Вы находитесь на странице: 1из 15

ADAT ISTIADAT

Adat Istiadat
TANEAN LANJENG
Rumah Adat Masyarakat Madura

Masyarakat Madura di kenal sebagai masyarakat yang menjungjung tinggi tali


kekerabatan. Simbol-simbol yang mendukung hal ini, bisa di lihat dari rumah adat
yang sebagian besar masih terpelihara dengan rapi di berbagai pelosok di Madura,
seperti yang terdapat di desa pamaroh kecamatan kadur pamekasan Madura.
Halaman panjang atau yang terkenal dengan sebutan Tanian Lanjang adalah bukti
kekerabatan masyarakat Madura. Tanian Lanjeng terbentuk karena sejumlah rumah
di tata berjejeran dengan rumah induk yang berada di tengah-tengah.
Rumah induk ini biasanya, di tandai dengan jengger ayam di atapnya. Rumah induk,
ditempati orang tertua pada keluarga tersebut. Orang tertua ini kemudian di sebut
kepala somah. Ibarat raja kecil, kepala somahlah yang menguasai semua kebijakan
keluarga, terutama menyangkut masalah perkawinan.

Rumah adat Madura, hanya memiliki satu pintu di depan. Hal ini dimaksudkan, agar
pemilik rumah, dapat mengontrol aktifitas keluar masuk keluarga. Pintu ini dihiasi
ukiran-ukiran asli Madura, dengan warna hijau dan merah, lambang kesetiaan dan
perjuangan.
Sebuah lukisan bunga, juga tampak menghiasi dinding depan rumah. Lukisan ini,
menggambarkan keharmonisan keluarga, sebuah impian rumah masa depan yang
bahagia.
Di samping kanan dan kiri rumah induk, di bangun rumah untuk anak-anaknya.
Anak tertua, menempati rumah sebelah kanan. Sedangkan yantg lain, menempati
rumah sebelah kiri. Biasanya, rumah induk, di tandai dengan hiasan 2 cengger
ayam yang ada di atas atap, dengan posisi berhadapan, mirip batu nisan sebuah
makam. Hiasan ini mengingatkan penghuni rumah pada kematian, yang pasti di
jalani oleh setiap mahluk hidup. Di bagian dalam rumah, berdiri 4 buah pilar
penyanggah yang tampak kokoh. Pilar-pilar ini, terhubung satu dengan lainnya,
sehingga membentuk sebuah bujur sangkar. Pilar-pilar ini, kemudian di sebut
dengan pilar pasarean.
Sejumlah perabotan keluarga, juga masih tampak terpelihara di bagian dalam

rumah ini. Di antaranya, sebuah bayang besar, terbuat dari kayu jati dengan ujung
sebelah kiri lebih tinggi, yang berfungsi mengganjal kepala, agar bisa ber-isitirhat,
melepas kepenatan tubuh.
Tampak pula sebuah tombak tradisional Madura yang masih terpelihara dengan
baik. Tombak ini merupakan senjata tradisionil Madura, dalam mempertahankan ke
utuhan keluarga.
Setiap rumah data, di lengkapi dengan sebuah surau. Surau ini, disamping
berfungsi sebgai tempat sholat, juga menjadi tempat bagi Kepala Somah, untuk
memantau orang-orang yang keluar masuk halamannya. Orang Madura menyebut
surau ini dengan langgar.
Atap surau adat, menggunakan daun ilalang yang membentang memayungi
penghuninya dari air hujan dan sengatan matahari.

CELURIT-DAN-CAROK
Letaknya yang berada di sebelah utara Pulau Jawa, Madura atau lebih dikenal
dengan pulau garam, mempunyai masyarakat sendiri, dalam arti, mempunyai
corak, karakter dan sifat yang berbeda dengan masyarakat jawa. Masyarakatnya
yang santun, membuat masyarakat Madura disegani, dihormati bahkan ditakuti
oleh masyarakat yang lain
Kebaikan yang diperoleh oleh masyarakat atau orang Madura akan dibalas dengan
serupa atau lebih baik. Namun, jika dia disakiti atau diinjak harga dirinya, tidak
menutup kemungkinan dia akan membalas dengan yang lebih kejam. Ada sebuah
adagium masyarakat Madura, yang sampai sekarang sudah mendarah daging,
lebbi baek pote tolang dari pada pote mata.

Banyak orang yang mengatakan bahwa masyarakat Madura itu unik, estetis dan
agamis. Bahkan, ada yang mengenal masyarakat pulau garam ini adalah
masyarakat santri, nan sopan tutur katanya dan kepribadiannya.
Kita mungkin mengenal CAROK . ? Carok dan celurit laksana dua sisi mata uang.
Hal ini muncul di kalangan orang-orang Madura sejak zaman penjajahan Belanda
abad 18 M. Carok merupakan simbol kesatria dalam memperjuangkan harga diri
(kehormatan).
PADA zaman Cakraningrat, Joko Tole dan Panembahan Semolo di Madura, tidak

mengenal budaya tersebut. Budaya yang ada waktu itu adalah membunuh orang
secara kesatria dengan menggunakan pedang atau keris. Senjata celurit mulai
muncul pada zaman legenda Pak Sakera. Bahkan pada masa pemerintahan
Penembahan Semolo, putra dari Bindara Saud putra Sunan Kudus di abad ke-17 M
tidak ada istilah carok.Munculnya budaya carok di pulau Madura bermula pada
zaman penjajahan Belanda, yaitu pada abad ke-18 M.
Setelah Pak Sakerah tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur,
orang-orang bawah mulai berani melakukan perlawanan pada penindas. Senjatanya
adalah celurit. Karena provokasi Belanda itulah, golongan blater yang seringkali
melakukan carok pada masa itu. Celurit digunakan Sakera sebagai simbol
perlawanan rakyat jelata terhadap penjajah Belanda. Sedangkan bagi Belanda,
celurit disimbolkan sebagai senjata para jagoan dan penjahat. Upaya Belanda
tersebut rupanya berhasil merasuki sebagian masyarakat Madura dan menjadi
filsafat hidupnya. Bahwa kalau ada persoalan, perselingkuhan, perebutan tanah,
dan sebagainya selalu menggunakan kebijakan dengan jalan carok. Senjata yang
digunakan selalu celurit.
Padahal sebenarnya tidak semua masyarakat Madura demikian. Masyarakat Madura
yang memiliki sikap halus, tahu sopan santun, berkata lembut, tidak suka bercerai,
tidak suka bertengkar, tanpa menggunakan senjata celurit, dan sebagainya adalah
dari kalangan masyarakat santri. Mereka ini keturunan orang-orang yang zaman
dahulu bertujuan melawan penjajah Belanda.

KERAPAN-SAPI
Kerapan atau karapan sapi adalah satu istilah dalam bahasa Madura yang digunakan untuk menamakan
suatu perlombaan pacuan sapi. Ada dua versi mengenai asal usul nama kerapan. Versi pertama
mengatakan bahwa istilah kerapan berasal dari kata kerap atau kirap yang artinya berangkat dan
dilepas secara bersama-sama atau berbondong-bondong. Sedangkan, versi yang lain menyebutkan
bahwa kata kerapan berasal dari bahasa Arab kirabah yang berarti persahabatan. Namun lepas dari
kedua versi itu, dalam pengertiannya yang umum saat ini, kerapan adalah suatu atraksi lomba pacuan
khusus bagi binatang sapi. Sebagai catatan, di daerah Madura khususnya di Pulau Kangean terdapat
lomba pacuan serupa yang menggunakan kerbau. Pacuan kerbau ini dinamakan mamajir dan bukan

kerapan kerbau.
Asal usul kerapan sapi juga ada beberapa versi. Versi pertama mengatakan bahwa kerapan sapi telah ada
sejak abad ke-14. Waktu itu kerapan sapi digunakan untuk menyebarkan agama Islam oleh seorang kyai
yang bernama Pratanu. Versi yang lain lagi mengatakan bahwa kerapan sapi diciptakan oleh Adi Poday,
yaitu anak Panembahan Wlingi yang berkuasa di daerah Sapudi pada abad ke-14. Adi Poday yang lama
mengembara di Madura membawa pengalamannya di bidang pertanian ke Pulau Sapudi, sehingga
pertanian di pulau itu menjadi maju. Salah satu teknik untuk mempercepat penggarapan lahan pertanian
yang diajarkan oleh Adi Polay adalah dengan menggunakan sapi. Lama-kelamaan, karena banyaknya para
petani yang menggunakan tenaga sapi untuk menggarap sawahnya secara bersamaan, maka timbullah niat
mereka untuk saling berlomba dalam menyelesaikannya. Dan, akhirnya perlombaan untuk menggarap
sawah itu menjadi semacam olahraga lomba adu cepat yang disebut kerapan sapi.
Macam-macam Kerapan Sapi
Kerapan sapi yang menjadi ciri khas orang Madura ini sebenarnya terdiri dari beberapa macam, yaitu:
1. Kerap Keni (kerapan kecil)
Kerapan jenis ini pesertanya hanya diikuti oleh orang-orang yang berasal dari satu kecamatan atau
kewedanaan saja. Dalam kategori ini jarak yang harus ditempuh hanya sepanjang 110 meter dan diikuti
oleh sapi-sapi kecil yang belum terlatih. Sedangkan penentu kemenangannya, selain kecepatan, juga lurus
atau tidaknya sapi ketika berlari. Bagi sapi-sapi yang dapat memenangkan perlombaan, dapat mengikuti
kerapan yang lebih tinggi lagi yaitu kerap raja.
2. Kerap Raja (kerapan besar)
Perlombaan yang sering juga disebut kerap negara ini umumnya diadakan di ibukota kabupaten pada hari
Minggu. Panjang lintasan balapnya sekitar 120 meter dan pesertanya adalah para juara kerap keni.
3. Kerap Onjangan (kerapan undangan)
Kerap onjangan adalah pacuan khusus yang para pesertanya adalah undangan dari suatu kabupaten yang
menyelenggarakannya. Kerapan ini biasanya diadakan untuk memperingati hari-hari besar tertentu.
4. Kerap Karesidenen (kerapan tingkat keresidenan)
Kerapan ini adalah kerapan besar yang diikuti oleh juara-juara kerap dari empat kabupaten di Madura.
Kerap karesidenan diadakan di Kota Pamekasan pada hari Minggu, yang merupakan acara puncak untuk
mengakhiri musim kerapan.
5. Kerap jar-jaran (kerapan latihan)
Kerapan jar-jaran adalah kerapan yang dilakukan hanya untuk melatih sapi-sapi pacuan sebelum
diturunkan pada perlombaan yang sebenarnya.
Pihak-pihak yang Terlibat dalam Permainan Kerapan Sapi
Kerapan sapi adalah salah satu jenis permainan rakyat yang banyak melibatkan berbagai pihak, yang
diantaranya adalah: (1) pemilik sapi pacuan; (2) tukang tongko (orang yang bertugas mengendalikan sapi
pacuan di atas kaleles); (3) tukang tambeng (orang yang menahan tali kekang sapi sebelum dilepas); (4)
tukang gettak (orang yang menggertak sapi agar pada saat diberi aba-aba dapat melesat dengan cepat); (5)
tukang tonja (orang yang bertugas menarik dan menuntun sapi); dan (6) tukang gubra (anggora
rombongan yang bertugas bersorak-sorak untuk memberi semangat pada sapi pacuan).

LOMBA SAPI SONOK


Selain karapan sapi yang terkenal, ada sebuah acara khusus bagi sapi betina yang didandani bak ratu
kecantikan. Ajang itu adalah festival Sapi Sonok
Kabupaten Pamekasan akan menyelenggarakan acara yang mempertemukan sapi-sapi Sonok unggulan se
Madura. Festival ini biasanya mengawali acara pesta rakyat karapan sapi. besok pesertanya adalah para
pemenang di tingkat kabupaten se Madura
Seperti perlakuan istimewa terhadap sapi jantan karapan demikian juga sapi-sapi betina ini diperlakukan.
Yang akan bertanding besok salah satunya adalah Den Ayu dan Titisan Air Mata. Jangan salah, itu bukan
nama dua ekor sapi, tapi untuk dua pasang sapi.
Anggapannya, satu pasang sapi yang terdiri dari dua ekor ini bisa tidak kompak bila masing-masing
punya nama sendiri. Sapi Sonok andalan milik Haji Zaenudin antara lain adalah Titisan Air Mata.
Untuk kandang mereka mendapat tempat khusus. Bahkan musik kas madura sronen selalu diperdengarkan
melalui tape rekorder. Perawat juga disediakan untuk bertugas menjaga kebersihan tubuh sapi, kandang
dan makanan mereka.
Supaya terlihat menawan, tanduk sapi juga mendapat perhatian. Biar mengkilat harus sering disemir.
Begitu pula bulu mata hingga seluruh tubuh harus dibersihkan dan dirapikan.
Sapi-sapi ini tidak hanya dimanjakan dengan perawatan. Mereka juga harus rajin latihan. Pelatih yang
sering juga disebut pawang ini mengajarkan cara berjalan dan cara menjejakan kaki depan keatas sebuah
kayu. Inilah sebabnya mengapa diberi nama Sapi Sonok. Yang berasal dari bahasa Madura Sokonah
Nungkok atau kakinya naik. Hal ini menjadi penilaian penting dalam kontes nanti.

PAKAIN ADAT MADURA

Pakaian adat Madura untuk para pria sangat identik dengan motif garis horisontal
yang biasanya berwarna merah-putih dan ikat kepala. Lebih terlihat gagah ketika
membawa senjata tradisionalnya yang berupa clurit. Parang yang bentuknya
melengkung. Untuk wanita, biasanya hanya menggunakan bawahan kain batik khas
Madura dan mengenakan kebaya yang lebih simpel.

TARIAN ADAT MADURA


TOPENG DALANG

Menurut babad Madura yang ditulis pada abad 19, topeng dalang pertama kali
dikembangkan pada abad ke-15 di desa Proppo, kerajaan Jambwaringin, Pamekasan
pada masa pemerintahan Prabu Menak Senaya. Mengingat hubungan Madura
dengan kerajaan Majapahit dan Singosariyang mesra, tak dapat dipungkiri bahwa
topeng dalang Madura merupakan kelanjutan dari teater topeng di kedua kerajaan
Jawa Timur tersebut. Pada abad ke-20, setelah kerajaan-kerajaan mulai hilang dari
bumi Madura, topeng dalang kembali menjadi kesenian rakyat dan mencapai
puncak kesuburannya sampai tahun 1960 terutama di Sumenep dan Pamekasan.
hal itu dapat dilihat dari banyaknya group kesenian, banyaknya dalang dan
banyaknya pengrajin topeng di berbagai pelosok. Memasuki dekade 1960-an,
topeng dalang mengalami masa surut. Hal ini disebabkan banyaknya tokoh-tokoh
topeng yang meninggal dunia, sedangkan tokoh-tokoh muda belum muncul dan
menguasai seni topeng dalang.

LAGU-LAGU-MADURA
PAJJHAR LAGGHU
Pajjhar lagghu arena pon nyonara.
Bapa tane se tedung pon jhaghaa.
Ngala are ben landhu tor capengnga,
A jhalananna ghi sarat kawajibhan.
Atatamen mabannya hasel bhumena.
Mamamor nagharana tor bangsana.

Pajjhar Lagghu (fajar pagi) adalah lagu yang menggambarkan kegiatan


masyarakat pedesaan Madura di pagi hari. Ketika fajar tiba, para petani pergi ke
sawah membawa cangkul dan topi (Ngala are ben landhu tor capengnga) untuk
bertani guna menghidupi keluarganya. Mereka bertani tidak hanya untuk memberi
makan keluarga mereka tapi juga untuk kemakmuran negara dan bangsanya
(Mamamorra nagharana ban bangsana.) Bagi masyarakat Madura bekerja sebagai
petani menjadi pekerjaan utama. Meskipun tanah Madura kurang subur, dengan
semangat kerja yang giat dan pantang menyerah mereka dapat hidup dari bercocok
tanam tersebut.
Sudah menjadi kebiasaan masyarakat Madura untuk bergotong royong dalam
bercocok tanam. Kaum lelaki dewasa mencangkul di sawah. Anak-anak yang sudah
dewasa dan cukup kuat untuk menggunakan cangkul tidak segan-segan membantu
bapak mereka bercocok tanam di sawah dan di ladang. Bagi kaum perempuan,

tugas mereka yang utama adalah memasak di dapur dan mengantarkan makanan
tersebut ketika siang hari. Semua anggota keluarga memiliki peran dan mereka
melaksanakan peran mereka dengan gotong royong. Tanpa gotong royong,
pekerjaan mereka akan lama terselesaikan.
PA'-OPA' ILING
Pa o pa iling, Dang dang asoko randhi,
Reng towana tar ngaleleng,
Ajhara ngajhi babana cabbhi,
Le olena gheddhang bighi.

Lagu Pa- Opa Iling biasanya dinyanyikan orang tua ketika mereka menimang
atau mengajak bermain anaknya yang masih kecil.
Meskipun lagu ini hanya terdiri dari empat baris, lagu ini sarat makna. Mayoritas
orang Madura beragama Islam. Sebagai masyarakat yang sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai agama Islam, masyarakat Madura mewajibkan anak-anaknya untuk
belajar mengaji sejak dini (Ajhar Ngajhi) agar mereka bisa pintar. Ngaji disini tidak
hanya diartikan belajar membaca Al-Quran tetapi bisa diartikan pula sebagai
kegiatan mencari ilmu-ilmu dunia bagi bekal kehidupan di masa yang akan datang
Untuk memberikan jaminan bahwa anak-anak mereka dapat dan lulus mengaji, para
orang tua harus bekerja keras. Pekerjaan sekeras apapun, dan meskipun hasilnya
kecil, (Reng towana tar ngaleleng, le olena gheddhang bighi) akan mereka lakukan
asal anak mereka dapat mengaji dan lulus dengan baik.
TANDUK MAJENG
Ole...olang
Paraonah alajereh
Ole...olang
Alajereh ka Madureh
Ngapote
Wak Lajereh etangaleh
Reng Majeng
Tantona lah pade mole

Mon e tengguh
Deri abid pajelennah
Mase benyak'ah onggu le ollenah
Duuh mon ajelling
Odiknah oreng majengan
Abental ombek
Asapok angin salanjenggah

Lagu Tondu Majang (datang dari melaut) di atas menceritakan kehidupan nelayan
Madura. Kehidupan mereka digambarkan sangat keras karena harus bertemu
banyak mara bahaya di laut. Mereka juga harus mempertaruhkan nyawa untuk
menghidupi keluarga yang ditinggalkan di rumah. Kadang untuk mendapat
tangkapan ikan yang banyak mereka harus tinggal berhari-hari di perahu sehingga
mereka menjadi terbiasa dengan laut dan mengandaikan ombak sebagai bantal dan
angin sebagai selimut mereka (Abhantal omba sapo angen).
KULINER-KULINER LENGKAP KHAS MADURA

Madura, kota yang ada di Jawa Timur ini terkenal dengan karapan sapinya. Sebagai salah
satu kota yang menjadi pusat perhatian dalam dunia wisata, Madura mempunyai banyak daya
tarik tak hanya dalam hal objek wisatanya. Dari sisi kuliner tau makanan Madura ternyata juga
menyimpan banyak kejutan. Cita rasa unik yang terdapat dalam makanan khas Madura ini
menjadi salah satu ciri khusus yang tidak ditemukan dalam masakan di daerah lain di Indonesia.
Tak hanya cita rasa yang unik cara pengolahannya pun masakan Madura juga memiliki banyak
keunikan.
Perbedaan dalam hal pengolahan maupun dalam hal cita rasa dengan daerah lainnya ini yang
membuat kuliner Indonesia berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini juga
menambah daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke Madura maupun daerah
lainnya. Keanekaragaman maskan khas yang ada di Indonesia ini salah satunya ada di Madura.
Berbagai masakan dengan citarasa dan cara pengolahan yang unik menjadikan Madura salah satu
daerah yang patut untuk diperhitungkan.
Berikut ini ada beberapa jenis masakah yang tergolong khas dan mempunyai citarasa unik yang
hanya bisa anda temui di Madura.

Soto Madura

Rasanya hampir di seluruh daerah di Indonesia mengenal salah satu jenis masakan
berkuah melimpah ini. Soto yang ada di Madura ini menggunakan bahan dasar yang hampir
sama dengan soto pada umumnya. Terdiri dari daging sapi, telur rebus, kentang goreng, dan telur
yang direbus ini, soto Madura memiliki citarasa yang tak jauh berbeda dengan soto pada
umumnya. Taburan daun bawang, seledri, dan bawang goreng di atasnya menjadikan soto
Madura lebih bercitarasa khas. Ada keunikan lainnya yang dihadirkan soto Madura, bahwa di
masing-masing daerah di Madura soto ini disajikan dengan pendamping yang berbeda.
Simaknya, soto Madura yang disajikan di Sumenep. Soto disajikan dengan singkong rebus
sebagi pengganti nasi. Keunikan lainnya bahwa soto Madura di Sumenep ini berisikan tauge
goreng, bihun, usus sapi, yang dilengkapi dengan daun bawang dan bawang goreng sebagai
taburannya. Pelengkap soto ini adalah bumbu kacang yang dicampur petis dan pisang mudang
yang dicampur dan diuleg hingga halus.
Lain di Sumenep lain lagi di Pamekasan, soto Pamekasan berbahan baku kentang rebus,
tauge dan perkedel ini disajikan dengan kuah yang dibumbui merica dengan bawang
putih. Sebagai pendamping makan soto Pamekasan ini, disajikan lontong, bakwan
jagung, dan juga rempeyek yang rasanya memang cocok.
Beda lagi dengan soto yang ada di Bangkalan, Madura. Selain menggunakan daging sapi
dalam olahannya, kadang kala soto Bangkalan juga memakain daging ayam atau jeroan
sapi untuk isiannya. Disajikan dengan taburan kentang goreng soto Bangkalan ini di
siram dengan kuah yang terdiri dari dua jenis, kuah bening dan kuah kuning. Anda bisa
memilih sesuai selera anda, atau anda bisa mencoba dua-duanya.
Keragaman dan keunikan makanan Madura ini nyatanya semakin unik dengan adanya
keberagaman jenis masakan yang terdapat dalam satu daerah. Hal inilah yang menjadikan

kaya dan uniknya makanan khas Indonesia yang bisa anda cicipi dalam perjalanan wisata
anda.

Nasi jagung

Nasi jagung menjadi mskan khas Madura selanjutnya. Secara kondisi alam Madura
memang cocok untuk bercocok tanam jagung. Berdasarkan pengakuan masyarakat, jagung yang
ditanam di Madura memiliki citarasa yang lebih enak dbadingkan dengan jagung yang di tanama
di daerah lainnya. Kembali ke nasi jagung, jika anda berkunjung ke Madura anda akan dengan
mudah menemukan penjual nasi jagung karena ini memang makanan tradisional masyarakat
Madura. Nasi jagung yang ada di Madura menggunakan bahan baku utama adalah jagung yang
dicampur dengan sedikit nasi putih yang di jual atau disajikan dalam bakul atau wadah dari
bambu.
Nasi jagung ini biasanya disajikan dengan pelengkap lauk berupa sayur-sayuran segar, tauge dan
kacang panjang. selain itu, lauk berupa urap dan saayur lodeh juga bisa anda pilih sebagai
pendamping nasi jagung. Sedangkan untuk pelengkapnya, biasanya nasi jagung disajikan dengan
pepes tongkol dan tempe bumbu bali yang akan semakin sedap jika disantap bersama sambal.

Kalsot (kaldu soto)

Makanan yang hanya ada di Madura ini terbuat dari kacang hijau yang dimasak bersama
kikil sapi. Kalsot memberikan suatu citarasa yang benar-benar berbeda dari kacang hijau yang
biasa di buat bubur santan yang berasa manis. Kalsot dimasak dengan bumbu-bumbu rempah
layaknya soto dan dilengkapi dengan tabura bawang merah goreng dan seledri di atasnya
membuat masakan ini lebih bercitarasa unik dan nikmat.

Gambaran Umum Pulau Madura

1. Keadaan Geografis

Pulau Madura terletak di timur laut pulau Jawa, kurang lebih 7 derajat sebelah
selatan dari khatulistiwa di antara 112 derajat dan 114 derajat bujur timur. Pulau itu
dipisahkan dari Jawa oleh Selat Madura, yang menghubungkan Laut Jawa dengan
Laut Bali. Moncongnya di barat laut agak dangkal dan lebarnya tidak lebih dari
beberapa mil laut.Secara geologis Madura merupakan kelanjutan dari pegunungan
kapur yang terletak di sebelah utara dan di sebelah selatan Lembah Solo. Bukitbukit kapur di Madura merupakan bukit-bukit yang lebih rendah, lebih kasar, dan
lebih bulat daripada bukit-bukit di Jawa dan letaknya pun lebih menyatu. Puncak
tertinggi di bagian timur Madura adalah Gunung Gadu (341 m), Gunung Merangan
(398 m), dan Gunung Tembuku (471 m).

Iklim di Madura bercirikan dua musim, musim barat atau musim hujan selama bulan Oktober
sampai bulan April, dan musim timur atau musim kemarau. Komposisi tanah dan curah hujan
yang tidak sama di lereng-lereng yang tinggi letaknya justru kebanyakan, sedangkan di lerenglereng yang rendah malahan kekurangan membuat Madura kurang memiliki tanah yang subur.
Hanya di daratan aluvial dan di tanah liat bercampur kapur di dataran tinggi yang terdapat cukup
curah hujan saja persawahan yang permanen atau sementara dimungkinkan. Sebagian besar
tanah yang diolah tediri dari tegalan yang terutama menghasilkan jagung dan singkong. Hanya
selama musim hujan saja lahan-lahan kering ini dapat ditanami. Di selatan, lahan-lahan yang
sama sekali tidak subur digunakan untuk pembuatan garam. Sudah sejak lama Madura terkenal
sebagai daerah penghasil garam yang penting.
2. Demografi

Mayoritas masyarakat Madura merupakan masyarakat agraris. Kurang lebih 90% penduduknya
hidup terpencar-pencar di pedalaman, di desa-desa, di dukuh-dukuh, dan kelompok-kelompok
perumahan petani. Pulau ini memiliki empat kota, dari barat ke timur berturut-turut yaitu
Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Kota-kota tersebut adalah sekaligus ibukota
kabupaten yang membagi daerah itu dengan menggunakan nama yang sama. Kota-kota itu
berada di tengah-tengah daerah yang subur dan letaknya berdekatan dengan pantai. Pada zaman
yang lampau, di tempat-tempat ini terdapat keraton yang merupakan kota kediaman raja-raja.
Jauh sebelum orang Belanda tiba di kepulauan Indonesia, tempat kediaman raja-raja itu telah
tumbuh menjadi kota-kota kecil, yang disamping tak terhitung banyaknya pegawai dan pelayan
istana, juga dihuni oleh ratusan tukang, para pemilik toko kecil, dan para pedagang. Kota keraton
ini merupakan pusat kebudayaan, ekonomi, dan pemerintahan kerajaan Madura.
3. Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Madura adalah bertani dan beternak. Akan tetapi hasil pertanian
tidak dapat menghidupi seluruh penduduknya sehingga sebagian besar penduduknya bekerja
sebagai pedagang, nelayan dan pembuat garam. Kurangnya kesuburan tanah dan pengairan yang
tidak memadai, menyebabkan banyak penduduk Madura yang bermigrasi ke pulau Jawa dengan
alasan utama untuk mencari nafkah. Proses perpindahan ini melaui bermacam saluran seperti
perdagangan, pelayaran, penangkapan ikan dan ekspedisi militer. Alasan lain penduduk Madura
bermigrasi, menurut J.Van Goor yang dikutip oleh Sutjipto, adalah untuk menghindarkan diri
dari wajib militer, pemerasan atau tekanan dari bupati dan dari perlakuan hukum yang semenamena. Karena itu, sampai saat ini banyak dijumpai orang Madura di daerah Jawa Timur.

Gambaran Umum Kota Sumenep

Sumenep (bahasa Madura: Songnb) adalah sebuah kabupaten di propinsi Jawa Timur,
Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.093.45 km dan populasi 1 juta jiwa. Ibu kotanya ialah
Kota Sumenep. Terletak di ujung timur pulau Madura, Sumenep memiliki sebuah keraton keluarga
kerajaan Madura, Cakraningrat. Kabupaten Sumenep selain terdiri dari wilayah daratan juga terdiri dari
kepulauan yang berjumlah 126 pulau. Pulau yang paling utara adalah Pulau Karamian yang terletak di
Kecamatan Masalembu dan pulau yang paling Timur adalah Pulau Sakala. Sumenep memiliki batas-batas
sebagai berikut: sebelah selatan berbatasan dengan Selat Madura, sebelah utara berbatasan dengan Laut
Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan, sebelah timur berbatasan dengan Laut
Jawa / Laut Flores.

Keraton Sumenep, tanpa memperhitungkan bangunan-bangunan tambahan, kandang-kandang


dan ruang-ruang yang lain, memiliki 133 rumah dan pendopo, yang selain dari raja, para

keluarganya yang terdekat dan para gundiknya, juga merupakan tempat kediaman dari hampir
dari semua para bangsawan dan para pegawai tinggi istana. Di luar tembok keraton, terdapat
beberapa kampung dengan kehidupan penduduknya yang langsung atau tidak langsung
tergantung pada istana. Orang-orang timur asing, seperti orang Cina, Arab, dan Melayu
bertempat tinggal di lingkungan yang terpisah dengan pemimpin mereka sendiri. Dalam jarak
yang dekat, kota itu dikelilingi oleh sejumlah desa yang termasuk dalam daerah.

Вам также может понравиться