Вы находитесь на странице: 1из 12

Membangun Sistem Informasi & Komunikasi dalam Penanganan Bencana

Sejumlah pemerintah daerah di Indonesia dinilai belum siap menghadapi bencana


karena belum memiliki lembaga yang dapat menangani bencana.Kalau ada bencana saat ini
yang sibuk adalah pemerintah pusat dan TNI. (Kompas, 9 September 2009).
Dalam penanganan bencana dan membangun kesiapan masyarakat menghadapi
bencana, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada beberapa
parameter yang harus dilihat, yaitu pembuatan undang-undang dan peraturan, pembentukan
kelembagaan di pusat dan daerah, pendidikan dan pelatihan masyarakat, penyiapan
infrastruktur dan sarana tanggap darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi. (Kompas, 3
Oktober 2009).
Sejak tsunami Aceh, 26 Desember 2004, perhatian semua orang lebih besar pada
upaya peringatan dini pada munculnya ancaman gelombang pasang yang menyertai gempa
besar itu. Dengan demikian, kemudian dibangun jejaring peringatan dini tsunami yang
dilengkapi sarana pemantau dan penyampai informasi ancamannya.
Pemerintah dan masyarakat Kota Padang termasuk yang siap menghadapi datangnya
tsunami, dengan membuat peta evakuasi, menetapkan lokasi shelter, hingga melakukan
simulasi bencana.
Namun, kenyataannya, ketika gempa besar itu benar-benar datang, meski hanya
berlangsung beberapa menit, sudah menelan banyak korban jiwa. Masyarakat Kota Padang
yang telah melakukan persiapan dan simulasi menghadapi bencana menanggung dampak
yang demikian besar, bagaimana dengan daerah yang sama sekali tak melakukan
kesiapsiagaan.
Faktor kekuatan struktur dan bahan bangunan tampaknya kurang mendapat perhatian tidak
hanya ditemui di Padang, tetapi hampir di setiap daerah yang dilanda gempa tektonik.
Padahal di daerah-daerah yang rawan gempa besar, terbentang dari Aceh hingga Papua,
bertumbuh kawasan permukiman hingga menjadi perkotaan. Gempa Padang hendaknya
menjadi momentum bagi daerah lain untuk segera membangun kesadaran dan
kesiapsiagaannya menghadapi bencana. (Kompas, 3 Oktober 2009).

Melalui workshop ini diharapkan peserta dapat memahami bagaimana seharusnya Pemerintah
Pusat atau Daerah membangun manajemen bencana khususnya sistem informasi dan
komunikasinya baik dari sisi people, process & technology
http://www.sharingvision.biz/2009/10/26/membangun-sistem-informasi-komunikasi-dalampenanganan-bencana/

Pentingnya Manajemen Komunikasi Bencana

Tak pelak lagi, komunikasi bencana telah menjadi kebutuhan strategis saat ini. Di negeri yang
sangat luas dengan jumlah penduduk yang luar biasa ini, informasi dan komunikasi yang
berkaitan dengan informasi kebencanaan menjadi krusial. Lihatlah apa yang terjadi ketika
seseorang dari lingkaran pemerintahan menyampaikan adanya potensi gempa 8,7 akan
melanda Jakarta, seperti yang terjadi beberapa hari ini. Maka gelombang komunikasinya jadi
bergulir liar bahkan disebarkan dalam benrtuk kekhawatiran terjadinya gempa besar itu
terjadi saat ini.
Komunikasi modern dengan penggunaan SMS dan pesan BBM menjadikan komunikasi info
bencana ini menjadi tersebar tanpa kendali. Sulit membedakan mana HOAX dan mana pesan
sebenarnya. Lembaga yang berkompetenpun dicari sebagai rujukan. Sampai dua hari pasca
pesan potensi gempa 8,7 SR ini dinyatakan oleh staf khusus Presiden, komunikasi di jejaring
sosial masih berbicara sepuitar kekhawatiran adanya gempa. Bahkan setelah banyak
klarifikasi, masyarakat lewat jejaring sosial bahkan menyatakan ketakutannya dengan tidak
berani tidur di dalam rumah karena khawatir keruntuhan bangunan akibat gempa, sampai
kabar seorang yang mengungsi ke Bandung karena takut Jakarta dilanda gempa besar.
Bahkan pesan BBM didapat dari jamaah Umroh di Saudi Arabia yang mengkhawatirkan
gempa

menimpa

keluarganya

di

Jakarta

ketika

sedang

beribadah

Umrah.

Manajement Komunikasi Bencana mutlak menjadi penting bukan saja sebagai bahan kajian

bagaimana menyampaikan sebuah informasi bencana, namun bagaimana mengatur media


massa dalam keterpaduan penanggulangan bencana. Media massa harus dapat membantu
penanggulangan bencana, bahkan menjadi bagan penting untuk banyak hal dalam
penanggulangan bencana. Manajemen Komunikasi Bencana dapat memberikan gambaran
bagaimana peran media dalam ikut serta mengurangi resiko bencana dan membantu program
respon bencana. Alih-alih ikut serta dalam membantu korban bencana, saat ini banyak hal
yang terjadi akibat peran media massa yang kurang tepat. Ini terjadi karena pemberitaan
bencana yang tak akurat, penyampaian berita bencana yang salah, hingga peran penggalangan
dana publik media yang bertabrakan dengan kerja lembaga kemanusiaan di lapangan.
Hal-hal lain yang harus dilakukan adalah bagaimana menyediakan alat komunkasi ketika
bencana seperti radio tanggap bencana, dan penyediaan satelit komunikasi, program tanggap
bencana melalui media massa dll. Manajemen Komunikasi Bencana juga diperlukan untuk
mendesain koordinasi komunikasi antar kelompok dan pegiat kemanusiaan dan lembaga
penanggulanagn

bencana

yang

bekerja

pada

saat

bencana.

Harus ada diantara pegiat bencana yang mengkhususkan diri dalam mengembangkan
Manajemen Komunikasi Bencana. Hal ini sangat penting mengingat tidak optimalnya
koordinasi dan banyaknya kerugian serta pemborosan yang timbuk akibat manajemen
komunikasi bencana yang tidak baik.
http://purwakananta.blogspot.com/2011/05/manajemen-komunikasi-bencana.html

Komunikasi Bencana
Setiap tanggal 26 Desember, bangsa ini akan kembali terbawa pada memori di tahun 2004,
saat gempa dan tsunami meluluhlantakkan Aceh dan Nias, dengan korban jiwa mencapai 250
ribu orang lebih.
Peristiwa tahun 2004 itu menjadi tonggak revolusi bagi Indonesia dalam mennangani
bencana. Meski bukan baru tahun 2004 saja bencana menimpa Indonesia. Namun pasca
gempa dan tsunami tahun 2004, pola penanggulangan bencana di tanah air menjadi lebih
terencana. Salah satunya dengan lahirnya UU no 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana dan lahirnya Badan Nasional Penanggunangan Bencana atau BNPB.

Bencana dan Permasalahannya


Indonesia adalah negeri yang akrab dengan bencana alam. Sejarah mencatat, sejak berdiri
bangsa ini telah mengalami semua jenis bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, tanah longsor, angin puting beliung hingga kekeringan. Selain bencana alam,
bencana kecelakaan juga akrab di negeri ini. Pesawat jatuh, kapal tenggelam, tabrakan kereta
api, kecelakaan lalulintas hingga kebakaran menjadi bagian yang kerap menemani
masyarakat Indonesia melalui hari-harinya.
Negara sebenarnya sudah cukup tanggap dalam penanganan bencana. Saat ini ada UU no 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam UU itu dijelaskan bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Selain itu, dijelaskan pula bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Kemudian, bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit.
Ada juga bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Peristiwa bencana umumnya tak dapat diramalkan. Di samping itu informasi awal tak jelas.
Ditambah lagi jumlah korban banyak dan dalam keadaan gawat darurat. Jumlah penolong
juga terbatas untuk bencana. Lokasi jauh, bantuan minim dan terlambat memperburuk
situasi dalam sebuah bencana.
Khusus di Indonesia, masalah utama dalam penanganan bencana antara lain intensitas
bencana yang sering terjadi dan kapasitas bencana yang besar dengan efek korban yang
dahsyat. Keterbatasan potensi dalam menanggulangi bencana. Lemahnya koordinasi antar

instansi terkait, keterbatasan dana on call, sistem birokrasi yang panjang dan rumit,
keterbatasan SDM khusus bidang penanganan bencana. Selain itu juga menyangkut mental
masyarakat korban bencana yang ikut mempersulit penanganan bencana.
Bencana Komunikasi
Bencana selalu menimbulkan dampak. Bisa korban jiwa atau kerusakan fisik. Namun ada
satu hal yang sering dilupakan pada saat bencana melanda. Yaitu terjadinya bencana
komunikasi. Pada saat keadaan darurat bencana, dimana korban jiwa berjatuhan dalam
jumlah yang besar sementara infrastruktur dan sarana sosial rusak parah, sebenarnya saat itu
juga bencana komunikasi melanda. Begitu juga saat bencana kecelakaan terjadi.
Bencana komunikasi ditandai dengan minimnya sumber-sumber komunikasi yang dapat
memberikan informasi mengenai situasi terkini di lokasi bencana. Di samping itu bencana
komunikasi juga terjadi karena terputusnya saluran saluran komunikasi masyarakat akibat
kerusakan infrastruktur dan sarana komunikasi karena dihantam bencana. Bencana
komunikasi dalam situasi bencana alam menyebabkan tidak adanya informasi yang
memadai apalagi akurat tentang situasi darurat bencana.
Melihat pengalaman peristiwa Gempa dan Tsunami Aceh dan Nias tahun 2004, bencana
komunikasi terjadi sangat parah. Hingga sepekan pasca bencana, tidak ada informasi yang
memadai tentang wilayah wilayah terparah yang hancur, korban jiwa yang jatuh, korban
selamat, lokasi pengungsian dan tempat-tempat yang masih aman. Minimnya informasi
tersebut menimbulkan krisis komunikasi yang sangat berat.
Krisis ini menimbulkan situasi tidak pasti dan serba tidak menentu. Akibatnya, selain korban
bencana yang tidak tertangani dengan baik, masyarakat di luar yang ingin menolong,
keluarga yang mencemaskan keselamatan anggota keluarganya serta termasuk pihak-pihak
berkepentingan seperti Badan Penanggunalan bencana mengalami ketidakpastian yang
mengkhawatirkan.
Bencana

komunikasi

bisa

menjadi

lebih

parah

karena

kondisi

lain

misalnya PertamaFasilitas komunikasi yang ada belum memadai , dan belum merata (pulau
terpencil tanpa fasilitas

(pulau terpencil tanpa fasilitas telepon, telepon satelit

mahal) , KeduaFasilitas komunikasi umum tidak terjamin dari

terjadinya bebas

gangguan(kerusakan (kerusakan telepon/ gangguan teknis) telepon/ gangguan teknis)


dan KetigaManajemen komunikasi bencana yang tidak disiapkan
Keadaan serupa juga sebenarnya terjadi saat gempa dan tsunami di Jepang. Namun situasi di
Jepang bedanya lebih cepat teratasi. Pemerintah yang tanggap didukung oleh kemajuan
teknologi menyebabkan bencana komunikasi tidak berlangsung lama. Hanya dalam waktu
beberapa jam saja, semua sumber-sumber komunikasi di Jepang telah berhasil memberikan
informasi yang cukup berarti untuk mengurangi ketidak pastian. Media massa pun
mengambil peran penting.
Belajar dari peristiwa di atas, maka Indonesia juga harus nya mempersiapkan penanganan
bencana komunikasi selain utamanya menangani darurat bencana.
Selama ini, istilah komunikasi bencana memang belum banyak dipakai dalam manajemen
penanganan bencana. Namun belakangan ini semakin banyak digagas tentang komunikasi
bencana, sebagai upaya meningkatkan kualitas penanganan bencana.
Faktanya, dalam setiap penanganan bencana, komunikasi memang sangat diperlukan. UU No
24 Tahun 2007 menjelaskan tiga tahapan dalam penanganan bencana yaitu Pra bencana
terdiri dari dua kondisi yaitu dalam situasi tidak terjadi bencana; dansituasi terdapat potensi
terjadinya bencana meliputi aspek kesiapsiagaan; peringatan dini; dan mitigasi bencana.
Kemudian tahap tanggap darurat. Dalam tahap ini dilakukan berberapa langkah terdiri
dari; pengkajian

secara

cepat

dan

tepat

terhadap

lokasi, kerusakan,

dan

sumber

daya;penentuan status keadaan darurat bencana; penyelamatan dan evakuasi masyarakat


terkena bencana; pemenuhan kebutuhan dasar; perlindungan terhadap kelompok rentan;
dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Tahap berikutnya adalah Pasca bencana. Pada tahap ini dilakukan rehabilitasi terhadap
masyarakat korban bencana dan rekonstruksi dengan melakukan pembangunan kembali pada
fasilitas dan infrastruktur yang rusak akibat bencana.
Penutup
Ketiga tahap itu memerlukan komunikasi dalam fungsi sosialiasi dan edukasi, fungsi
koordinasi, fungsi manajemen, fungsi konseling juga fungsi hiburan. Fungsi sosialisasi dan

edukasi dibutuhkan pada masa pra bencana. Sedangkan fungsi koordinasi dan manajemen
sangat dibutuhkan dalam penanganan tanggap darurat seperti koordinasi tim penolong,
manajemen distribusi bantuan, koordinasi antar instansi dan manajemen penanganan
pengungsi. Fungsi konseling dan hiburan diperlukan saat melakukan rehabilitasi pada korban
yang mengalami trauma akibat bencana dan upaya untuk mengembalikan kondisi sosial dan
psikologis seperti sediakala.
Maka menjadi penting bagi ilmuan dan praktisi komunikasi untuk mengambil peran pada
trend penanggulangan bencana yang selama ini seperti berjalan tanpa dukungan praktek
komunikasi. Sementara pihak yang selama ini konsen pada penangangan bencana mesti
menyadari komunikasi sangat penting untuk menunjang keberhasilan penanggulangan
bencana.
osbud.kompasiana.com/2012/01/04/komunikasi-bencana-427972.html

Sistem Informasi Bencana

Oleh: Onno W. Purbo YC0MLC


Sebuah kenyataan yang harus diterima bahwa Indonesia merupakan salah satu negara di
dunia yang padat bencana. Paling tidak kota seperti Jakarta, banjir sudah menjadi langganan
setiap tahun. Belum lagi bencana alam lainnya, seperti, longsor, gempa yang banyak menelan
korban.

Dalam bencana apapun, kebutuhan akan informasi menjadi sangat kritis. Pada saat Bencana
Alam di Padang kemarin, e-mail dan SMS berisikan pertanyaan mengenai kondisi wilayah,
kondisi korban, mencari sanak saudara, mencari bantuan, mencari pertolongan. Di sisi lain,
para relawan yang berusaha membantu juga tidak kalah pusingnya mencari lokasi yang
membutuhkan pertolongan, mencari alamat tempat pengiriman bantuan, pengiman makanan,
obat-obatam, mencari lokasi longsong, menemukan penampungan pengungsi semua serba
simpang siur tidak ada sumber informasi yang terpusat, tidak ada komunikasi yang reliable.

Untuk itu kita akan membutuhkan sebuah sistem informasi yang memungkin korban, sanak
saudara maupun relawan, pemerintah, tim SAR saling berinteraksi dan berkoordinasi satu
sama lain. Masukan ke sistem dapat berupa laporan dari tim SAR, relawan ORARI, bahkan
masyarakat melalui HP maupun telepon.
Akses ke sistem akan lebih mudah jika dapat dilakukan melalui Internet. Akan lebih baik lagi
jika informasi yang diberikan dapat berupa peta sehingga memudahkan bagi pengguna untuk
mengira-ngira lokasi mana yang tertimpa bencana yang parah, dimana lokasi korban, dimana
lokasi kerusakan dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu software Disaster Management System yang diperlukan harus mampu untuk
memenuhi kebutuhan berikut,

Menolong umat yang sedang kesulitan dan menolong menyelamatkan jiwa secara
effisien dengan menggunakan IT.

Membantu kerjasama antara berbagai aktor dilapangan, seperti, pemerintah,


SATKORLAK, LSM, international NGO, relawan dan juga korban agar dapat secara
efektif me-responds saat bencana.

Memberdayakan korban agar dapat membantu diri sendiri secara mandiri.

Memproteksi data korban untuk menekan kemungkinan penggunaan data secara tidak
baik.

Memberikan solusi yang bebas / free dan open source kepada semua orang.

Aplikasi manajemen bencana yang terbaik saat ini, yang memenuhi kriteria di atas,
adalah SAHANA. SAHANA adalah Disaster Management System open source yang di
kembangkan oleh Sri Lanka saat terjadi Tsunami di tahun 2004 yang lalu. SAHANA pertama
kali di operasikan oleh pemerintah Sri Lanka Center of National Operations (CNO), yang
termasuk di dalamnya Center of Humanitarian Agencies (CHA). Pendanaan selanjutnya
dilakukan oleh Swedish International Development Agency (SIDA). Software tersebut telah
digunakan di berbagai bencana alam, seperti, gempa di Pakistan 2005, banjir lumpur di
Filipina (2006), gempa di Jogja 2006.
Source code & dokumentasi SAHANA dapat di ambil secara bebas di alamat

http://www.sahana.lk.

Beberapa detail cara instalasi-nya dapat di baca

http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/Instalasi_Sahana.

Sistem Informasi bencana telah di operasikan di situs,

http://opensource.telkomspeedy.com/sisfo-bencana/ - (SISFO-BENCANA)

http://dm.saksigempa.org/

Beberapa fitur / modul utama SAHANA adalah,

Missing Person Registry

Organization Registry

Request/Pledge Management System

Shelter Registry

Inventory Management

Catalogue

Situation Awareness and Volunteer coordination.

Yang cantik dan membuat SAHANA menjadi sangat menarik untuk digunakan adalah,

Database SAHANA dapat saling di pertukarkan / di sinkronkan pada instalasi


SAHANA di banyak server. Artinya SAHANA di rancang untuk tidak terpusat di satu
server, tapi dapat di operasikan di banyak server dan database-nya saling sinkron satu
sama lain. Ini menjadi sangat menarik untuk implementasi skala luas.

Salah satu modul yang banyak menarik banyak orang adalah Situation Awareness and
Volunteer Coordination. Di modul ini terdapat peta yang memperlihatkan kondisi / situasi
wilayah.

Pada

situshttp://opensource.telkomspeedy.com/sisfo-bencana di

bagian

Pemetaan Situasi kita dapat melihat peta Indonesia dan berbagai tag yang melaporkan
kondisi setempat.

Hal lain yang menarik adalah daftar organisasi dan relawan yang dapat membantu /
turun saat bencana. Daftar organisasi dan kontak-nya dapat di akses jika anda sudah
terdapat sebagai relawan di SISFO-BENCANA. Menu daftar / lihat daftar organisasi
dapat di akses melalui menu Pendaftaran Organisasi Lihat dan Edit. Kita akan

diberikan daftar organisasi yang ada berdasarkan abjad. Informasi yang ada Nama, Tipe
Organisasi, Layanan, Lokasi, Alamat dan Kontak. Saat ini terdapat ratusan organisasi
terutama LSM yang terdaftar pada SISFO-BENCANA. Hal ini menjadikan SISFOBENCANA menjadi sangat handal untuk digunakan sebagai media interaksi antar
organisasi.
Dari semua proses di atas, proses pelaporan kejadian dan kebutuhan bantuan menjadi sangat
penting agar informasi yang ada di sistem informasi bencana tetap akurat.
Beberapa informasi kontak yang penting yang berkaitan dengan SISFO-BENCANA di
Indonesia adalah:

Email : manajemen-bencana@itb.ac.id
Email : sisfo-bencana@itb.ac.id
Email : sahana@saksigempa.org
Telp : +62 274 418929

Khusus bagi rekan-rekan yang berkecimpung dalam dunia Amatir Radio / ORARI, kita
sedang mengembangkan sistem pelaporan untuk bencana yang di kenal sebagai CORE
(Communication and Rescue). Salah satu mode pelaporan yang digunakan adalah mode
DIGITAL. Frekuensi operasi CORE ORARI yang akan aktif digunakan adalah,

3.600 MHz (nasional)


7.110 MHz (nasional)
14.300 MHz (internasional)
21.360 MHz (internasional)
147.000 MHz (lokal)

Mode yang digunakan tidak di batasi. Khususnya bagi anggota ORARI yang bekerja
menggunakan mode digital disarankan untuk menggunakan,

3.600 MHz mode MFSK-8, MFSK-16, BPSK-31

7.110 MHz mode MFSK-8, MFSK-16, BPSK-31


14.300 MHz mode BPSK-31
21.360 MHz mode BPSK-31
147.000 MHz mode BPSK-250

Software & rangkaian yang digunakan dapat di ambil secara bebas / gratis di,

FLDIGI & FLARQ - http://www.w1hkj.com/Fldigi.html

Rangkaian PTT

Berbagai detail teknik komunikasi amatir digital dapat di baca di Komunikasi Digital Amatir
Semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua pada saat terjadi bencana alam.
73 de YC0MLC
http://opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/Sistem_Informasi_Bencana

Вам также может понравиться