Вы находитесь на странице: 1из 27

INFO BISNIS No.

1 2012

Potensi Budidaya dan Industri


Pengolahan Rumput Laut
2012

Amelya Zein
Group Riset & Pengembangan
amelya.zein@corp.bri.co.id
021-5751554

Cut Indriani
Group Riset & Pengembangan
cut_indriani@bri.co.id
021-5751522

DAFTAR ISI

I. Latar Belakang.....................................................................................................
II. Mengenal Rumput Laut ....................................................................................
III. Pemanfaatan Rumput Laut dalam Industri ...................................................
IV. Potensi Perdagangan Rumput Laut ................................................................
V. Kendala dan Tantangan ....................................................................................
V. Peluang Pembiayaan Oleh Perbankan ............................................................
VI. Daftar Pustaka ....................................................................................................

3
5
8
13
18
21
27

DAFTAR TABEL

Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Tabel 8.
Tabel 9.

Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia .............................................


Komposisi Kimiawi Beberapa Jenis Rumput Laut .............................
Produksi Rumput Laut Indonesia.........................................................
Pangsa Pasar Ekspor Rumput Laut Dunia ..........................................
Negara Tujuan Ekspor Indonesia Berdasarkan Volume ...................
Negara Tujuan Ekspor Berdasarkan Nilai (US$ ) ...............................
Perkembangan Ekspor-Impor Rumput Laut Indonesia ....................
Perbandingan Harga Produk Olahan Rumput Laut ..........................
Perkiraan Hasil Produksi dan Perkiraan Kebutuhan Rumput Laut
Dunia.........................................................................................................
Tabel 10. Lokasi Penyebaran Budi Daya Rumput Laut ......................................
Tabel 11. Perkiraan Kebutuhan Dunia Terhadap Produk Rumput Laut .........
Tabel 12. Perusahaan Pengolahan Rumput Laut.................................................

4
7
13
14
15
15
16
17
21
22
23
23

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.

Jenis Rumput Laut yang Bernilai Ekonomis Penting .....................


Keterkaitan Komoditas Rumput Laut dengan Industri Lain ........
Pohon Industri Rumput Laut .............................................................
Market Share Rumput Laut Dunia Tahun 2010 ...............................
Penyaluran Kredit Rumput Laut BRI per September 2012 ............
Jumlah Debitur Rumput Laut BRI per September 2012 .................

6
10
12
14
24
25

PROFIL BISNIS
November 2012

Potensi Budidaya dan Industri Pengolahan Rumput Laut


I. LATAR BELAKANG

Rumput laut telah lama digunakan sebagai


makanan maupun obat-obatan di negeri Jepang,
Cina, Eropa maupun Amerika. Diantaranya
sebagai nori, kombu, puding atau dalam bentuk
hidangan lainnya seperti sop, saus dan dalam
bentuk mentah sebagai sayuran. Selain itu hasil
pengolahan rumput laut banyak digunakan untuk
industri farmasi, kosmetik dan bioteknologi.
Di Indonesia sendiri pemanfaatan rumput laut lebih banyak sebagai bahan
makanan. Pemanfaatan rumput laut sebagai makanan banyak dilakukan karena
rumput laut mempunyai gizi yang cukup tinggi. Trend gaya hidup sehat dengan
pola makan tinggi serat yang semakin membudaya, membuat rumput laut yang
sangat kaya akan serat juga semakin populer.
Dengan semakin populernya pemanfaatan rumput laut membuat
permintaan akan rumput laut juga semakin meningkat. Rumput laut merupakan
komoditas budidaya di Indonesia yang diunggulkan sebagai salah satu komoditas
perikanan budidaya yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat.
Budidaya rumput laut tidak memerlukan teknologi yang tinggi, investasi cenderung
rendah, mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, serta menghasilkan
keuntungan yang relatif besar karena nilainya yang cenderung terus meningkat.
Pengembangan usaha ini tentu diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran
(pro job), meningkatkan pendapatan masyarakat (pro growth), dan pada gilirannya
dapat menekan angka kemiskinan (pro poor).
Untuk saat ini untuk rumput laut jenis euchema cotonil telah membuat
Indonesia menjadi produsen utama dengan menguasai 50% produksi rumput laut di
dunia. Permintaan rumput laut dunia terus bertambah dari tahun ke tahun. Secara
total pangsa pasar ekspor rumput laut Indonesia rata-rata mencapai sebesar 33,40%.
Akan tetapi ekspor rumput laut dari Indonesia sebagian besar masih berupa bahan
mentah, sehingga nilai produksinya menjadi tidak terlalu tinggi.

PROFIL BISNIS
November 2012

Tabel 1: Volume Ekspor Rumput Laut Indonesia

Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
Rata-rata

Ekspor (ton)
Dunia
Indonesia
301,720
95,588
289,077
94,073
304,976
99,949
274,549
94,003
344,294
123,075
302,923
101,338

%
31.68%
32.54%
32.77%
34.24%
35.75%
33.40%

Sumber: Comtrade statistics dalam Kemendag, 2011

Pengembangan budidaya rumput laut harus pula diikuti dengan


pengembangan industri pengolahannya, karena nilai tambah rumput laut sebagian
besar terletak pada industri pengolahan. Salah satu hasil pengolahan rumput laut
yang meningkat tajam adalah karagenan. Pengemulsi, pengental dan sejenisnya
yang selama ini banyak menggunakan gelatin yang sebagian besar diproduksi
dengan menggunakan bahan baku tulang/kulit babi mulai beralih mensubsitusinya
dengan tepung karagenan karena banyak negara muslim yang menolak produk
pangan dan non pangan yang menggunakan gelatin tersebut. Kenyataan
menunjukkan bahwa industri yang mengolah rumput laut dari bahan baku menjadi
barang setengah jadi maupun barang jadi belum begitu banyak di Indonesia,
padahal industri pengolahan mempunyai nilai yang strategis terutama dengan
semakin meningkatnya industri-industri yang menggunakan barang setengah jadi
yang berasal dari rumput laut.

PROFIL BISNIS
November 2012

II. MENGENAL RUMPUT LAUT DAN MANFAATNYA


Ada lebih dari 600 spesies rumput laut yang tersebar di perairan Indonesia.
Spesies-spesies rumput laut itu digolongkan ke dalam empat kelas, yaitu :
1. Chlorophyceae (ganggang hijau)
2. Rhodophyceae (ganggang merah)
3. Cyano phyceae (ganggang biru)
4. Phaeophyceae (ganggang coklat).
Dari keempat kelas tersebut hanya
dua kelas yang banyak digunakan sebagai bahan mentah industri, yaitu :
a) Rhodophyceae (ganggang merah) yang terdiri dari:
Gracilaria dan Gelidium sebagai penghasil agar-agar
Chondrus banyak digunakan dalam pembuatan es krim dan berbagai jenis
makanan lainnya. Chondrus memiliki kandungan vitamin A yang tinggi.
Eucheuma, dan Gigartina sebagai penghasil karaginan.
Fulcellaria sebagai penghasil fulceran.
b) Phaeophyceae (ganggang coklat) yang antara lain terdiri dari :
Ascephyllumdan Macrocystis sebagai penghasil alginat
Laminaria
Laminaria banyak digunakan sebagai penghasil alginate, selain itu di beberapa
negara seperti Jepang, Amerika Serikat dan Korea juga menggunakannya
sebagai bahan makanan seperti sup dan acar. Laminaria memiliki kandungan
Fe dan protein tinggi, serta vitamin A dan C.
Sargassum
Sargassum banyak digunakan sebagai bahan makanan. Sargassum
merupakan salah satu sumber yodium, vitamin C, protein dan asam folat.
Sementara itu, ganggang hijau dan ganggang biru belum terlalu banyak
dikembangkan di Indonesia. Ganggang hijau dan ganggang biru juga dikenal
mengandung protein yang tinggi sehingga di beberapa negara seperti Jepang, China
dan Philipina banyak digunakan sebagai bahan makanan. Salah satu jenis ganggang
hijau yang banyak dikenal adalah Chlorella. Chlorella diketahui memiliki kandungan
lipid dan protein tinggi yang mengandung semua asam-asam amino esensial. Oleh
karena itu dapat digunakan sebagai bahan makanan untuk penerbangan luar
angkasa. Walaupun Chlorella dapat digunakan sebagai makanan pengganti, namun
biaya budidayanya sangat mahal.

PROFIL BISNIS
November 2012

Gambar 1: Beberapa Jenis Rumput Laut yang Bernilai Ekonomis Penting

Eucheuma Denticulum

Eucheuma Spinossum

Sargassum Duplicatum

Glacillaria Sp

Chondrus

Eucheuma Cottonii

Jenis rumput laut yang dibudidayakan secara luas di Indonesia terdiri dari
jenis Euchema Cottoni dan Glacilaria, dengan perbandingan hasil panen diperkirakan
70:30. Indonesia mengekspor 80% Euchema Cottoni yang dihasilkan, sementara itu
80% Glacilaria yang dihasilkan dikonsumsi di dalam negeri. Cottoni memiliki pasar
internasional yang sangat baik, karena dapat menghasilkan karagenan. Karagenan
ini kemudian yang digunakan sebagai bahan penolong lebih dari 500 produk
konsumsi.
Rumput laut mengandung berbagai macam gizi yang bermanfaat bagi
tubuh. Kandungan rumput laut umumnya adalah mineral esensial (besi, iodin,
aluminum, mangan, calsium, nitrogen dapat larut, phosphor, sulfur, chlor. silicon,
rubidium, strontium, barium, titanium, cobalt, boron, copper, kalium, dan unsurunsur lainnya), asam nukleat, asam amino, protein, mineral, trace elements, tepung,
gula dan vitamin A, D, C, D E, dan K. Komposisi kimiawi dari beberapa jenis
rumput laut dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

PROFIL BISNIS
November 2012

Tabel 2 : Komposisi Kimiawi Beberapa Jenis Rumput Laut

Jenis RL
E. Cottonii
Sargassum sp
Turbinaria sp
Glaceria sp

Karbohidrat
(%)
57.52
19.06
44.9
41.68

Protein
(%)
3.46
5.53
4.79
6.59

Lemak
(%)
0.93
0.74
1.66
0.68

Air (%)
14.96
11.71
9.73
9.38

Abu (%)
16.05
34.57
33.54
32.76

Serat
Kasar (%)
7.08
28.39
16.38
8.92

Sumber: http://penyuluhpi.blogspot.com/

PROFIL BISNIS
November 2012

III. PEMANFAATAN RUMPUT LAUT DALAM INDUSTRI


Usaha budidaya rumput laut dengan produk turunannya telah dilakukan di
beberapa wilayah pesisir pantai Indonesia. Usaha pengolahan rumput laut ini
dikelola secara sederhana oleh sebagian masyarakat. Namun masih banyak yang
mengandalkan penjualan rumput laut dalam bentuk rumput laut kering. Padahal
pengolahan rumput laut menjadi barang setengah jadi dapat dilakukan secara
sederhana di industri rumah tangga.
Di samping digunakan langsung sebagai makanan, rumput laut juga dapat
digunakan sebagai penghasil alginat, agar-agar, carrageenan, fulceran, pupuk,
makanan ternak, yodium dan lain sebagainya. Pengolahan rumput laut menjadi
bahan setengah jadi dapat dilakukan dalam bentuk agar-agar, karagenan dan
alginate. Pembuatan agar-agar, karagenan dan alginate dapat dilakukan mulai dari
skala industri rumah tangga karena prosesnya yang mudah, sampai dengan industri
besar. Berikut ini penjabarannya:
1. Agar-agar
Agar-agar merupakan hidrokoloid rumput laut yang
memiliki kekuatan gel yang sangat kuat. Senyawa ini
dihasilkan dari proses ekstraksi rumput laut kelas
Rhodophyceae terutama genus Gracilaria dan Gelidium.
Agar-agar merupakan senyawa polisakarida dengan
rantai panjang yang disusun dari dua pasangan molekul
agarose dan agaropektin. Fungsi utama agarose adalah untuk mencegah
terjadinya dehidrasi dari makanan yang ditambahkan. Pembuatan agar-agar
dapat berupa kertas agar-agar dan tepung agar-agar.
2. Karagenan
Karagenan adalah senyawa hidrokoloid, merupakan
senyawa polisakarida rantai panjang yang diekstraksi
dari rumput laut jenis karagenofit seperti Eucheuma sp,
Hypnea sp. Karagenan dibedakan menjadi tiga macam
yaitu iota karagenan, kappa karagenan dan lambda
karagenan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel. Kappa
karagenan menghasilkan gel yang kuat, sedangkan iota
karagenan membentuk gel yang halus dan mudah dibentuk. Karagenan
digunakan pada makanan sebagai bahan pengental, pembuatan gel dan
pengemulsi.
8

PROFIL BISNIS
November 2012

3. Alginat.
Alginat merupakan hidrokoloid yang diekstrak dari alga
coklat atau Phaeophyceae. Rumput laut penghasil alginat
diantaranya adalah genus Sargassum dan Turbinaria. Alginat
menjadi penting karena penggunaannya yang luas dalam
industri karena sifatnya sebagai pembentuk gel, bahan
pengemulsi dan lain-lain. Di dalam bidang kosmetik dan
farmasi, alginat dimanfaatkan dalam bentuk asam alginat,
garam sodium alginat dan kalsium alginate. Dalam skala
perdagangan, alginat merupakan salah satu komoditas ekonomi yang sedang
meningkat permintaannya dari tahun ke tahun. Beberapa turunan dari alginat
yang banyak digunakan:
a). Asam alginat
Sifat asam alginat tidak larut dalam air, akan tetapi akan mengembang,
sehingga dapat berfungsi sebagai disintegrating agent dan berguna dalam
pembuatan tablet. Selain itu asam alginat juga banyak digunakan untuk
bahan pelangsing tubuh dan atau makanan diet, atau juga sebagai bahan
pengikat seperti pada produk pasta gigi dan shaving cream.
b). Sodium alginat
Sodium alginat banyak digunakan dalam industri obat-obatan cair karena
bisa meningkatkan viskositas atau kekentalan. Aplikasi di dalam industri
farmasi misalnya pada pengisi obat penicillin dan obat-obat sulfa.
c). Kalsium alginat
Kalsium alginat merupakan bahan untuk pengemulsi yang dapat digunakan
dalam pembuatan kapsul. Selain sifatnya sebagai pengemulsi, kalsium
alginat juga bersifat sebagai pengental. Aplikasi dalam industri kosmetik
adalah pada shampoo cair atau bahan untuk pencuci rambut.

PROFIL BISNIS
November 2012

Gambar 2: Keterkaitan Komoditas Rumput Laut dengan Industri Lain

Sumber: Kementerian Perindustrian, 2011

Dari hasil olahan rumput laut menjadi bahan setengah jadi tersebut, dapat
diturunkan lagi menjadi berbagai jenis olahan, yaitu:
1. Industri pangan
Jelly merupakan makanan paling sederhana yang dibuat dari agar, alginat dan
karagenan. Jelly biasanya diproduksi dicampur dengan bahan makanan lain
seperti buah, ekstrak kacangkacangan. Tujuan penambahan agar, karagenan
ataupun alginat diantaranya adalah untuk mendapatkan tekstur tertentu, untuk
makanan diet, stabilizer, pengental dan lain sebagainya. Pada industri makanan
kaleng, seperti daging dan ikan dalam kaleng, memerlukan bahan pengental,
pembentuk gel serta pensuspensi dengan memanfaatkan agar dan karagenan.
Hal ini dilakukan agar produk dalam kaleng memiliki kemampuan melting
temperature dan gel strength lebih tinggi. Selain itu, kemampuan alginat dan
karagenen dalam membentuk busa dan kejernihan menyebabkan hidrokoloid
tersebut dimanfaatkan dalam proses pembuatan bir.

10

PROFIL BISNIS
November 2012

2. Industri Farmasi, Kosmetik dan Bioteknologi


a) Industri Farmasi
Faktor yang mempengaruhi rumput laut dalam industri farmasi antara lain
sifat kimia fisika dari senyawa metabolit primer dan sekunder yang
dihasilkan. Senyawa metabolit primer yang dimaksud adalah agar,
karagenan (iota, kappa dan lambda) serta alginat. Senyawa-senyawa ini
berfungsi sebagai suspending aget, thickener, emulsifier, stabilizer, film former,
coating agent, gelling agent, dan lain sebagainya.
b) Industri Kosmetik
Pada industri kosmetik, penggunaan agar, karagenan dan alginat biasanya
digunakan untuk produk sabun krim, sabun cair, shampoo, lotions, pasta
gigi, pewarna bibir dan produk-produk perawatan kulit seperti hand body
lotion dan pencuci mulut serta hair lotions.
c) Bioteknologi
Sebagian besar agar digunakan dalam bidang makanan. Penggunaan dalam
bidang bioteknologi kurang lebih hanya 9% yaitu digunakan sebagai
medium untuk menumbuhkan mikroba,seperti bakteri, jamur,yeast, mikro
alga. Penggunaan lain sebagai medium dalam industri perbanyakan bibit
secara kultur jaringan.
d) Industri non pangan
Penggunaan agar, karagenan dan alginat di dalam industri non pangan
diantaranya adalah industri makanan ternak, keramik, cat, tekstil, kertas dan
pembuatan film fotografis.

11

PROFIL BISNIS
November 2012

Gambar 3: Pohon Industri Rumput Laut

Sumber: www.kemenperin.go.id, 2012

12

PROFIL BISNIS
November 2012

IV. POTENSI PERDAGANGAN RUMPUT LAUT


Sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.504 pulau dan
panjang pantai yang mencapai 81.000 km, Indonesia memiliki peluang dan potensi
budidaya laut yang sangat besar untuk dikembangkan. Menurut Kementrian
Kelautan dan Perikanan, luas budidaya laut diperkirakan mencapai 26 juta ha, dan
kurang lebih dua juta ha diantaranya sangat potensial untuk pengembangan rumput
laut dengan potensi produksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per ha. Potensi
rumput laut Indonesia dapat menjadi salah satu sumber pemasukan devisa negara,
dan juga mampu menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor rumput laut
terbesar di dunia.
Tabel 3: Produksi Rumput Laut Indonesia
Tahun

Produksi (Ton)

Pertumbuhan YoY

2006

1.374.462

2007

1.728.475

25,76%

2008

2.145.060

24,10%

2009

2.963.556

38,16%

2010

3.906.420

31,82%

2011

4.539.413

16,20%

2014

10.000.000

120,29%

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, diolah, 2011

Produksi rumput laut dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan


yang cukup signifikan. Pada 2006 sebesar 1,37 juta ton dan pada 2011 mencapai 4,5
juta ton. Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan sendiri menargetkan
pencapaian produksi rumput laut sebesar 10 juta ton pada 2014. Secara keseluruhan,
kontribusi produksi rumput laut menyumbang 62,22 persen dari total produksi
perikanan budidaya atau hampir sekitar 2/3 dari total produksi perikanan
budidaya.

13

PROFIL BISNIS
November 2012

Gambar 4 : Market Share Rumput Laut Dunia


Berdasarkan Nilai Tahun 2010

Sumber : Outlook Industri 2012: Strategi Percepatan dan Perluasan Agroindustri

Dari sisi nilai ekspor, pada 2010 Indonesia menempati posisi ke dua dengan
pangsa 20,74 persen. Sementara itu urutan lima besar negara eksportir lainnya
adalah China menempati posisi pertama dengan share ekspor sebesar 21,64 persen,
dan seterusnya adalah Korea yang menempati posisi ketiga dengan share 14,86
persen, Chile diposisi keempat dengan share 10,86 persen, dan Philipina posisi
kelima dengan share 5,83 persen.
Tabel 4: Pangsa Pasar Ekspor Rumput Laut Dunia
Negara

Pangsa Pasar Eksportir Utama Berdasarkan Volume (%)

2006
Indonesia 31,68
Chile
13,77
China
15,58
Korea
6,60
Ireland
4,15
Philippines 6,41
Lainnya
21,81

2007
32,54
17,97
14,43
4,63
4,33
4,30
21,80

2008
32,77
18,32
11,71
5,78
5,31
4,51
21,60

2009
34,24
19,03
9,60
5,98
7,09
5,05
17,50

2010
35,75
19,03
9,60
5,98
7,09
5,05
17,50

Rata-rata
33,40
17,91
12,49
5,66
5,52
4,84
20,18

Sumber: Kementerian Perdagangan 2011

Pada tahun 2010 ekspor rumput laut Indonesia mencapai 33,40% dari
volume ekspor rumput laut dunia yang mana menduduki peringkat utama dari sisi
volum ekspor. Namun jika dilihat dari nilai ekspor, Indonesia masih kalah tertinggal
dari negara-negara dengan volume ekspor yang lebih rendah. Berdasarkan nilai
ekspor rumput laut, Indonesia hanya mampu menempati posisi ke-dua, di mana
sejak tahun 2006 hingga tahun 2011 nilai ekspor Indonesia rata-rata sebesar 101.865
ribu USD.

14

PROFIL BISNIS
November 2012

Tabel 5: Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Indonesia


Berdasarkan Volume (ton)

No
1
2
3
4
5
6

Negara Tujuan
China
Philippines
Vietnam
Hongkong
Korea
Lainnya
Total Ekspor
Pangsa

2006
35.834
11.145
4.135
15.673
3.842
24.956
95.588
73,89

2007
23.318
10.878
10.140
20.890
5.421
23.425
94.073
75,10

2008
43.620
17.908
8.252
7.070
5.613
17.484
99.948
82,51

2009
51.085
6.700
13.991
2.323
5.019
14.882
94.002
84,17

2010
72.212
12.512
15.232
5.252
3.056
14.808
123.074
87,97

2011
101.231
10.411
14.229
6.413
8.084
20.580
160.948
87,21

Rata-rata
54.550
11.592
10.997
9.604
5.173
19.356
111.272
80,73

Sumber: Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, 2011


*Pangsa Lima Negara terhadap total ekspor rumput laut Indonesia

Berdasarkan negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia (berdasarkan


volume), China, Philippines, Vietnam, Vietnam, Hongkong dan Korea merupakan
lima negara terbesar yang menjadi negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia.
Lima negara ini mampu menyerap ekspor rumput laut Indonesia hingga 80,73
persen dari total ekspor rumput laut Indonesia dalam kurun waktu 2006 sampai
2011. Negara-negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia lainnya Chile, Jerman,
Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan lainnya.
Tabel 6: Negara Tujuan Ekspor Rumput Laut Berdasarkan Nilai (US$ 1000)
No
1
2
3
4
5
6

Negara Tujuan
China
Philippines
Vietnam
Korea
Inggris
Lainnya
Total Ekspor

2006
12.875
6.051
1.402
2.281
2.416
24.558
49.586

2007
11.179
7.079
3.182
3.403
2.025
30.651
57.522

2008
35.232
27.896
3.475
7.576
6.207
29.764
110.153

2009
39.007
7.746
7.130
5.575
5.644
22.669
87.773

2010
70.277
16.688
10.466
4.017
4.327
30.161
135.939

2011
86.414
12.272
12.263
9.325
3.398
46.542
170.214

Rata-rata
42.497
12.955
6.320
5.363
4.003
30.724
101.865

Pangsa
50,47
46,71
72,97
74,17
77,81
Sumber : Outlook Industri 2012: Strategi Percepatan dan Perluasan Agroindustri

72,66

64,43

Jika dilihat berdasarkan nilai, China, Philippines, Vietnam dan Korea masih
berada di peringkat teratas negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia. Satu hal
yang menarik yang dapat dilihat dari tabel di atas adalah bahwa Inggris menempati
posisi kelima sebagai negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia berdasarkan nilai,
yaitu rata-rata sebesar US$ 4.003. Padahal jika dilihat berdasarkan volume ekspor,
Inggris tidak masuk ke dalam lima negara terbesar tujuan ekspor rumput laut
15

PROFIL BISNIS
November 2012

Indonesia berdasarkan volume. Artinya, dengan volume ekspor rumput laut yang
relatif kecil ke Inggris, Indonesia bisa mendapat keuntungan yang relatif besar dari
Inggris. Hal ini tentu saja bisa menjadi sinyal positif bahwa Inggris bisa menjadi
salah satu negara tujuan ekspor rumput laut Indonesia yang sangat potensial ke
depannya.
Meskipun Indonesia merupakan salah satu negara terbesar yang
memproduksi dan mengekspor rumput laut di dunia, ternyata Indonesia juga
melakukan impor rumput laut. Impor rumput laut tersebut dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan industri pengolahan domestik khususnya pada industri
makanan. Industri ini memerlukan bahan baku rumput laut yang sudah diolah
dalam bentuk karagenan murni (refined carrageenan), sementara produksi di
Indonesia belum memenuhi.
Impor rumput laut Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan.
Pada tahun 2006 Indonesia hanya mengimpor sebanyak 322 ton, melonjak menjadi
779 ton pada tahun 2010. Walaupun rasio antara impor dengan ekspor rumput laut
cukup kecil (0,63 pada tahun 2010), ternyata margin atau selisih nilai jual antara
rumput laut kering dengan rumput laut yang sudah diolah sangat besar.
Tabel 7 : Perkembangan Ekspor-Impor
Rumput Laut Indonesia (ton)

Tahun
2006
2007
2008
2009
2010

Ekspor (X) Impor (M) Rasio M/X (%)


95,588
322
0.34
94,073
310
0.33
99,949
1,343
1.34
94,003
1,056
1.12
123,075
779
0.63

Sumber : Outlook Industri 2012: Strategi Percepatan dan


Perluasan Agroindustri

Nilai tambah bisnis dari produk olahan rumput laut sangat bervariasi, tergantung
dari harga bahan baku, biaya operasional produksi, serta harga produk olahan di
pasar. Sebagai contoh, rumput laut jenis Eucheuma Cotoni yang sudah diolah
menjadi karaginan untuk industry bisa menghasilkan nilai tambah hingga 1.700
persen.

16

PROFIL BISNIS
November 2012

Tabel 8: Perbandingan Harga Produk Olahan Rumput Laut


Jenis Produk
Rumput laut kering/mentah
Rumput laut kering potong (alkali
treated cottonni chips/ATCC)
Karaginan setengah murni (Semi
refined carrageenan/ SRC)
Karaginan murni untuk industri
(Refined carrageenan /RC)
Karaginan murni untuk makanan
(Refined carrageenan /RC)

Harga
(Rp/Kg)

Pertambahan
Nilai (%)

10,000 50,000

400

70,000

600

180,000

1,700

200,000

1,900

Sumber : Outlook Industri 2012: Strategi Percepatan dan


Perluasan Agroindustri

17

PROFIL BISNIS
November 2012

V. KENDALA DAN TANTANGAN


Berdasarkan
Outlook Industri 2012, Strategi Percepatan dan Perluasan
Agroindustri yang dibuat oleh Kementerian Perdagangan dan Perindustrian, dapat
diidentifikasi dan diklasifikasikan beberapa permasalahan atau kendala yang tengah
dihadapi pembudidaya dan industri pengolahan rumput laut nasional, antara lain:
1. Subsistem Hulu
a. Terbatasnya ketersediaan bibit unggul; bibit yang dipergunakan
pembudidaya kebanyakan berasal dari hasil produksi yang digunakan
kembali sebagai bibit (vegetatif).
b. Belum adanya lembaga resmi yang ditunjuk sebagai penyedia bibit unggul.
c. Belum adanya regulasi standarisasi proses produksi (SNI), distribusi, dan
pengawasan bibit unggul.
2. Subsistem Produksi
a. Lemahnya SDM pembudidaya, khususnya dalam tahap pascapanen, yaitu
pengolahan rumput laut basah menjadi produk yang lebih bernilai tambah.
b. Rendahnya perlindungan dan kepastian hukum yang disebabkan belum
adanya zoning kawasan budidaya rumput laut yang diakui secara de jure,
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di daerah.
c. Belum terdapat peta kesesuaian lahan budidaya rumput laut yang dapat
mengidentifikasi jenis-jenis rumput laut apa saja yang cocok dikembangkan
di suatu wilayah.
d. Belum terdapat peta ketersediaan sumber alam rumput laut untuk jenis-jenis
sargasum, gelidium, pterocladia dan ptilophora.
e. Belum seragamnya penggunaan pola tanam rumput laut dalam satu
kawasan.
f. Adanya faktor penghambat akibat pengaruh alam, seperti munculnya virus
yang menempel pada rumput laut yang mengakibatkan rumput laut
menjadi rontok, dan juga ancaman gelombang besar/pasang yang
mengakibatkan kerusakan hingga 90 persen pada metode rakit dan 10
persen pada metode patok
3. Subsistem Hilir
a. Masih rendahnya kualitas hasil budidaya rumput laut, baik rendahnya
kandungan karaginan maupun tingginya kadar air. Beberapa penyebabnya
antara lain karena panen dilakukan pada umur 30 hari, padahal seharusnya
panen dilakukan pada umur 45 sampai 60 hari.
b. Masih rendahnya pengetahuan tentang proses pengemasan (packing) bahan
mentah (raw material), dari pembudidaya hingga ke pabrikasi.
18

PROFIL BISNIS
November 2012

c. Belum banyaknya bentuk produk olahan atau upaya diversifikasi bentuk


olahan yang dikerjakan oleh pembudidaya dan UMKM di sekitar lokasi
budidaya.
d. SNI pengolahan dan produk olahan rumput laut belum tersedia secara
lengkap, sehingga masih mengacu kepada standar yang diberikan oleh
importir.
e. Spread margin usaha relatif kecil. Harga jual rumput laut (per kg) dari
pembudidaya kepada pengumpul kecil relatif rendah. Berbeda apabila
petani budidaya rumput laut dapat menjual langsung kepada pengumpul
besar rumput laut.
4. Subsistem Pembiayaan
a. Masih terbatasnya fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan, salah satu
penyebabnya karena ketiadaan agunan.
b. Keterbatasan permodalan mengakibatkan terbatasnya luasan lahan yang
dapat digunakan untuk budidaya. Contohnya pada masyarakat
pembudidaya di Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat,
di mana umumnya satu KK hanya menanam dengan luas area 3 are atau 5
rakit, di mana 1 are = 100 m2 atau 1 rakit = 7m x 7m. Padahal 1 KK idealnya
menanam 5 are atau 10 rakit, agar dapat menghasilkan pendapatan yang
layak
5. Subsistem Kelembagaan
a. Lemahnya fungsi kelembagaan pada stakeholders yang mempunyai
kepentingan pada pengembangan usaha budidaya rumput laut, mulai dari
tingkat pembudidaya, pengolahan hasil produksi, pedagang, hingga
eksportir.
b. Sistem pembinaan dan penyuluhan secara berjenjang dari tingkat pusat,
provinsi hingga ke kabupaten belum dirancang dan dilakukan secara
terstruktur.
c. Belum maksimalnya sosialisasi hasil penelitian tentang pengembangan jenis
rumput laut menjadi produk yang lebih bernilai tambah.
Adapun tantangan dalam pengembangan budidaya rumput laut antara lain:
1. Peluang pasar rumput laut demikian besar sehingga rumput laut lebih dominan
sebagai komoditas dagang dari pada sebagai komoditas industri. Hal ini
membawa dampak pada fluktuasi harga yang sangat tajam. Mengingat
komoditas dagang mengedepankan besaran margin yang diperoleh pada setiap
mata rantai pemasaran, sedangkan komoditas industri lebih memfokuskan pada
kestabilan pasokan yang dapat menjamin keberlanjutan proses produksi.
19

PROFIL BISNIS
November 2012

2. Kualitas rumput laut yang terbaik ditentukan oleh jangka waktu budidaya, yaitu
sekitar 45 hari setelah tanam. Kenyataannya, pembudidaya sebagian besar
memanen rumput laut sebelum waktunya (< 45 hari), akibatnya sebagai
komoditas industri kualitas rumput laut rendah, tetapi sebagai komoditas
dagang selalu terserap oleh pasar (terjual). Hal ini terjadi karena secara fisik sulit
untuk mengetahui kualitas rumput laut berdasarkan umurnya (panen).
3. Harga rumput laut ditentukan oleh besar asalan (kering matahari). Sering kali
pembudidaya tidak mengindahkan tata cara penanganan pascapanen yang baik,
misalnya untuk mencapai berat tertentu pembudidaya menjemur rumput laut di
atas pasir sehingga kotoran banyak melekat dan menambah berat. Beberapa
tantangan tersebut harus segera mendapat penanganan agar pengembangan
rumput laut ke depan dapat berjalan dengan baik.

20

PROFIL BISNIS
November 2012

V. PELUANG PEMBIAYAAN OLEH PERBANKAN


Penggunaan rumput laut sebagai bahan dasar berbagai industri membuat
permintaannya semakin naik dari tahun ke tahun, namun tidak diikuti dengan
peningkatan penawaran yang signifikan. Dari data tahun 2006 hingga 2010 terjadi
defisit rumput laut dunia akibat permintaan yang melebihi jumlah produksinya.
Pada tabel berikut dapat dilihat bahwa masih ada peluang pasar sebesar 72 ribu ton
akibat tingginya permintaan akan rumput laut. Kondisi ini tentu dapat menjadi
potensi bagi peningkatan pengembangan budi daya rumput laut Indonesia.
Tabel 9: Perkiraan Hasil Produksi dan Perkiraan
Kebutuhan Rumput Laut Dunia
No
1

Uraian

Produksi dan Kebutuhan per Tahun (Ton Kering)


2006

2007

2008

2009

2010

Eucheuma sp
a Kebutuhan Dunia
b Produksi Indonesia
c Produksi Luar Negeri
d Peluang Pasar

202,300
56,000
100,000
46,300

218,100
60,000
105,000
53,100

235,300
66,000
110,250
59,050

253,900
73,000
115,800
65,100

274,100
80,000
121,590
72,510

Glacilaria sp
a Kebutuhan Dunia
b Produksi Indonesia
c Produksi Luar Negeri
d Peluang Pasar

79,200
29,000
37,000
14,200

87,040
36,000
40,700
10,340

95,840
41,500
44,700
9,570

105,440
48,000
49,250
8,190

116,000
57,500
54,200
4,300

Sumber : Outlook Industri 2012: Strategi Percepatan dan Perluasan Agroindustri

Rumput laut cukup mudah untuk dibudidayakan di perairan laut Indonesia.


Rumput laut merupakan salah satu komoditi yang potensial dan dapat menjadi
andalan bagi upaya pengembangan usaha skala kecil dan menengah (UKM). Hal ini
karena rumput laut sangat banyak digunakan baik melalui pengolahan sederhana
yang langsung dikonsumsi maupun melalui pengolahan yang lebih kompleks untuk
dijadikan barang setengah jadi dan diolah lebih lanjut industri hilir menjadi barang
jadi yang dapat digunakan (dikonsumsi) langsung, seperti produk farmasi, kosmetik
dan pangan serta produk lainnya. Petani rumput laut pada umumnya berusaha
dengan skala kecil (UKM), sedangkan industri pengolahan rumput laut pada
umumnya pada skala usaha menengah. Untuk keperluan tersebut petani dan pelaku
industri tidak dapat berdiri sendiri, untuk itu diperlukan kehadiran lembaga
keuangan yang dapat membantu dalam proses tersebut.
21

PROFIL BISNIS
November 2012

Terdapat 7 provinsi terbesar penghasil rumput laut yang berpotensi untuk


dibiayai sebagaimana yang ditunjukan pada tabel berikut ini.
Tabel 10 : Lokasi Penyebaran Budi Daya Rumput Laut (dalam ton)
Provinsi
Wilayah
2011

No
1

Sulawesi Selatan

Sulawesi Tengah

Sulawesi
Tenggara

Jawa Timur

NTT

NTB

Bali

Provinsi Lainnya

Luwu, Pinrang, Bulukumba,Bantaeng,


Pangkep
Banggai, Morowali,Poso, Donggala,ToliToli, Buol, Parigi Mouton,Tojo Una Una
Kabupaten Wakatobi,Kota Kendari,
Konawe, Bombana, Konawe Utara dan
Konawe Selatan, Kabupaten Kolaka,
Bau-Bau Buton, Muna Buton Utara
Sumenep, Pasuruan, Banyuwangi
Kupang, Alor, Lembata, Sikka, Ngada,
Manggarai, Rote Ndao
Pengantap-sekotong Lombok Barat,
Mertak Lombok Tengah,Lombok
Timur,Sumbawa Barat,Terano
Sumbawa,Kwangko Dompu,Teluk
Waworanda Bima.
Badung, Klungkung
Jumlah

1,024,302
734,381

586,965

Persentase
22.56%
16.18%

12.93%

9.02%

409,536

8.31%

377,200

6.12%

277,700

2.34%

106,398
1,022,931
4,539,413

22.53%
100.00%

Sumber: http://www.djpb.kkp.go.id/ dan website masing-masing Pemerintah Provinsi, diolah

Sebagian besar provinsi di Indonesia mampu dan memiliki potensi yang


besar dalam menghasilkan produksi rumput laut. Provinsi yang paling dominan
memproduksi rumput laut pada tahun 2011 adalah Provinsi Sulawesi Selatan yaitu
sebesar 22,6%, Sulawesi Tengah 16,2%, Sulawesi Tenggara 12,9%, Jawa Timur 9,0%,
NTT 8,3%, NTB 6,1%, dan Bali sebesar 2,3%. Berdasarkan data tersebut di atas,
daerah Indonesia bagian timur memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap
produksi rumput laut nasional.
Pengembangan budidaya rumput laut harus pula diikuti dengan
pengembangan industri pengolahannya, karena nilai tambah rumput laut sebagian
besar terletak pada industri pengolahannya. Sebagai penyedia bahan baku industri,
22

PROFIL BISNIS
November 2012

rumput laut memiliki turunan yang sangat beragam, mulai dari bahan makanan
sampai dengan kosmetik dan obat-obatan. Permintaan komoditas rumput laut dan
produk olahannya terus mengalami peningkatan, seperti dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 11: Perkiraan Kebutuhan Dunia Terhadap Produk
Olahan Rumput Laut (Ton)

Jenis Produk
Karagenan (Refined
Carrageenan/RC)
Karagenan (Semi Refined
Carrageenan/SRC)
Agar
Alginat (food grade)
Alginat (industrial grade)
Total

2006

2007

2008

2009

2010

26,160

27,470

28,850

30,285

31,800

33,350
12,357
10,730
20,735
103,332

36,690
13,600
11,530
22,800
112,090

40,355
14,970
12,400
25,090
121,665

44,390
16,470
13,330
27,600
132,075

48,830
18,120
14,330
30,360
143,440 S

Sumber : Outlook Industri 2012: Strategi Percepatan dan Perluasan Agroindustri

Kenyataan menunjukkan bahwa industri yang mengolah rumput laut dari


bahan baku menjadi bahan setengah jadi maupun bahan jadi belum begitu banyak
di Indonesia. Dengan demikian sebagian besar produksi rumput laut masih
diekspor dalam bentuk bahan mentah yang nilai tambahnya belum dinikmati oleh
petani-nelayan, produsen, pemerintah daerah, stakeholders lainnya. Pengembangan
industri rumput laut dari hulu ke hilir mempunyai nilai yang strategis, dimulai dari
industri budi daya, industri pengolahan, pemasaran, maupun kegiatan riset dan
pengembangan.
Tabel 12 : Perusahaan Pengolahan Rumput Laut

No
1
2
3
4
5
6
7
8

Perusahaan
PT. Gumindo
PT. Garlic Artha Bahar
PT. Bantimurung Indah
PT. Seamatec
PT. Surya Indoalgas
PT. Cahaya Cemerlang
PT. Rumput Laut Jaya
PT. Agarindo Bogatama

Kapasitas (Ton/bln)
3,000
1,600
1,000
720
600
500
30-50
160

Produk
SRC
Petfood, RC
ATC
Petfood, RC
RC, Jelly
ATC
Bibit, rumput laut kering
Agar

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011, diolah

23

PROFIL BISNIS
November 2012

Industri pengolahan rumput laut di Indonesia saat ini terdiri dari industri
pembuat agar-agar (konsumsi dan ekstrak agar) dan industri karagenan. Saat ini
terdapat sekitar 20-23 industri pengolahan rumput laut di Indonesia, 14 di antaranya
adalah industri penghasil karagenan. Selain itu juga masih ada industri pengolahan
rumput laut menjadi makanan khas di beberapa daerah, dalam skala usaha kecil.
Salah satu perusahaan pengolahan rumput laut yang terkenal adalah PT. Agarindo
Bogatama, yang menjual produk agar-agar dengan merek Swallow Globe. Saat ini,
80% hasil produksi produk tepung agar-agar dengan merek Swallow Globe itu
dijual di pasar domestik. Sisanya diekspor ke berbagai negara, seperti China,
Jepang, Eropa, dan USA.
Bank BRI sebagai lembaga keuangan bergerak diseluruh segmen dari UKM
sampai corporate, mempunyai peluang yang sangat besar sebagai sumber dana
keberlangsungan bisnis rumput laut. Pemberian pinjaman berupa kredit investasi
dan modal kerja termasuk trade finance dapat diberikan kepada usaha budidaya (on
farm), industri pengolahan (down stream) bahkan pada industri off farm yang
menghasilkan sarana produksi untuk subsektor agribisnis ini.
Gambar 5 : Penyaluran Kredit Rumput Laut BRI
per September 2012 (Juta)

Sumber: Internal BRI

Total penyaluran kredit BRI terhadap komoditi rumput laut per September
2012 adalah sebesar Rp57,77 miliar, dengan rincian pembiayaan kepada budidaya
biota rumput laut sebesar Rp41,20 miliar dan pembiayaan kepada perdagangan
24

PROFIL BISNIS
November 2012

eceran hasil bumi khusus rumput laut sebesar Rp16,57 miliar. Non Performing Loan
per September 2012 tidak terlalu tinggi masih bisa terjaga di bawah 3% yaitu
masing-masing NPLnya adalah sebesar 2,59% dan 2,85%.

Gambar 6: Jumlah Debitur Rumput Laut BRI


per September 2012 (Debitur)

Sumber: Internal BRI

Per September 2012 total debitur adalah sebanyak 4.438 debitur, di mana
sebanyak 138 debitur berada dalam posisi NPL. Jika jumlah Outstanding (OS) dibagi
dengan jumlah debitur maka didapatkan jumlah kredit yang disalurkan rata-rata
sebesar Rp13 juta per debitur. Hal ini mengindikasikan bahwa kredit yang
disalurkan sebagian besar berada ditingkat mikro untuk pembiayaan budi daya dan
perdagangan rumput laut. Untuk itu perlu adanya perluasan ekspansi kepada
industri pengolahan rumput laut, mengingat besarnya potensi yang ada. Hal ini
juga sejalan dengan rancangan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah dan
menghidupkan industri rumput laut dalam negeri.
Portofolio penyaluran kredit terhadap rumput laut masih sangat jauh
dibandingkan dengan total nilai produksi rumput laut nasional. Pada tahun 2011
saja nilai produksi rumput laut nasional adalah sebesar Rp10,23 triliun, sehingga
persentase pembiayaan oleh BRI hanya sekitar 0,56% dari nilai produksi rumput
25

PROFIL BISNIS
November 2012

laut nasional. Hal ini tentu merupakan potensi yang sangat besar bagi BRI untuk
menyerap pangsa pasar rumput laut nasional terutama di daerah-daerah penghasil
rumput laut.
Pembiayaan bisa dilakukan kepada pelaku UMKM untuk pembiayaan
kepada petani rumput laut hingga level corporate terutama pada industri pengolahan
dan ekspor rumput laut. Pembiayaan kepada pelaku UMKM dapat diberikan secara
langsung kepada pelaku usaha maupun menggunakan pola kemitraan dengan
bekerja sama dengan koperasi atau perusahaan mitra yang melakukan pembinaan
khusus untuk usaha budi daya. Dengan adanya sistim Trickle Down Bussiness (TDB)
yang sedang dikembangkan oleh BRI saat ini, diharapkan dapat memaksimalkan
pembiayaan yang dilakukan dari hulu ke hilir.

26

PROFIL BISNIS
November 2012

DAFTAR PUSTAKA

Outlook Industri 2012: Strategi Percepatan dan Perluasan Agroindustri, Kementrian


Perdagangan dan Perindustrian, 2011
http://www.djpb.kkp.go.id/, Kementerian Kelautan dan Perikanan
http://sulsel.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=artic
le&id=111:pengolahan-rumput-laut-menjadi-bahan-jadi-dan-setengahjadi&catid=48:panduanpetunjuk-teknis-leaflet&Itemid=232
http://santikas08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/pengolahan-rumput-laut-menjadiagar-agar/
http://wong168.wordpress.com/2012/02/15/membuat-agar-agar-dari-rumputlaut/
http://bisnisukm.com/pengolahan-rumput-laut-menjadi-karagenan.html
http://nttprov.go.id
http://www.agarindo-bogatama.co.id/

27

Вам также может понравиться