Вы находитесь на странице: 1из 4

Analisis Kasus Masyarakat Adat Melalui

Pendekatan Antropologi Hukum


Kamis, 10 Oktober 2013
Indonesia merupakan sebuah negara Kesatuan yang didalamnya terdapat banyak Bahasa, Budaya, Adat-Istiadat,
dan masih banyak lagi kekayaan alam yang masuk kewilayah Indonesia. Berbicara mengenai kebudayaan dan
masyarakat didalamnya, sering kali kita akan membicarakan pula mengenai Masyarakat Adat. Ada beberapa
pendapat mengenai Masyarakat Adat menurut beberapa Ahli.
Menurut Ter Haar dalam buku nya yang berjudul Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, menyatakan bahwa
Masyarakat Hukum adalah:
1.

Kesatuan manusia yang teratur

2.

Menetap disuatu daerah tertentu

3.

Mempunyai penguasa-penguasa

4.

Mempunyai kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud.[1]

Berbeda dengan Ter Haar, Kusumadi Pudjosewojo mengartikan Masyarakat Hukum Adat adalah masyarakat yang
timbul secara spontan diwilayah tertentu, yang berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh penguasapenguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya, dengan rasa solidaritas yang sangat besar diantara para
anggotanya, yang memandang bukan anggota masyarakat sebagai orang luar, dan menggunakan wilayahnya
sebagai sumber kekayaan yang hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh anggota. [2]
Setelah menelaah pendapat para ahli mengenai arti masyarakat hukum adat, didalam UUD NRI 1945 juga
masyarakat hukum adat itu diakui keberadaannya, yaitu ada di Pasal 18B ayat 2 Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam
Undang-Undang.
Itu berarti sudah ada payung hukum yang kuat yang mengatur keberadaan masyarakat hukum adat. Namun pada
kenyataannya keberadaan masyarakat hukum adat seakan-akan termarginalkan dengan sendirinya dengan
keberadaan kehidupan zaman yang semakin modern ini. Berangkat dari sebuah pemaparan tentang suatu
Masyarakat Adat, penulis akan mengemukakan kaitan antara Hukum Adat dengan Antropologi Hukum karena tidak
dapat penulis pungkiri bahwa kedua bidang tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Banyak sekali kasus
sengketa yang melibatkan Masyarakat Hukum Adat, salah satu nya yang akan penulis paparkan adalah mengenai
Masyarakat Adat Sedulur Sikep, Desa Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Masyarakat adat disana sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai adat yang mereka dapat dari para leluhur mereka dan akan mereka jaga dan mereka lestarikan sampai
kapanpun juga. Para pengikut Samin awalnya memegang 5 (lima) prinsip perjuangan untuk meneguhkan identitas
mereka, yaitu:

1.

TIDAK MEMAKAI PECI, TAPI MEMAKAI IKET, YAITU SEMACAM KAIN YANG DIIKATKAN DI KEPALA
MIRIP ORANG JAWA DAHULU

2.

TIDAK BERPOLIGAMI

3.

TIDAK MEMAKAI CELANA PANJANG, DAN HANYA PAKAI CELANA SELUTUT

4.

TIDAK BERDAGANG, dan

5.

PENOLAKAN TERHADAP KAPITALISME.

Namun, seiring dengan perubahan zaman, lima prinsip ini mengalami penyesuaian, seperti saat ini warga memiliki
kesadaran untuk menuntut ilmu dengan sekolah yang setinggi-tingginya. [3]
Pokok ajaran Samin adalah sebagai berikut: [4]

Agama adalah senjata atau pegangan hidup. Paham Samin tidak membeda-bedakan agama, oleh karena
itu orang Samin tidak pernah mengingkari atau membenci agama. Yang penting adalah tabiat dalam hidupnya.

Jangan mengganggu orang, jangan bertengkar, jangan suka iri hati, dan jangan suka mengambil milik
orang.

Bersikap sabar dan jangan sombong.

Manusia hidup harus memahami kehidupannya sebab hidup adalah sama dengan roh dan hanya satu,
dibawa abadi selamanya. Menurut orang Samin, roh orang yang meninggal tidaklah meninggal, namun hanya
menanggalkan pakaiannya.

Bila berbicara harus bisa menjaga mulut, jujur, dan saling menghormati. Berdagang bagi orang Samin
dilarang karena dalam perdagangan terdapat unsur ketidakjujuran. Juga tidak boleh menerima sumbangan
dalam bentuk uang.
Dari penjelasan beberapa materi dan referensi diatas, jika dikaitkan dengan aspek Antropologi Hukum melalui
beberapa pendekatan Anhum, yaitu :

1.

Pendekatan Holistik (menyeluruh), yaitu mengaitkan antara fenomena hukum dengan aspek kebudayaan
secara menyeluruh.

2.

Pendekatan Empiris (berdasarkan fakta-fakta yang terjadi dilapangan)

3.

Pendekatan Komparatif, yaitu dengan melakukan studi perbandingan antara sistem-sistem hukum dalam
masyarakat yang berbeda-beda diberbagai belahan dunia. [5]

4.

Pendekatan Legal Centrlism Approach, yaitu pendekatan secara terpusat. [6]

Dari beberapa pendekatan diatas, penulis akan mencoba menganalisis kasus ini dengan menggunakan Pendekatan
Holistik, Pendekatan Empiris dan Pendekatan Komparatif.
A.

PENDEKATAN HOLISTIK

Kebudayaan dipandang secara utuh (holistik). Pendekatan ini digunakan oleh para pakar antropologi apabila mereka
sedang mempelajari kebudayaan suatu masyarakat. Kebudayaan di pandang sebagai suatu keutuhan, setiap unsur
di dalamnya mungkin dipahami dalam keadaan terpisah dari keutuhan tersebut. [7]
Apabila disangkut-pautkan dengan Kasus Sedulur Sikep, pendekatan holistik ini sangat kental dan erat sekali
kaitannya dengan kasus yang sebenarnya. Masyarakat Adat Sedulur Sikep sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat
yang diturunkan oleh leluhur mereka tanpa ada sedikit pun yang mereka kurangi. Seperti contoh, mereka sangat
menjunjung tinggi 5 (lima) prinsip perjuangan mereka. Meski jika dibandingkan dengan kemajuan zaman dan
pesatnya alur globalisasi, sedikit tidak mungkin jika kita tetap mempertahankan budaya yang demikian. Namun ketika
penulis menilik langsung tempat pemukiman warga sedulur sikep [8] ternyata memang benar dan nyata bahwa
adata-adat tersebut tetap mereka pertahankan sampai sekarang ini. Tidak hanya menjadi sebuah ciri khas
masyarakat adat Sedulur Sikep, namun ini juga menjadi ciri khas masyarakat adat diseluruh Indonesia, yaitu memiliki
adat yang kental dan berbeda-beda disetiap daerahnya menandakan sebuah penggambaran khas mereka masingmasing.
A

PENDEKATAN EMPIRIS

Adalah pendekatan yang menitik beratkan pada keadaan atau fakta sebenarnya yang terjadi dilapangan. Istilah
empiris artinya bersifat nyata. Jadi, yang dimaksudkan dengan pendekatan empiris adalah usaha mendekati masalah
yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Jadi
penelitian dengan pendekatan empiris harus dilakukan di lapangan, dengan menggunakan metode dan teknik
penelitian lapangan. Peneliti harus mengadakan kunjungan kepada masyarakat dan berkomunikasi dengan para
anggota masyarakat.[9] Pendekatan inilah yang sudah pernah penulis laksanakan pada tahun 2012. Pada saat itu
penulis bertemu langsung dengan Bapak Gunratno.[10] Dan dari situ lah penulis dapat memaparkan penjelasanpenjelasan mengenai Masyarakat Hukum Adat Sedulur Sikep dalam pembahasan materi kuliah Antropologi Hukum
ini.
A

PENDEKATAN KOMPARATIF

Metode pendekatan ini bersifat membandingkan melakukan studi perbandingan antara sistem-sistem hukum dalam
masyarakat yang berbeda-beda diberbagai belahan dunia. Ketika kita membicarakan Masyarakat Hukum Adat dan
akan membandingkan dengan Masyarakat Adat seluruh Indonesia, hampir kesemuanya memiliki kesamaan yaitu
sama-sama menjunjung tinggi nilai-nilai yang lahir, tumbuh dan berkembang di Adat nya masing-masing. Namun
perbedaannya hanyalah ciri khas dari masing-masing mereka berbeda yang menunjukan identitas diri mereka.

[1] Ter Haar Bzn. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1960.
[2] Sukirno, Sri Sudaryatmi, TH. Sri Kartini, Beberapa Aspek Hukum Adat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Semarang, Semarang, 2000. Hal. 2-3
[3] http://wongalus.wordpress.com/category/sedulur-sikep-samin/ diakses pada tanggal 7 September 2013, pada
pukul 16.30 WIB
[4] http://id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 7 September 2013, pada pukul 16..36 WIB
[5] Materi Ajar Ibu Emmy Handayani
[6] http://purwantolombok.wordpress.com/2012/11/27/materi-antopologi-hukum/ , diakses pada tanggal 7 September
2013, pada pukul 16.43 WIB
[7] http://awalbarri.wordpress.com/2009/03/16/1-definisipengertian-antropologi-objek-tujuan-dan-cabang-ilmuantropologi/, diakses pada tanggal 7 September 2013 pada pukul 16.49 WIB
[8] Riset yang dilakukan penulis adalah pada saat ingin mengumpulkan informasi mengenai masyarakat hukum adat
dalam rangka pencarian data-data untuk mengikuti Lomba Legislative Drafting yang diadakan oleh Lembaga Kajian
Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LK2 FHUI) tahun 2012 dengan tema Desa.
[9] http://lisanofrianti.blogspot.com/2010/10/pendekatan-empiris.html, diakses pada tanggal 18 September 2013 pada
pukul 19.17 WIB
[10] Bapak Gunratno adalah Kepala Adat masyarakat Sedulur Sikep pada masa itu. Beliau mengatakan bahwa
masyarakat Sedulur Sikep hanya menginginkan 2 (dua) hal dari Pemerintah, yaitu yang pertama tentang
penghormatan terhadap Kepercayaan mereka tanpa harus dicantumkan di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan yang
kedua adalah menghentikan pembangunan Pabrik Semen Gresik yang dianggap akan dapat merusak alam mereka,
alam leluhur mereka yang telah mereka jaga dan mereka rawat selama ini. Pernyataan tersebut Beliau jelaskan
kepada penulis dan kelompok dibalai desa dihadapan beberapa sesepuh adat mereka.

Вам также может понравиться