Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
Murbei
Murbei (Morus alba. L) termasuk marga morus dari keluarga Moraceae
yang mempunyai nama asing mulberry (Inggeris), sangye (China) dan beberapa
nama daerah seperti walot (Sunda), besaran (Jawa), malur (Batak), nagas
(Ambon), tambara mrica (Makassar). Jenis-jenis murbei diklasifikasikan antara
lain dari bentuk dan warna bunga, kuncup, tunas dan daun. Bentuk-bentuk yang
khas dari daun adalah daun berlekuk, dan daun utuh. Daun-daun berlekuk
selanjutnya diklasifikasikan dalam berbagai kategori, tergantung pada jumlah
lekukan. Ada enam jenis murbei yang banyak ditanam dan daunnya digunakan
sebagai pakan ulat sutera di Indonesia yaitu Morus nigra, Morus multicaulis,
Morus australis, Morus alba, Morus alba var macrophylla, dan Morus bombycis.
Dari keenam jenis murbei, jenis morus alba tidak digunakan untuk pakan ulat
sutera, karena jenis ini umumnya ditanam untuk diambil buahnya disamping itu
daun yang dapat dipungut sangat sedikit (Atmosoedarjo et al 2000; Hariana
2007).
mengintervensi
proses
hidrolisis
karbohidrat,
menghambat
Diabetes Mellitus
Menurut Hartono (2006) Diabetes mellitus merupakan kumpulan keadaan
yang disebabkan oleh kegagalan pengendalian gula darah. Kegagalan ini terjadi
karena dua hal yaitu produksi hormon insulin yang tidak memadai atau tidak ada
dan resistensi insulin yang meningkat. Resistensi insulin terjadi pada pintu masuk
di permukaan sel tubuh yang dinamakan reseptor insulin. Reseptor ini
memungkinkan lewatnya glukosa yang dibawa oleh hormon insulin masuk ke
dalam sel. Tidak adanya atau tidak memadainya produksi hormon insulin akan
Klasifikasi
Badan kesehatan dunia (WHO), melalui laporan kedua Expert Committee on
Diabetes mellitus mengelompokkan diabetes menjadi dua kelompok utama, yaitu
Insulin-dependen diabetes mellitus (IDDM) dan Non-insulin-dependent diabetes
mellitus (NIDDM) (WHO 1980). Pada IDDM, pankreas tidak menghasilkan
insulin dalam jumlah yang cukup, sedangkan NIDDM pankreas masih relatif
cukup menghasilkan insulin, tetapi insulin yang ada tidak bekerja secara baik
karena adanya resistensi insulin akibat kegemukan (Dalimartha 2004). Pada tahun
1977, Expert Committee on the Diagnosis dan Classification of Diabetes Mellitus
(ECDCDM) menyepakati klasifikasi baru diabetes mellitus, menjadi DM tipe-1
(yang sebelumnya disebut IDDM atau juvenil diabetes), tipe-2 (sebelumnya
disebut NIDDM atau adult-onset) dan gestational diabetes (Foster-Powel et al.
2002; Rimbawan & Siagian 2004).
Kelompok DM tipe-1 adalah penderita DM yang sangat tergantung pada
suntikan insulin. Kebanyakan penderitanya masih muda dan tidak gemuk.
Gejalanya biasa timbul pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil
baliq (Dalimartha 2004). Sekitar 95 % penderita DM tipe-1 terjadi sebelum usia
25 tahun, dengan prevalensi kejadian yang sama pada pria dan wanita. Individu
yang mengalami DM tipe-1 mempunyai ciri-ciri poliuria, polidipsia, dan
poliphagia. Dalam pengujian glukosa darah, pasien yang mengalami tipe ini
apabila diberi 75 g glukosa secara oral dan sebelumnya telah melakukan puasa
selama satu malam, konsentrasi gula darahnya akan meningkat lebih dari 200
md/dl. Sedangkan pada individu normal dengan perlakuan yang sama akan
meningkatkan glukosa darahnya berkisar 140 mg/dl. Tingginya kandungan
glukosa darah dalam tubuh, mengakibatkan laju filtrasi glomerulus terhadap
glukosa menjadi berlebih dan urine akan mengandung banyak glukosa (Champe
& Harvey 1994).
Kelompok DM tipe-2 dicirikan oleh resistensi insulin pada jaringan perifer
dan gangguan sekresi insulin dari sel- pankreas. DM tipe-2 adalah jenis diabetes
yang paling lazim dan berkaitan dengan riwayat diabetes keluarga, usia lanjut,
obesitas, perubahan pola makan dan aktivitas fisik yang kurang (Willett et al.
2002). Resistensi insulin dan hiperinsulinemia akan menyebabkan kerusakan
toleransi glukosa. Sel- yang rusak akhirnya menjadi lemah, selanjutnya
mendorong intoleransi glukosa dan hiperglikemia (Mayfield 1998).
Gestational diabetes merupakan klasifikasi operasional, bukan klasifikasi
berdasarkan kondisi fisologis. Diabetes yang diderita oleh wanita sebelum hamil
(pregestational diabetes), wanita yang mengalami DM tipe-1 pada saat hamil,
wanita dan penderita DM tipe-2 yang tidak terdiagnosis dikelompokkan menjadi
gestational diabetes. Kebanyakan wanita penderita gestational diabetes memiliki
homeostatis glukosa yang normal selama paruh pertama (sampai bulan kelima)
masa hamil. Pada paruh kedua masa hamil (antara bulan keempat dan kelima)
mengalami defisiensi insulin relatif. Pada umumnya kadar glukosa darah kembali
normal setelah melahirkan (Lebovitz 1999).
10
11
12
Genetik
Resistensi Insulin
Didapat
Hiperinsulinemia
Didapat
Toksisitas glukosa
Asam lemak, dll
Kelelahan sel-sel-
13
badan untuk orang dewasa dengan dosis maksimum 100 gram, dan 1,75 gram/kg
berat badan untuk anak-anak yang diberikan dalam bentuk minuman. Glukosa
plasma kemudian diukur sebelum pemberian, kemudian 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan
4 sampai 5 jam setelah pemberian glukosa. OGTT dapat digunakan untuk
mendiagnosa diabetes bila kadar glukosa plasma pada saat pemberian glukosa
dan 2 jam sesudah pemberian melebihi 200 mg/dl. (Mayfield 1998).
Komplikasi Diabetes mellitus
Komplikasi akut terjadi jika kadar glukosa darah meningkat atau menurun
tajam dalam waktu relatif singkat. Pada komplikasi akut dapat terjadi
hipoglikemia, yaitu suatu keadaan dengan kadar glukosa darah kurang dari 50
mg/dl dan ketoasidosis diabetik yaitu kadar glukosa darah tinggi tetapi tidak dapat
masuk ke dalam sel karena kekurangan insulin, sehingga kebutuhan energi tubuh
dipenuhi
dengan
meningkatkan
metabolisme
lipid
yang mengakibatkan
14
lain menunjukkan bahwa dengan pengendalian kadar glukosa darah yang baik
maka resiko terjadinya komplikasi pada penderita DM dapat dicegah dan bahkan
pada hewan percobaan pengendalian kadar glukosa mendekati normal dapat
menghindari resiko terjadinya komplikasi (Hartono 2006).
Untuk mencapai kadar glukosa darah yang mendekati normal langkah
pertama dalam pengelolaan diabetes mellitus adalah perencanaan makan dan
aktifitas fisik (pengelolaan non farmakologis), tetapi kedua hal ini sering gagal
untuk menghasilkan kadar glukosa darah yang diinginkan. Apabila langkah ini
tidak berhasil, dilanjutkan dengan penggunaan obat hipoglikemik (pengelolaan
farmakologis). Ada dua macam obat hipoglikemik, yaitu berupa suntikan dan
berupa tablet yang disebut obat hipoglikemik oral.
A. Hipoglikemik oral
(1) Golongan Sulfonilurea bekerja dengan cara merangsang sel- pulau
Langerhans untuk pankreas untuk mengeksresikan insulin. Obat golongan
ini tidak berguna bila diberikan pada penderita DM tipe 1, karena pada
penderita DM tipe 1 sel- pulau Langerhans sudah rusak, sehingga tidak
dapat memproduksi insulin. Obat golongan ini dapat berguna bila
diberikan pada penderita DM tipe 2 (Ganiswara et al. 1999). Obat-obat
yang
termasuk
golongan
sulfonilurea
adalah:
Tolbutamide,
15
16
B Insulin
Insulin merupakan hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel- dari
pulau Langerhans dan merupakan kelompok sel yang terdiri dari 1% massa
pankreas. Insulin adalah salah satu hormon terpenting yang mengkoordinasikan
penggunaan energi oleh jaringan. Secara fisiologis, fungsi utama insulin adalah
menstimulasi masuknya glukosa ke dalam sel-sel otot dan hati untuk digunakan
sebagai sumber energi atau disimpan dalam bentuk glikogen. Selain itu insulin
juga berperan dalam sintesis protein dan lemak serta menekan produksi glukosa
hepatik. Dalam pengelolaan DM, insulin digunakan untuk terapi penderita DM
tipe-1 tetapi juga tidak jarang digunakan untuk penderita DM tipe-2.
Mekanisme kerja insulin ialah insulin berikatan dengan reseptor spesifik
yang memiliki reaktivitas tinggi pada mebran sel kebanyakan jaringan, termasuk
hati, otot dan adiposa. Ini merupakan tahap pertama aliran reaksi yang akhirnya
menuju kepada susunan aksi biologis yang beranekaragam. Pengikatan insulin
menimbulkan aksi luas. Respon yang paling cepat ialah peningkatan transpor
glukosa ke dalam sel yang terjadi segera setelah insulin berikatan dengan reseptor
membran.
Sesaat setelah glukosa terserap dan masuk ke dalam sistem peredaran darah,
maka glukosa akan segera terdistribusi ke seluruh jaringan tubuh. Dampak
tersebarnya glukosa ke seluruh jaringan tubuh akan meningkatkan keberadaan
insulin pada jaringan tersebut. Mekanisme klasik kerja insulin ini ialah
meningkatkan pemindahan glukosa darah menuju otot dan mencegah proses
glikogenolisis, glukoneogenesis dalam hati dan lipolisis pada jaringan adiposa
(Champe & Harvey 1994; Bessesen 2001).
Hewan Percobaan
Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model untuk mempelajari
berbagai bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorium. Tikus
putih telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, relatif
sehat dan peka terhadap pengaruh perlakuan dalam komponen dietnya, sehingga
17
merupakan hewan yang cocok digunakan untuk berbagai penelitian. Galur tikus
putih yang biasa digunakan untuk hewan percobaan di laboratorium adalah Long
Evans, Osborne-Mendel, Sherman, Sparague Dawley, dan Wistar (Malole &
Pramono 1989).
Hewan percobaan untuk diabetes dapat terjadi secara spontan atau dari hasil
induksi eksperimental. Tikus dan kelinci merupakan hewan percobaan yang
paling banyak digunakan untuk maksud diatas. Beberapa strain tikus yang telah
digunakan secara luas sebagai hewan percobaan spontan untuk IDDM diantaranya
NOD (Non-Obes Diabetic) dan Wistar/BB (bio-breeding). Sedangkan hewan
percobaan spontan untuk NIDDM adalah zuckher dan wistar Goto-kakisaki
(Picarel-Blanchot et al. 1996,diacu dalam Andayani 2003).
Diabetes eksperimental pada hewan percobaan dapat terjadi melalui
beberapa cara diantaranya dengan pankreatektomi ataupun menggunakan bahan
kimia diabetogenik seperti aloksan dan streptozotosin dengan dosis yang dapat
menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel beta pankreas sehingga
menghasilkan hiperglikemik permanen yang merupakan salah satu etiologi dari
DM tipe-1. Sifat diabetogenik aloksan ataupun streptozotosin dimediasi oleh
senyawa oksigen reaktif yang terbentuk melalui cara yang berbeda pada kedua
bahan tersebut (Rane dan Reddy 2000).
Aloksan
Aloksan merupakan senyawa yang tidak stabil dan bersifat hidrofilik, waktu
paruhnya hanya 1,5 menit pada pH netral dan temperatur 37C, dalam suhu lebih
rendah waktu paruhnya menjadi lama. Mekanisme kerja aloksan pada prinsipnya
terjadi melalui beberapa proses yang secara simultan menghasilkan efek
kerusakan pada sel-sel pankreas. Proses yang dimaksud diantaranya
pembentukan
senyawa
radikal
bebas,
terjadinya
oksidasi
gugus-SH,
18
tersebut relatif lebih resisten dibanding pada sel-sel pankreas. Sifat inilah yang
melindungi jaringan terhadap toksisitas aloksan (Szkudelski 2001 ).
Faktor lain yang sangat dominan menghasilkan sifat diabetogenik aloksan
adalah pembentukan senyawa oksigen reaktif yang terjadi dalam sel-sel
pankreas. Beberapa penelitian melaporkan bahwa aloksan meningkatkan
konsentrasi kalsium bebas sitosolik dalam sel-sel pankreas akibat dari beberapa
proses antara lain peningkatan infulk kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi
intraseluler, maupun berkurangnya kalsium yang hilang dalam sitoplasma
(Gambar 7). Aloksan lebih umum digunakan untuk menghasilkan model DM
tipe-1. Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan diabetes juga tergantung
pada jalur penginduksian, dosis, senyawa, hewan percobaan dan status gizinya
(Szkudelski 2001 ).
- SH HS
Gka
-SSGki
HA
Aloksan
Asam Dialurat
O2
O2
O2
Fe3+
O2
H2 O2+ O2
Fe2+
OH
[ Ca2+ ]
19
Keterangan:
Gka dan Gki masing-masing glukokinase aktif dan inaktif.
HA radikal aloksan.
[ Ca2+ ] konsentrasi kalsium intraseluler.
Efek Hipoglikemik
Efek bahan aktif dari tanaman umumnya dihasilkan melalui proses ekstraksi
dengan menggunakan beragam pelarut, mulai dari air hingga pelarut organik
seperti heksana, etanol, kloroform, maupun metanol. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa bahan aktif yang telah berhasil diidentifikasi dari tanaman
yang menunjukkan efek hipoglikemik antara lain asam 4-hidroksibensoat yang
disarikan dari ekstrak air dalam akar pandanus odorus, laktusin-8-O-metilakrilat
yang disari dari ekstrak kloroform buah Pamentiera edulis, senyawa steroid yang
disarikan dari ekstrak kloroform biji Parkia speciosa (Perez et al 2000).
Berdasarkan penelitian Andayani (2003), aktivitas antihiperglikemik ekstrak
buncis dengan menggunakan pelarut alkohol dan kloroform menunjukkan efek
hipoglikemik yang lebih kuat pada tikus diabetes induksi aloksan dibandingkan
dengan pelarut lain, karena menghasilkan penurunan kadar glukosa darah yang
cukup besar (45 %) yang terjadi satu jam setelah perlakuan. Hal ini diduga karena
kerja bahan aktif melalui stimulasi pada sel-sel pankreas yang masih tersisa
akan meningkatkan kerja insulin terutama di jaringan periferal. Penelitian Ahmed
et al (1998) yang menguji efek hipoglikemik pada tanaman pare (Momordica
charantia) menduga, bahan aktif yang terkandung pada buah pare dapat
meningkatkan jumlah sel-sel pankreas. Sedangkan penelitian Sopian (2005)
yang menemukan senyawa acarbose dan senyawa1-deoxynojirimycin (DNJ) yang
mirip dengan glukosa menyatakan bahwa senyawa-senyawa tersebut dapat
menghambat aktivitas enzim alfa glukosidase yang berfungsi memecah senyawa
polisakarida menjadi monomer-monomer glukosa.
Beberapa penelitian mengenai efek hipoglikemik tumbuhan yang diberikan
dalam bentuk sediaan ekstrak menunjukkan adanya perbedaan pola respon
terhadap kadar glukosa darah baik pada hewan maupun pada manusia. (Alarcon
et al 2000).