Вы находитесь на странице: 1из 55

SEMINAR KASUS INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN STROKE


TROMBOTIK+AF SLOW-MODERATE+POST HIPERTENSI
EMERGENCY DI RUANG RAWAT INAP LANTAI 3
RUMAH SAKIT X
SURABAYA

Disusun Oleh:
Ryan Reza Falupi, S.Kep.
NIM. 131313143172

PRAKTIK BELAJAR LAPANGAN KOMPREHENSIF (PBLK)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang
diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Smeltzer et. al 2010).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
(Corwin 2009). Stroke mengacu kepada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak (Price dan Wilson 2006). Jadi stroke
merupakan masalah medik yang sering dijumpai, gangguan neurologik ini
sering terjadi secara mendadak dan tidak jarang menyebabkan kematian.
Berdasarkan data WHO (2010) setiap tahunnya terdapat 15 juta orang
di seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian
sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang
permanen. Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi 2
penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu
penyebab terbanyak di dunia. Stroke menduduki urutan ketiga sebagai
penyebab utama kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di
negara-negara berkembang. Negara berkembang juga menyumbang 85,5%
dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke
terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta
korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal
dalam 12 bulan (WHO, 2006). Data dari Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2008) memperlihatkan bahwa stroke merupakan penyebab
kematian nomor satu pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Lebih lanjut
dari data tersebut, permasalahan yang muncul pada pelayanan stroke nasional
adalah: rendahnya akan kesadaran faktor risiko stroke, belum optimalnya
pelayanan stroke, ketaatan terhadap program terapi untuk pencegahan stroke
ulang yang rendah. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 mendata
kasus stroke di wilayah perkotaan di 33 provinsi dan 440 kabupaten
mengumpulkan sebanyak 258.366 sampel rumah tangga perkotaan dan

987.205 sampel anggota rumah tangga untuk pengukuran berbagai variabel


kesehatan masyarakat, hasilnya adalah penyakit stroke merupakan pembunuh
utama di kalangan perkotaan dan pedesaan. Menurut hasil pengkajian
mahasiswa program pendidikan profesi ners fakultas keperawatan Universitas
Airlangga di RSUA periode November 2014 stroke termasuk ke dalam 10
kasus terbanyak, yaitu sebanyak 3,6%.
Tanda utama stroke atau cerebrovascular accident (CVA) adalah
munculnya secara mendadak satu atau lebih defisit neurologik fokal. Defisit
tersebut mungkin mengalami perbaikan dengan cepat, mengalami perburukan
progresif, atau menetap. Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di
wajah, lengan, atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh; gangguan
penglihatan seperti penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau
kedua mata; bingung mendadak; tersandung selagi berjalan; pusing
bergoyang; hilangnya keseimbangan atau koordinasi; dan nyeri kepala
mendadak tanpa kausa yang jelas (Price dan Wilson, 2006).
Pasien yang terkena stroke memiliki risiko yang tinggi untuk
mengalami serangan stroke ulang. Serangan stroke dapat terjadi tiba tiba,
umumnya karena pasien tidak mengetahui gejala terjadinya serangan stroke
dan tidak melakukan upaya yang tepat untuk mengurangi stroke. Upaya untuk
mengurangi stroke dapat dilakukan dengan olah raga secara teratur, diet
teratur, perubahan pola hidup. Seorang pasien hipertensi dapat mengurangi
serangan stroke diperlukan pengetahuan yang cukup tentang cara pengelolaan
dan perawatan hipertensi yang benar.

1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan

Stroke dengan pendekatan proses keperawatan.

1.2.2

Tujuan khusus

1. Mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan


penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan stroke.
2. Mengetahui pengkajian pada pasien stroke.
3. Mengetahi diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien stroke.
4. Mengetahui rencana keperawatan yang dilkakukan pada pasien stroke.
5. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien stroke.

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Pengertian
Menurut Smeltzer et. al (2010) stroke adalah kehilangan fungsi otak secara
mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak.
Sedangkan menurut Corwin (2009) stroke adalah cedera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa stroke merupakan
gangguan suplai darah ke otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah.

2.1.2 Etiologi dan Klasifikasi


1. Stroke iskemik/infark
Stroke yang disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah, baik trombus maupun
embolus sehingga dapat menimbulkan stroke iskemik/infark (Morton 2011).
1) Stroke trombotik
Stroke yang terjadi akibat oklusi pembuluh darah akibat adanya
aterosklerosis dan penyempitan lumen arteri serebri dengan pembentukan
trombus (Stilwell 2011). Selain hal di atas dapat juga disebabkan oleh
kelainan darah (polisitemia), peradangan pada arteri (Morton 2011)
Menurut Gallow (1996) stroke trombotik terbagi menjadi:
(1) TIA (Transiet Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan
spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
(2) Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.

(3) Stroke komplit


Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen.
Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan
TIA berulang.
2) Stroke embolik
Stroke embolik dapat dihubungkan dengan adanya hiperkoagulasi dab
penyumbatan oleh bekuan darah, lemak atau udara. Emboli dapat berasal
dari trombus yang awalnya berada di jantung dapat terlepas dan mengikuti
aliran darah dan menyumbat arteri serebri. Penyakit jantung sperti atrial
fibrilasi, mitral stenosis, serta pembedahan jantung atau vaskuler (Stilwell
2011)
2. Stroke hemoragik
Selain keadaan iskemik otak dapat pula terjadi perdarahan yang disebabkan
oleh ruptur vaskular serebral secara mendadak. Smeltzer dan Bare (2001)
membedakan penyebab stroke hemoragik menjadi
1) Perdarahan intraserebral, akibat hipertensi dan aterosklerosis dengan
ruptur pembuluh darah
2) Perdarahan subarachnoid, akibat trauma, aneurisma.

Faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke (Goldston 2006):


1. Usia
2. Hipertensi
3. Paparan asap roko
4. Diabetes melitus
5. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung
6. Dislipidemia
7. Diet yang buruk
8. Obesitas
9. Hiperkoagulopaty
10. Inflamasi dan infeksi

2.1.3 Manifestasi klinis


1. Defisit Motorik
1) Hemiparese, hemiplegia
2) Distria (kerusakan otot-otot bicara)
3) Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
2. Defisit Sensori
1) Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada
hemisfer serebri)
(1) Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang
pandang pada sisi yang sama)
(2) Diplopia (penglihatan ganda)
(3) Penurunan ketajaman penglihatan
2) Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial
(sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin)
3) Tidak memberikan atau hilangnya respon

terhadap proprioresepsi

(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)


3.

Defisit

Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat

dan

menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)


1) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap
ekstremitas yang mengalami paralise; kelainan unilateral)
2) Disorientasi (waktu, tempat, orang)
3) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek
dengan tepat)
4) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui
indera)
5) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan
ukurannya dan menilai jauhnya
6) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
7) Disorientasi kanan kiri.

4. Defisit Bahasa/Komunikasi
1) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola
bicara yang dapat difahami)dapat berbicara dengan menggunakan respons
satu kata
2) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu
untuk berbicara, tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan
tidak sadar tentang kesalahan ini)
3) Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) tidak mampu
berkomunikasi pada setiap tingkat
4) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
5) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam
tulisan)
5. Defisit Intelektual
1) Kehilangan memori
2) Rentang perhatian singkat
3) Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
4) Penilaian buruk
5) Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke
situasi yang lain
6) Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara
abstrak
6. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
1) Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
2) Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
3) Penurunan toleransi terhadap stres
4) Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
5) Kekacauan mental dan keputusasaan
6) Menarik diri, isolasi
7) Depresi

7. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)


1) Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial
kandung kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan
dan inkontinensia urine.
2) Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral
yang mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan
kehilangan semua kontrol miksi
3) Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat
baik
4) Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi
dan imobilitas
5) Konstipasi dann pengerasan feses
8. Gangguan Kesadaran

Selain itu, adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien
stroke, yakni antara lain :
1. Manifestasi awal Stroke Trombotik
1) Hemiparesis
2) Kehilangan bicara
3) Parestesia satu sisi tubuh
2. Manifestasi umum yang ditemukan pada perdarahan otak pada pasien
hipertensi:
1) Nyeri kepala hebat (dibelakang leher)
2) Vertigo (pusing) / sinkop
3) Parestesia (sensasi abnormal)
4) Paralisis
5) Epistaksis
6) Perdarahan retina
3. Penemuan Secara Umum
1) Nyeri kepala
2) Muntah

10

3) Kejang
4) Perubahan mental
5) Demam
6) Perubahan ECG : Gelombang T, interval P-R memendek, interval Q-R
memanjang, kontraksi ventrikel premature, sinus bradikardia dan ventrikel
dan supra ventrikel, takikardi.
Manifestasi klinik berhubungan dengan penyebabnya
1) Trombosis : Cenderung berkembang selama tidur atau dalam 1 jam bangun
tidur, Iskemia secara berangsur-angsur oleh karena itu manifestasi klinik
berkembang lebih lambat, Kesadaran relatif terpelihara, Tensi naik atau
hipertensi
2) Embolisme
(1) Tidak dapat dilihat pola waktu, tidak berhubungan dengan aktivitas.
(2) Manifestasi klinis terjadi cepat dalam 10 - 30 detik dan sering kali tanpa
tanda, tidak nyeri kepala.
(3) Kemungkinan dapat meningkat cepat
(4) Kesadaran relatif terpelihara
(5) Tensi normal
3) Hemoragik
(1) Khas terjadi selama aktif, jam kerja
(2) Sakit kepala berat (bila klien mampu melaporkan gejala)
(3) Serangan cepat dari hemiplegia komplit, terjadi beberapa menit-1jam
bentuk umumnya fatal.
(4) Biasanya menghasilkan kehilangan fungsi permanen secara perlahan,
rendahnya penyembuhan secara sempurna.
(5) Cepat terjadi koma
(6) Kekakuan nuchal (belakang leher)

2.1.4 Patofisiologi
1. Stroke trombotik
Saat darah yang mengalir ke bagian otak terhambat akibat trombus dan
embolus maka deprivasi oksigen jaringan serebrak mulai terjadi. Deprivasi selama

11

1 menit dapat menyebabkan gejala reversible seperti kehilangan kesadaran. TIA


(trancient ischemic attack) sering terjadi sebelum stroke trombotik benar-benar
terjadi. Devrivasi oksigen dalam periode yang lama dapat menyebabkan nekrosis
mikroskopis pada neuron. Trombus dalam perjalanannya untuk menimbulkan
stroke melalui terjadinya iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh
vaskular yang bersangkutan, kemudian menyebabkan terjadinya edema dan
kongesti di sekitar area. Keadaan ini dapat berkembang dalam waktu 24 jam atau
beberapa hari (Morton 2011).
Stroke embolik berkembang setelah oklusi arteri oleh embolus yang
terbentuk dari luar otak. Aterosklerosis seringkali merupakan faktor yang berefek
pada otak, dimana plak aterosklerosis menyebabkan aliran darah melambat
(Corwin 2009)
2. Stroke hemoragik
Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan
perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20
%adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan
subarachnoid dan perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral biasanya
timbul karena pecahnya mikroaneurisma ( Berry aneurysm ) akibat hipertensi
maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang
otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa lipohialinosis, nekrosisfibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan
rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah
kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya
membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan
semakin besar. Elemen - elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade
iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di
dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik
timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar
permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.

12

Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular


atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).

13

WOC Stroke
Hipoksia

Trombosis Cerebral

Penyakit katub jantung,


endokarditis, IM,
disritmia

Aterosklerosis,
Hiperkoagulasi pada
polisitemia, Arteritis

Gangguan aliran darah ke otak

Kerusakan neuromuskular
MK: Gangguan

Transmisi impuls terganggu

menelan

Kelemahan otot progresif

Emboli Cerebral

Pecahnya pembuluh darah otak

Perdarahan Intra Kranial

Darah merembes ke dalam


parenkim otak

Penekanan pada jaringan otak

Peningkatan Tekanan Intra Kranial


MK: ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral

Pasien bedrest

ADL
Dibantu

Aneurisma,
Malformasi
Arteriovena,
Ruptur arteriol
cerebri

Penurunan kesadaran

Mobilitas terganggu

MK:
Hambatan
Mobilitas
Fisik

Hemoragik Cerebral

Penekanan lama pada daerah


punggung dan bokong

Suplai nutrisi dan O ke daerah


tertekan berkurang
MK: Sindrom defisit perawatan diri

Resiko Gangguan Integritas Kulit

14

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang stroke menurut Stilwell (2011):
1. Angiografi Serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarakan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi/ ruptur.
2. CT Scan : Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemik, dan adanya
infark.
3. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada
trombosis, emboli serebral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial.
Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya
proses imflamasi.
4. MRI : Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi
arteriovena (MAV)
5. EEG : Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin adanya daerah lesi yang spesifik.
6. Sinar X tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna
terdapat pada trombosis serebral.
7. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik)
2.1.6 Penatalaksanaan
1. Stroke trombotik
Tujuannya adalah untuk perbaikan aliran serebral, pencegahan trombosis
berulang, perlindungan saraf dan perawatan suportif. Tiga unsur yang paling
penting untuk area tersebut adalah oksigenasi, glukosa dan suplai darah (Morton
2011).

15

Dilakukan pula tindakan-tindakan yang menstabilkan tanda-tanda vital


dengan mempertahankan kepatenan jalan napas, yaitu dengan suction, dan
pemberian oksigenasi. Selain itu pengontrolan tekanan darah dan jantung sangat
penting untuk dilakukan.
Pemberian antikoagulan pada stroke iskemik perlu diberikan untuk
mencegah terjadinya trombosis dan emboli. Anti platelet perlu untuk mengurangi
perlengketan platelet dan diberikan dengan tujuan mencegah peristiwa trombotik.
2. Stroke hemoragik
Pada stroke hemoragik dapat dilakukan pengendalian hipertensi dan PTIK.
Metode lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan seperti hiperventilasi,
retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari fleksi kepala.
Pada stroke hemoragik dapat diberikan heparinoid dengan berat molekul
rendah yang bertujuan untuk menurunkan kecenderungan perdarahan. Heparinoid
harus diberikan dalam waktu 24 jam sejak gejala awal dan diberikan secara
intravena.
2.1.7 Komplikasi
1. Akibat mobilisasi yang terganggu menimbulkan keadaan yang rentan terhadap
infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitis
2. Akibat kondisi paralisis dapat menimbulkan nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas, dan terjatuh
3. Akibat adanya kerusakan pada otak menimbulkan epilepsy dan TIK
meningkat
4. Paralitis illeus
5. Atrial fibrilasi
6. Diabetus insipidus

16

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : Yang sering muncul adalah kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan
tingkat kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang : Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain
3) Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
4) Riwayat penyakit keluarga : Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
5) Riwayat psikososial : Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal.
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga.

17

3. Pemeriksaan fisik (B1-B6)


Keadaan umum : Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara
kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara,
dan tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi berariasi.
1) Breath (B1)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Pada
auskultasi ditemukan adanya bunyi napas tambahan, seperti : ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang
menurun dimana sering ditemukan pada pasien stroke yang mengalami
penurunan kesadaran koma.
Pada pasien dengan kesadaran compos mentis, pada saat inspeksi tidak
ditemukan

adanya

kelainan.

Palpasi

dan

auskultasi

tidak

terdapat

kelainan/masalah.
2) Blood (B2)
Didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi. Tekanan darah
biasanya meningkat dan bisa terjadi adanya hipertensi massif dimana
ditemukannya Tekanan Darah > 200 mmHg.
3) Brain (B3)
Stroke menyebabkan terjadinya berbagai deficit neurologis bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pemeriksaan tingkat
kesadaran sangat penting pada pasien stroke untuk mendeteksi disfungsi

18

persarafan. Pemeriksaan fungsi serebri juga harus dilalukan meliputi status


mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus frontal, hemisfer.
Pemeriksaan saraf cranial meliputi saraf I sampai dengan saraf XII.
Pemeriksaan system motorik, pemeriksaan reflex, pemeriksaan gerakan
involunter dan pemeriksaan system sensorik.
4) Bladder (B4)
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan mengguanakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau
berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) Bowel (B5)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) Bone (B6)
Sering didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi apada
sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika kekurangan O2 kulit akan tampak

19

pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit jelek. Kaji juga tanda
dekubitus terutama daerah menonjol. Adaya kesukaran dalam beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

berhubungan dengan adanya

penumpukan sputum (karena kelemahan, hilangnya refleks batuk)


2.

Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya


perdarahan, edema atau oklusi pembuluh darah serebral

3.

Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskular

4.

Hambatan

mobilitas

fisik

berhubungan

dengan

adanya

kerusakan

neuromuskuler, kelemahan, hemiparese


5.

Hambatan

komunikasi

verbal

berhubungan

dengan

kerusakan

neuromuscular, kerusakan sentral bicara


6.

Sindrim defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, gangguan


neuromuscular, kekuatan otot menurun, penurunan koordinasi otot, depresi,
nyeri, kerusakan persepsi

7.

Risiko cedera berhubungan dengan gerakan yang tidak terkontrol selama


penurunan kesadaran
.

20

2.2.3 Intervensi Keperawatan


No
1

Diagnosa
keperawatan
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
b.d. penumpukan
sputum (karena
kelemahan,
hilangnya refleks
batuk)

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral b.d. adanya
perdarahan, edema
atau oklusi
pembuluh darah
serebral

Tujuan dan kriteria


hasil
Pasien mampu
mempertahankan jalan
nafas yang paten.
Kriteria hasil :
a. Bunyi nafas
vesikuler
b. RR normal
c. Tidak ada tandatanda sianosis dan
pucat
d. Tidak ada sputum

Perfusi serebral
membaik
Kriteria hasil :
1) Tingkat kesadaran
membaik (GCS
meningkat)
2) fungsi kognitif,
memori dan
motorik membaik
3) TIK normal
4) Tanda-tanda vital
stabil
5) Tidak ada tanda
perburukan
neurologis

2
3
4
5

1)

2)
3)
4)
5)

6)
7)
8)

Gangguan menelan
berhubungan
dengan kerusakan
neruromuskuler

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Intervensi
Keperawatan
Berikan posisi semi fowler sesuai
dengan kebutuhan (tidak bertentangan
dgn masalah keperawatan lain)
Lakukan penghisapan lendIr dan
pasang OPA jika kesadaran menurun
Auskultasi bunyi nafas
Ukur tanda-tanda vital
Bila sudah memungkinkan lakukan
fisioterapi dada dan latihan nafas
dalam
Kolaborasi:
Pemberian oksigen
Laboratorium : Analisa gas darah,
darah lengkap dll
Pemberian obat sesuai kebutuhan
Pertahankan posisi tirah baring pada
posisi anatomis atau posisi kepala
tempat tidur 15-30 derajat
Hindari valsava maneuver seperti
batuk, mengejan dsb
Pertahankan ligkungan yang nyaman
Hindari fleksi leher untuk mengurangi
resiko jugular
Pantau adanya tanda-tanda penurunan
perfusi serebral :GCS, memori, bahasa
respon pupil dll
Observasi tanda-tanda vital (tiap jam
sesuai kondisi pasien)
Pantau intake-output cairan, balance
tiap 24 jam
Kolaborasi:
(1) Beri oksigen sesuai indikasi
(2) Laboratorium: AGD, gula darah dll
(3) Penberian terapi sesuai pesanan
(4) CT scan kepala untuk diagnosa dan
monitoring
Monitor tingkat kesadaran
Monitor status paru-paru
Monitor jalan nafas
Posisikan 900 /semaksimal mungkin
Berikan makan dalam jumlah sedikit
Cek ngt sebelum memberikan
makanan
Hindari memberikan makan bila masih

21

Hambatan mobilitas
fisik b.d. kerusakan
neuromuskuler,
kelemahan,
hemiparese

Hambatan
komunikasi verbal
b.d. kerusakan
neuromuscular,
kerusakan sentral
bicara

Sindrom defisti
perawatan diri b.d.

banyak
8) Siapkan peralatan suksion k/p
9) Tawarkan makanan atau cairan yang
dapat dibentuk menjadi bolus sebelum
ditelan
10) Potong makanan kecil-kecil
11) Gerus obat sebelum diberikan
12) Atur posisi kepala 30-450 setelah
makan
13) Kolaborasi dengan tim dalam
merencanakan rehabilitasi klien
14) Monitor tanda dan gejala aspirasi
15) Ajarkan klien dan keluarga cara
memberikan makanan
16) Monitor BB
17) Berikan perawatan mulut
18) Monitor hidrasi tubuh
19) Bantu untuk mempertahankan intake
kalori dan cairan
20) Cek mulut adakah sisa makanan
21) Berikan makanan yang lunak.
Pasien
1) Pantau tingkat kemampuan mobilisasi
mendemonstrasikan
klien
mobilisasi aktif
2) Pantau kekuatan otot
Kriteria hasil :
3) Rubah posisi tiap 2 jan
1) Tidak ada
4) Pasang trochanter roll pada daerah
kontraktur atau foot
yang lemah
drop
5) Lakukan ROM pasif atau aktif sesuai
2) Kontraksi otot
kemampuan dan jika TTV stabil
membaik
6) Libatkan keluarga dalam memobilisasi
3) Mobilisasi
klien
bertahap
7) Kolaborasi: fisioterapi
Komunikasi dapat
1) Evaluasi sifat dan beratnya afasia
berjalan dengan baik
pasien, jika berat hindari memberi
Kriteria hasil :
isyarat non verbal
1) Klien dapat
2) Lakukan komunikasi dengan wajar,
mengekspresikan
bahasa jelas, sederhana dan bila perlu
perasaan
diulang
2) Memahami maksud 3) dengarkan dengan tekun jika pasien
dan pembicaraan
mulai berbicara
orang lain
4) Berdiri di dalam lapang pandang
3) Pembicaraan pasien
pasien pada saat bicara
dapat dipahami
5) Latih otot bicara secara optimal
6) Libatkan keluarga dalam melatih
komunikasi verbal pada pasien
7) Kolaborasi dengan ahli terapi wicara
Kemampuan merawat
1) Pantau tingkat kemampuan klien
diri meningkat
dalam merawat diri

22

kelemahan,
gangguan
neuromuscular,
kekuatan otot
menurun,
penurunan
koordinasi otot,
depresi, nyeri,
kerusakan persepsi

Kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan
perubahan pola hidup
untuk memenuhi
kebutuhan hidup
sehari-hari
- Melakukan perawatan
diri sesuai kemampuan
- Mengidentifikasi dan
memanfaatkan sumber
bantuan

Risiko cedera b.d.


gerakan yang tidak
terkontrol selama
penurunan
kesadaran

Klien terhindar dari


cedera selama
perawatan
Kriteria hasil :
a. Klien tidak terjatuh
b. Tidak ada trauma
dan komplikasi lain

2) Berikan bantuan terhadap kebutuhan


yang benar-benar diperlukan saja
3) Buat lingkungan yang memungkinkan
klien untuk melakukan ADL mandiri
4) Libatkan keluarga dalam membantu
klien
5) Motivasi klien untuk melakukan ADL
sesuai kemampuan
6) Sediakan alat Bantu diri bila mungkin
7) Kolaborasi: pasang DC jika perlu,
konsultasi dengan ahli okupasi atau
fisioterapi
1) Pantau tingkat kesadaran dan
kegelisahan klien
2) Beri pengaman pada daerah yang
sehat, beri bantalan lunak
3) Hindari restrain kecuali terpaksa
4) Pertahankan bedrest selama fase akut
5) Beri pengaman di samping tempat
tidur
6) Libatkan keluarga dalam perawatan
7) Kolaborasi: pemberian obat sesuai
indikasi (diazepam, dilantin dll)

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN STROKE TROMBOTIK+AF SLOW-MODERATE+POST
HIPERTENSI EMERGENCY

3.1 Pengkajian
Tgl/jam MRS UGD

: 23-12-2014/ 12.30 WIB

Pasien pindah ke IRNA Lantai 3 jam :15.20 WIB


Tgl/jam Pengkajian

: 23-12-2014/ 15.30

No. Reg

: xxxxxxx

IDENTITAS
1. Nama pasien

: Tn. S

2. Umur

: 75 tahun

3. Jenis kelamin

: Laki-laki

4. Suku/ Bangsa

: Jawa/Indonesia

5. Agama

: Islam

6. Pendidikan

: SMA

7. Pekerjaan

: PNS

8. Alamat

: xxxx

9. Sumber biaya

: BPJS

10. Diagnosa kerja

: Stroke Trombotik + AF Slow Moderate + Post Hipertensi

Emergency

KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama

Pasien mengeluh nyeri kepala

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Riwayat penyakit sekarang

Keluarga pasien mengatakan pada tanggal 22 Desember 2014 jam 12.00 WIB
pasien tiba-tiba mengeluh sakit kepala dan lemas, pasien kemudian tidur.
Pasien kemudian dibangunkan oleh keluarganya jam 16.00 WIB tetapi pasien

23

24

tidak dapat dibangunkan. Keluarga pasien kemudian kembali mencoba untuk


membangunkan pasien jam 18.00 dan pasien terbangun. Saat ke kamar mandi
pasien terjatuh. Keesokan harinya jam 04.00 WIB pasien bangun dan tidak bisa
bicara dan menelan, kedua kaki pasien tidak bisa digerakkan. Pasien kemudian
dibawa ke RS X jam 12.00 dengan keluhan sakit kepala dan lemas, GCS:
E4V5M6. TD 163/74 mmHg, nadi: 59 x/menit, RR: 24x/menit, SpO2: 99%. Di
UGD pasien diposisikan head up 300, pasien mendapatkan terapi O2 nasal 3
lpm, infus PZ 14 tpm, nicardipin 0,5 mg/KgBB/jam (BB=70 kg). Kemudian
pasien dipindahkan ke IRNA lantai 3 dan tiba pada pukul 15.30 WIB, dengan
keluhan pusing dan lemas, GCS: E4V5M6. Pasien terpasang O2 nasal 3 lpm,
infus PZ 14 tpm cabang nicardipin 0,5 mg/KgBB/jam via syringe pump.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernal dirawat

ya

tidak

kapan : 6 bulan yang lalu

Diagnosa : GEA
2. Riwayat penyakit kronik dan menular:

ya

tidak

jenis : -

3. Riwayat alergi
Obat

ya

tidak

jenis : -

Makanan

ya

tidak

jenis : -

Lain-lain

ya

tidak

jenis

4. Riwayat operasi
5. Lain-lain

ya

tidak

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
jantung, hipertensi, dan DM

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN


Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan
Alkohol

ya

tidak

Keterangan ...............................................................................

Masalah
Keperawatan :
Tidak ada masalah
keperawatan

25

Merokok

ya

tidak

Keterangan: Sejak berumur 20 tahun dan tidak pernah merokok lagi sejak 1 tahun
yang lalu
Obat

ya

tidak

Keterangan ...............................................................................
Olahraga

ya

tidak

Keterangan ...............................................................................
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda-tanda vital
S : 36,6oC N : 80x/menit TD : 170/80 mmHg
Kesadaran Komposmentis

Apatis

RR: 20 x/menit

Somnolen

Sopor

Koma

2. Sistem Pernafasan
1) RR

: 20 x/menit

2) Keluhan :

Sesak
Nyeri waktu nafas

Batuk

Produktif

3) Penggunaan otot bantu nafas

Orthopnea

Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah
keperawatan

Tidak produktif.
:

Tidak ada penggunaan otot bantu nafas


4) PCH

ya

tidak

5) Irama nafas

Teratur

Tidak teratur

6) Friction rub

: Tidak ada

7) Pola nafas

Dispneu

Kusmaul

8) Suara nafas

Vesikuler

Bronkovesikuler

Tracheal

Bronchial

Ronchi

Wheezing

Cheyne Stokes

Crackles
9) Alat bantu nafas

Ya

Tidak

Jenis : kanul nasal

Flow : 3 lpm

10) Penggunaan WSD

: Tidak ada penggunaan WSD

11) Tracheostomy :

ya

12) Lain-lain :
Tidak ada.

tidak

Biot

26

3. Sistem kardiovaskuler
1) TD

: 170/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

2) Keluhan nyeri dada

Ya

Tidak

3) Irama jantung

Reguler

Irreguler

4) Suara jantung

Normal (S1/S2 tunggal)

Murmur

Gallop

Lain-lain

5) Ictus Cordis : Tidak ada


6) CRT : <2 detik
7) Akral

Hangat

Kering

Panas

Dingin

8) Sirkulasi perifer:

Merah

Normal

Pucat

Menurun

9) CVP

: Pasien tidak terpasang selang CVP

10) JVP

: Tidak ada dilakukan pengkajian

11) ECG dan interpretasinya

Basah

Klien tidak dilakukan pemeriksaan ECG

Masalah
Keperawatan:
Tidak ada masalah
keperawatan

4. Sistem Persyarafan
1) S

: 36,6 oC

2) GCS

:E=4V=5M=6

3) Refleks Fisiologis

Patella

Triceps

Biseps

4) Refleks Patologis

Babinsky

Brudzinsky

Kernig

5) Keluhan Pusing

Ya

Tidak

6) Pupil

Anisokor

Isokor Diameter : 3/2

7) Sklera

Anikterus

Ikterus

8) konjungtiva

Ananemis

anemis

9) Istirahat/ tidur 8-10 jam/ hari Gangguan tidur


:
Tidak dilakukan
11) EVD :
pengkajian
10) IVD

12) ICP

: Tidak

Masalah
Keperawatan:
Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral

27

5. Sistem Perkemihan
a. Kebersihan genetalia

Bersih

Kotor

tidak

b. Sekret

Ada

Tidak

dilakukan

Ada

Tidak

pengkajian

d. Kebersihan meatus uretra

Bersih

Kotor

e. Keluhan kencing

Ada

Tidak

c. Ulkus

Nokturi

f. Kemampuan berkemih
alat bantu, sebutkan : ..

Spontan

g. Produksi urine : pasien belum kencing sejak MRS


h. Kandung Kemih :

i. Intake cairan

Membesar

Ya

Tidak

Nyeri tekan

Ya

Tidak

Oral : pasien belum pernah minum hari ini cc/ hari

j. Lain-lain
Pasien mendapatkan infus PZ 1000/24 jam, saat ini menetes flash I sejak
jam 12.30.

6. Sistem Pencernaan
a. TB

: 168 cm BB : 70 kg, BB sebelum sakit : 70 kg

b. IMT

: 24,82

Interpretasi: normal

c. Mulut

Bersih

Kotor

Berbau

d. Membran mukosa

Lembab

Kering

Stomatitis

e. Tenggorokan

Sakit menelan

kesulitan menelan

Pembesaran tonsil

Nyeri tekan

Tidak ada masalah


f. Abdomen

Tegang

Kembung

Nyeri tekan

Ya

Tidak

Luka operasi

Ada

Tidak

Drain

Ada

Tidak

Ascites

normal

Masalah Keperawatan :
Resiko aspirasi

g. Peristaltik : 15x/ menit


h. BAB : 1 x/ hari
Konsistensi
i. Diet

Terakhir tanggal 22 Desember 2014


Keras

Lunak

Cair

Padat

Lunak

Cair

Lendir/ darah

28

j. Diet khusus

Tidak ada
k. Nafsu makan

Baik

Menurun

l. Porsi makan

Habis

Tidak

Keterangan : Pasien belum makan hari


ini

Lain-lain :
Keluarga pasien mengatakan nafsu makan pasien menurun, biasanya pasien
makan 3x/hari porsi 1 piring dihabiskan, akan tetapi hari ini pasien belum makan
dan minum sedikitpun. Saat ditanya apakah nafsu makan pasien menurun karena
kesulitan menelan pasien menganggukkan kepala.

7. Sistem penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior
OD

OS
Visus
Palpebra
Conjungtiva
Kornea
BMD
Pupil
Iris
Lensa
TIO

b. Keluhan nyeri
c. Luka operasi

Tidak terkaji

ya

tidak

Ada

Tidak

Masalah Keperawatan
Tidak ada masalah
keperawatan

29

8. Sistem Pendengaran
1) Pengkajian segmen anterior dan posterior

OD

OS
Auricula
MAE

Tidak terkaji

Membran tymphani
Rhinne
Weber
Swabach

2) Tes audiometri
Pasien tidak dilakukan tes audiometri
3) Keluhan nyeri

4) Luka operasi

ya

tidak

Ada

Tidak

Masalah
Keperawatan:
Tidak ada masalah
keperawatan

5) Alat bantu dengar: Pasien tidak menggunakan alat bantu dengar


6) Lain-lain:
Keluarga pasien mengatakan fungsi pendengaran pasien menurun.

9. Sistem Muskuloskeletal
1) Pergerakan sendi

Bebas

Terbatas

3) Kelainan ekstremitas

Ya

Tidak

4) Kelainan tulang belakang

Ya

Tidak

2) Kekuatan otot
4

Frankel : .
5) Fraktur
Jenis

Ya

Tidak

: .

6) Traksi

Ya

Tidak

7) Penggunaan Spalk/ gips

Ya

Tidak

8) Keluhan Nyeri

Ya

Tidak

Masalah
Keperawatan:
Resiko jatuh

30

9) Sirkulasi perifer

: baik

10) Kompartemen sindrom

Ya

Tidak

11) Kulit Ikterik

Kemerahan

Hiperpigmentasi

Sianosis

normal
12) Turgor

Baik

13) Luka operasi


Drain
14) ROM

15) POD

16) Cardinal Sign

Kurang

Jelek

Ada

Tidak

Ada

Tidak

Tidak terkaji

10. Sistem integumen


1) Penilaian resiko dekubitus
Aspek yang
dinilai
Persepsi
sensori
Kelembaban

1
Terbatas
sepenuhnya
Terus
menerus
basah

Kriteria penilaian
2
3
Sangat
Keterbatasan
terbatas
ringan
Kadang
Sangat
kadang
lembab
basah

Aktivitas

Bedfast

chairfast

Kadang
kadang jalan

Mobilisasi

Immobile
sepenuhnya

Sangat
terbatas

Keterbatasan
ringan

Nutrisi

Sangat
buruk

Kemungki
nan tidak
adekuat

adekuat

Tidak
menimbulka
n masalah
Note : pasien dengan total nilai < 16 maka dapat
dikatakan bahwa pasien beresiko mengalami dekubitus
(15 or 16 = low risk, 13 or 14 = moderate risk, 12 or less
= high risk)
Skor 16 interpretasi: resiko rendah dekibitus

Gesekan dan
pergeseran

bermasalah

Jarang
basah
Lebih
sering
jalan
Tidak ada
keterbatas
an
Sangat
baik

Potensial
bermasalah

2) Warna

: coklat

3) Pitting edema

: Tidak ada pitting edeme

4) Eskoriasis

4
Tidak ada
gangguan

Ya

Tidak

Nilai
3
4

Total
nilai

16

31

5) Psoriasis

Ya

Tidak

6) Pruritus

Ya

Tidak

7) Urtikaria

Ya

Tidak

Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah
keperawatan

8) Lain-lain 11. Sistem Endokrin


1) Pembesaran kelenjar tiroid

Ya

Tidak

2) Pembesaran kelenjar getah bening

Ya

Tidak

3) Hipoglikemi

Ya

Tidak

4) Hiperglikemi

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Infeksi

Ya

Tidak

Riwayat luka sebelumnya

Ya

Tidak

Riwayat amputasi sebelumnya

Ya

Tidak

Tidak terkaji

5) kondisi kaki DM
Luka Gangren

Masalah
Keperawatan:
Tidak ada masalah
keperawatan

6) Lain-lain: tidak ada

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
1) Persepsi klien terhadap penyakitnya
Tidak dapat terkaji
2) Ekspresi klien terhadap penyakitnya
Diam

Gelisah

Tegang

Marah/ menangis

3) Reaksi saat interaksi


Kooperatif

Tidak kooperatif

4) Gangguan konsep diri

Curiga
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan

Tidak terkaji

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN


1) Kebersihan diri
Mulut tampak kotor, terdapat bercak-bercak putih, bibir pecah-pecah.
2) Kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan
Mandi
Dibantu seluruhnya

dibantu sebagian

mandiri

32

Ganti pakaian
Dibantu seluruhnya

dibantu sebagian

mandiri

dibantu sebagian

mandiri

dibantu sebagian

mandiri

dibantu sebagian

mandiri

dibantu sebagian

mandiri

dibantu sebagian

mandiri

Keramas
Dibantu seluruhnya
Sikat gigi
Dibantu seluruhnya
Memotong kuku
Dibantu seluruhnya
Berhias
Dibantu seluruhnya
Makan
Dibantu seluruhnya

Masalah Keperawatan:
Syndrome
defisit
perawatan diri

PENGKAJIAN SPIRITUAL
1) Kebiasaan beribadah
Sebelum sakit

Sering

Kadang-kadang

Tidak pernah

Selama sakit

Sering

Kadang-kadang

Tidak pernah

2) Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah


Pasien dituntun untuk berdoa oleh keluarganya.
Masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah
keperawatan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil CT Scan Kepala tanggal 23 Desember 2014
Tampak area hypodense berbatas relatif kurang tegas di frontal lobe kanan
yang tidak tampak menyebabkan retraksi cornu anterior ventrikel lateralis
kanan di dekatnya, lokasi pada cabang a. Cerebri media-cerebri anterior.
Mengarah pada subacute watershed infarction pada cabang a. Cerebri media-

33

cerebri anterior kanan. Tidak tampak hyperdense lesion yang jelas di brain
parenchym.
Temuan hyperdensity pada vermis di CT scan kepala sebelumnya tanggal 3
Februari 2014, tampak berkurang densitasnya pada CT Scan saat ini, namun
masih tampak dilatasi sistem ventrikel (lateralis kanan kiri, ventrikel 3 dan 4)
dengan bagian yang menyempit di level yang lebih inferior dari V4. Pons Baik.
Orbita dan kedua N optikus baik. Cerebellum tidak menunjukkan tanda
perdarahan. Sinus paranalisis: tampak fluid density dengan airfluid di level
sinus maksillaris kanan. Cullulae mastoid baik. Calvaria baik.

34

Pemeriksaan Kimia Klinik tanggal 23 Desember 2014


Jenis Pemeriksaan
Kimia Klinik
Fungsi hati
Fungsi ginjal
Elektrolit

Hasil

Nilai Rujukan

SGOT 12,5 u/L


SGPT 11,5 u/L
BUN 11,2 mg/dl
Kreatinin 1,2 mg/dl
Na 145 mmol/L
K 3,5 mmol/L
Cl 107 mm/L

0-50
0-50
8-18
0,62-1,1
136-145
3,5-5,1
97-111

Pemeriksaan BGA
Jenis
Pemeriksaan
BGA
pH
PCO2
PO2
HCO3
SaO2
TCO2
AaDO2

23-12-2014
7,44
37 mmHg
184 mmol/L
24,9 mmol/L
96 %
26,1 mmol/L
238,4 mmHq

Interpretasi

Normal

Tanggal
24-12-2014

25-12-2014

7,35
45,7 mmHg
201,2 mmol/L
25,4 mmol/L
99,3 %
26,9 mmol/L
Asidosis
respiratorik
tidak
terkompensasi

7,37
47 mmHg
143 mmol/L
26,7 mmol/L
95 %
28,1 mmol/L
519,4 mmHq
Asidosis
respiratorik
terkompensasi

Pemeriksaan hematologi tanggal 23 Desember 2014


Jenis Pemeriksaan
HGB
RBC
HCT
WBC
PLT

Hasil
14 g/dL
4,65 10^6/uL
40%
9,55 10^3/uL
272 10^3/uL

Nilai Rujukan
13,2-17,3
4,4-5,9
40-52
3,8-10,6
150-440

Pemeriksaan EKG tanggal 24 Desember 2014


Irama irreguler, tidak ditemukan gelombang P,
abnormal, konsisten dengan infark anteroseptal

bentuk garis QRS (T)

35

TERAPI
Tanggal 23/12/2014 di UGD RSUA
-

Infus PZ 14 tpm (1000 cc/24 jam) flash I


Nicardipin 0,5 mg/KgBB/jam
O2 nasal 3 lpm
Alinamin F 25 mg
ASA 100 mg
Citicolin 500 mg IV

Surabaya, 23 Desember 2014


Perawat

Ryan Reza Falupi, S.Kep

36

PENILAIAN RESIKO JATUH PASIEN DEWASA SKALA MORSE FALL SCALE


Skor Hari Perawatan Ke
No

Resiko

Skor

Mempunyai
riwayat
jatuh baru dalam 3
bulan terakhir
Tidak
Ya
Diagnoses sekunder >1
Tidak
Ya

0
20

Ambulasi berjalan
Bedrest/dibantu
perawat
Menyangga/tongkat
walker/treepot/kursi
roda
Mencengkram
furniture
4 Terpasanag IV line
pemberian
anti
koagulan
(heparin)/obat
lain
yang mempunyai efek
samping jatuh
Tidak
Ya
5 Cara
berjalan/berpindah
Normal/bedrest/im
mobilisasi
Kelelahan
dan
lemah
Keterbatasan/terga
nggu
6 Status mental
Normal/
sesuai
kemampuan diri
Penurunan
kesadaran
TOTAL SKOR
Nama dan Paraf Petugas
yang Melakukan Penilaian

0
25

1
Tgl
23/12
/2014

2
Tgl
24/12
/2014

3
Tgl
24/12
/2014

20

20

20

25

25

25

20

20

20

20

20

20

15

15

85
Reza

90
Reza

90
Reza

4
Tgl
.......
..

5
Tgl
.........

6
Tgl
.........

0
15

30

0
20

0
10
20

0
15

Hasil: Resiko tinggi jatuh


Keterangan:
Format resiko:
1. Skor >51 resiko tinggi, lakukan intervensi jatuh resiko tinggi
2. Skor 25-50 resiko rendah, lakukan intervensi jatuh standar
Skor 0-14 tidak beresiko, perawatan yang baik

7
Tgl
.........

8
Tgl
.........

9
Tgl
.........

10
Tgl
.........

37

3.2 Analisa Data dan Prioritas Diagnosa keperawatan


3.2.1
No
1

Analisa data

Tanggal/jam
23 Desember
2014/19.00

23 Desember
2014

Data
DS:
- Keluarga
pasien
mengatakan 1 tahun
yang lalu pasien pernah
tiba-tiba pingsan saat
sedang bekerja di sawah,
dan sejak saat itu pasien
sering tiba-tiba pingsan
dan mengeluh sakit
kepala. Pasien pernah
kontrol ke poli saraf
RSUD X dan hasil
pemeriksaan
menunjukan
ada
sumbatan di pembuluh
darah otak.
- Keluarga
pasien
mengatakan pasien sejak
tadi
pagi
selalu
mengantuk
saat
dibangunkan beberapa
saat tertidur kembali
DO:
- Saat ditanya apakah
pasien merasa sakit
kepala,
pasien
menganggukan kepala
- kekuatan
otot
ekstremitas atas kanan
dan kiri 4, kekuatan otot
ekstremitas bawah kanan
dan kiri 3
- TD 170/80 mmHg, N:
80x/menit,
RR:
20x/menit
- Hasil CT Scan tanggal
23
Desember
2013
pasien menderita stroke
trombotik
DS:
Keluarga pasien mengatakan
sejak tadi pagi pasien belum
mandi

Etiologi
Oklusi pembuluh
darah di otak

Masalah
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral

Stroke trombotik
Suplai O2 ke otak
menurun
Otak mengalami
hipoksia

Oklusi pembuluh
darah di otak
Stroke trombotik

Sindrom defisit
perawatan diri

38

DO:
- Pergerakan
sendi
terbatas
- kekuatan
otot
ekstremitas atas kanan
dan kiri 4, kekuatan otot
ekstremitas bawah kanan
dan kiri 3

Suplai O2 ke otak
menurun
Metabolisme
anaerob di otak
Produksi ATP
berkurang
Energi berkurang
Lemah
Penurunan
kekuatan otot

23 Desember
2014

DS:
Keluarga pasien mengatakan
pada tanggal 22/12/2014
pasien jatuh di kamar mandi
DO:
- Skor penilaian resiko
pasien jatuh dewasa
dengan morse fall scale
adalah 85 (resiko jatuh
tinggi)
- Pergerakan
sendi
terbatas
- Kekuatan
otot
ekstremitas atas kanan
dan kiri 4, kekuatan otot
ekstremitas bawah kanan
dan kiri 3
- Usia pasien 75 tahun
- Pasien mengeluh nyeri
kepala
- Kemampuan mendengar
pasien sudah berkurang
- Pasien
menderita
penyakit vaskular stroke
trombotik
- Pasien mendapat terapi
antihipertensi
(nicardipine
0,5
mcg/kgBB sejak masuk

Hambatan
mobilitas
Suplai O2 ke otak
menurun
Metabolisme
anaerob di otak
Produksi ATP
berkurang
Energi berkurang
Lemah
Penurunan
kekuatan otot

Resiko jatuh

39

23 Desember
2014

di UGD)
DS:
- Keluarga
pasien
mengatakan sejak tadi
pagi
pasien
belum
makan, pasien kesulitan
menelan
- Keluarga
pasien
mengatakan
nafsu
makan pasien menurun,
biasanya pasien makan
3x/hari porsi 1 piring
dihabiskan, akan tetapi
hari ini pasien belum
makan
dan
minum
sedikitpun.
DO:
- Kemampuan
menelan
menurun
- Saat ditanya apakah
nafsu makan pasien
menurun
karena
kesulitan menelan pasien
mejawab ya.

Oklusi pembuluh
darah di otak
Stroke trombotik
Suplai O2 ke otak
menurun
Gangguan pada
brainsterm
Kemampuan
menelan menurun

Resiko aspirasi

40

3.2.2

Prioritas diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d oklusi pembuluh darah


2. Resiko aspirasi b.d kesulitan menelan
3. Resiko jatuh b.d penurunan kekuatan otot
4. Syndrome defisit perawatan diri b.d hambatan mobilitas fisik

41

3.2.3
No
1

Intervensi Keperawatan

Diagnosa
keperawatan
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
serebral
berhubungan
dengan oklusi
pembuluh darah

Resiko aspirasi
berhubungan
dengan kesulitan
menelan

Tujuan dan kriteria hasil

Intervensi
Keperawatan

NOC:
Status Neurologis,Perfusi
jaringan serebral
Tujuan : Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 3x24 jam, perfusi
jaringan serebral membaik
dengan kriteria hasil:
1. Keadaan umum pasien
baik
2. Pasien tidak
mengalami penurunan
kesadaran
3. Kooperatif saat
diberikan tindakan
keperawatan
4. Tekanan darah sistole
100-130 mmHg,
tekanan darah diastole
60-105 mHg / MAP
70-105
5. Pasien tidak kejang
6. Pasien tidak sakit
kepala
7. Pupil isokor
8. SaO2 95-100%
NOC:
Status pernapasan:
ventilasi
Pencegahan aspirasi,
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3x24 jam
pasien tidak mengalami
aspirasi.
Kriteria hasil:
- Pasien mampu
menelan tanpa terjadi
aspirasi
- Jalan napas paten dan
suara napas bersih/
vesikuler

NIC:
Pemantauan status neurologis,
Peningkatan perfusi serebral
1. Pertahankan posisi tirah baring pada
posisi kepala tempat tidur 30 derajat
2. Monitor TD, N, Suhu, RR, SaO2 tiap 3
jam menit
3. Pantau adanya tanda-tanda penurunan
perfusi serebral
o Penurunan kesadaran
o Gelisah
o MAP
o Nyeri kepala
o Penurunan kesadaran
o Perbedaan ukuran pupil
o Bradikardi
o Kejang
4. Monitor reaksi pupil
5. Pertahankan pemberian O2 3 lpm
6. Kolaborasi dalam pemberian obat
antikoagulan
7. Kolaborasi pemberian manitol jika terjadi
udem serebri

NIC: Pencegahan aspirasi


1. Puasakan pasien
2. Monitor tingkat kesadaran
3. Monitor suara dan patensi jalan napas
4. Lakukan pemasangan NGT bila
kemampuan menelan tidak membaik
5. Hindari memberikan makan bila masih
banyak
6. Gerus obat sebelum diberikan
7. Atur posisi kepala 30-450 setelah makan
8. Berikan perawatan mulut

42

Resiko jatuh
berhubungan
dengan
penurunan
kekuatan otot.

Sindrom defisit
perawatan diri
berhubungan
dengan
hambatan
mobilitas

NOC:
Perilaku pencegahan
jatuh, pengetahuan:
pencegahan jatuh,
kejadian jatuh
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam resiko jatuh tidak
menjadi aktual.
Kriteria hasil:
- Pasien tidak jatuh
- Roda tempat tidur
tetap terkunci
- Pengaman tempat tidur
terpasang
- Label penanda resiko
jatuh terpasang
- Lingkungan
tetap
terang
- Keluarga
pasien
mengetahui
teknik
mencegah pasien jatuh
di rumah:
Jaga agar lantai
tetap kering, jika
basah
segera
keringkan
Sediakan keset di
depan pintu kamar
mandi
Selama
pasien
sakit, bantu pasien
jika
ingin
berpindah
NOC:
Self Care assistance :
ADLs
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan setiap 3x24
jam kebutuhan ADL
pasien terpenuhi.
Kriteria hasil:
- Pasien terbebas dari
bau badan
- Pasien menyatakan
kenyamanan

NIC:
Manajemen
lingkungan:
keamanan,
identifikasi faktor resiko.
1. Pertahankan roda tempat tidur tetap
terkunci
2. Pasang pengaman tempat tidur
3. Beri label warna kuning di gelang
identitas pasien
4. Beri penanda resiko pasien jatuh di
tempat tidur pasien
5. Bantu pasien saat ambulasi
6. Instruksikan pasien mencari bantuan jika
ingin ambulasi di tempat tidur
7. Pertahankan lingkungan tetap terang,
8. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
teknik untuk mencegah pasien jatuh di
rumah:
- Jaga agar lantai tetap kering, jika
basah segera keringkan
- Sediakan keset di depan pintu kamar
mandi
- Selama pasien sakit, bantu pasien jika
ingin berpindah

NIC:
Self Care assistance : ADLs
1. Bantu ADL sampai mampu mandiri.
2. Latih klien
untuk
mandiri
jika
memungkinkan.
3. Anjurkan, latih dan libatkan keluarga
untuk membantu memenuhi kebutuhan
klien sehari-hari
4. Berikan reinforcement positif atas usaha
yang telah dilakukan klien.
5. Monitor
kemempuan
klien
untuk
perawatan diri yang mandiri.
6. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat

43

ADL pasien terpenuhi

bantu untuk kebersihan diri, berpakaian,


berhias, toileting dan makan.

44

3.4 Implementasi dan Evaluasi


Diagnosa
Selasa, 23/12/2014
Keperawatan
1. Ketidakefektifa DS:
n
perfusi - Keluarga pasien mengatakan 1 tahun
jaringan
yang lalu pasien pernah tiba-tiba
serebral
b.d
pingsan saat sedang bekerja di sawah,
oklusi
dan sejak saat itu pasien sering tibapembuluh darah
tiba pingsan dan mengeluh sakit
kepala. Pasien pernah kontrol ke poli
saraf RSUD X dan hasil pemeriksaan
menunjukan ada sumbatan di
pembuluh darah otak.
- Keluarga pasien mengatakan pasien
sejak tadi pagi selalu mengantuk saat
dibangunkan beberapa saat tertidur
kembali
DO:
- Saat ditanya apakah pasien merasa
sakit kepala, pasien menganggukan
kepala
- kekuatan otot ekstremitas atas kanan
dan kiri 4, kekuatan otot ekstremitas
bawah kanan dan kiri 3
- TD 170/80 mmHg, N: 80x/menit,
RR: 20x/menit
- Hasil CT Scan tanggal 23 Desember
2014 pasien menderita stroke
trombotik
Implementasi :
15.30 Mempertahankan posisi head up
300
15.30 Mempertahankan pemberian O2
nasal 3 lpm
16.00 Memberikan bisoprolol 1,25 mg

Rabu, 24/12/2014

Kamis, 25/12/2014

Data Subjektif :
- Keluarga pasien mengatakan pasien
lebih banyak tidur, pasien tidak
gelisah

Data Subjektif :
Data Objektif :
- Tingkat kesadaran: somnolen
- Keadaan umum lemah, GCS
Data Objektif :
E3V1M6
- Tingkat kesadaran: somnolen
- TD: 168/75 mmHg, N: 75
- Keadaan umum lemah, GCS
x/menit, S: 37,5 0C RR: 24
E3V3M4
x/menit, MAP: 106 mmHg,
- TD: 125/63 mmHg, N: 64 x/menit,
SaO2 99% (O2 masker 8 lpm)
S: 36,6 0C RR: 19 x/menit, SaO2 - Pasien tidak kejang
97% (O2 masker 8 lpm), MAP:
83,67 mmHg
- Pasien tidak kejang

Implementasi :
08.10 Memberikan injeksi Ranitidine
50 mg IV, Antrain 500 mg IV,
citicoline 500 mg IV, drip
Alinamin F 25 mg dalam 100 cc
PZ IV,

Implementasi :
08.00 Memberikan injeksi
Ranitidine 50 mg IV,
Alinamin F 25 mg IV,
Antrain 500 mg IV,
citicoline 500 mg IV,

45

P.O
19.00 Mengobservasi keadaan umum
pasien, tingkat kesadaran, GCS,
TTV dan SpO2. Hasil: keadaan
umum lemah, tingkat kesadaran:
apatis, TD 100//55 mmHg, N:
44x/menit, RR: 29x/menit SpO2
94%, pasien tampak gelisah.
Pasien tidak terpasang O2. Pasien
tidak kooperatif.
19.00 Memberikan kembali O2 nasal 3
lpm
19.03 Memasang bedside monitor
19.05 Mengganti O2 nasal 3 lpm dengan
O2 NRM 12
19.05 Meminta keluarga terdekat pasien
untuk memberikan dukungan
psikologis kepada pasien
19.15 Mengobservasi keadaan umum
pasien, tingkat kesadaran, TTV dan
SpO2. Hasil: keadaan umum pasien
lemah, tingkat kesadaran apatis,
TD 105//55 mmHg, N: 50x/menit,
RR: 27 x/menit, SpO2 97%, pasien
masih gelisah. Pasien tidak
kooperatif.
19.30 Mengobservasi keadaan umum
pasien, tingkat kesadaran, TTV dan
SpO2. Hasil: keadaan umum
lemah, tingkat kesadaran apatis,
TD 105//55 mmHg, N: 59x/menit,
RR: 27 x/menit, SpO2 97%, pasien
masih gelisah.
19.45 Mengobservasi keadaan umum,
tingkat kesadaran pasien, GCS,

08.10 Mempertahankan head up 300cc


08.18 Memberikan Amlodipin 5 mg,
ASA 100 mg via sonde (obat
sudah digerus)
09.00 Mengobservasi keadaan umum
pasien, tingkat kesadaran, GCS,
TTV dan SpO2. Hasil: keadaan
umum lemah, tingkat kesadaran
somnolen, GCS E3V3M4 TD
160/67 mmHg, MAP: 98 mmHg
N: 55x/menit, RR: 18x/menit
SpO2 99% (O2 masker 8 lpm)
09.00 Memberikan drip manitol 100 cc
dalam 20 menit (prog. 6x100 cc)
13.00 Mengobservasi keadaan umum
pasien, tingkat kesadaran, GCS,
TTV dan SpO2. Hasil: keadaan
umum lemah, tingkat kesadaran
somnolen, GCS E3V3M4 TD
100/53 mmHg, MAP: 68,67
mmHg, N: 50x/menit, RR:
11x/menit SpO2 99% (O2 masker
8 lpm)
13.00 Memberikan drip manitol 100 cc
dalam 20 menit (prog. 6x100 cc)

Manitol via pump 100 cc


dalam 20 menit (tappering
down 5x100 cc)
08.00 Mempertahankan head up
300
08.10 Memberikan Amlodipin 5
mg, ASA 100 mg via sonde
(obat sudah digerus)
09.00 Mengobservasi keadaan
umum pasien, tingkat
kesadaran, GCS, TTV dan
SpO2. Hasil: keadaan umum
lemah, tingkat kesadaran
somnolen, GCS E3V1M3 TD
157/68 mmHg, MAP: 97,66
mmHg N: 60x/menit, RR:
18x/menit SpO2 99% (O2
masker 8 lpm)
12.00 Mengobservasi keadaan
umum, tingkat kesadaran
pasien, GCS, TTV dan SpO2.
Hasil: keadaan umum lemah,
somnolen, GCS E3V1M3 TD
159/67 mmHg, MAP:97,67
mmHg, N: 60x/menit, RR:
17x/menit SpO2 99% (O2
masker 8 lpm)
15.00 Memberikan drip manitol
100 cc dalam 20 menit via
pump

46

TTV dan SpO2. Hasil: keadaan


umum pasien lemah, tingkat
kesadaran apatis, TD 106//55
mmHg, N: 63x/menit, RR: 27
x/menit, SpO2 97%, pasien masih
gelisah.
19.45 Memberikan injeksi Ranitidine 50
mg IV, Alinamin F 25 mg IV,
menurunkan dosis nicardipine
menjadi 1,5 mcg/KgBB dengan
kecepatan 21 cc/jam via pump
(advise dr. Rina)
20.00 Mengobservasi keadaan umum
pasien, tingkat kesadaran, TTV dan
SpO2. Hasil: keadaan umum pasien
lemah, tingkat kesadaran apatis,
TD 106//55 mmHg, N: 63x/menit,
SpO2 99%, pasien tampak lebih
tenang. Pasien kooperatif.
20.15 Mengobservasi keadaan umum
pasien, reaksi pupil, tingkat
kesadaran apatis, TTV dan SpO2.
Hasil: TD 106//55 mmHg, N:
66x/menit, SpO2 99%, pasien
tampak tenang. Pasien kooperatif.
20.20 Menurunkan dosis nicardipine
menjadi 1 mcg/kgBB/jam (advise
dr. Rina via telp.)
Evaluasi
:
Evaluasi:
S: S: O:
O:
- Keadaan umum pasien lemah,
- Keadaan umum pasien lemah,
- Tingkat kesadaran apatis
- Tingkat kesadaran somnolen
- TD 106//55 mmHg, N: 66x/menit,
- TD 100//53 mmHg, S: 37 0C N:
SpO2 99%, RR: 25x/menit, MAP:
50x/menit, RR: 11 x/menit SaO2

Evaluasi:
S: O:
- Keadaan umum pasien
lemah,
- Tingkat kesadaran
somnolen

47

72 mmHg
Pasien tampak masih gelisah
Pupil anisokor, diameter tidak
terkaji
- GCS E4V3M6
- Pasien kooperatif
- Pasien tidak kejang
A: Masalah teratasi sebagian
P: Pertahankan intervensi 1-7,
-

Resiko
aspirasi DS:
berhubungan
- Keluarga pasien mengatakan sejak
dengan kesulitan
tadi pagi pasien belum makan, pasien
menelan
kesulitan menelan
- Keluarga pasien mengatakan nafsu
makan pasien menurun, biasanya
pasien makan 3x/hari porsi 1 piring
dihabiskan, akan tetapi hari ini pasien
belum makan dan minum sedikitpun.
DO:
- Kemampuan menelan menurun
- Saat ditanya apakah nafsu makan
pasien menurun karena kesulitan
menelan pasien mejawab ya.
Implementasi:
19.00 Mengobservasi tingkat kesadaran.
Hasil tingkat kesadaran: apatis.
19.00 Mengobservasi patensi jalan napas
dan suara napas. Hasil: suara napas
vesikuler, jalan napas paten.
19.01 Mengobservasi kemampuan
menelan. Hasil: pasien masih
mengalami gangguan menelan.

99%, MAP:63,67 mmHg


- GCS E3V3M4
- Pasien kooperatif
- Pasien tidak kejang
A: Masalah keperawatan teratasi
sebagian
P: Pertahankan intervensi 1-7,

DS:
- Keluarga pasien mengatkan pasien
hanya makan melalui selang
DO:
- Pasien masih mengalami kesulitan
menelan
- Suara napas vesikuler, jalan napas
paten
- Tingkat kesadaran: somnolen
- Pasien terpasang NGT di hidung
kanan no. 14 hari ke-2

Implementasi:
08.15 Mengobservasi tingkat kesadaran.
Hasil:somnolen
08.14 Mengobservasi patensi jalan
napas dan suara napas. Hasil:
suara napas vesikuler, jalan napas
paten.
08.15 Mengobservasi kemampuan
menelan. Hasil: pasien masih
mengalami kesulitan menelan.
08.15 Memberikan sonde entramix 100

GCS E3V1M5
TD 160/65 mmHg, MAP:
96,67 mmHg S: 36,5 0C N:
60x/menit, RR: 17 x/menit
SaO2 99%
- Pasien kooperatif
- Pasien tidak kejang
A: Masalah keperawatan teratasi
sebagian
P: Pertahankan intervensi 1-7,
DS: DO:
- Pasien masih mengalami
kesulitan menelan
- Suara napas vesikuler, jalan
napas paten
- Tingkat kesadaran: somnolen
- Pasien terpasang NGT di
hidung kanan no. 14 hari ke-3

Implementasi:
08.00 Mengobservasi tingkat
kesadaran. Hasil:somnolen
08.00 Mengobservasi patensi jalan
napas dan suara napas. Hasil:
suara napas vesikuler, jalan
napas paten.
08.05 Memberikan sonde entramix
200 cc (retensi 0 cc). Pasien
tidak aspirasi.
11.30 Mengobservasi patensi jalan

48

Evaluasi:
S: O:
- Pasien belum mampu menelan
- Jalan napas paten dan suara napas
bersih/ vesikuler
A: Masalah tidak menjadi aktual
P: Pertahankan intervensi 2-3, lanjutkan
intervensi 4-7

Resiko
jatuh
berhubungan
dengan penurunan
kekuatan otot

cc (retensi 0 cc). Pasien tidak


napas dan suara napas. Hasil:
aspirasi.
suara napas vesikuler, jalan
12.00 Mengobservasi patensi jalan
napas paten.
napas dan suara napas. Hasil:
12.02 Memberikan sonde entramix
suara napas vesikuler, jalan napas
100 cc (retensi 0 cc). Pasien
paten.
tidak aspirasi.
12.00 Mengobservasi kemampuan
menelan. Hasil: pasien masih
mengalami kesulitan menelan.
12.02 Memberikan sonde entramix 100
cc (retensi 0 cc). Pasien tidak
aspirasi.
13.00 Mengobservasi patensi jalan
napas dan suara napas. Hasil:
suara napas vesikuler, jalan napas
paten.
Evaluasi:
Evaluasi:
S: S: O:
- Pasien terpasang NGT, pasien tidak
mengalami aspirasi
- Pasien belum mampu menelan
- Jalan napas paten dan suara napas
bersih/ vesikuler

O:
- Pasien terpasang NGT, pasien
tidak mengalami aspirasi
- Pasien belum mampu menelan
- Jalan napas paten dan suara
napas bersih/ vesikuler

A: Masalah tidak menjadi aktual


P: Pertahankan intervensi 2,3,5,6,7,

A: Masalah tidak menjadi aktual


P: Pertahankan intervensi
2,3,5,6,7,
S: -

DS:
S: Keluarga pasien mengatakan pada
tanggal 22/12/2014 pasien jatuh di kamar O:
mandi
- Pasien tidak pernah jatuh
- Roda tempat tidur tetap terkunci
DO:
- Pengaman tempat tidur terpasang

O:
- Pasien tidak pernah jatuh
- Roda tempat tidur tetap terkunci
- Pengaman
tempat
tidur

49

Skor penilaian resiko pasien jatuh


dewasa dengan morse fall scale
adalah 85 (resiko jatuh tinggi)
- Pergerakan sendi terbatas
- Kekuatan otot ekstremitas atas kanan
dan kiri 4, kekuatan otot ekstremitas
bawah kanan dan kiri 3
- Usia pasien 75 tahun
- Pasien mengeluh nyeri kepala
- Kemampuan mendengar pasien sudah
berkurang
- Pasien menderita penyakit vaskular
stroke trombotik
- Pasien mendapat terapi antihipertensi
(nicardipine 0,5 mcg/kgBB sejak
masuk di UGD)
Implementasi:
15.35 Mempertahankan roda tempat tidur
tetap terkunci
15.35 Memasang pengaman tempat tidur
16.00 Membantu pasien mendapatkan
posisi yang nyaman.
16.03 Menganjurkan pasien mencari
bantuan jika ingin ambulasi di
tempat tidur
16.05 Mengajarkan keluarga mengenai
teknik untuk mencegah pasien
jatuh di rumah:
o Jaga agar lantai tetap kering,
jika basah segera keringkan
o Sediakan keset di depan pintu
kamar mandi
o Selama pasien sakit, bantu
pasien jika ingin berpindah

Label penanda resiko jatuh tidak


terpasang
Lingkungan tetap terang
-

Implementasi:
10.35 Mempertahankan roda tempat
tidur tetap terkunci
10.35 Mempertahankan pengaman
tempat tidur tetap terpasang

terpasang
Label penanda resiko jatuh
tidak terpasang
Lingkungan tetap terang

Implementasi:
12.35 Mempertahankan roda
tempat tidur tetap terkunci
12.35 Mempertahankan pengaman
tempat tidur tetap terpasang

50

Evaluasi:
S: O:
-

Evaluasi:
S: -

O:
Pasien tidak pernah jatuh
- Pasien tidak pernah jatuh
Roda tempat tidur tetap terkunci
- Roda tempat tidur tetap terkunci
Pengaman tempat tidur terpasang
- Pengaman tempat tidur terpasang
Label penanda resiko jatuh tidak - Label penanda resiko jatuh tidak
terpasang
terpasang
- Lingkungan tetap terang
- Lingkungan tetap terang
- Keluarga
pasien
mampu
menyebutkan teknik mencegah pasien A: Masalah tidak menjadi aktual
jatuh di rumah:
P: pertahankan intervensi 1, 2, 5,
Jaga agar lantai tetap kering, jika lanjutkan intervensi 3, 4
basah segera keringkan
Sediakan keset di depan pintu
kamar mandi
Selama pasien sakit, bantu pasien
jika ingin berpindah
A: Masalah tidak menjadi aktual
P: pertahankan intervensi 1, 2, 5,
lanjutkan intervensi 3, 4

Evaluasi:
S:
Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak pernah jatuh, hanya berbaring
di tempat tidur.
O:
- Pasien tidak pernah jatuh
- Roda tempat tidur tetap terkunci
- Pengaman
tempat
tidur
terpasang
- Label penanda resiko jatuh
tidak terpasang
- Lingkungan tetap terang
A: Masalah tidak menjadi aktual
P: pertahankan intervensi 1, 2, 5,
lanjutkan intervensi 3, 4

51

BAB 4
PEMBAHASAN
Tn. S dirawat di IRNA lantai 3 sejak tanggal 23 Desember 2014 dengan
diangnosa stroke trombotik+ post hipertensy emergency+AF slow moderate.
Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 23 Desember 2014, maslah keperawatan yang
ditemukan adalah:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan oklusi pembuluh
darah
2. Resiko aspirasi berhubungan dengan kesulitan menelan
3. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
4. Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan hambatan mobilitas
Masalah keperawatan prioritas berupa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral,
ditunjukkan dengan keluhan pasien nyeri kepala, keluarga pasien mengatakan pada
tanggal 22 Desember 2014 jam 12.00 WIB pasien tiba-tiba mengeluh sakit kepala dan
lemas, pasien kemudian tidur. Pasien kemudian dibangunkan oleh keluarganya jam
16.00 WIB tetapi pasien tidak dapat dibangunkan. Keluarga pasien kemudian kembali
mencoba untuk membangunkan pasien jam 18.00 dan pasien terbangun. Saat ke kamar
mandi pasien terjatuh. Keesokan harinya jam 04.00 WIB pasien bangun dan tidak bisa
bicara dan menelan, kedua kaki pasien tidak bisa digerakkan. Pasien kemudian dibawa
ke RSUA jam 12.00 dengan keluhan sakit kepala dan lemas, GCS: E4V5M6. TD 163/74
mmHg, nadi: 59 x/menit, RR: 24x/menit, SpO2: 99%.
Intervensi yang telah diberikan pada Tn. S untuk mengatasi masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah di UGD pasien diposisikan head up
300, pasien mendapatkan terapi O2 nasal 3 lpm, infus PZ 14 tpm, nicardipin 0,5
mg/KgBB/jam (BB=70 kg). Kemudian pasien dipindahkan ke IRNA lantai 3 dan tiba
pada pukul 15.30 WIB, dengan keluhan pusing dan lemas, GCS: E4V5M6. Pasien
terpasang O2 nasal 3 lpm, infus PZ 14 tpm cabang nicardipin 0,5 mg/KgBB/jam via
syringe pump. Terapi dilanjutkan di IRNA Lantai 3, dilakukan observasi tingkat
kesadaran , GCS, TTV, SaO2. Pada tanggal 23 Desember 2014 jam 19.00 kondisi

52

pasien memburuk, hasil pemeriksaan ditemukan TD 100/55 mmHg, N: 44x/menit, RR:


29x/menit SpO2 94%, pasien tampak gelisah dan pasien tidak kooperatif. Intervensi
yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengganti
pemberian O2 dengan O2 NRM (non rebreathing mask) 10 lpm, memberikan injeksi
Alinamin F 25 mg IV, menurunkan dosis nicardipine menjadi 1,5 mcg/KgBB dengan
kecepatan 21 cc/jam via pump (advise dr. Rina), pada jam 20.15 WIB, kondisi pasien
membaik dengan TD 106//55 mmHg, N: 66x/menit, SpO2 99%, pasien tampak tenang.
pasien kooperatif.
Menurut Morton (2011) target terapi pasien stroke adalah adalah perbaikan
aliran serebral, pencegahan trombosis berulang, perlindungan saraf dan perawatan
suportif. Dilakukan pula tindakan-tindakan yang menstabilkan tanda-tanda vital dengan
mempertahankan kepatenan jalan napas, yaitu dengan pemberian oksigenasi. Selain itu
pengontrolan tekanan darah dan jantung sangat penting untuk dilakukan. Pemberian
antikoagulan pada stroke iskemik perlu diberikan untuk mencegah terjadinya trombosis
dan emboli.
Kondisi Tn. S sampai hari ke-3 tidak membaik, tingkat kesadaran Tn. S tetap
somnolen, dan GCS mengalami penurunan E3V1M5 sehingga pasien perlu dirawat di
ICU. Karena keluarga masih menunggu keputusan anggota keluarga yang lain akhirnya
pasien baru dirujuk keesokan harinya pada tanggal 26 Desember 2014 ke RSUD X.
Masalah keperawatan berikutnya adalah resiko aspirasi. Keluarga pasien
mengatakan pasien tidak bisa menelan sejak 23 Desember 2014 pagi. Dari hasil
pemeriksaan ditemukan kemampuan menelan menurun, kemudian saat ditanya apakah
nafsu makan pasien menurun karena kesulitan menelan pasien mejawab ya. Menurut
Smeltzer et. al (2010), pada pasien stroke berkurangnya aliran darah ke otak dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia otak sehingga terjadi disfungsi otak. Disfungsi otak
ini diikuti dengan gangguan pada otot-otot menelan. Pada kasus Tn. S, tidak diangkat
diagnosa keperawatan gangguan menelan, karena hal tersebut hanya bisa diatasi apabila
perfusi jaringan otak dan fungsi otak membaik sepenuhnya, hal yang lebih berbahaya
untuk saat ini adalah resiko terjadinya aspirasi akibat gangguan menelan. Intervensi
yang telah dilakukan untuk mencegah terjadinya aspirasi pada Tn. S adalah dengan
mempuasakan pasien pada hari I hingga kemampuan menelan pasien membaik. Akan

53

tetapi, kondisi Tn. S memburuk dengan tingkat kesadaran somnolen, sehingga


dilakukan pemasangan NGT sebagai jalan untuk memasukkan nutrisi dan obat oral.
Sampai hari ke-3 Tn.S tidak pernah mengalami aspirasi, sehingga masalah keperawatan
tidak menjadi aktual.
Masalah keperawatan selanjutnya adalah resiko jatuh. pada tanggal 23 Desember
2014 didapatkan data keluarga pasien mengatakan pada tanggal 22/12/2014 pasien jatuh
di kamar mandi, skor penilaian resiko pasien jatuh dewasa dengan morse fall scale
adalah 85 (resiko jatuh tinggi), pergerakan sendi

pasien terbatas, kekuatan otot

ekstremitas atas kanan dan kiri 4, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan dan kiri 3,
usia pasien 75 tahun, pasien mengeluh nyeri kepala, kemampuan mendengar pasien
sudah berkurang, pasien mendapat terapi antihipertensi (nicardipine 0,5 mcg/kgBB
sejak masuk di UGD). Menurut Corwin (2009), pada pasien stroke terjadi sumbatan
pada aliran darah otak, sumbatan ini menyebabkan kurangnnya aliran darah ke otak,
sehingga otak kekurangan O2. Otak untuk beraktifitas juga membutuhkan O2.
Kurangnya O2 menyebabkan otak melakukan metabolisme anaerob yang menyebabkan
penurunan produksi ATP sehingga pasien merasa lemas. Selain itu juga disfungsi otak
juga dapat menyebabkan gangguan pada neuromuskular.
Pada Tn. S untuk mengatasi resiko jatuh telah dilakukan tindakan keperawatan
berupa mempertahankan roda tempat tidur tetap terkunci, memasang pengamanan dan
HE keluarga tentang teknik pencegahan resiko jatuh di rumah. Hinnga hari 3 pasien
tidak pernah jatuh sehingga masalah tidak menjadi aktual dan intervensi dihentikan.

BAB 5
KESIMPULAN

Stroke adalah gangguan aliran darah ke otak akibat oklusi pembuluh darah yang
ditandai dengan penurunan kesadaran, kelemahan otot. Penurunan kesadaran
diakibatkan oleh penurunan suplai O2 ke otak sehingga menimbulkan berbagai masalah
termasung hilangnya kekuatan otot.Pada kasus Tn. S, pasien stroke trombotik sebagai
akibat dari hipertensi dan atrial fibrilasi dan riwayat merokok. Masalah yang muncul
pada kasus Tn. S diantaranya ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, resiko aspirasi,
resiko jatuh, dan sindrom defisit perawatan diri. Masalah yang menjadi prioritas adalah
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, resiko aspirasi, resiko jatuh dari ketiga
masalah tersebut masalah ketidakefektifan penurunan perfusi serebral teratasi sebagian
yaitu MAP: 96,67 mmHg S: 36,5 0C N: 60x/menit, RR: 17 x/menit SaO2 99%, pasien
kooperatif pasien tidak kejang, sehingga intervensi dilanjutkan. Sedangkan masalah
resiko aspirasi dan resiko jatuh tidak menjadi aktual sehingga intervensi dihentikan.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, EJ 2009, Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta


Hudak, CM dan Gallo, BM 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI,
Volume 2, EGC, Jakarta
NANDA 2012, Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014, EGC,
Jakarta
Smeltzer, SC, Bare, BG, Hinkle, JL & Cheever, KH 2010, Text Book of Medical
Surgical Nursing, 12th edition, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia
Smeltzer, SC dan Bare, BG 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,
EGC, Jakarta
Stilwell, S 2011, Pedoman Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta

Вам также может понравиться