Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENGERTIAN
Deman Typhoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan segala deman, gangguaan pada saluran pencernaan.(Mansjoer, 2002)
Demam tifoid atau typhoid fever atau typhus abdominalis adalah penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif
berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
(Tapan, 2004).
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan bersifat
endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010).
B. ETIOLOGI
Salmonella typhi.
Salmonella para typhi A. B dan C.
Feces dan urin yang terkontaminasi dari penderita typus
C. PATOFISIOLOGI
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat),
dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi
kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat
akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke
aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia,
kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang
sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Masa tunas demam thypoid berlangsung 10-14 hari.
2. Minggu I : Keluhan dan gejala-gejala dengan penyakit infeksi akut pada umumnya
demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi/diare,
perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis, pada pemeriksaan hanya didapatkan
peningkatan suhu badan.
3. Minggu II : Gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah
khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali,
gangguan mental berupa samnolen, strupor, koma, delirion/psikos.
E. KOMPLIKASI
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
b.
trombosis, tromboplebitis.
Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
c.
d.
e.
f.
g.
hemolitik.
Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan leukosit
Biakan darah
Uji widal
G. PENATALAKSANAAN
1. Keperawatan
Memenuhi kebutuhan nutrisi : kalori, cairan dan elektrolit. Bila perlu melalui sonde
Diet TKTP, rendah serat dan mudah dicerna, lunak, cair (klien dengan penurunan
kesadaran)
Menurunkan demam
Mengawasi komplikasi
Mengelola oksigen
50-100
mg/kgBB/hari,
cotrimoksasol
6-10
Pemeriksaan persistem
o Penglihatan : edema palpebra, air mata ada / tidak, cekung / normal
o Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, lidah lembab / keringSistem
persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
o Sistem pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,
odem pulmo, krakles
o Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak teraba, kapilary
refill lambat, akral hangat / dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada
o Sistem gastrointestinal
o Mulut : membran mukosa lembab / kering, lidah kotor, perdarahan gusi
o Perut : turgor ?, kembung / meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut,
o Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah,
melena
o Sistem integumen : RL test (+) ?, petekie, ekimosis, kulit kering / lembab,
perdarahan bekas tempat injeksi ?
o Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria / anuria
I.
DIAGNOSA
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
2. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
3. Intoleransi aktivitas terutama dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam hal
4.
J.
INTERVENSI
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus halus
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil ;
1) Tidak demam
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 4 jam.
R/: Mengetahui keadaan umum pasien
2) Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
3) Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/: Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan ketidaknyamanan.
4) Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga perlu diimbangi
dengan asupan cairan yang banyak
5) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam. Pemberian antibiotik
menghambat pertumbuhan dan proses infeksi dari bakteri
2. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual, muntah, anoreksia
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak demam
2) Mual berkurang
3) Tidak ada muntah
4) Porsi makan tidak dihabiskan
Intervensi:
1)
Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan sajikan dalam
keadaan hangat
R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status nutrisi
2) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
3) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai indikator intervensi
selanjutnya
4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual dan muntah
DAFTAR PUSTAKA
Arif mansjoer, dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Penerbit
media aesculapius.
Jakarta : fkui
Cahyono, J.B. Suharyo B. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta: Kanisius
Doengoes, Marilyn E., (2002), Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Tujuan Perawatan Pasien, Edisi III,
EGC, Jakarta.
Tapan, Erik. 2004. Flu, HFMD, Diare pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah,
Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Team Elsevier. 2013. Ferris Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia:
Elsevier, Inc