Вы находитесь на странице: 1из 16

selamat datang di blogg saya,. senang bertemu dengan anda,.

mohon saran nya ya setelah


membaca atau pun mengambil dokumen di blogg ini,. trimakasih telah berkunjung,.

Minggu, 01 Januari 2012


ABON AYAM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abon ayam merupakan salah satu produksi pangan kering yang diolah melalui proses
penggorengan dan penambahan bumbu-bumbuan. Beberapa keuntungan dari proses

pembuatannya ialah mudah dilakukan. Produk yang dihasilkan memiliki aroma dan rasa yang
khas serta dapat dikembangkan sebagai salah satu usaha baik dalam skala industri kecil maupun
menengah.
Adapun jenis bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan abon dapat berupa daging
sapi, kerbau, ayam dan jenis ikan. Salah satu bahan yang juga dapat digunakan untuk abon
adalah ayam afkir. Untuk mendapatkan abon yang berkualitas tinggi, diperlukan pengolahan
yang baik. Proses pengolahan yang dilakukan dalam produk abon adalah pemasakan, lama
pemasakan yang tepat dalam pengolahan daging ayam akan menentukan kegurihan dan
kelezatan abon.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh pemasakan abon ayam dengan penambahan susu skim terhadap uji
organoleptik
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui macam-macam dari pengolahan
daging, dan juga untuk memenuhi tuntutan tugas mata kuliah Ilmu dan Teknologi Pengolahan
Telur dan Daging Unggas

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Daging Ayam dan Nilai Gizinya
Lawrie (1979), mengatakan bahwa daging mengandung sekitar 75 % air, protein 19 %,
lemak 2,5 % dan kandungan substansi non protein 3,5 %. Selain itu komposisi daging

dipengaruhi beberapa faktor anatara lain jenis ternak, enis kelamin, umur dan jenis makanan
yang diberikan kepada ternak tersebut. Menurut Soeparno (1994), berdasarkan sifat fisiknya
dapat dikelompokan menjadi : (a) daging segar tanpa pelayuan dan yang dilayukan, (b) daging
seghar yang dilayukan dan didinginkan, (c) daging segar yang bdilaukan kemudian dibekukan,
(d) daging masak, (e) daging asap dan (f) daging olahan.
Tabel 1. perbandingan gizi dari beberapa jenis daging
jenis daging

kalori

protein

lemak

besi

vitamin

Sapi
Kambing

129
162

20
17

5
10

2,1
2,1

65
60

Itik

129

20

2,0

100

Ayam

125

20

2,0

Sumber : lembaga makanan rakyat (Murtidjo, 1990)


Dilihat dari nilai gizinya, daging ayam merupakan sumber gizi yang baik karena banyak
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk hidup manusia diantaranya protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin yang berbeda dengan manusia (Mountney dan Parkhust, 1995).
Kualitas daging ayam ditentukan oleh komposisi kimia daging ayam dipengaruhi oleh jenis
turunan, jenis kelamin, umur dan pengaturan gizi dalam ransum (Buckle, dkk, 1987).
Daging adalah bagian dari tubuh ternak kecuali tanduk, kuku, tulang dan bulu yang
mengandung protein, lemak, mineral dan vitamin dalam komposisi yang berbeda tergantung
pada bangsa, makanan, jenis ternak dan umur ternak. Daging jugadapat didefenisikan semua
jaringan hewan dan semua bentuk olahannya yang dapat dimaka dan tidak memebahayakan
kesehatan bagai yang memakannya (Pallupi, 1986 ; Soeparno, 1994).
Dilihat dari nilai gizinya, daging ayam merupakan sumber gizi yang baik karena banyak
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk hidup manusia diantaranya protein, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin yang berbeda dengan manusia (Mountney dan Parkhust, 1995).

Kualitas daging ayam ditentukan oleh komposisi kimia daging ayam dipengaruhi oleh jenis
turunan, jenis kelamin, umur dan pengaturan gizi dalam ransum (Buckle, dkk, 1987).
Protein. Protein adalah sumber asam amino yang mengandung nsr C, H, O dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein juga mengandung unsur fosfor (F),
belerang (S). Fungsi utama protein dalam tubuh adalah untuk membentuk jaringan tubuh yang
baru dan mempertahankan jaringan tubuh yang telah ada (Winarno, dkk, 1991). Daging ayam
merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi, karena selain mudah dicerna juga
mengandung asam amino esensial yang sangat penting untuk tubuh, lebih kurang 25 - 35 %
protein terdapat dalam daging ayam (Mountney dan Parkhust 1995 ). Protein daging sebagian
besar terdiri dari serabut otot dan jaringan ikat Sebagian besar serabut otot mengandung lebih
dari 50 % protein myofibril dan protein sarkoplasma yang terdiri dari enzim-enzim Sedangkan
protein jaringan ikat sebagian besar terdiri dari kolagen dan elastin (Soeparno, 1996).
Lemak. Natasasmita (1987 ) menyatakan bahwa kandungan lemak daging sangat
bervarasi dan tergantung pada potongan daging serta pemisahan daging dari tulangnya.
Ditambahkan oleh Mountney dan Parkhust (1995) bahwa kandungan lemak daging ayam
bervariasi menurut jenis kelamin dan spesies menurut Soeparno (1996 ) bahwa paha ayam
(brunstik) dan paha ( gending) dan bagian daging merah gelap lainnya dari ayam mempunyai
kandungan lemak dan kalori yang lebih tinggi dari daging dada atau daging - daging putih
lainnya.
Lemak yang paling menentukan kualitas daging adalah lemak yang terdapat di dalam urat
daging (intramascular) dan lemak inilah yang sangat menentukan keempukan, rasa, aroma, dan
daya tarik daging oleh konsumen. Daging yang baik adalah daging yang cukup mempunyai
kadar perlemakan dalam urat dagingnya (Gunardi, 1986) Soeparno (1994) mengatakan bahwa
daging ayam mengandung 4,7 lemak Menurut Harjoswo dkk (2000) sebagian besar lemak pada
daging ayam terdapat pada bagian bawah kulit hanya sedikit yang berada pada daging Lemak
yang terdapat pada daging ayam adalah lemak tak jenuh, diantaranya adalah palmitoleat oleat
linoleat aracidonat dan klupadonat.
Air. Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan tekstur serta akseptabilitas kesegaran dan daya tahan bahan
makanan ( Winarno ,1991).Menurut Soeparno (1996 ) kadar air dalam sel otot berkisar antara 65
- 85 % Selanjutnya di jelaskan bahwa air yang terdapat dalam otot di sebut air tericat Air terikat
di dalam otot dapat di bagi menjadi komponen air yaitu : air terikat secara kimiawi oleh otot
sebesar 4-5 % sebagai lapisan pertama air terekat agak lemah sebesar 4 % yang merupakan
lapisan kedua yang akan terikat oleh air bila tekanan uap air meningkat Lapisan ketiga
merupakan molekul-molekul daging yang berjumlah kira - kira 10 %.
Air merupakan bagian terbanyak dan terpenting dari jaringan hewan dan tumbuhtumbuhan. Air yang terkandung dalam tubuh ternak berbeda besarnya tergantung umur ternak
tersebut (Anggordi, 1994) Ditambahkan oleh Soeparno (1996) daging unggas muda mengandung
lebih kurang 70 % air sedangkan daging unggas tua 60 %.
pH. pH daging Soeparno (1996) menyatakan faktor yang mempengaruhi variasi pH
daging adalah stress sebelum pemotongan pemberian injeksi hormone dan obat-obatan tertentu
spesies individu ternak macam otot dan aktivitas enzim Ditambahkan juga pH unggas mengalami
penurunan atau peningkatan selama processing menurut Nurwantoro dan Djarijah (1997) hampir
semua mikroba tumbuh pada pH mendekati netral (6.5 - 7.5). Berdasarkan nilai pH bahan
pangan di bedakan dalam beberapa kelompok yaitu :

1. Pangan berasam rendah yaitu pangan yang mempunyai pH di atas 5.3


2. Pangan berasam sedang yaitu pangan yang mempunyai pH 4.5 - 5.4
3. Pangan berasam sedang yaitu pangan yang mempunyai pH 3.7 - 4.5
4. Pangan berasam tinggi yaitu pangan yang mempunyai pH di bawah 3.7
B. Proses Pemasakan
Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun (1996) mengemukakan bahwa pengolahan
yang sering dilakukan ibu-ibu rumah tangga pada prinsipnya berupa pemanasan dengan
menggunakan medium penghantar panas yang berlainan. Ditambahkan oleh Winarno, dkk (1980)
bahwa dalam proses pemanasan ada hubungannya dengan suhu dan waktu, jika suhu rendah
maka pemanasan lebih lama sebaliknya jika suhu tinggi maka pemanasan lebih cepat.
Pengolahan dengan suhu rendah dalam waktu relatif lama akan menghasilkan kadar protein yang
lebih tinggi dari pada pengolahan dengan suhu tinggi dalam waktu yang cepat (Trenggono, 1983
yang dikutip oleh Harun, 1996). Lebih lanjut ia jelaskan, berbeda cara pengolahan maka akan
berbeda pula kadar protein yang dihasilkan sebab faktor-faktor yang berperan langsung dalam
proses pengolahan akan berbeda misalnya medium penghantar panasnya.
Sugitha dkk (1991) menyatakan bahwa pengolahan dengan panas secara konduksi,
konveksi dan radiasi yang merupakan prinsip dasar dari pemanasan. Pemanasan dengan
konduksi melibatkan panas secara langsung dari partikel ke partikel (misalnya transfer panas
secara langsung dari bagian permukaan ke bagian dalam daging) tanpa melalui medium selain
produk itu sendiri. Menurut Winarno dkk (1980) perambatan panas secara konveksi jauh lebih
cepat dari pada perambatan panas secara konduksi. Semakin padat bahan pangan, maka
perambatan panas semakin lambat. Lebih lanjut ia jelaskan bahwa ada dua faktor yang harus
diperhatikan dalam pengawetan dan pengolahan dengan panas yaitu:

1. Jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan
mikroba pathogen.
2. Jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan cita rasa
makanan.
Pemasakan pada suhu dan waktu tertentu menyebabkan protein, lemak, karbohidrat
menjadi bermanfaat bagi manusia (Williams, 1979). Lebih lanjut dijelaskan ketika daging
dimasak baik dengan jalan memanggang, merebus atau lainnya, ia akan mengisut dan kehilangan
air. Menurut pendapat Sugitha dkk (1991) yang perlu diperhatikan agar kualitas daging tetap baik
pada waktu pengolahan adalah : kadar air selama dimasak (karena air adalah medium penghantar
panas). Air merupakan konduktor panas yang baik dan penetrasi air untuk menghantar panas
akan cepat. Selanjutnya Trenggono, 1983 yang dikutip oleh Harun (1996) menyatakan bahwa
dengan pengolahan akan terjadi perubahan-perubahan fisik dan kimia dari daging sehingga nilai
gizinya akan berubah. Protein dan vitamin yang terkandung di dalamnya akan mengalami
denaturasi yang ditandai oleh pengerutan daging.
C. Abon
Abon adalah suatu jenis lauk pauk yang kering dibuat dari daging dengan penambahan
bumbu dan digoreng. Pembuatan abon merupakan salah satu cara memperpanjang masa simpang
daging. Selain itu abon merupakan bahan makanan yang sudah dikenal luas oleh masyarakat
Indonesia karena abon mempunyai rasa yang khas dan abon mudah diterima oleh konsumen
(Hilda, 2002).
Lisdiana (1998) mengemukakan bahwa abon umumnya memiliki komposisi gizi yang
cukup baik dan dapat dikonsumsi sebagai makanan ringan dan sebagai lauk pauk. Pembuatan

abon dapat dijadikan sebagai salah alternatif pengolahan bahan pangan sehingga umur simpan
bahan pangan dapat lebih lama, disamping itu cara pembuatan abon juga cukup mudah sehingga
dapat dikembangkan sebagai suatu unit usaha keluarga (home industri) dan layak untuk dijadikan
sebagai salah satu alternatif usaha. Pada prinsipnya cara pembuatan berbagai jenis abon sama.
Prosedur umum yang dilakukan dimulai dari pemilihan bahan buku, penyiangan dan pencucian
bahan, pengukusan atau perebusan, peremahan, pemasakan atau penggorengan, penirisan minyak
atau pres, penambahan bawang goreng kering dan pengemasan.
Pada dasarnya pembuatan abon menggunakan prinsip pengawetan bahan pangan dengan
memakai panas (pengeringan). Pengeringan adalah suatu usaha menurunkan kandungan air dari
suatu bahan dengan tujuan untuk memperpanjang daya simpannya. Bahan pangan yang
dikeringkan umumnya mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan
segarnya. Selama pengeringan juga terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain-lain
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Lisdiana (1998) menyatakan bahwa abon sebagai salah satu produk industri pangan
memiliki standar mutu yang telah ditetapkan oleh departemen perindustrian. Penetapan standar
mutu merupakan acuan bahwa produk tersebut memiliki kualitas yang baik dan aman bagi
kesehatan. Kriteria mutu untuk abon berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII) dapat dilihat
pada tabel berikut
Tabel 2. Standar Industri Indonesia (SII) untuk abon
No
1

Komponen
Bentuk, aroma, warna dan rasa

Nilai
Khas

Kadar air

7% maks

Kadar abu

7% maks

Kadar abu tidak larut dalam asam

0,1% maks

Kadar lemak

30% maks

Kadar protein

15% maks

Kadar serat kasar

1% maks

Kadar cemaran logam (Cu, Pb, Hg,

Zn, As)

10

Jumlah bakteri

11

Bakteri bentuk coloform

Kapang

3000 koloni/g
maks

D. Nilai Organoleptik
Uji organoleptik adalah penilaian untuk mengetahui keadaan sekitar atau lingkungan
dengan menggunakan indera dan kemampuan sensorik. Penilaian ini meliputi antara lain bau,
rasa dan warna (Soekarto, 1985). Nasoetion (1980) mengemukakan bahwa tujuan organoleptik
untuk mengenal sifat atau faktor-faktor dan cita rasa serta daya terima terhadap makanan.
Selanjutnya dijelaskan bahwa tujuan dari uji organoleptik adalah agar pemilik perusahaan
makanan terlebih dahulu menyelidiki makanan apa yang disukai konsumen sehingga usaha yang
dilakukan lebih efektif dan lancar serta mampu bersaing dipasaran. Dijelaskan juga ada dua cara
penggolongan penilaian cita rasa berdasarkan tujuan penilaian yaitu:
1. Metode Analisa
Tujuan cara ini dapat melihat antara makanan yang dinilai dan tingkat bedanya.
2. Metode Hedonik
Tujuan cara ini untuk mengetahui apakah penilai menyukai makanan yang dinilainya dan
bagaimana derajat kesukaannya.

Menurut Soekarto (1985) bahwa untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik


diperlukan panel yang bertugas menilai sifat atau mutu benda berdasarkan subjektif. Orang yang
menjadi anggota panel disebut panelis. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam penilaian
organoleptik dikenal ada macam jenis panel. Ada enam macam panel yang biasa digunakan
dalam penilaian organoleptik, yaitu:
1. Panel pencicip perorangan (pencicip tradisional)
2. Panel pencicip terbatas
3. Panel terlatih
4. Panel tidak terlatih
5. Panel agak terlatif
6. Konsumen
Sedangkan menurut Soekarto (1985) syarat-syarat sebagai calon panelis adalah:
1. Orang yang akan dijadikan panelis harus ada perhatian terhadap pekerjaan penilaian
organoleptik
2. Calon bersedia dan mempunyai waktu untuk melakukan penilaian organoleptik
3. Calon panelis mempunyai kepekaan yang diperlukan
4. Mengenal cara-cara pengolahan komoditi tersebut dan tahu peranan dan cara-cara pengolahan.
5. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik.

BAB III
MATERI DAN METODA

A. Materi
Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah daging ayam sebanyak 350 gr yang
kemudian diolah menjadi abon.
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan abon daging ayam: bumbu yang digunakan
untuk 1 kg daging menurut Lisdiana (1998) yang terdiri dari:
a. Tiga butir kelapa parut, diperas dalam 1200 ml air.
b. Bumbu-bumbu yang dihaluskan : 5 gr ketumbar, 70 gr bawang merah, 20 gr bawang
putih, 7 gr jinten, 5 gr langkuas, 15 gr garam dapur, 5 gr daun salam.
2. Peralatan
a.

Alat dapur: kompor, kuali, sendok pengaduk, wajan

b. Timbangan
c.

Pisau

d. Panci

B. Metode
1. Cara Kerja
a. Daging ayam dibersihkan, lalu direbus sampai empuk ( 1 jam), setelah empuk kemudian
disuir-suir dan daging yang telah disuir tersebut dibagi empat masing-masing 100 gr
karena pada penelitian ini terdiri dari empat perlakuan.
b. Semua bumbu-bumbu yang telah dihaluskan sepeti ketumbar, bawang merah, bawang
putih, jinten, langkuas, dan daun salam dimasukkan ke dalam empat buah kuali beserta
santan kelapa.
c. Kemudian santan kelapa yang telah diberi bumbu tersebut dimasak sampai mengeluarkan
minyak sambil diaduk-aduk.
d. Setelah itu dimasukkan masing-masing 100 gr daging yang telah disuir tersebut ke dalam
kuali, lalu dimasuk menggunakan api kecil dengan suhu bahan kurang lebih 60oC (diukur
menggunakan thermometer) sesuai dengan perlakuan yaitu selama 2 jam, 3 jam, 4 jam
dan 5 jam).
e. Terus diaduk agar tidak gosong
f. Setelah abon masak sesuai dengan perlakuan yaitu selama 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam
kemudian ditimbang kira-kira 10 gr untuk diamati kadar gizinya (kadar protein, lemak
dan air) dan selebihnya digunakan untuk uji organoleptik.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.

Bahan

Disiangi, dicuci

Direbus ( 1 jam)

Dicabik-cabik/disuir

Dimasak dengan santan yang ditambah bumbu-bumbuan


hingga warna coklat

Ditiriskan diangin-anginkan

Abon
Gambar 1. Skema cara pembuatan abon daging ayam afkir (Lisdiana, 19

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1. Abon Ayam
Dari Penelitian yang dilaksanakan yaitu pembuatan abon dari daging ayam sebanyak 100 gram
lebih, pada saat sudah dimakan dan dicoba.
Hasil organoleptik Abon Ayam
Warna

: Coklat Muda

Rasa

: Gurih, enak

Bau

: Bau abon (agak bau rendang)

Tekstur

: Agak Kasar

B. Pembahasan

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan abon dibutuhkan
langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mendapatkan abon yang enak dan dengan tekstur
yang baik, pengorengan tidak membutuhkan suhu yang begitu besar sehingga tidak terjadinya
hangus pada abon, dibutuhkan juga takaran yang sesuai untuk mencampurkan bumbu-bumbu
untuk mendapatkan rasa yang pas.

DAFTAR PUSTAKA
Hadiwiyoto, S. 1983. Hasi1-Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur Liberty. Yogyakarta.

Lawrie. R. A. 2003. Ilmu Daging Edisi kelima penerjemah Prof Dr.Aminuddin Parakkasi. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta
Muchtadi, D. 1988. Evalusi Nilai Gizi Pangan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Natasasmita, S. Priyanto dan P. M Tauhid. 1987. Pengantar Evaluasi Daging. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan cetakan ke-2 Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
_________. 2008. Abon Ayam. http//www.google.com. 11 Desember 2008.15:25 WIB.
Diposkan oleh TPL ATIP 2010 " ARIANTO" di 15.19
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Pengikut
Arsip Blog

2012 (7)
o 01/01 - 01/08 (7)

PENGENDALIAN MUTU PROSES PEMBUATAN ABON LELE DI


IR...

laporan pembuatan abon sapi

USAHA PEMBUATAN ABON LELE

ABON AYAM

ABON

ABON IKAN

2011 (4)

Mengenai Saya

TPL ATIP 2010 " ARIANTO"


solok selatan, sumatera barat, Indonesia
Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

Вам также может понравиться