Вы находитесь на странице: 1из 20

Tugas Bedah

Amputasi

Pembimbing :
Dr Rossich Attaqi, Sp.B

Disusun oleh :

Stefan Satria
406127133

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 15 SEPTEMBER - 22 NOVEMBER 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Amputasi

adalah

hilangnya

sebagian

alat

gerak

yang

menyebabkan

ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dalam derajat yang


bervariasi, tergantung dari bagian mana alat gerak yang hilang, usia, dan penanganan
operasi (untuk kasus kehilangan alat gerak yang disebabkan amputasi). Kehilangan alat
gerak tersebut dapat disebabkan berbagai hal,seperti penyakit, faktor cacat bawaan
lahir, ataupun kecelakaan. Operasi pengangkatan alat gerak pada tubuh manusia
ini disebut dengan amputasi.
Menurut Crenshaw, dalam Vitriana(2002), amputasi pada alat gerak bawah
mencapai 85%-90% dari seluruh amputasi, dimana amputasi bawah lutut
(transtibial amputation) merupakan jenis operasi amputasi yang paling sering
dilakukan. Angka kejadian amputasi yang pasti di indonesia saat ini tidak diketahui, tapi
menurut Vitriana (2002) di Amerika Serikat terjadi 43.000 kasus per tahun dari
jumlah penduduk 280.562.489

jiwa atau sekitar 0,02%,

sedangkan dalam

Raichle et al. (2009) disebutkan bahwa terjadi kasus amputasi sekitar


158.000 per tahun dari jumlah penduduk 307.212.123 atau sekitar 0,05%.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kasus amputasi di
Amerika Serikat, baik secara jumlah, maupun secara persentase dari
jumlah penduduk.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian

Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan pancung.Amputasi
dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan
dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada
ekstremitas

sudah

tidak

mungkin

dapat

diperbaiki

dengan

menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ


dapat

membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau

merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti system integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten
cardiovaskuler. Labih lanjut dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau keluarga
berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

Gambar 1. Amputasi

2.2

Prinsip Dasar Amputasi

Dengan kemajuan dibidang prostesis maka pemilihan tempat amputasi dengan


tujuan untuk mempertahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak sepenuhnya
benar. Hal ini berlaku pada amputasi ekstremitas superior. Aturan yang
menyatakan untuk mempertahankan ekstremitas sedistal mungkin tidak dapat
diterapkan pada amputasi ekstremitas inferior. Meskipun begitu sedapat mungkin
lutut harus diselamatkan, karena lutut sangat berguna secara fungsional. Masalah
weight bearing dan menyisakan soft tissue untuk menutupi stump sangat
mempengaruhi pemilihan tempat amputasi pada ekstremias inferior. Pada
amputasi below knee stump yang terlalu panjang tidak disarankan karena akan
mempersulit penggunaan prostesa. Batas anterior tibia harus di bevel dan harus
tersedia soft tissue yang cukup untuk menutupinya dengan cara membuat flap
diposterior lebih panjang. Amputasi setinggi pergelangan kaki mempunyai
indikasi yang cukup jarang, umumnya pada trauma. Amputasi Syme bermanfaat
untuk end weight bearing prosthesis. Untuk amputasi telapak kaki kesepakatan
umum yang dipakai adalah trans metatarsal.
2.3

Lokasi Untuk Melakukan Amputasi

Gambar 2. Lokasi penentuan amputasi

2.4

Etiologi

Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :


a. Iskemia
Iskemia karena penyakit reskulanisasi perifer, bisanya pada orang tua, seperti
klien dengan arteriosklerosis, diabetes mellitus.
b. Trauma amputasi
Bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan kendaraan bermotor, thermal
injury seperti (terbakar ), infeksi, gangguan metabolism seperti pagets disease
dan kelainan kongenital.
c. Gas gangren
Keadaan nyeri akut dan dimana otot dan jaringan subkutan menjadi terisi
dengan gas dan eksudat serosangiunosa; disebabkan infeksi luka oleh bakteri
anaerob,yang diantaranya adalah berbagai spesies clostridium.
d. Osteomielitis
Peradangan pada tulang ( bisa menyebabkan lumpuh ) dan bisa juga terjadi assending
infection.
e. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.

f. Keganasan
Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif

2.5

Indikasi Dan Kontraindikasi Amputasi

Indikasi amputasi antara lain :


a. Live saving ( menyelamatkan jiwa ),
Contoh trauma disertai keadaan yang

mengancam jiwa ( infeksi

dan

perdarahan).
b. Limb saving ( memanfaatkan kembali fungsi ekstremitas secara maksimal ),
seperti pada kelainan congenital dan keganasan. Tujuan operasi amputasi
dibawah lutut adalah untuk menghasilkan alat gerak yang padat, berbentuk
silindris, bebas dari jaringan parut yang sensitif dengan tulang yang cukup
baik ditutupi oleh otot

dan jaringan subkutan yang

sesuai dengan

panjangnya.
Sedangkan kontraindikasi amputasi adalah jika keadaan umum pasien yang jelek.

2.6

Metode Amputasi

Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua
metode :
a. Metode terbuka (guillotine amputasi)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang.
Bentuknya benar- benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih, dan
luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi, dan dilakukan pada kondisi infeksi
yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama.

b. Metode tertutup (flap amputasi)


Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang
diamputasi. Dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif
kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter
dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan,
maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah
terjadinya

infeksi,

menjaga

kekuatan

otot/mencegah

kontraktur,

mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese


(mungkin).

Gambar 3. Metode tertutup

2.7

Jenis Amputasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :


a. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.

b. Amputasi akibat trauma


Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan.Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.

c. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada
traumadengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada
trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas. Jenis
amputasi yang dikenal adalah :
a. Amputasi terbuka
b. Amputasi tertutup
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan
pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup dilakukan dalam
kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka
yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan
tulang.Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan
luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur,
mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).

2.8

Tingkatan Amputasi
Pada cedera, ditentukan oleh peredaran darah yang adekuat.
Pada tumor, ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko
kekambuhan lokal.

Pada penyakit pembuluh darah, ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas


dan daya sembuh luka puntung
a. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal
ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,
berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.

Gambar 4. Amputasi pada ekstremitas atas


b. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari
jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.Adapun
amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi
dua letak amputasi yaitu :
1) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic
limb dan ischemic limb.
2) Amputasi diatas lutut
10

Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien


dengan penyakit vaskuler perifer.
c. Nekrosis.
Pada keadaan

nekrosis

biasanya

dilakukan

dulu

terapi

konservatif, bila tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang


lebih tinggi.
d. Kontraktur.
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi
serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena
sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
e. Neuroma.
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengketdengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan
memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam otot.
f. Phantom sensation.
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nye ri. Hal ini dapat
d i a t a s i d e n g a n o b a t - o b a t a n , stimulasi terhadap saraf dan juga
dengan cara kombinasi.

2.9

Amputasi Atas Lutut

Tempat terbaik untuk membagi femur adalah 8-10 cm ( selebar satu tangan).
Gunakan spidol kulit untuk merencanakan insisi, yang harus membuat flap
anterior maupun flap posterior memiliki panjang sama atau yang anterior sedikit
lebih panjang. Bagi kulit dan jaringan subkutan sepanjang garis yang
direncanakan. Hemostasis biasanya tidak sukar pada anggota gerak yang iskemik
namun bisa terjadi perdarahan hebat pada anggota gerak yang septik. Ikat semua
vena dengan menggunakan jarum serap 2/0. Perdalam insisi anterior sampai
tulang, sambil memotong tendon quadriceps femoris. Vasa femoralis bersamasama nervus poplitea media dan lateral dijumpai pada posisi posteromedial. Ikat
rangkap pembuluh darah dengan benang serap.

11

Sebelum memotong saraf, beri tegangan pada saraf sehingga saraf tertarik ke
dalam puntung pada amputasi. Jika amputasi dilakukan pada tingkat yang lebih
tinggi, nervus sciaticus bisa dijumpai. Nervus sciaticus diikuti oleh arteri yang
harus didiseksi secara terpisah dan diikat sebelum saraf dipotong. Setelah
memotong semua otot di sekeliling femur, ikat pembuluh yang tinggal dan hindari
pemakaian diatermi. Periksa titik amputasi yang tepat dari femur dan kerok
periosteum dari tulang di daerah ini. Otot-otot paha harus diretraksi ke arah
proksimal untuk memberikan cukup ruang dalam menggunakan gergaji. Ini bisa
dilakukan dengan bantuan beberapa pembalut abdomen atau retraktor khusus.
Setelah memotong femur dan melepas tungkai bawah, tempatkan handuk bersih
di bawah puntung dan istirahatkan puntung pada mangkok yang dibalik.
Gunakan kikir untuk menghaluskan pinggir femur, kemudian bawa otot-otot
depan dan belakang bersamaan menutup tulang dengan jahitan terputus benang
serap ukuran 1. Pasang suction drain Insisi kulit Titik pemotongan tulang di
bawah lapisan otot. Tempatkan jahitan lapis kedua yang lebih superfisial dalam
otot dan jaringan subkutan karena ini akan membantu mendekatkan flap kulit.
Jahit pinggir kulit dengan beberapa jahitan putus dengan benang non serap 2/0.
Hindari memetik pinggir kulit dengan forsep bergigi. Tutup puntung dengan kasa
dan kapas dan balut dengan crepe bandage.

2.10

Amputasi Bawah Lutut

Amputasi bawah lutut secara statistic merupakan jenis amputasi yang paling
sering dilakukan pada alat gerak bawah. Luka amputasi pada level ini akan
sembuh dengan baik pada sebagian besar pasien dengan iskemia yang
memerlukan ablasi alat gerak.

12

Amputasi bawah lutut merupakan suatu prosedur rekonstruktif yang memerlukan


perhatian cermat terhadap detail tekniknya. Level ini dipilih berdasarkan
ketersediaan jaringan yang sehat termasuk pemahaman potensi penyembuhan dari
daerah yang iskemi. Sisi pemotongan adalah level dimana terdapat cukup jaringan
lunak untuk menghasilkan puntung yang dapat sembuh dengan baik dan
mempunyai toleransi yang baik terhadap prostetik. Panjang puntung sebaiknya
dipertahankan setinggi hingga pertemuan 1/3 tengah dan bawah tibia-fibula.
Titik optimum untuk amputasi adalah 14 cm dari tibial plateau, fibula dipotong 2
cm proksimal dari ini. Beri tanda insisi, dengan flap anterior berakhir tepat distal
dari garis pemotongan tulang pada tibia dan flap posterior meluas ke bawah
sampai tendon Achilles. Buat insisi sepanjang garis yang telah diberi tanda. Di
posterior potong tendon Achilles dan perdalam insisi untuk memotong sisa otot
dan tendon sampai tulang. Potong otot ke dalam sampai melintasi bagian depan.
Fibula dipotong miring dengan gergaji Gigli, kemudian belah tibia 2 cm distal dari
ini. Bersihkan otot dari tulang dengan elevator periosteum. Potong bevel anterior
pertama kali dengan gergaji diagonal kemudian potong tegak lurus tibia. Bentuk
sudut pada ujung bawah tibia ke arah atas dan pisahkan massa otot dari aspek
posteriornya. Ikat rangkap semua pembuluh darah dan potong setiap saraf yang
tegang. Lepas tungkai bagian distal. Flap posterior ditarik ke atas membungkus
puntung tulang dan dijahit ke flap anterior. Flap posterior mungkin perlu
13

dikurangi dengan eksisi jaringan otot. Tempatkan benang serap di antara otot di
bagian posterior dan jaringan subkutan di anterior dan meninggalkan suction drain
di bawah otot. Satukan pinggir kulit dengan jahitan putus benang non-serap 2/0.
Pangkas sudut-sudut flap posterior jika perlu agar bentuknya rapi. Tutup puntung
dengan katun dan balut ketat dengan crepe bandage.

2.11

Penatalaksanaan Amputasi

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
a. Rigid dressing
Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar
operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus immobilisasi
atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan memperhatikan
jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung
stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah
oedema, mengurangi nyeri dan mempercepat posisi berdiri. Setelah pemasangan
rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7
10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 3 minggu, setelah
stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini
dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya
perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta kerelaan dan
kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program perawatan. Rigid
dressing dibuka pada hari ke 7 10 post operasi untuk melihat luka operasi atau bila
ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda infeksi local atau sistemik.
b. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril yang
rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus
diperhatikan penggunaan

elastik

verban

jangan

sampai

menyebabkan

konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki


tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal pada stump

14

tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya luka


diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump
ditekan sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin
untuk berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada
hari ke 10 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita
diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

2.12

Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh

Adapun pengaruhnya meliputi :


a. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah
sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar
dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini
menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada
bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas
menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga menyebabkan kecemasan
yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus posterior untuk
menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.
c. Sistem respirasi
1) Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi
otot intercostarelatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka
mencapai inspirasi maksimal danekspirasi paksa.
2) Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan
rasio

ventilasi

dengan

perfusi

15

setempat,

jika

secara

mendadak

maka

akan

terjadi

peningkatan

metabolisme

(karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.


3) Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerj a siliaris saluran
pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi
lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
d. Sistem Kardiovaskuler
1) Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering
dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
2) Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi
sekuncup.
3) Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
anterior danv e n u l a

tungkai

berkontraksi

tidak

adekuat,

v a s o d i l a t a s i l e b i h p a n j a n g d a r i p a d a vasokontriksi sehingga
darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang
bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup
untuk memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun,
akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat
juga merasakan pingsan

e.

Sistem Muskuloskeletal
1) Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi

dan

gangguan

sistem

vaskuler

memungkinkan suplai O2 dan n u t r i s i s a n g a t b e r k u r a n g p a d a


jaringan,

demikian

pula

dengan

pembuangan

metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.


2) Atropi otot

16

sisa

Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya


penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan
paralisis otot.
3) Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
4) Osteoporosis
Terjadi penurunan

metabolisme

kalsium.

Hal

ini

menurunkan

persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan


tulang menjadi keropos.
f. Sistem Pencernaan
1) Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan
m e m p e n g a r u h i s e k r e s i kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan
menurunnya nafsu makan.
2) Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan
spincter anus menjadi

kontriksi

sehingga

reabsorbsi

cairan

meningkat dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang


sulit buang air besar.

g. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing
berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya
gravitasi, pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
1) Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu
ginjal.
2) Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya
kuman dan dapat menyebabkan ISK.
h. Sistem integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah
dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis

17

dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk
meningkatkan suplai darah.

2.13
a.

Perawatan Pasca Amputasi

Perawatan luka pada umumnya dan penggunaan balutan yang halus akan
mengontrol udem, mencegah trauma, menurunkan nyeri, dan membuat
mobilisasi lebih awal demikian juga rehabilitasinya

b.

Rehabilitasi dengan pembuatan prostesis yang sesuai

BAB III
KESIMPULAN

Amputasi

adalah

hilangnya

sebagian

alat

gerak

yang

menyebabkan

ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dalam derajat yang


bervariasi, tergantung dari bagian mana alat gerak yang hilang, usia, dan penanganan
operasi (untuk kasus kehilangan alat gerak yang disebabkan amputasi). Kegiatan
amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti
system integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten cardiovaskuler. Labih
lanjut dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra
diri dan penurunan produktifitas.

18

Keputusan untuk mengamputasi melewati suatu proses emosional yang sering


bersama dengan suatu kegagalan perilaku atau gangguan perilaku yang ada
hubungan dengan nilai pendekatan yang dianut adalah pendekatan yang positif
dan rekonstruktif yang tidak berlebihan. Guna mencapai fungsi yang maksimal,
amputasi kedepan memerlukan pemahaman yang jelas tentang operasi amputasi
itu sendiri, dalam penggunaan prostetik post operatif, rehabilitasi amputasi dan
jenis prostetiknya, untuk itu dibutuhkan suatu team yang dapat melakukan
pendekatan, termasuk menerima masukan dari perawat, ahli prostetik, kelompok
pendorong para amputama, yang dapat memberi dorongan dan pengertian
sehingga para amputama dapat hidup layak.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddart.2001. Kep.Medikal Bedah,Jakarta : EGC


Guyton hall.2002.Fisiologi kedokteran.Jakarta : EGC
Amputasi http //:www.Nursingspirit.blogspot.com/2009/07/ (Diakses minggu, 2
november 2012)
repository.unpad.ac.id/.../rebilitasi_pasien_amputasi_bawah_lutut....
minggu, 2 november 2012)

19

(diakses

akhlisnurse.blogspot.com/2012_04_01_archive.html
november 2014)

20

(diakses

minggu,

Вам также может понравиться