. Demikian juga, halusinasi dapat terhasil dari stroke yang melibatkan
daerah lobus temporal. Jadi, penyebab neurologis halusinasi pendengaran menunjuk
ke lobus temporal. Sampai saat ini, itu hanya spekulasi tentang korelasi saraf
halusinasi pendengaran dengan skizofrenia.
Sebuah kelompok di Swiss telah melakukan pencitraan luas pasien skizofrenia
ketika mereka berhalusinasi. Di masa lalu, waktu yang dibutuhkan untuk membaca
minda

seseorang begitu lama, dan antara keadaan berhalusinasi dan tidak

berhalusinasi adalah berbeda. Sekarang dengan fMRI scan perbedaan dapat dideteksi
dengan cepat. Pasien diminta untuk menekan tombol dengan timbulnya halusinasi
dan tetap ditekan selama mereka berlangsung. Foto MRI selama halusinasi
dibandingkan dengan foto ketika suara-suara itu diam. Secara keseluruhan, penelitian
ini menunjukkan bahwa halusinasi pendengaran yang berasal dari kelainan di daerah
yang menimbulkan suara eksternal. Pasien dengan halusinasi pendengaran dapat
tersalah anggap mengenai bahasa atau kata-kata yang berasal dari sumber eksternal
karena kurangnya integritas sistem. Hal ini mengingatkan pada ponsel atau televisi
menangkap sinyal lain dan bermain lebih dari satu sound track pada satu waktu.
Signifikansi lain dari studi ini adalah bahwa mereka mengidentifikasi kelainan
pada pasien dengan skizofrenia yang mencakup baik materi abu-abu dan putih untuk
satu gejala. Jelas, skizofrenia adalah gangguan yang kompleks dengan efek luas pada
otak. [8]

12

A: Functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI) menunjukkan daerah materi abu-abu diaktifkan
ketika mereka mengalami halusinasi pendengaran. B: Difusi tensor imaging menunjukkan bidang
diubah oleh saluran materi putih untuk pasien yang mendengar halusinasi pendengaran dibandingkan
dengan kontrol yang sehat.

IV.

EPIDEMIOLOGI
Halusinasi auditori (HA), salah satu gejala kejiwaan yang paling umum. Aspek
ini telah dibahas dalam hampir setiap konteks yang dibayangkan, mulai dari
pengalaman yang sangat pribadi sehingga ke fungsi normal otak individu yang
mengalami skizofrenia. Pada tahun 1838, Esquirol menjadi yang pertama untuk
merumuskan konsep asal otak berbasis hallusinasi. HA bias terjadi dengan prevalensi
seumur hidup sebesar 10% sampai 15% pada orang berpenyakit tanpa gejala
neuropsikiatrik. Mereka yang didiagnose sebagai skizofrenia merupakan yang paling
biasa mengalami HA, dengan prevalensi rata-rata 60.3%. Oleh karena itu, model
terbaru dari HA umumnya didasarkan pada hasil yang diperoleh dari pasien dengan
skizofrenia. [9]

V.

ETIOLOGI
a. Prediposisi
Faktor perkembagan
Tugas perkembagan pasien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kasih sayang keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih mudah stress

Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi (unwanted
child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya

Faktor Biokimia
13

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress


yang berlebihan di alami seseorang maka di dalam tubuh akan di hasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogonik neurokimia seperti buffofenon
dan

dimetytranferase

(DMP).

Akibat

stress

yang

berpanjangan

mengakibatkan terakftifnya aktivitas neurotrasmitten otak. Misalnya


terjadi ketidak seimbangnya acetylchoin dan dopamin

Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalagunaan zat adektif. Hal ini berpengaruh terhadap ketidak
mampuan pasien mengambil keputusan yang tepat untuk masa depanya.
Pasien lebih memiliki ketenangan sesaat dan lari dari alam nyata dan
menuju alam hayal.

Faktor genetik dan pola asuh


Peneliti menunjukkan bahwa anak sehat yang di asuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan
bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh
pada penyakit ini.

B.

Presipitasi:

Perilaku
Respon pasien terhadap penyakit dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, dan mingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian,
tidak mampu mengambil keputusan dan tidak mampu membedakan alam
nyata dengan alam hayal. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandasan atas hakikat keberadaan
seseorang individu sebagai mahluk yang di bangun atas dasar bio, psiko,
sosio, spiritual sehinga halusinasi dapat di lihat dengan lima dimensi yaitu:
a.
Dimensi fisik
Halusinasi dapat di timbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, pengunaan obat-obatan, demam hingga di
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.

14

b.
Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak bisa diatasi
merupakan penyebab halusinasi ini terjadi. Isi dari halusinasi bisa berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sangup lagi menentang
perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut Pasien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebut.
c.
Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkanya adanya fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namum merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian pasien dan tak akan atau jarang
akan mengontrol seluruh prilaku pasien.
d.
Dimensi sosial
Pasien mengalami gangguan interaksi sosial dengan fase awal dan
comforting zone, pasien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam
nyata sangat membahayakan. Pasien asik degan halusinasinya, seolah-olah
ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi di jadikan kontor oleh individu tersebut, sehingga jika isi
halusinasi berupa ancaman, dirinya dan orang lain individu cenderung
untuk itu. Oleh karena itu aspek penting dalam melaksanakan intervensi
keperawatan pasien dengan mengupayakan sesuatu proses interaksi yang
menimbulkan

pengalaman

interpersona

yang

memuaskan,

serta

mengusahakan pasien tidak menyendiri sehingga pasien selalu berinteraksi


dengan lingkungan dan halusinasi tidak berlangsung.
e.
Dimensi spiritual
Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, hilanganya aktivitas ibadah dan jarang berupaya
secara spiritual untuk mengucikan diri. Irama jantungnya terganggu,
karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat bangun
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir

15

tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan


orang lain yang menyebapkan takdirnya memburuk.

c. Isolasi sosial menarik diri


1. Pengertian
Menarik diri merupakan gangguan dengan menarik diri dan orang lain
yang di tandai dengan isolasi diri (menarik diri) dan perawatan diri yang
kurang.
2. Tanda dan gejala
Tanda gejala menarik diri dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain:
a. Aspek fisik
Penampilan diri kurang.
Tidur kurang.
Keberanian kurang.
b. Aspek emosi
Bicara tidak jelas.
Merasa malu.
Mudah panik.
c. Aspek sosial
Duduk menyendiri
Tampak melamun
Tidak peduli lingkungan
Menghindar dari orang lain

VI.

d. Aspek intelektual
Merasa putus asa
Kurang percaya diri [7]
DIAGNOSIS
Dibandingkan dengan data fenomenologis yang banyak yang kita miliki di halusinasi,
signifikansi diagnostik terbatas. Halusinasi dianggap sebagai gejala inti psikosis oleh
ICD-10 dan DSM-IV.
Halusinasi pendengaran pemikiran gema, membahas ketika 3 orang dan
menjalankan jenis komentar (semua merupakan bagian dari gejala pertama peringkat
Schneider) membentuk dasar mendiagnosis skizofrenia menurut ICD-10. Halusinasi
yang berhubungan dengan alkohol fenomenologis dapat membedakan tremens

16

delirium dari halusinasi beralkohol, tapi sangat sulit untuk menggambarkan keduanya
dari skizofrenia.
Halusinasi pendengaran yang paling umum pada semua kelompok kecuali
sindrom otak organik, di mana halusinasi visual mendominasi. Terlepas dari faktafakta tersebut di atas, seorang pasien yang mengalami halusinasi sebagai salah satu
gejalanya membutuhkan evaluasi diagnostik lengkap psikiatri dan neurologi untuk
mencapai pada diagnosis yang benar. Secara klinis, memunculkan halusinasi dan
menganalisis secara rinci mungkin penting untuk prognosis dan kegiatan akademis,
tetapi untuk diagnosis, seseorang harus mendapatkan mendapatkan keseluruhan hasil
pemeriksaan pasien.

Hubungan antara trauma masa kecil dan halusinasi auditorik tidak terbatas
pada subyek dengan gangguan disosiatif, tetapi juga ditemukan pada populasi umum
dan pada pasien skizofrenia. Kessler mengambil 341 pasien psikotik pertama masuk
sebagai subyek dan melaporkan bahwa 18 (5,3%) memiliki riwayat terisolasi
halusinasi anak usia dini yang berlangsung untuk berbagai jangka waktu tanpa fitur
lain dari psikosis. Dia menyarankan bahwa terisolasi halusinasi anak usia dini
mungkin memberikan peningkatan risiko psikosis dewasa. Hal ini, bagaimanapun,
tidak jelas seperti apa, dan persen kasus terisolasi halusinasi anak usia dini
berkembang menjadi psikosis besar di kemudian hari.
Halusinasi auditorik dalam populasi umum yang berhubungan dengan
pengalaman korban, rata-rata dan di bawah rata-rata IQ dan jenis kelamin
perempuan. Sebuah banyak situasi dapat memicu halusinasi pada orang normal
(seperti halnya populasi klinis). Ini termasuk kekurangan (makanan, sensorik, tidur),
kelelahan, saat masuk ke atau bangun dari tidur, kondisi sleep yang terkait, negara
yang mengancam jiwa, berkabung, reaksi kesedihan, isolasi persepsi yang
berkepanjangan, pelecehan seksual, kegiatan ritual keagamaan dan negara trans .
Subyek dapat melaporkan halusinasi dalam kondisi rangsangan eksternal meningkat

17

(misalnya, ketika di tengah orang banyak), penurunan stimulasi eksternal (misalnya,


ketika sendirian di malam hari) atau ketika ada tertentu, biasanya berulang-ulang,
kebisingan latar belakang (misalnya, yang dekat dengan fans, mesin cuci). Adalah
umum bagi orang-orang (terutama orang tua) untuk melihat, mendengar atau
merasakan kehadiran orang yang meninggal selama berkabung.

a) Fitur Utama Deskriptif Hallusinasi Auditorik di Skizofrenia


Properti akustik.
Hallusinasi auditorik sering dialami sebagai suara meskipun mereka
juga dapat mengambil bentuk suara non-verbal lainnya (misalnya,
dering, bersiul, suara binatang). Banyak suara seperti dapat dilaporkan
oleh pasien sebagai mirip atau sama seperti mendengar orang lain
berbicara, sementara yang lain seperti suara nyata. Selain itu, beberapa
pasien melaporkan suara tanpa suara'' di mana pesan atau makna
dikomunikasikan kepada pendengar suara tapi itu tidak benar-benar
kedengaran.

Loudness
Bervariasi dari bisik-bisik dengan berteriak. Seringkali, suara
menghina negatif lebih keras dari suara-suara positif. Kejelasan
berkisar dari bergumam dengan pengalaman suara yang jelas.

Properti linguistik.
Hallusinasi auditorik dapat bervariasi berbagai sifat linguistik, seperti
dari linguistik rendah kompleksitas (mendengar kata-kata) melalui
media (mendengar kalimat) ke kompleksitas tinggi (mendengar
percakapan)

Frekuensi.
Ada variabilitas yang cukup besar dalam frekuensi hallusinasi
auditorik pada orang dengan skizofrenia, biasanya berkisar dari sekali
atau dua kali seminggu untuk terus menerus. Beberapa individu tidak
pernah mengalami hallusinasi auditorik selama penyakit mereka,

18

sementara orang lain akan mengalami hal yang tersebut hanya selama
episode akut.

Kontrol.
Salah satu ciri-ciri utama hallusinasi auditorik adalah bahwa individu
memiliki sedikit kontrol atas onset atau offset pengalaman. Kurangnya
dirasakan kontrol mungkin penting (di samping fitur lainnya, seperti
sebagai konten) dalam pengembangan kesusahan dan dalam transisi
antara non klinis halusinasi klinis. Kognisi mengganggu juga fitur
khas dalam pengalaman dan dengan demikian penilaian pengendalian
dari hallusinasi auditorik perlu dipertimbangkan dalam kaitannya
dengan pengalaman disengaja lainnya seperti pikiran mengganggu dan
lainnya tanpa diminta ucapan kata-kata hati.

Lokalisasi batin-luar.
Hallusinasi auditorik dapat dialami sebagai datang dari dalam kepala
atau di luar kepala (atau keduanya), dan beberapa orang mungkin
merasa sulit untuk membuat pembedaan ini.

Konten.
Dalam hal pragmatis, suara sering terdiri dari perintah, penghinaan
pribadi, dan kekerasan, meskipun mereka juga bisa positif atau netral.
Suara cenderung laki-laki dan lebih dominan dengan didominasi
mempermalukan tema, sementara suara-suara positif berhubungan
dengan kontrol yang lebih besar dan atribusi positif. Suara yang mana
pendengar melaporkan rata-rata 3 suara yang berbeda. Hallusinasi
auditorik juga berbeda dalam kualitas struktural mereka. Berbagai
jenis pidato gramatikal telah diidentifikasi, dengan kedua (Anda) atau
ketiga (s / dia) orang halusinasi dan kalimat nonpersonal murni
deskriptif yang paling umum. Perbedaan ini penting, karena, secara
historis, orang ketiga halusinasi dianggap khas Skizofrenia dan, pada
mereka sendiri, cukup untuk diagnosis klinis Skizofrenia. Demikian
pula, 2 atau lebih suara bercakap-cakap atau berdebat tentang pasien
(seperti orang mendengar suara-suara berbicara tentang dia) dianggap
relevansi diagnostik untuk Skizofrenia. Banyak juga memiliki dialog
dengan suara mereka sendiri.
19

Personifikasi.
Suara sering dipersonifikasikan oleh individuals. Suara mungkin lakilaki atau perempuan, namun, suara laki-laki lebih umum daripada
suara perempuan. Dalam hal usia, suara mungkin muda atau tua,
meskipun pasien yang lebih muda lebih cenderung mendengar suarasuara yang juga lebih muda. Individu dapat melaporkan mengetahui
identitas suara mereka, dan suara dapat memberitahu orang / nama dia.
Suara halusinasi sering kali berbicara dengan aksen yang berbeda
untuk daerah tinggal atau kelas sosial pasien. Yang sangat
dipersonifikasikan sifat beberapa suara telah dikaitkan dengan (dalam
beberapa tapi jelas tidak semua kasus) pengalaman masa kanak-kanak
yang terkait dengan penderaan seksual.

Penilaian.
Orang-orang menawarkan penjelasan yang berbeda untuk mereka
pengalaman halusinasi. Atribusi dapat berkisar dari atribusi diri
(mendengar suara sendiri) untuk atribusi yang tidak mengidentifikasi
sumber tertentu, untuk atribusi hallusinasi kepada orang lain
(mendengar orang lain berbicara). Suara cenderung dikaitkan dengan
agen eksternal, yang memiliki identitas dan tujuan (sering merugikan
pasien).

Perubahan Selama Waktu.


Fitur-fitur fenomenologis hallusinasi auditorik juga dapat berfluktuasi
selama sakit, kadang-kadang mencerminkan perubahan penting dalam
suatu keadaan. Secara klinis, individu skizofrenia yang memiliki
perubahan

telah disebut'' kemajuan perkembangan dinamis'' untuk

mencerminkan perubahan karakteristik hallusinasi auditorik dari


waktu ke waktu. [11]
b) Penyakit yang mungkin berhubungan dengan halusinasi pendengaran:
Infeksi Gangguan (Agen Tertentu)
Ensefalitis, herpes simpleks
Gangguan neoplastik
Tumor lobus temporal
Relational, Mental, Gangguan Jiwa
Psikosis paranoid (skizofrenia)
20

Kegilaan (Waham)
Skizofrenia
Skizofrenia, teratur
Anak-onset skizofrenia
Schizo / afektif psikosis
Vegetatif, otonom, Gangguan endokrin
Narkolepsi
Keracunan (Agen Tertentu)
Amphetamine / Kecepatan toxidrome / Akut
Tremens delirium
Alkohol halusinasi / psikosis
Metamfetamin / Kecepatan / Amphetamine kronis / penyalahgunaan
Halusinogen psikotik / disord afektif [2]

C. Tahapan Halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan.


Tahap I

Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum,

halusinasi merupakan suatu kesenangan.


Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan

ansietas.
Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontol

kesadaran, nonpsikotik.
Tersenyum, tertawa sendiri
Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergerakkan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat.
Diam dan berkonsentrasi.

Tahap II

Menyalahkan
Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan perasaan antipati.
Pengalaman sensori menakutkan.
Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut

Mulai merasa kehilangan kontrol.

Menarik diri dari orang lain non psikotik.

Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.

Perhatian dengan lingkungan berkurang.

Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja.

Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas.


21

Tahap III

Mengontrol
Tingkat kecemasan berat
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)
Isi halusinasi menjadi atraktif
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik
Perintah halusinasi ditaati
Sulit berhubungan dengan orang lain
Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan
berkeringat
Tahap IV

Klien sudah dikuasai oleh halusinasi


Klien panik
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam beberapa

VII.

jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.


Perilaku panic
Resiko tinggi mencederai
Agitasi atau kataton
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan [7]

PENATALAKSANAAN
a) Pengobatan farmakologis
Halusinasi sebagai bagian dari psikosis fungsional atau organik terbaik
untuk

merespon

antipsikotik

baru

antipsikotik.

Semua

antipsikotik

memiliki

keunggulan

berbanding

yang

efektif,

antipsikotik

tradisional. Pedoman umum untuk farmakoterapi psikosis melamar


halusinasi juga. 25% sampai 30% dari halusinasi pendengaran
skizofrenia resistan terhadap obat antipsikotik tradisional. Bahkan
dengan munculnya antipsikotik baru, penurunan jumlah pasien
berhalusinasi.

22

b) Stimulasi magnetik transkranial


Stimulasi magnetik transkranial (SMT), di SMT berulang tertentu
(rSMT), telah diusulkan sebagai pengobatan untuk halusinasi dalam
skizofrenia. rSMT yang lambat (1Hz) biasanya digunakan dalam
pengobatan halusinasi karena mengurangi rangsangan otak berbeda
dengan rSMT cepat (> 5 Hz digunakan dalam pengobatan depresi), yang
meningkatkan

rangsangan

otak.

Sebuah

metaanalisis

terbaru

menyimpulkan bahwa rSMT frekuensi rendah di atas korteks


temporoparietal kiri memiliki efek ukuran moderat untuk pengobatan
halusinasi auditori obat-resisten.
c) Strategi coping
Coping didefinisikan sebagai upaya berubah kognitif dan perilaku untuk
mengubah tuntutan eksternal dan / atau internal yang tertentu yang dinilai
sebagai berat atau melebihi sumber daya orang tersebut. Percaya diri
mengatasi umum di psikosis, menunjukkan bahwa individu yang merasa
kewalahan oleh pengalaman psikotik mereka memobilisasi mengatasi
pertahanan. Strategi penanganan diidentifikasi dalam beberapa penelitian
dirangkum seperti berikut:

Psikoedukasi
Untuk pasien, perawat dan rekan-rekan mereka, psikoedukasi adalah
alat yang berharga untuk menentukan apa yang salah dengan pasien
dan bagaimana kondisi mungkin telah dikembangkan. Hal ini
terutama berlaku untuk penyakit stigma seperti skizofrenia dan
stigma pengalaman seperti halusinasi. Memang, sebagian besar
orang melihat orang-orang yang "mendengar suara-suara" sebagai
kekerasan dan tidak stabil, dan percaya bahwa mereka harus dikunci.
Kesusahan yang terkait dengan halusinasi sangat penting dan
menyebabkan sejumlah masalah yang perlu ditangani. Pada tingkat
23

individu, distress berhubungan dengan halusinasi diringankan oleh


obat-obatan dan psikoterapi. Namun, kesulitan berhubungan dengan
halusinasi mungkin juga akan menurun pada tingkat masyarakat.
Artinya, jika sikap dalam populasi umum tentang halusinasi kurang
negatif dan merusak, maka ini akan membuat lebih mudah bagi
mereka yang menderita halusinasi untuk benar-benar mengelola
pengalaman mereka. Oleh karena itu, pentingnya pendidikan tentang
pengalaman psikotik diarahkan masyarakat umum, sekolah dan
pelayanan kesehatan dasar juga merupakan strategi intervensi yang
penting. Program pendidikan singkat dalam penyakit mental
mengurangi sikap stigmatisasi antara berbagai peserta.

Terapi perilaku kognitif


Tujuan dari terapi perilaku kognitif untuk pasien psikotik untuk
mengurangi penderitaan dan cacat yang disebabkan oleh gejala
psikotik, untuk mengurangi gangguan emosi dan membantu orang
untuk

sampai

pada

pemahaman

tentang

psikosis,

untuk

mempromosikan partisipasi aktif individu dalam regulasi risiko


kambuh

dan

cacat

sosial.

Ada

penilitian

yang

mengkonseptualisasikan terapi perilaku kognitif sebagai rangkaian


enam tahap:
(1) membangun dan memelihara hubungan terapeutik
(2) menggunakan kognitif-perilaku strategi coping
(3) mengembangkan pemahaman baru dari pengalaman psikosis
(4) mengatasi delusi dan halusinasi
(5) mengatasi negatif evaluasi diri, kecemasan dan depresi
(6) mengelola risiko kambuh dan cacat sosial.

Sebuah analisis ABC suara

Menurut formulasi ini, suara dipandang sebagai acara mengaktifkan


(A) yang individu memberikan arti (B) dan mengalami reaksi
emosional dan perilaku yang terkait (C). Melalui ini, kesusahan dan
24

perilaku koping, konsekuensi bukan dari halusinasi itu sendiri tetapi


dari keyakinan individu tentang halusinasi.

Halusinasi-terfokus pengobatan integrative

Halusinasi-terfokus

pengobatan

integratif

menggunakan

beberapa modalitas untuk memaksimalkan kontrol halusinasi


pendengaran persisten. Ini mengintegrasikan sejumlah jenis
strategi pengobatan (Terapi perilaku kognitif , psikoterapi
suportif, psikoedukasi, pelatihan coping, intervensi krisis
mobile dan obat antipsikotik). Intervensi menggunakan 20
sesi satu jam selama 9-12 bulan. Terapi perilaku kognitif
berbeda dari sebagian besar halusinasi integrative bahwa baik
pasien dan kerabat menerima intervensi kognitif dan
pelatihan

penanggulangan.

Studi

menunjukkan

bahwa

halusinasi integrative efektif untuk pasien skizofrenia kronis


dan untuk remaja psikotik dengan halusinasi pendengaran.
Juga, efek positif berlangsung selama 9-18 bulan setelah
pengobatan.

[5]

Kesulitan metodologis dalam pengobatan psikologis halusinasi pendengaran


Halusinasi pendengaran merupakan pengalaman subyektif yang sulit diukur secara
objektif. Munculnya pengobatan farmakologis yang efektif mungkin telah menghambat
penelitian tentang berbagai perawatan psikologis halusinasi pendengaran, yang telah
mencegah karakterisasi dari setiap kelompok respon baik subyek (pasien). Ada bukti yang
cukup untuk mendukung setiap perawatan psikologis tertentu atas yang lain. Semua tehnik di
atas menunjukkan manfaat pada beberapa pasien. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
seharusnya langsung meninggalkan terapi psikologis, tetapi pengobatan harus dirancang
secara individual dan digunakan sebagai tambahan untuk farmakoterapi. [5]

25

VIII. PROGNOSIS
Dengan terapi yang efektif, prognosis pada umunya adalah baik. Kebanyakan
pasien kembali ke keadaan fungsi normal dalam waktu 3 bulan. Ada gangguan
penyesuaian yang berlangsung sementara dan dapat sembuh sendiri atau setelah
mendapat terapi. Remaja membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih kembali
dibandingkan dengan orang dewasa. Terdapat penelitian follow-up setelah 5 tahun
mendapatkan terapi, 71% pasien dewasa sembuh tanpa gejala residual, 21%
berkembang menjadi gangguan depresi mayor, atau alkoholisme.

Pada remaja

prognosis kurang baik, karena 43% menderita Gangguan Skizofrenia denga gangguan
skizoafektif, depresi mayor. Gangguan penyalahgunaan zat, serta gangguan
kepribadian. Adapun resiko bunuh diri cukup tinggi.

IX.

KESIMPULAN
Halusinasi adalah gejala fundamental dalam psikiatri. Dua ratus tahun
penelitian mengenai fenomena ini belum menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

Apakah halusinasi pathognomic psikosis atau tidak?


Apakah kehadiran halusinasi (seperti atau dalam modalitas yang berbeda dan

bentuk) dapat menyertakan atau mengecualikan diagnosis tertentu atau tidak?


Apa substrat saraf halusinasi?
Pertanyaan-pertanyaan ini sangat mendasar untuk memahami penyakit mental

dan penelitian lebih lanjut baik di fenomenologis dan daerah teoritis diperlukan untuk
unfathom rahasia.
Secara konvensional, halusinasi diperlakukan sebagai fitur psikotik. Namun,
ada cukup bukti untuk mendukung halusinasi dalam kondisi non-psikotik.
Mekanisme dan status nosological kondisi ini belum jelas. Menilai latar belakang
budaya dalam evaluasi halusinasi penting karena konsep realitas bervariasi lintas
budaya dan ada kemungkinan halusinasi budaya sanksi. Selain pengobatan
farmakologis yang efektif, kesadaran yang lebih besar diperlukan mengenai

26

pengobatan psikologis halusinasi, yang dapat membantu kita mengatasi halusinasi


berulang.

X.

DAFTAR PUSTAKA

1. A Look at Auditory Hallucinations: Do You Hear What I Hear? Bryan Kern, Cognitive Science
Program, State University of New York at Oswego
2. Diagnosis Pro, Differential Diagnosis For Auditory hallucinations
(http://en.diagnosispro.com/differential_diagnosis-for/auditoryhallucinations/35265-154.html)
3.

DUKUNGAN DENGAN BEBAN KELUARGA MENGIKUTI REGIMEN TERAPEUTIK ANGGOTA


KELUARGA YANG MENGALAMI HALUSINASI
Delia Ulpa, Mahnum Lailan Nst, Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara, Dosen Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas , Fakultas
Keperawatan, Universitas Sumatera Utara

4.

Rohkamm, Color Atlas of Neurology 2004 Thieme


5. Hallucinations: Clinical aspects and management, Suprakash Chaudhury, Industry Psychiatry
Journal, US National Library of Medicine National Institutes of Health
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3105559/)
6. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry, 10th Edition , Copyright 2007 Lippincott Williams &
Wilkins
7. Makalah Neurobehavior 2 tentang Kasus Halusiansi Pendengaran (http://abdurrahmanadhie.blogspot.com/2012/05/halusinasi-dengar.html)

27

8. Neuroscience of Clinical Psychiatry, The: The Pathophysiology of Behavior and Mental Illness,
1st Edition, Copyright 2007 Lippincott Williams & Wilkins, Higgins, Edmund S.;
George, Mark S.
9. Pathways That Make VoicesWhite Matter Changes in Auditory Hallucinations, JAMA
Psychiatry, (http://archpsyc.jamanetwork.com/journal.aspx)
10.

Psikopatologi, Jenis dan Proses Terjadinya Gangguan Jiwa


(http://www.scribd.com/doc/117913942/psikopatologi)
11. The Characteristic Features of Auditory Verbal Hallucinations in Clinical and Nonclinical
Groups: State-of-the-Art Overview and Future Directions Frank Lari1,*, Iris E.
Sommer2, Jan Dirk Blom3,4, Charley, Fernyhough5, Dominic H. ffytche , Kenneth
Hugdahl7, 8 , Louise C., Johns9 , Simon McCarthy-Jones10, Antonio Preti11,12, Andrea,
Raballo1315, Christina W. Slotema16 ,Massoud Stephane17, and Flavie Waters18,19

28

Вам также может понравиться