Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Non farmakologi
Self care
Perawatan mandiri mempunyai andil dalam keberhasilan pengobatan gagal jantung dan
dapat memberi dampak yang bermakna pada keluhan-keluhan pasien, kapasitas fungsional,
morbiditas dan prognosis. Perawatan mandiri dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan
yang bertujuan untuk mempertahankan stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan deteksi dini gejala-gejala perburukan. Untuk bisa merawat dirinya
pasien perlu diberi pelatihan baik oleh dokter atau perawat terlatih.
Topik Edukasi
Penanganan biasanya mulai dari NYHA kelas fungsional II, timbul gejala saat aktivitas.
Perburukan fungsi renal peningkatan urea dan kreatinin saat diberikan ACEI
adalah sesuatu yang diharapkan, dan tidak dianggap penting secara klinis
kecuali jika peningkatanya cepat dan bermakna. Periksa obat-obatan
nefrotoxic yang mungkin diberikan bersamaan seperti obat anti inflamasi non
steroid (OAINS). Jika diperlukan turunkan dosis ACEI atau jangan teruskan.
Jika terdapat peningkatan kreatinin lebih dari 50% dari baseline atau hingga
konsentrasi absolut 265 mmol/L (~3 mg/dL). Jika konsentrasi kreatinine
meningkat hingga 310 mmol/L (~3.5 mg/dL) atau diatasnya stop ACEI
secepatnya dan monitor kimia darah secara erat.
Hipotensi simtomatik (misal : pusing) adalah hal yang umum terjadi hal ini
seringkali membaik seiring waktu, dan pasien perlu diyakinkan. Jika
mengganggu pertimbangkan untuk mengurangi dosis diuretik dan agen
hipotensif lainnya (kecuali ARB/ -bloker/antagonis aldosteron). Hipotensi
asimtomatik tidak memerlukan intervensi.
ARB
direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang tetap simtomatik
walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB, kecuali telah mendapat
antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kejahteraan
pasien dan mengurangi hospitalisasi untuk perburukan gagal jantung. (Kelas Rekomendasi I,
Tingkat Bukti A).
Pemberian ARB mengurangi risiko kematian karena penyebab kardiovaskular. Kelas
Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B. ARB direkomendasikan sebagai alternatif pada pasein
yang intoleran terhadap ACEI. Pada pasien-pasien ini pemberian ARB mengurangi risiko
kematian akibat kardiovaskular atau perlunya perawatan akibat perburukan gagal jantung.
Pada pasien yang dirawat, terapi dengan ARB harus dimulai sebelum pasien
dipulangkan.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B.
Pengobatan dengan ARB meningkatkan fungsi ventrikel dan kesehatan pasien dan
menurunkan angka masuk rumah sakit akibat perburukan gagal jantung. Angiotensin
Reseptor Blockerdirekomendasikan sebagai pilihan lain pada pasien yang tidak toleran
terhadap ACEI.
Pasien yang harus mendapatkan ARB :
Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
Sangat umum untuk meningkatkan dosis secara perlahan tapi meningkatkan secara
cepat sangat mungkin pada pasien yang monitoring ketat.
Meningkatkan LVEF
Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika
diindikasikan).
Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis).
Inisiasi terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada
pasien yang baru saja masuk rawat karena GJA, selama pasien telah membaik
dengan terapi lainnya, tidak tergantung pada obat inotropik intravenous, dan
dapat diobservasi di rumah sakit setidaknya 24 jam setelah dimulainya terapi
BB.
Kontraindikasi :
AV blok derajat II atau III, sick sinus syndrome (tanpa keberadaan pacemaker),
sinus bradikardi (<50 bpm).
Titrasi dosis :
Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung yang disertai tanda dan
gejala kongesti.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B
Diuretik memperbaiki kesejahteraan hidup pasien dengan mengurangi tanda dan gejala
kongesi vena sistemik dan pulmoner pada pasien dengan gagal jantung. Diuretik
mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan biasanya digunakan
bersamaan dengan ACEI atau ARB. Dosis diuretik harus disesuaikan dengan kebutuhan tiap
pasien dan membutuhkan monitoring klinis yang cermat. Secara umum loop diuretik
dibutuhkan pada gagal jantung sedang-berat. Thiazid dapat pula digunakan dengan loop
diuretik untuk edema yang resisten, namun harus diperhatikan secara cermat kemungkinan
dehidrasi, hipovolemia, hiponatremia, atau hipokalemia. Selama terapi diuretik, sangat
penting level kalium, natrium, dan kreatinine dipanantau secara berkala.4
Hal yang harus dicermati pada pemberian diuretik :
Hiperkalemia yang berat dapat terjadi jika diuretik hemat kalsium termasuk
antagonis aldosteon digunakan bersamaan dengan ACEI/ARB. Penggunaan
diuretik antagonis non-aldosteron harus dihindari. Kombinasi dari antagonis
aldosteron dan ACEI/ARB hanya boleh diberikan pada supervisi yang cermat.
Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat perbaikan
klinis dari segi tanda dan gejala gagal jantung. Jenis dan dosis pemberian dapat
dilihat pada tabel 7.
Dosis harus disesuaikan, terutama setelah berat badan kering normal telah
tercapai, hindari risiko disfungsi ginjal dan dehidrasi. Upayakan untuk
mencapai hal ini dengan menggunakan dosis diuretik serendah mungkin.
Keadaan yang mungkin terjadi pada penggunaan diuretik dapat dilihat pada
tabel 8.
Keterangan:
*Dosis harus disesuaikan dengan volume status / berat badan pasien , dengan pertimbangan
dosis yang besar dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan ototoksisitas.
** Jangan menggunakan thiazid jika eGFR < 30mL/menit, kecuali diresepkan dengan loop
diureti
Antagonis aldosteron
Antagonis aldosteron menurunkan angka masuk rumah sakit untuk perburukan gagal
jantung dan meningkatkan angka keselamatan jika ditambahkan pada terapi yang sudah ada,
termasuk dengan ACEI.
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
ISDN pada pasien-pasien ini dapat mengurangi risiko kematian.9Kelas Rekomendasi IIa,
Tingkat Bukti B
Mengurangi angka kembali rawat untuk perburukan gagal jantung.Kelas Rekomendasi
IIa, Tingkat Bukti B
Memperbaiki fungsi ventrikel dan kemampuan latihan.Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat
Bukti A
Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak uji klinis
adalah :
Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi.
Pertimbangkan untuk menaikan titrasi setelah 2-4 minggu, jangan dinaikan bila
terdapat hipotensi simtomatik.
Jika dapat ditoleransi, upayakan untuk mencapai target dosis yang digunakan pada
banyak uji klinis- yaitu hidralizine 75 mg dan ISDN 40 mg tiga kali sehari, atau jika
tidak dapat ditoleransi hingga dosis maksimal tertoleransi.
Kemungkinanan efek samping yang dapat timbul :
aldosteron).
Hipotensi
yang
asimtomatik
tidak
membutuhkan intervensi.
jantung
menyebabkan
peningkatan
kontraktilitas
jantung
dengan
meningkatkan kontraksi sarkomer jantung melalui peningkatan kadar kalsium bebas dalam
protein kontraktil, yang merupakan hasil dari peningkatan kadar natrium intrasel akibat
penghambatan NaKATPase dan pengurangan relatif dalam ekspulsi kalsium melalui
penggantian Na+ Ca2+ akibat peningkatan natrium intrasel.
Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal :
Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan fungsi ventrikel
kiri.
Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat> 80x/menit, dan saat
aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.
Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%) yang
mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan antagonis
aldosteron jika diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat dipertimbangkan.
sistemikKelas
Pada pasien atrial fibrilasi yang dilibatkan pada serangkaian uji klinis acak, termasuk
pada pasien dengan gagal jantung, warfarin ditemukan dapat mengurangi risiko stroke
dengan 60-70%.
Warfarin juga lebih efektif dalam mengurangi risiko stroke dibanding terapi
antiplatelet, dan lebih dipilih pada pasien dengan risiko stroke yang lebih tinggi,
seperti yang ditemukan pada pasien dengan gagal jantung.
Tidak terdapat peranan antikoagulan pada pasien gagal lainnya, kecuali pada mereka
yang memiliki katup prostetik.
Pada analisis dua uji klinis skala kecil yang membandingkan efektifitas warfarin dan
aspirin pada pasien dangan gagal jantung, ditemukan bahwa risiko perawatan kembali
secara bermakna lebih besar pada pasien yang mendapat terapi aspirin, dibandingkan
warfarin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia. Patofisiologi dan konsep klinis penyakit. EGC. Jakarta : 2006
2. Hess OM, Carrol JD. Clinical Assessment of Heart Failure. In: Libby P, Bonow RO,
Mann DL, Zipes DP, editor. Braunwalds Heart Disease. Philadelphia: Saunders; 2007. p.
561-80.
3. Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL,
editor. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: Mc graw hill; 2008.
p. 1443.
4. Maisel AS, Krishnaswamy P, Nowak RM, et al: Rapid measurement of B-type natriuretic
peptide in the emergency diagnosis of heart failure. N Engl J Med 2002; 347:161-167.
5. Sudoyo, DR.dr. Aru W, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2009.