Вы находитесь на странице: 1из 65

Jurnal Administrasi Negara

Volume 20 Nomor 3

ISSN : 1410 - 8399

Desember 2014

Susunan Redaksi
(The Composition of The Editorial)
Pengarah
(Adviser)

: Prof. Drs. Amir Imbaruddin, MDA., Ph.D.

Penanggung jawab
(Officially Incharge)

: Dra. Frida Chairunisa, M.Si.

Dewan Penyunting
:
(Board of Editors)
Redaktur/Penyunting Penyelia : Dr. Halim, S.H., M.H.
Penyunting

: Dr. Alam Tauhid Syukur, S.Sos., M.Si.


Dra. Gina Lucita, MBA.
Andi Rasdiyanti, S.S., M.Pd.
Erni Cahyani Ibrahim, S.E., Ak., M.M.

Penyunting Tamu

: Prof. Dr. Suratman (Universitas Hasanuddin).


Prof. Dr. Muh.Tahir Malik (Universitas Satria).
Drs. Muhammad Firdaus, MBA, Ph.D.
(PKP2A II LAN).

Tata Letak dan Sampul


(Layout and Cover)

: Syamsuddin, S.Hum., M.Si.

Sekretariat

: Deasy Mauliana, S.H., M.H.

Alamat (Address)

: Redaksi Jurnal Administrasi Negara


STIA-LAN Makassar
Jl.A.P.Pettarani No. 61, Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Telp
: (0411) 455949
Website : www.stialan makassar.ac.id
e-mail : jan.stialanmakassar@gmail.com

ARTIKEL YANG DIMUAT DALAM JURNAL ADMINISTRASI NEGARA


TIDAK MEWAKILI PANDANGAN RESMI STIA-LAN MAKASSAR

Jurnal Administrasi Negara, Volume 20 Nomor 3, Desember 2014

Salam Redaksi
Pembaca yang terhormat,
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terbitnya Jurnal Administrasi Negara edisi
Desember 2014. Pada edisi ini, Jurnal Administrasi Negara tampil kali ketiga dengan
format penulisan yang mengikuti standar penerbitan jurnal yang telah ditetapkan
dalam Peraturan dan Pedoman Akreditasi Terbitan Berkala Ilmiah yang termuat dalam
Peraturan Menteri di bidang Pendidikan dan peraturan pelaksanaannya.
Sebagaimana edisi sebelumnya, redaksi berharap tulisan-tulisan yang dimuat
benar-benar memenuhi standar yang telah ditetapkan tersebut sehingga kualitas
publikasi tulisan dalam Jurnal Administrasi Negara dapat terjamin tingkat keilmiahan,
orisinalitas, dan prosedurnya. Dengan demikian, bolak-balik koreksi tulisan antara
mitra bebestari dan dewan penyunting dengan kontributor tulisan menjadi tidak
terhindarkan. Hal ini tentunya akan bermanfaat pula bagi para kontributor tulisan
sebagai proses pembelajaran untuk mulai menyesuaikan diri dengan standar dan
mekanisme yang ditetapkan.
Terima kasih redaksi sampaikan kepada Frida Chairunisa dan Muhammad
Firdaus, Abdul Rahman, Wahidin, Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal, serta Halim,
Azwar Anas, dan Rohana Thahier, yang dengan sabar telah berupaya keras
memperbaiki tulisannya sesuai koreksi dari pihak mitra bebestari dan dewan
penyunting. Terima kasih juga redaksi sampaikan kepada pihak STIA-LAN Makassar
yang tetap mendukung dari segi biaya bahkan mendorong profesionalisme dan
objektivitas dalam penerbitan ini.
Pada kesempatan ini pula redaksi mengundang para calon kontributor yang
ingin mempublikasikan hasil penelitiannya untuk segera mengirimkan tulisannya
kepada redaksi. Akhir kata, semoga publikasi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
para kontributor, dan bangsa Indonesia. Salam Perubahan.

Redaksi JAN

Jurnal Administrasi Negara, Volume 20 Nomor 3, Desember 2014

Jurnal Administrasi Negara


Volume 20 / Nomor 3

ISSN : 1410-8399

Desember 2014

DAFTAR ISI
Model Knowledge Management
(Studi Perbandingan Bappeda Kota Surabaya Dan Kabupaten Sragen)
Knowledge Management Models
(A Comparative Study of Local Planning Boards in the City of Surabaya
and in Sragen Local)
Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus ................................................... 99 - 114
Measuring The Impact of Modernized Tax Administration System
on Tax Compliance by Tax Sanction, Tax Morale, and Tax Service
as Intervening Variables
Mengukur Dampak Sistem Administrasi Perpajaan Modern Terhadap
Kepatuhan Perpajakan dengan Sanksi Pajak, Moral Pajak dan
Pelayanan Pajak Sebagai Variabel Perantara
Abdul Rahman ............................................................................................... 115 -125
Implementasi Kebijakan Transportasi Kota Dilihat dari Aspek
Ketersediaan Sumber Daya Manusia (Studi Kasus Kota Makassar)
City Transportation Policy Implementation Viewed from The Aspect
of Human Resources Availability (Case Study Makassar)
Wahidin .......................................................................................................... 126 - 132
Kualitas Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor di Provinsi Sulawesi Selatan
Service Quality of Vehicle and Vehicle Sales Tax
in South Sulawesi Province
Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal ....................................................... 133 - 143
Etos Kerja Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Kecamatan Galesong Selatan
Kabupaten Takalar
Civil Services Ethos Work on Office of South Galesong Subdistrict
of Takalar District
Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier ..................................................... 144 - 157

Jurnal Administrasi Negara, Volume 20 Nomor 3, Desember 2014 / 99 -114


S T I A LAN

Jurnal
Administrasi Negara

MODEL KNOWLEDGE MANAGEMENT


(Studi Perbandingan Bappeda Kota Surabaya dan Kabupaten Sragen)
KNOWLEDGE MANAGEMENT MODELS
(A Comparative Study of Local Planning Boards in the City of Surabaya
and in Sragen Local)

Frida Chairunisa 1 dan Muhammad Firdaus 2


1

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi - Lembaga Administrasi Negara, Makassar.


e-mail: fchairunisa@yahoo.com

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi - Lembaga Administrasi Negara, Makassar.


e-mail: muhf2@yahoo.com

Abstrak
Pada era globalisasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi sangat
cepat dan kedua hal tersebut merupakan daya saing organisasi untuk mengembangkan
diri. Konsekuensinya, dalam mengerjakan tugas pokok dan fungsi harus berbasis
pengetahuan dan bukan common sense. Oleh karena itu knowledge management
menjadi penting keberadaannya dalam setiap organisasi. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat Model Knowledge Management, khususnya terkait dengan akuisisi,
diseminasi, dan aplikasi pengetahuan pada Bappeda Kota Surabaya dan Kabupaten
Sragen. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Data diperoleh
melalui angket yang disebarkan kepada kepada pegawai Bappeda pada Kota Surabaya
dan Kabupaten Sragen. Kedua daerah dan instansi di masing-masing daerah dipilih
secara purposive. Dalam hal ini peneliti berasumsi bahwa instansi Bappeda karena
tuntutan tugas dan fungsinya sangat tergantung pada pengetahuan. Hasil penelitian
menunjukkan adanya perbedaan dalam hal akuisisi pengetahuan antara kedua kota
tersebut. Kota Surabaya banyak menggunakan teknologi dalam mengakusisi
pengetahuan seperti pra-musrembang secara online. Sedangkan kabupaten Sragen
masih menggunakan cara konvensional melalui rembuk warga. Untuk diseminasi
pengetahuan kedua kota tersebut memiliki kesamaan model yaitu menggunakan eGovernment. Sedangkan dalam mengaplikasikan pengetahuan kedua kota tersebut
baru sebatas dalam bentuk SOP, notulen rapat, dan belum memiliki penerbitan berkala
seperti jurnal dan majalah.
Kata kunci: Knowledge Management, Akusisi, Diseminasi, dan Aplikasi Pengetahuan.
Abstract
In the era of globalization, the advancement of science and technology take place in
amasingly fast pace, and both are determinant of organizational competitiveness in
advancing itself. Consequently, the execution of tasks and functions must be knowledgebased rather than a common sense. Therefore, knowledge management becomes
important for every organization. This study attempts to investigate knowledge
management, especially in relation to acquisition, dissemination and application of

100

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

nowledge at the Planning Board of Sragen Regency and the City of Surabaya. This
study employs a descrtiptive quantitative method. Data were gathered using
questionnaires distributed to staff at the Planning Board of Sragen Regency and City of
Surabaya. Both local government and institutions were selected purposively. The
researcher assumes that a Planning Board, by the nature of its functions, is a type of
organization which is highly reliant knowledge. The results of the study shows that
there are differences between planning Boards in both local governments in terms of
knowledge acquisition. The city of Surabaya intensively employs technology in acquiring
knowledge such as online local planning deliberation (e-Musrenbang). Sragen regency
on the other hand uses a rather traditional method called Citizen Deliberation (rembuk
warga). For dissemination of knowledge, both local governments share the similar
models, that is using e-Government. In the application of knowledge both local
governments are in the stage of using standard operational procedures, meeting
minutes, and they both have not run publications such as journal or magazine.
Keywords: Knowledge Management, knowledge Acquisition, knowledge Dissemination,
knowledge Application.
PENDAHULUAN
Huang, Siau et al. (2005)
mengatakan bahwa saat ini dimana
persaingan pasar yang ketat menjadikan
pengetahuan sebagai sumber penting
dan terstruktur untuk meningkatkan
kinerja organisasi. Pada era ini,
pengetahuan menjelma menjadi asset
bernilai tinggi. Sebagian negara yang
miskin dari sumber daya alam, namun
bisa mengangkat diri sejajar dengan
negara-negara maju berkat kemampuannya mengelola pengetahuan sebagai aset
strategis. Namun masih terdapat
kesenjangan dalam kemampuan
mengelola pengetahuan antara negara
maju dan negara berkembang. Negara
maju, dibandingkan negara berkembang,
sudah memperlakukan pengetahuan
sebagai suatu asset yang strategis dan
menentukan kemajuan perekonomian
dan daya saing mereka dalam kancah
internasional. Hal tersebut dimungkinkan karena kemampuan Negara tersebut
memperlakukan pengetahuan sebagai
asset yang bernilai ekonomi tinggi.
Terabaikannya knowledge management
di Negara berkembang disebabkan
terutama karena apresiasi terhadap nilai
pengetahuan masih rendah.
Hal yang sama dapat dilihat antara
sektor swasta dan publik. Pada sektor
publik, terabaikannya knowledge

management disebabkan karena


karakteristik dan kondisi sektor publik
itu sendiri. Pertama, tidak ada keharusan
bagi sektor publik untuk berkompetisi,
oleh karena itu pengetahuan baru yang
bisa membantu menempatkan mereka
pada garis terdepan tidak dirasakan
sebagai sesuatu yang penting. Kedua,
budaya yang berkembang dalam
birokrasi pemerintah kebanyakkan
masih berbasis lisan. Hal di atas terjadi
meskipun sudah banyak upaya yang
dilakukan oleh pemerintah agar kinerja
birokrasi meningkat diantaranya:
dikeluarkannya kebijakkan tentang
otonomi daerah melalu Undang-undang
nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintah daerah, dimana pemerintah
diberi kewenangan untuk mengurus
daerahnya sendiri dan terjadi perubahan
di birokrasi yang tadinya penyelenggaraannya dilaksanakan secara sentralisasi
sekarang berubah menjadi desentralisasi.
Selain itu agar pelayanan kepada
masyarakat menjadi baik pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang nomor
25 tahun 2009 tentang pelayanan publik,
untuk memperbaiki kinerja pelayanan,
tetapi kenyataannya kinerja pelayanan
pemerintah masih rendah sehingga
sering menjadi sorotan masyarakat.
Inti pengetahuan dalam organisasi
adalah keunggulan
kompetitif.

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

Pengetahuan organisasi ini memungkinkan fokus dan tindakan kolektif. Tapi


sama pentingnya dengan pengetahuan
organisasi adalah memori organisasi itu
sendiri. Banyak pengetahuan organisasi
dibuat dan disimpan pada tingkat
individu. Mereka berada di kepala
individu dan kelompok yang bekerja
dalam organisasi mulai dari level
pegawai, hingga pimpinan puncak.
Filemon A. Uriarte (2008) menjelaskan
peta keberadaan pengetahuan pada suatu
organisasi bahwa banyak pengetahuan
organisasi tersedia dalam bentuk
pengetahuan eksplisit, dimana sebagian
besar pengetahuan (42%) berada pada
otak pegawai, kemudian diikuti oleh
pengetahuan yang sudah terdokumentasikan dalam bentuk dokumen kertas 26
%, sedangkan pengetahuan dalam
dokumentasi elektronik lebih sedikit dari
pada dokumen kertas sebesar 20 %, dan
pengetahuan yang paling sedikit adalah
pengetahuan dalam bentuk elektronik
sebesar 12 %.
Pada level organisasi misalnya masih
sering terjadi kesalahan yang sama
berulang-ulang dalam hal mengerjakan
tugas pokoknya. Pelaksanaan kegiatan
rutin selalu berangkat dari nol karena
tidak adanya rekaman pengetahuan dari
pelaksanaan kegiatan serupa terdahulu
sebagai titik berangkat. Keengganan
pegawai untuk berbagi pengetahuan
dengan rekan-rekan kerjanya bisa juga
dianggap sebagai tanda kurangnya
terkelolanya pengetahuan. Selain itu
terjadi kompartmentalisasi aliran
informasi karena lemahnya koordinasi.
Pada level yang lebih operasional
biasanya dokumen sering hilang, SOP
tidak dijadikan sebagai acuan kerja
secara riil, dokumen sering dikuasai oleh
pegawai tertentu.
Reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 1998,
menjanjikan harapan baru akan
perubahan mendasar dalam segenap
aspek birokrasi sehingga pada gilirannya
bisa berdampak positif bagi kualitas

101

pelayanan publik. Kini reformasi


birokrasi diperluas untuk mencakup
pemerintah daerah, tetapi kinerja
birokrasi belum menampakkan hasilnya.
Padahal, mengelola pengetahuan dapat
membantu sebuah organisasi untuk
meningkatkan daya saing dan berkinerja
tinggi.
Oleh karena itu knowledge
management penting untuk diteliti
dengan mengeksplorasi seperti apa
kemajuan knowledge management di
instansi pemerintah dan model
knowledge management apa yang cocok
untuk sektor publik di Indonesia. Agar
pengalaman-pengalaman
dalam
melakukan perubahan tersebut dapat
terdokumentasikan dan terdiseminasi-kan
secara luas maka perlu dilakukan upaya
knowledge management. Selain dari itu
instansi pemerintah yang bersangkutan
juga dapat mempercepat proses
mereformasi diri dengan belajar dari
pengalaman-pengalamannya sendiri yang
sudah terdokumentasikan dengan baik.
Lebih jauh lagi knowledge management
dapat memicu inovasi-inovasi baru,
karena mereka bisa menciptakan sesuatu
yang baru dengan berangkat dari
pengetahuan yang sudah dikelola.
Untuk melihat model knowledge
management tersebut maka peneliti
membangun kerangka pikir diadaptasi
dari teori Dalkir (2005) yang mengatakan
bahwa Siklus Knowledge Management
terdiri dari 3 elemen yaitu: akuisisi
adalah menangkap atau menciptakan;
berbagi pengetahuan dan diseminasi
pengetahuan;
serta
aplikasi
pengetahuan.

102

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

Sebagaimana dikatakan oleh Dalkir


diatas, Knowledge Management
merupakan proses pengelolaan
pengetahuan yang sifatnya siklus, dan
berulang secara terus menerus tidak
bersifat linier. Olehnya itu, dalam
penelitian ini peneliti melihat pertama
proses akusisi dalam menangkap dan
menciptakan pengetahuan yang
dilakukan oleh instansi Bappeda Kota
Surabaya dan Bappeda Kabupaten
Sragen, kedua proses desiminasi
pengetahuan dengan melihat media dan
strategi yang digunakan oleh kedua lokus
penelitian tersebut dan terakhir proses
pengetahuan tersebut diaplikasikan pada
tugas pokok dan fungsi pada instansi
yang menjadi lokus penelitian.

METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan Survei, yaitu penelitian yang
dilakukan dengan menggunakan data
sampel responden. Data yang terkumpul
dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriftif pada semua variable dan lokus.
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh pegawai pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah Kota Surabaya dan
Kabupaten Sragen. Dengan alasan bahwa
kedua lokus memiliki kelebihan antara
lain dalam mengelola pemerintahan
dengan menggunakan teknologi sehingga
tinggi penerimaan asli daerahnya serta
masih banyak hal lainnya.
Oleh karena banyaknya Satuan Kerja
Perangkat Daerah pada kedua lokus
penelitian ini maka peneliti menarik
sampel secara purposive, yaitu pegawai
yang ada pada BAPPEDA, sebanyak 50
orang pegawai pada kedua lokus
penelitian yaitu: Kota Surabaya dan
Kabupaten Sragen. Dengan asumsi

bahwa tugas pokok dan fungsi Bappeda


adalah membuat perencaan kegiatan
pada Pemerintah Daerah Kota Surabaya
dan Kabupaten Sragen dimana dalam
melaksanakan perencanaan daerah
banyak membutuhkan data dan
pengetahuan.
Teknik sampling yang dipilih yaitu
purposive sampling. Peneliti menentukan
sendiri sampel yang diambil karena ada
pertimbangan keterbatasan waktu
penelitian dan jumlah anggota tim
peneliti. Jadi, sampel tidak diambil
secara acak, melainkan ditentukan
sendiri oleh peneliti. Selain itu dengan
menggunakan purposive sampling
diharapkan kriteria sampel yang
diperoleh benar-benar sesuai dengan
penelitian yang akan dilakukan.
Teknik Pengumpulan Data
Pada
penelitian
ini
data
dikumpulkan dengan menyebarkan
angket kepada seluruh pegawai
BAPEEDA yang berjumlah 50 orang
pegawai,
setelah
itu
untuk
mengkonfirmasi hasil angket dilanjutkan
dengan melakukan wawancara dengan
salah seorang pejabat, untuk melengkapi
data primer yang diperoleh dari kedua
teknik pengumpulan data tersebut maka
data sekunder yang dikumpulkan berupa
dokumen Renstra, Lakip, dan Laporan
Kegiatan.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data persepsi yang
berbentuk data nominal.
Untuk menentukan persentase
jawaban digunakan rumus berikut ini:
P = f/n x 100 %
dimana,
P = Persentase;
f = Jawaban responden;
n = jumlah responden

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

Data yang telah diolah dengan


pengolahan statistik deskriptif kemudian
dianalisis secara deskriptif kemudian
disandingkan dengan data wawancara
dan dokumen, lalu ditarik kesimpulan
sehingga diketahui model pengelolaan
pengetahuan yang digunakan oleh
pemerintah daerah Kota/Kabupaten yang
menjadi lokus penelitian.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini berfokus pada akuisisi,
diseminasi dan aplikasi pengetahuan
sebagai bagian dari manajemen
pengetahuan dalam suau organisasi.
Secara berturut akan dibahas berikut ini.
Akuisisi
Akuisisi pengetahuan adalah upaya
untuk memperoleh pengetahuan baik
dengan mengumpulkan pengetahuan
yang sudah ada di dalam atau dari luar
organisasi ataupun membangun
pengetahuan baru yang diperoleh
melalui kegiatan formal dan informal.
Contoh pengetahuan yang diperoleh
melalui kegiatan formal adalah
penelitian dan pengembangan,
sementara yang melalui kegiatan
informal adalah pengetahuan yang
tumbuh dari pengalaman dan
pendalaman
pegawai
dalam
melaksanakan pekerjaannya masingmasing. Untuk mengetahui akuisisi
pengetahuan diajukan beberapa
pertanyaan kepada responden.
Pertanyaan
pertama
terkait
kesadaran responden mengenai
manajemen pengetahuan dengan
alternartif jawaban antara lain:
a. Pernah mendengar tentang hal itu
b. Sesuatu yang sudah dilakukan
dengan nama lain
c. Ini hanya sebuah tren manajemen
d. Bagian dari strategi instansi

103

Hasil
olah
data
primer
memperlihatkan bahwa pada Bappeda di
kedua daerah tidak ada yang menyatakan
pengelolaan pengetahuan merupakan
bagian dari strategi instansi mereka
untuk meningkatkan kinerja. Secara
spesifik, responden pada Bappeda
Kabupaten Sragen kebanyakan (34,8%)
berpendapat pernah mendengar
mengenai manajemen pengetahuan.
Namun demikian, mereka tidak dapat
menjelaskan secara spesifik kegiatan
seperti apa yang mereka lakukan yang
sifatnya mengelola pengetahuan. Pada
Bappeda Kota Surabaya jawaban
dominan mencapai 66,7%, yakni dari
responden yang mengatakan bahwa
instansinya melaksanakan pengelolaan
pengetahuan dengan nama lain.
Mengingat fungsi Bappeda yang sangat
penting maka seyogyanya SKPD ini
mendapatkan perhatian khusus. Bagus
tidaknya pengelolaan pengetahuan juga
dapat berdampak pada kegiatan dan
kinerja SKPD lain dalam lingkup suatu
Kabupaten atau Kota.
Selanjutnya kepada responden
ditanyakan tentang tingkat penggunaan
manajemen pengetahuan. Secara spesifik
ditanyakan apakah instansi mereka
menggunakan pengelolaan pengetahuan,
dengan alternatif jawaban:
a. Tidak pernah ada sama sekali
b. Tahap baru lahir
c. Tahap pengenalan
d. Tahap pertumbuhan
Pendapat responden pada Bappeda
Kabupaten Sragen cenderung konsisten
dimana jawaban dominan 43,3 persen,
yakni mereka yang mengatakan
penggunaan pengelolaan pengetahuan
pada tahap pengenalan dan hanya 26,1
persen yang mengatakan sudah pada
tingkat pertumbuhan. Meskipun
demikian yang menyatakan belum
menggunakan sama sekali realtif cukup
tinggi juga, yakni mencapai 21,7 persen.
Bappeda Kota Surabaya kelihatannya

104

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

lebih maju dimana jawaban dominan


mencapai 54,2 persen, yakni responden
yang menyatakan penggunaan
pengelolaan pengetahuan sudah pada
tahap pertumbuhan.
Lebih lanjut dibahas tentang akusisi
pengetahuan dilihat dari indikator
pengetahuan sebagai aset organisasi.
Sebagaimana
diketahui
bahwa
pengelolaan pengetahuan baru dapat
berjalan dengan baik bila organisasi
menyadari bahwa pengetahuan itu
adalah aset penting. Secara spesifik
kepada responden ditanyakan apakah
instansi mereka sudah memperlakukan
pengetahuan sebagai bagian dari aset,
dengan pilihan jawaban:
a. Ya
b. Belum
c. Tidak tahu
Pada Bappeda Kabupaten Sragen,
lebih dari separuh (56,5%) menyatakan
ya yang berarti mereka beranggapan
bahwa pengetahuan sudah dipandang
sebagai aset organisasi. Pada Bappeda
Kota Surabaya proporsi responden yang
melihat pengetahuan sebagai aset
organisasi jauh leboh tinggi lagi, yakni
mencapai 79,2 persen. Hanya 8,3 persen
sisanya mengatakan tidak tahu dan
belum memperlakukan pengetahuan
sebagai bagian dari aset.
Pembahasan indikator akusisi
berikutnya adalah bentuk kegiatan yang
berpeluang mengalirkan pengetahuan
baru dari luar. Secara khusus kepada
responden ditanyakan apa saja bentuk
kegiatan di instansi mereka yang
berpeluang mengalirkan pengetahuan
baru dari luar, dengan opsi jawaban:
a. Mengundang atau menghadiri
rapat koordinasi
b. Mendatangkan pembicara dari
luar
c. Studi banding
d. Ikut Diklat atau seminar

Pada Bappeda Kabupaten Sragen


bentuk kegiatan yang berpeluang
mengalirkan pengetahuan baru dari luar
menurut Kabid Pendataan dan Survei
adalah melalui pengembangan secara
informal seperti membentuk kelompok
bahasa Inggeris untuk seluruh pegawai.
Tetapi pendapat Kabid Pendataan dan
Survei tidak sejalan dengan pendapat
responden dimana 30,4 persen
mengatakan bahwa bentuk kegiatan yang
berpeluang mengalirkan pengetahuan
baru dari luar adalah melalui
mengundang atau menghadiri rapat
koordinasi.
Berbeda dengan responden pada
Bappeda Kabupaten Sragen, di instansi
yang sama di Kota Surabaya pendapat
dominan adalah ikut Diklat atau
seminar sebesar 27,6 persen dan
kegiatan berikutnya yang banyak dipilih
responden adalah studi banding sebesar
25,0 persen. Tetapi setelah dikonfirmasi
dengan Kepala Bidang Kesra dan
Pemerintahan Bappeda kota Surabaya
diketahui bahwa untuk kegiatan yang
berpeluang mengalirkan informasi dari
luar untuk musrembang yang merupakan
tugas pokok Bappeda adalah
menggunakan Teknologi Informasi.
Indikator selanjutnya dari akusisi
sebagai upaya untuk memperoleh atau
membangun pengetahuan baru diantara
pegawai adalah dari kegiatan ilmiah
dimana pegawai bisa terlibat secara
bersama-sama. Pertanyaan yang diajukan
adalah apakah ada kegiatan-kegiatan
ilmiah dimana mereka bisa ikut bersama,
dengan opsi jawaban:
a. Sering
b. Jarang
c. Tidak pernah
Khusus untuk pertanyaan ini
responden dari Bappeda pada Kabupaten
Sragen dan Kota Surabaya sama sama
mengatakan Jarang. Hal ini wajar
mengingat pada instansi pemerintah
perhatian utama terfokus pada

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

bagaimana membangun keterampilan


untuk bisa melaksanakan tugas dengan
baik. Sementara kegiatan ilmiah yang
hanya menambah pengetahuan adalah
domain lembaga yang bersifat akademik.
Selanjutnya digali kemungkinan
kegiatan informal sebagai katalisator
pertukaran pengetahuan. Secara spesifik
ditanyakan kepada responden apakah
bentuk-bentuk interaksi antar pegawai
yang berpeluang membantu pertukaran
pengetahuan antara mereka. Opsi
jawaban yang disediakan adalah:

105

pembangunan secara makro dimana


seluruh SKPD dan masyarakat terlibat
dalam proses diskusi atau pembahasan
perencanaan pembangunan dalam
bentuk antara lain Musrenbang dan
Forum SKPD. Diskusi dan pembahasan
program dan perencanaan pembangunan
yang paling intensif dilakukan pada
pembahasan program dan anggaran
pembangunan di DPRD Kota Surabaya.
Diskusi yang sifatnya lebih mikro adalah
mengkosilidasikan program dan kegiatan
masing-masing SKPD sesuai dengan
bidang koordinasinya.

a. Tidak ada
b. Rapar rutin

Diseminasi

c. Bincang-bincang waktu istirahat

Diseminasi merupakan sub variabel


kedua dari pengelolaan pengetahuan
yang diteliti. Adapun yang dimaksud
dengan diseminasi pengetahuan dalam
penelitian ini adalah upaya untuk
mendokumentasikan
dan
menyebarluaskan pengetahuan yang
sudah diakuisisi dari anggota organisasi
kepada pihak-pihak lain yang
membutuhkan baik melalui teknologi
ataupun secara langsung.

d. Kegiatan bersama di luar kantor


(Rekreasi, Arisan, silaturahim
lainya)
Pada Bappeda Kabupaten Sragen,
pendapat responden tentang bentukbentuk interaksi yang berpeluang
membantu terjadinya pertukaran
pengetahuan diantara mereka terbanyak
(45,7%) menyatakan bincang-bincang
diwaktu istirahat dan rapat rutin
(25,7%). Lebih lanjut diketahui
berdasarkan hasil wawancara dengan
Kabid Pendataan dan Survei bahwa
kegiatan informal lainnya untuk berbagi
pengetahuan
yang
dilakukan
dilingkungan pemerintah daerah
Kabupaten Sragen adalah kerja bakti
setiap jumat serta membentuk kelompok
bahasa Inggris.
Serupa dengan Bappeda Kabupaten
Sragen, responden pada Bappeda Kota
Surabaya juga terbanyak (51,5%) yang
mengatakan bentuk interaksi yang dapat
memberi
peluang
mengalirnya
pengetahuan diantara pegawai adalah
melalui rapat rutin dan bincangbincang waktu istirahat sebesar 24,2
persen. Bentuk interaksi lain yang dapat
mengalirkan pengetauan menurut Kepala
Bidang Kesra dan Pemerintahan adalah
rapat rutin pada tataran perencanaan

Organisasi yang pengelolaan


pengetahuannya baik biasanya sadar
bahwa pengetahuan merupakan salah
satu aset penting yang dapat
dimanfaatkan oleh pegawai untuk
memperbaiki proses kerja organisasi.
Organisasi yang pendokumentasian
pengetahuannya baik maka tentu saja
akan dapat ditemukan dengan mudah
dokumen tersebut, bila suatu waktu
dibutuhkan.
Untuk mengetahui hal tersebut,
maka diajukan pertanyaan kepada
responden mengenai berapa banyak
waktu yang diperlukan pegawai untuk
mendapatkan dokumen, dengan pilihan
jawaban:
a. > 10 menit
b. > 1 jam
c. > 1 hari
d. > 1minggu

106

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

Pendapat dominan responden


(34,8%) pada Bappeda Kabupaten Sragen
tentang waktu yang dibutuhkan pegawai
untuk mendapatkan dokumen adalah
maksimal 10 menit. Namun ada pula
30,4 persen reponden yang mengatakan
waktu yang mereka butuhkan lebih dari
1 jam dan 1 hari. Waktu yang dibutuhkan
untuk menemukan dokumen begitu
singkat disebabkan karena menurut
Kabid Pendataan dan Survei Bappeda
Kabupaten Sragen instansi ini sudah
menggunakan teknologi dalam proses
administrasi perkantoran seperti
menggunakan surat maya dan sistem
pelaporan berbasis online. Namun untuk
kegiatan Bappeda Kabupaten Sragen
lainnya yaitu pendokumentasian hasil
survei masih menggunakan sistem
manual atau belum berbasis teknologi.
Separuh responden pada Bappeda
Kota Surabaya (50,0%) mengatakan
maksimal 10 menit untuk menemukan
dokumen dan 50,0 persen sisanya
mengatakan lebih dari 1 jam.
Singkatnya waktu yang dibutuhkan
untuk menemukan dokumen dijelaskan
oleh Kepala
Bidang Kesra dan
Pemerintahan Bappeda kota Surabaya
dengan teknologi sudah dimanfaatkan
mulai dari proses perencanaan hingga
pelaporan. Instansi ini juga sudah mulai
menggalakkan budaya teknologi dimana
undangan sudah dapat dilakukan dengan
menggunakan SMS saja sehingga
organisasi paperless dapat terwujud.
Indikator selanjutnya dari proses
diseminasi pengetahuan adalah cara
instansi mendokumentasian pikiran atau
gagasan
cerdas.
Aktifitas
pendokumentasian pengetahuan sering
terlewatkan sehingga banyak ide-ide
cerdas dari pegawai menguap begitu saja.
Tentu sangat disayangkan bila hal itu
terjadi karena melalui ide-ide cerdas
tersebutlah maka pemerintah daerah
dapat mengembangkan daerahnya.
Secara khusus ditanyakan kepada
responden bagaimana cara mereka
mendokumentaskan pemikiran atau

gagasan cerdas. Pilihan jawabannya


adalah:
a. Tidak ada cara tertentu yang
digunakan
b. Ditulis dalam bentuk laporan
c. Dipublikasikan dalam website
organisasi
d. Ditulis dalam bentuk notulen
Sebanyak 34,4 persen Responden
pada Bappeda Kabupaten Sragen
pendapat bahwa pemikiran atau gagasan
cerdas didokumentasikan dengan cara
ditulis dalam bentuk notulen, dan 31,4
persen berpendapat ditulis dalam
bentuk laporan. Untuk menelusuri lebih
lanjut kegiatan pendokumentasian
pikiran atau gagasan cerdas maka
dilakukan interview dengan Kabid
Pendataan dan Survei Bappeda
Kabupaten Sragen yang mengungkapkan
bahwa membuat laporan untuk setiap
kegiatan diwajibkan meskipun
pendokumentasiannya masih dalam
bentuk konvensional yaitu dalam bentuk
hardcopy.
Untuk Bappeda Kota Surabaya,
sebesar 38,5 persen responden
mengatakan
cara
instansi
mendokumentasikan pemikiran atau
gagasan cerdas adalah dipublikasikan
dalam website organisasi, dan 28,2
persen responden mengatakan ditulis
dalam bentuk laporan dan notulen, serta
5,1 persen responden mengatakan tidak
ada cara tertentu yang digunakan untuk
mendokumentasikan pemikiran atau
gagasan cerdas dalam organisasi.
Lebih jauh Kepala Bidang Kesra dan
Pemerintahan Bappeda Kota Surabaya
menjelaskan
mengenai
pendokumentasian pemikiran atau
gagasan cerdas bahwa dokumen
perencanaan dan pelaporan harus
terdokumentasi dengan baik dalam
bentuk hardcopy maupun softcopy.
Bahkan, usulan perencanaan dan
pelaporan dikoordinasikan secara online.

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

Dokumentasi juga dilakukan oleh media


cetak karena setiap dilakukan
pembahasan selalu diliput oleh media
massa.
Berikutnya ditelusuri bentuk
pendokumentasian pengetahuan yang
paling populer di instansi pemerintah.
Ada kecenderungan Laporan dan
Publikasi di Website Instansi
mendapatkan popularitas yang
meningkat akhir-akhir ini. Popularitas
pendokumentasian melalui website tidak
terlepas dari mulai menjamurnya tren
penggunaan website dikalangan instansi
pemerintah. Penggunaan website
merupakan salah satu bentuk
pendokumentasian secara elektronis
yang paling mudah dilakukan dan paling
banyak tersedia sehingga dapat dipahami
jika populer dimanfaatkan. Untuk
mengetahui hal ini maka kepada
responden ditanyakan teknologi apa
yang telah diterapkan pada instansi
mereka untuk mendoumentasikan
pengetahuan, dengan opsi jawaban:
a. Internet dan Intranet
b. Data inventaris kantor
c. Sistem Informasi Manajemen
d. e-Government
Pada Bappeda Kabupaten Sragen
tergambar bahwa pendapat responden
terbesar sekitar 49,9 persen yang
mengatakan menggunakan Internet dan
Intranet. Selebihnya sebesar 19,5 persen
mengatakan teknologi yang digunakan
adalah data inventaris kantor dan
sistem informasi manajemen. Hanya
sebagian kecil, yakni sekitar 17,1 persen
mengatakan menggunakan
eGovernment. Hal ini dikatakan juga oleh
Kabid Pendataan dan Survei Bappeda
Kabupaten Sragen bahwa hasil survei
mereka didokumentasikan dalam bentuk
dokumen yang tercetak, tidak
menggunakan sistem informasi. Masih
menurut Kabid Pendataan dan Survei
bahwa walaupun laporan kegiatan sudah
dibuat tetapi belum WTP karena

107

pengelolaan aset yang masih menjadi


temuan. Hal ini menandakan bahwa
penggunaan teknologi dalam proses kerja
belum sepenuhnya digunakan dan masih
bersifat parsial.
Untuk Bappeda Kota Surabaya,
teknologi dominan yang telah diterapkan
pada instansi adalah sistem informasi
manajemen (36,5%) dan eGovernment, Internet dan Intranet
(23,1%). Menurut Kepala Bidang Kesra
dan Pemerintahan Bappeda Kota
Surabaya, Bappeda kota Surabaya
memiliki newsletter yang diterbitkan
berkala secara online (paperless).
Bahkan masyarakat pada tingkat RT dan
RW sudah mampu mengusulkan
program dan kegiatannya secara online.
Di Bappeda Kota Surabaya pegawai juga
sudah memiliki group online baik secara
keseluruhan maupun per unit kerja. Hal
ini sangat membantu pegawai dalam
berkomunikasi dalam menyelesaikan
pekerjaan yang di Bappeda sifatnya lintas
sektor. Undangan rapat misalnya pada
tingkatan jabatan tertentu cukup dengan
menggunakan SMS.
Pembahasan selanjutnya masih
tentang diseminasi pengetahuan adalah
pembuatan notulen rapat dalam rangka
pendokumentasian pengetahuan.
Pertanyaan spesifik yang diajukan
kepada responden adalah apakah
notulen rapat dibuat, dengan opsi
jawabannya:
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
Untuk Bappeda Kabupaten Sragen
pendapat responden tentang pembuatan
notulen rapat adalah 52,2 persen yang
mengetakan selalu dibuat, dan 43,3
persen mengatakan kadang-kadang
notulen rapat dibuat. Sedangkan untuk
Bappeda Kota Surabaya, 91,7 persen
responden menjawab notulen rapat
selalu dibuat dan hanya 8,3 persen yang
mengatakan kadang-kadang dibuat.

108

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

Menurut Kepala Bidang Kesra dan


Pemerintahan Bappeda kota Surabaya,
notulensi untuk rapat yang membahas
tentang perencanaan dan pembangunan
yang menjadi tugas dan fungsi Bappeda
sangat penting. Rapat yang sifatnya
lebih sederhana yang dilaksanakan pada
unit kerja terkecil lingkup Bappeda maka
notulensinya hanya dilakukan oleh staf
di unit itu sendiri atau langsung
dilakukan oleh pimpinan rapat, yang
dalam hal ini Kepala Bagian, Kepala
Bidang, Kepala Sub Bagian atau Kepala
Sub Bidang.
Masih terkait dengan diseminasi
pengetahuan maka kepada responden
diajukan pertanyaan mengenai metode
apa yang digunakan untuk pengelolaan
pengetahua di instansi mereka. Opsi
jawaban yang disediakan adalah:
a. Pelatihan
b. Mentoring
c. Dokumentasi
d. Rotasi
Sebanyak 38,9 persen responden
pada Bappeda Kabupaten Sragen
mengatakan metode desiminasi
pengetahuan
mereka
melalui
pelatihan, 30,6 persen melalui
dokumentasi, dan 25,0 persen
mengatakan melalui mentoring.
Sementara pada Bappeda Kota Surabaya,
35,5 persen mengatakan diseminasi
pengetahuan dilakukan melalui metode
pelatihan, 25,8 persen dengan
menggunakan metode mentoring, 24,2
persen
responden
mengatakan
menggunakan metode dokumentasi dan
yang paling sedikit adalah mereka yang
mengatakan menggunakan metode rotasi
(14,5%).
Penjelasan lebih jauh dapat dilihat
dari hasil wawancara dengan Kepala
Bidang Kesra dan Pemerintahan Bappeda
Kota Surabaya. Menurutnya, pelatihan
digunakan untuk menterap pengetahuan
dari luar dimana biasanya pegawai

diikutkan Diklat Teknis yang berkaitan


dengan perencanaan dan penggunaan
teknologi informasi. Kemudian
dokumentasi yang digunakan dalam
bentuk laporan kegiatan dan notulen
rapat. Mentoring dilakukan bila terjadi
mutasi pegawai dimana pegawai yang
baru dimutasi diberi bimbingan oleh
atasan langsung maupun sesama
pegawai yang digantikan. Sedangkan
kegiatan rotasi pada Bappeda Kota
Surabaya dilakukan untuk penyegaran
organisasi dan ini dilakukan secara
terencana.
Aplikasi
Aplikasi pengetahuan pada
penelitian ini adalah upaya untuk
mendayagunakan pengetahuan untuk
mendukung produktifitas dan kualitas
kerja pegawai serta kinerja organisasi,
seperti melalui implementasi Standar
Operasional Prosedur, Evaluasi, dan lain
sebagainya.
Sering standar operasional prosedur,
kegiatan monitoring dan evaluasi serta
kegiatan lainnya bagi organisasi hanya
dijadikan formalitas dalam bentuk
dokumen laporan belaka. Dokumen yang
ada belum dijadikan sebagai acuan
dalam melakukan proses pelayanan atau
perencanaan selanjutnya. Untuk
mengungkap hal ini, maka kepada
responden diajukan pertanyaan apakah
ada SOP atau sejenisnya di instansi
mereka, dengan opsi jawaban:
a. Ya
b. Tidak
Pada Bappeda Kabupaten Sragen,
sebanyak 73,9 persen responden
menyatakan Ya ada SOP atau
sejenisnya dan hanya 26,1 persen yang
mengakui belum ada SOP atau
sejenisnya. Lebih lanjut Kabid Pendataan
dan Survei mengatakan bahwa standar
pelayanan dan SOP pelayanan sudah ada
bahkan sudah dibuatkan peraturannya
tetapi yang menjadi masalah adalah

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

implementasi dari standar pelayanan


dan SOP yang belum digunakan
sepenuhnya pada proses pelayanan.
Lagi-lagi dapat dikatakan bahwa standar
pelayanan dan SOP masih hanya sekedar
dokumen persyaratannya dan belum
dibudayakan pada perilaku pelayanan.
Untuk responden pada Bappeda Kota
Surabaya bahkan 91,7 persen
mengatakan Ya ada SOP dan hanya 8,3
persen mengatakan tidak ada. Hal ini
dikonfirmasi oleh unsur pimpinan yang
dalam hal ini Kepala Bidang Kesra dan
Pemerintahan yang mengatakan bahwa
SOP dan sejenisnya memiliki peranan
yang sangat penting, dimana pada setiap
kegiatan perencanaan dan pelaporan
terdapat SOP dan prosedur tetap. Hal ini
berdampak pada lancarnya kegiatan.
Karena sifat pekerjaan di Bappeda tidak
hanya menyangkut program dan kegiatan
internal organisasi maka SOP dan Protap
sangat
penting untuk menjadi
pedoman bagi internal maupun
eksternal organisasi.
Indikator selanjutnya yang terkait
aplikasi
pengetahuan
adalah
penggunaan SOP dalam bekerja sebagai
salah satu bentuk aplikasi pengetahuan.
Untuk itu, bagi yang menjawab Ya pada
pertayaan sebelumnya ditanya lebih jauh
apakah menggunakannya secara nyata
dalam bekerja, dengan alternatif
jawaban:
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. SOP hanya sebagai kelengkapan
administratif
d. Tidak pernah
Pada Bappeda Kabupaten Sragen
65,2 persen responden mengatakan
selalu menggunakan SOP dalam
bekerja, 30,4 persen mengatakan
kadang-kadang menggunakan SOP
dalam bekerja, dan hanya 4,3 persen
yang mengatakan SOP hanya sebagai
kelengkapan administrasi saja.

109

Walaupun demikian, dari interview


dengan Kabid Pendataan dan Survei
diketahui bahwa SOP ada peraturan yang
mengatur dan sudah dievaluasi tetapi
penggunaannya dalam bekerja masih
kadang-kadang. Hal ini dapat diartikan
bahwa SOP belum dijadikan perilaku
dalam melakukan proses pekerjaan,
tetapi baru sekedar untuk kelengkapan
administrasi.
Untuk responden pada Bappeda Kota
Surabaya, sebanyak 79,2 persen
mengatakan selalu menggunakan SOP
dalam bekerja, dan hanya 20,8 persen
yang mengatakan kadang-kadang
menggunakan SOP dalam bekerja.
Menurut Kepala Bidang Kesra dan
Pemerintahan Bappeda Kota Surabaya,
SOP atau Job Description dan Prosedur
Tetap adalah aspek penting dalam
organisasi yang sangat dinamis yang
cenderung mengalami perubahan.
Perubahan tersebut dilakukan karena
tuntutan peraturan atau tuntutan
kebutuhan
masyarakat.
Dalam
pelaksanaan Musrenbang misalnya,
Pra-Musrenbang dilakukan dengan
menggunakan teknologi informasi.
Semua program bisa dilakukan secara
online berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan oleh Bappeda sehingga
semua kegiatan dapat berjalan secara
efektif dan efisien.
Lebih lanjut Kepala Bidang Kesra dan
Pemerintahan Bappeda kota Surabaya
menjelaskan SOP, Job Description, dan
Prosedur tetap merupakan pedoman
yang harus dipatuhi oleh seluruh
pegawai. Dalam pengajuan usulan
kegiatan dan anggaran oleh SKPD
misalnya, pegawai pada unit yang
menangani perencanaan SKPD tertentu
harus memenuhi syarat-syarat yang telah
ditetapkan.
Indikator selanjutnya dari aplikasi
atau pemanfaatan pengetahuan adalah
melakukan evaluasi kegiatan untuk
mengetahui kekurangan dan hambatan
dari pelaksanaan tugas, sehingga bisa

110

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

dicarikan solusi untuk mengatasi


hambatan tersebut agar pelaksanaan
kegiatan menjadi lebih baik dan tidak
mengulang kembali kesalahan pada
kegiatan terdahulu. Untuk itu, kepada
responden diajukan pertanyaannya,
apakah kegiatan-kegiatan utama di
instansi mereka dilakukan evaluasi,
dengan opsi jawaban:
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Kegiatan
tertentu
mengharuskan evaluasi
d. Tidak pernah

yang

Sebanyak 60,9 persen responden


pada Bappeda Kabupaten Sragen
mengatakan selalu melakukan evaluasi
terhadap kegiatan utama instansi, 26,1
persen responden mengatakan kadangkadang saja dilakukan evaluasi kegiatan
tetapi ada juga responden sebesar 13,0
mengatakan hanya untuk kegiatan
tertentu saja. Menurut Kabid Pendataan
dan Survei salah satu kegiatan yang
dilakukan Bappeda Kabupten Sragen
adalah membuat perencanaan daerah
dalam bentuk RKPJ yang dinilai layak
tidak layaknya oleh forum yang
dibentuk. Olehnya itu sering dilakukan
evaluasi terhadap RKPJ tersebut untuk
dilakukan penyesuaian dengan data yang
diperoleh dari hasil survei. Selain itu
evaluasi dilakukan juga terhadap laporan
kegiatan yang dibuat.
Untuk responden pada Bappeda Kota
Surabaya, 73,9 persen mengatakan
selalu dilakukan evaluasi terhadap
kegiatan yang dilakukan, kemudian 8,7
persen mengatakan kadang-kadang
dilakukan evaluasi kegiatan, 17,4 persen
mengatakan evaluasi kegiatan dilakukan
hanya untuk kegiatan tertentu.
Adapun evaluasi kegiatan yang
dilakukan menurut Kepala Bidang Kesra
dan Pemerintahan Bappeda Kota
Surabaya Secara internal, Bappeda
memonitoring dan mengevaluasi
kegiatan setiap unit kerja pada setiap
bulan untuk mengetahui perkembangan

realisasi kegiatan yang telah


diprogramkan. Secara eksternal Bappeda
melakukan
rapat
monitoring
pelaksanaan kegiatan seluruh
SKPD
untuk memastikan penyerapan anggaran
pembangunan di Kora Surabaya.
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan kegiatan senantiasa
dilakukan untuk memastikan apakah
semua program dan kegiatan dilakukan
dengan baik. Bappeda melaksanakan
monitoring dan evaluasi secara berkala
baik internal maupun eksternal.
Pembahasan indikator aplikasi atau
pemanfaatan pengetahuan selanjutnya
dilihat dari pengalaman-pengalaman
baik dan kegagalan yang digunakan
sebagai landasan untuk kegiatan
selanjutnya. Pertanyaan yang diajukan
adalah apakah pengalaman-pengalaman
baik (prestasi) dan kegagalan umumnya
digunakan sebagai landasan untuk
kegiatan selanjutnya. Alternatif
jawabannya adalah:
a.
b.
c.
d.

Selalu
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah

Sebanyak 69,9 responden pada


Bappeda Kabupaten Sragen menyatakan
selalu menggunakan pengalamanpengalaman baik dan kegagalan sebagai
landasan kegiatan selanjutnya.
Selanjutnya responden sebesar 30,4
persen mengatakan kadang-kadang
digunakan, dan hanya 8,7 persen
mengatakan jarang digunakan. Salah
satu contoh pengalaman yang digunakan
sebagai landasan kegiatan selanjutnya
disampaikan oleh Kabid Pendataan dan
Survei. Dicontohkan bahwa Bappeda
sudah membuat laporan kegiatan setiap
tahun tapi predikat Wajar Tanpa
Pengecualian belum diperoleh karena
aset masih menjadi temuan. Olehnya itu
maka berdasarkan temuan ini maka
pengelolaan aset kemudian diperbaiki.

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

Responden di Bappeda Kota


Surabaya yang mengatakan selalu
menggunakan pengalaman baik dan
kegagalan sebagai landasan untuk
melakukan kegiatan dimasa yang akan
datang juga cukup besar mencapai 83,3
persen. Hanya 16,7 persen yang
mengatakan kadang-kadang. Menurut
Kepala Bidang Kesra dan Pemerintahan
Bappeda Kota Surabaya pengalaman baik
dan kegagalan dijadikan landasan
kegiatan disebabkan banyak kegiatan
yang berisiko bila tidak mengacu pada
pengalaman misalnya hasil evaluasi. Hal
ini terutama penting utuk realisasi
anggaran dan fisik kegiatan.
Selanjutnya, dijelaskan indikator
sikap pimpinan tentang pengelolaan
pengetahuan. Secara spesifik ditanyakan
bagaimana sikap pimpinan tentang
pengelolaan pengetahuan di instansi
mereka, dengan opsi jawaban seperi
berikut ini:
a. Melihat itu sebagai sangat penting
b. Memberikan dukungan penuh
c. Melihat sebagai sangat penting
tapi hampir tidak mendukungnya
d. Melihat itu tidak penting dan
tidak mengganggu
Sebanyak 52,2 persen responden
pada Bappeda Kabupaten Sragen
mengatakan pimpinan memberi
dukungan penuh, 43,5 persen
mengatakan pimpinan melihat
pengelolaan pengetahuan sangat
penting, dan hanya 4,3 persen yang
mengatakan sikap pimpinan tentang
pengelolaan pengetahuan sangat
penting tapi tidak mendukung.
Penjelasan tentang sikap pimpinan
terhadap pengelolaan pengetahuan lebih
lanjut dikemukakan oleh Kabid
Pendataan dan Survei. Dikatakannya
bahwa banyak kegiatan yang dilakukan
pimpinan
untuk
pengelolaan
pengetahuan antara lain menggunakan
teknologi untuk persuratan dan laporan,
memberikan penghargaan kepada unit
pelayanan kepada masyarakat terbaik,

111

membentuk kelompok informal untuk


mengembangkan bahasa Inggris.
Untuk Bappeda Kota Surabaya, 83,3
persen responden menyatakan bahwa
sikap
pimpinan
menganggap
pengelolaan pengetahuan sangat
penting, serta 8,3 persen responden
mengatakan sikap pimpinan memberi
dukungan penuh dan sangat penting
tapi tidak mendukung pengelolaan
pengetahuan. Bentuk dukungan yang
diberikan pimpinan pada Bappeda Kota
Surabaya sama, terutama penggunaan
teknologi
pada
pengelolaan
pengetahuan. Sebagai contoh, pada saat
proses akusisi Musrenbang yang
dilaksanakan secara konvensional harus
dilakukan pra-musrenbang untuk
menampung kebutuhan masyarakat
tetapi pada Bappeda Kota Surabaya tidak
perlu dilakukan karena aspirasi
masyarakat dari tingkat RT dan RW
sudah terjaring secara langsung dengan
menggunakan teknologi. Selain itu untuk
pendokumentasian pengetahuan juga
dilakukan dengan menggunakan
teknologi seperti sistem informasi
manajemen, website dan sebagainya.
Masih membahas indikator sub
variabel aplikasi pengetahuan yaitu
faktor-faktor yang mempengaruhi
pengelolaan pengetahuan. Secara khusus
ditanyakan kepada responden faktorfaktor apa yang mereka anggap
mempengaruhi
pengelolaan
pengetahuan dalam instansi. Opsi
jawabannya adalah:
a. Pegawai pindah ke tempat lai
dengan pekerjaan yang lebih baik
b. Pensiun
c. Promosi
d. Mutasi
Pada Bappeda Kabupaten Sragen
sebanyak 38,5 persen responden
mengatakan promosi, faktor kedua
yang terbanyak dipilih adalah pegawai
pindah ketempat lain dengan pekerjaan
yang lebih baik (35,9%), faktor ketiga

112

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

adalah mutasi (15,4%) dan faktor


terakhir adalah melalui pensiun
(10,3%). Disamping faktor yang telah
dipilih oleh responden maka Kabid
Pendataan dan Survei Bappeda
Kabupaten Sragen menambahkan bahwa
Bupati Sragen sering memberikan
penghargaan kepada UPTD yang terbaik
dalam pelayanannya, misalnya
Pelayanan Kemiskinan sehingga dapat
memicu
instansi
lain
untuk
memperbaiki pelayanannya.
Untuk Bappeda Kota Surabaya 37,1
persen menjawab bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi pengelolaan
pengetahuan adalah promosi, 34,3
persen mengatakan pegawai pindah
ketempat lain dengan pekerjaan yang
lebih baik, 14,3 persen mengatakan
mutasi dan pensiun. Pembahasan
faktor-faktor yang mempengaruhi
pengelolaan pengetahuan sebagaimana
dijelaskan juga oleh Kepala Bidang Kesra
dan Pemerintahan Bappeko Surabaya
adalah faktor yang bisa meningkatkan
pengelolaan pengetahuan pada Bappeda
Kota Surabaya melalui promosi jabatan
pada jenjang yang lebih tinggi.
Penghargaan lain yang diberikan antara
lain tugas belajar untuk melanjutkan
pendidikan formal pada jenjang yang
lebih tinggi. Pegawai juga diberikan tugas
untuk mengikuti pelatihan di luar negeri.
Bentuk pengaplikasian atau
pemanfaatan pengetahuan hasil dari
kegiatan baik penelitian ataupun
kegiatan lainnya diterbitkan melalui
media cetak secara berkala seperti Jurnal,
Majalah, ataupun Newletter agar
pengetahuan
tersebut
dapat
disebarluaskan dan dimanfaatkan oleh
masyarakat atau instansi lain yang
membutuhkan. Untuk mengetahui hal
ini maka kepada responden diajukan
pertanyaan apakah instansi mereka
memiliki penerbitan berkala, seperti
Jurnal, Majalah atau Newsletter, dengan
opsi jawaban berikut:
a. Ya
b. Tidak

Sebanyak 78,3 persen responden


pada Bappeda Kabupaten Sragen
mengatakan instansi mereka tidak
memiliki penerbitan berkala. Pada hal
pada instansi Bappeda mereka
melakukan survei dan mengolah data
hasil Musrenbang sayangnya bila hasil
survei tersebut tidak disebarluaskan
kepada masyarakat dalam bentuk jurnal
ataupun newsletter.
Pendapat responden pada Bappeda
Kota Surabaya sejalan dengan rekan
mereka di Kabupaten Sragen. Menurut
Kepala Bidang Kesra dan Pemerintahan
Bappeda Kota Surabaya, usulan
perencanaan, program kegiatan Bappeda
Kota Surabaya, serta kemajuan
pembangunan dalam segala bidang Kota
Surabaya di dokumentasikan dalam
bentuk media cetak karena setiap
dilakukan pembahasan selalu diliput
oleh media massa.
Meskipun responden umumnya
berpendapat bahwa instansinya tidak
memiliki penerbitan berkala pada
pertanyaan sebelumnya namun bagi
yang menerbitkan mampu menerbitkan
secara rutin. Tanggapan responden
mengerucut ke dua pilihan yaitu Terbit
secara rutin dan Kadang-kadang terbit.
Jika menjawab Ya, maka responden
diminta menjelaskan bagaimana
penerbitannya. Opsi jawaban adalah:
a. Terbit secara rutin
b. Kadang-kadang terbit, kadang
tidak
c. Terbit tepat waktu
d. Terbit tapi terlambat
Responden pada Bappeda di dua
Daerah ini ternyata seragam dalam
menjawab bahwa terbitan berkala terbit
secara rutin.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas,
dapat dipahami beberapa hal terkait
dengan pengelolaan pengetahuan di
instansi
pemerintah.
Akuisisi

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

pengetahuan baik dari luar pada tataran


organisasi maupun antar pegawai pada
tataran individu nampaknya sudah
berlangsung di instansi pemerintah.
Adapun model Akuisisi pengetahuan
yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah yaitu secara konvensional
melalui berbagai kegiatan formal seperti
rapat koordinasi, Diklat, seminar,
mengundang nara sumber eksternal, dan
melakukan studi banding ke instansi
lain. Selain itu pengetahuan bisa juga
diperoleh melalui cara yang lebih
informal seperti dalam rapat rutin dan
percakapan informal di waktu istirahat.
Hanya saja cara yang lebih formal dan
akademik belum dapat digunakan
sebagai media akuisisi karena masih
jarang dilakukan. Hal tersebut didukung
oleh sudah tumbuhnya kesadaran
pegawai mengenai pengetahuan sebagai
aset organisasi dan merasakan bahwa
manajemen pengetahuan sudah
terlaksana meskipun dengan nama lain.
Bahkan sebagian responden merasakan
bahwa manajemen pengetahuan yang
mereka miliki sudah pada tahap
pertumbuhan. Sedangkan yang NonKonvensional diciptakan khusus seperti
di Kabupaten Sragen ada yang namanya
Serawung Warga, kemudian di Kota
Surabaya untuk menampung usulan
warga melalui teknologi informasi pada
kegiatan pra-musrembang sehingga
kegiatan tersebut tidak perlu ada.
Indikasi kemajuan diseminasi
pengetahuan juga sudah mulai terlihat.
Misalnya, untuk menemukan dokumen
yang diperlukan tidak lagi memakan
waktu yang lama akibat diseminasi yang
lancar. Adapun model diseminasi
pengetahuan melalui dua cara dan media
konvensiobal dan media sosial. Adapun
media konvensional misalnya laporan
rutin, publikasi di website instansi,
Internet dan Intranet, dan pelatihan
formal. Meskipun diakui bahwa
notulensi rapat jarang dibuat, namun jika
dibuat dipercaya sebagai media
diseminasi pengetahuan yang efektif.

113

Sedangkan e-Government untuk


diseminasi pengetahuan digunakan oleh
Pemerintah Kota Surabaya sehingga
untuk persuratan dan pelaporan sudah
dilakukan secara online hingga di desa
dan kelurahan.
Aplikasi pengelolaan pengetahuan
dapat dilihat dalam bentuk tersedianya
SOP dan dijadikannya SOP tersebut
sebagai pedoman dalam bekerja. Untuk
model aplikasinya belum nampak secara
jelas karena hanya mengandalkan pada
SOP dan notulen saja, sedangkan media
publikasi berkala belum dikelola dengan
baik. Evaluasi kegiatan dan lessonslearned juga dipercaya sebagai bentuk
aplikasi manajemen pengetahuan.
Bentuk manajemen pengetahuan yang
masih rendah penggunaannya adalah
penerbitan yang belum rutin dilakukan.
Namun jika dilakukan dianggap sebagai
bentuk manajemen pengetahuan yang
efektif.
Kemajuan
pengelolaan
pengetahuan tidak terlepas dari
pimpinan yang menilai manajemen
pengetahuan penting dan memberikan
dukungan yang diperlukan. Yang
terkadang
menghambat
adalah
perpindahan
pegawai
yang
menyebabkan diskontinitas interaksi
sehingga pengetahuan implisit tidak
dapat terkelola dengan baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penulis menyimpulkan bahwa
akuisisi pengetahuan sebagai bagian dari
manajemen pengetahuan di instansi
pemerintah sudah berlangsung, baik
pada tataran antara individu pegawai
maupun antar unit atau bahkan
organisasi. Model akuisisi berlangsung
baik secara konvensional yang formal
maupun secara non-konvensional yang
lebih bersifat informal dan pemanfaatan
teknologi informasi. Di samping itu,
diseminasi pengetahuan sebagai bagian
dari manajemen pengetahuan sudah
mulai nampak. Model diseminasi juga
terdiri dari dua, yakni konvensional

114

Frida Chairunisa dan Muhammad Firdaus / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no .3 (2014) / 99 - 114

melalui mekanisme formal organisasi


dan
non-konvensional
dengan
memanfaatkan berbagai teknologi
informasi dan media sosial. Adapun
aplikasi manajemen pengetahuan masih
terbatas pada penggunaan SOP secara
nyata dalam bekerja. Penerbitan yang
juga merupakan salah satu bentuk
manajemen pengetahuan masih sangat
rendah penggunaannya. Peluang aplikasi
manajemen pengetahuan cukup
menjanjikan mengingat kesadaran dan
komitmen pimpinan yang cukup tinggi.
Oleh karena itu, akses
pengetahuan perlu diperluas ke sumbersumber baru dari luar organisasi. Hal ini
bermanfaat untuk mencegah terjadinya
efek halo. dimana pegawai cepat berpuas
diri dan menganggap apa yang mereka
ketahui dan mampu lakukan sudah
terbaik. Orinetasi ke dalam perlu
dikembangkan namun tidak cukup
untuk mengakses pengetahan baru.
Pihak eksternal lebih berpotensi
membawa pengetahuan baru karena
mereka berasal dari konteks, cara
berpikir dan cara berperilaku yang sangat
berbeda dengan organisasi dimana
pegawai bekerja. Melalui pihak eksternal
ide-ide segar dapat tersuplai ke dalam
organisasi. Selain itu, pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi
perlu lebih didorong agar dapat
memungkinkan diseminasi yang lebih
efektif dan dapat menjangkau seluruh
pegawai tanpa terkendala oleh faktor
ruang dan waktu. manajemen kerja
kolaboratif juga perlu dikembangkan
karena dapat mendukung bukan hanya
diseminasi tetapi seluruh elemen
pengelolaan pengetahuan seperti
penciptaan/akuisisi dan aplikasi.
Selanjutnya, Aplikasi pengelolaan
pengetahuan sebagian besarnya
bertumpu pada sumber daya manusia.
itulah sebabnya perpindahan pegawai
dengan alasan apapun dipercaya bisa

menghambat pengelolaan pengetahuan.


Karena perindahan pegawai juga
merupakan kebutuhan organisasi maka
terganggunya jejaring interaksi pegawai
karena adanya perpindahan harus
dibarengi dengan upaya merevitalisasi
jejaring antar pegawai tersebut sehingga
supplay atau pertukaran pengetahuan
antar pegawai dapat tetap berlanjut.
REFERENSI
Aldi, B. E. 2005. Menjadikan Manajemen
Pengetahuan Sebagai Keunggulan
Kompetitif Perusahaan Melalui
Strategi Berbasis Pengetahuan.
Studi Manajemen & Organisasi
Vol.2 No. 1.
Dalkir, K. 2005. Knowledge Management
In Theory And Practice. London:
Elsevier Butterworth-Heinemann.
Filemon A. Uriarte, J. 2008. Introduction
to Knowledge Managment. Jakarta:
Asean Foundation
Huang, W., K. Siau, et al. 2005. Electronic
Government Strategies and
Implementation.
Electronic
Government Strategies and
Implementation. D. Mehdi
Khosrow-Pour. Hershey, New York:
Idea Group Inc.
Kingston, J. K. C. 2012. Tacit
Knowledge:Capture, Sharing, And
Unwritten
Assumptions.
Knowledge Management Practice
Vol.13 No 3: 1-12.
McNabb, D. E. 2007. Knowledge
Management in the Public Sector.
New York: M.E.Sharpe Inc.
Munir, N. S. 2004. Penerapan
Manajemen Pengetahuan di
Perusahaan di Indonesia. ppmmanajemen

Jurnal Administrasi Negara, Volume 20 Nomor 3, Desember 2014 / 115 - 125


S T I A LAN

Jurnal
Administrasi Negara

MEASURING THE IMPACT OF MODERNIZED TAX ADMINISTRATION


SYSTEM ON TAX COMPLIANCE BY TAX SANCTION, TAX MORALE,
AND
TAX SERVICE AS INTERVENING VARIABLES
MENGUKUR DAMPAK SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAAN MODERN
TERHADAP KEPATUHAN PERPAJAKAN DENGAN SANKSI PAJAK,
MORAL PAJAK DAN
PELAYANAN PAJAK SEBAGAI VARIABEL PERANTARA
Abdul Rahman
STIA-LAN Bandung, Indonesia dan IGS University of Twente, Belanda
e-mail: rhnoke@yahoo.com, a.rahman-1@utwente.nl

Abstrak
Sektor pajak adalah sumber utama penerimaan negara di beberapa belahan dunia.
Peran pentingnya untuk pembangunan dan pembiayaan operasional membuat suatu
negara secara terus menerus melakukan perbaikan di segala sektor pajak melalui
reformasi perpajakan. Salah satu elemen reformasi adalah memodernisasi administrasi
perpajakan. Administrasi pajak menjadi pilihan karena dalam sistem perpajakan,
administrasi pajak memegang peranan penting sebagai pengorganisasi data,
pengolahan data sampai dengan penyetoran uang pajak. Secara umum, penerapan
sistem administrasi perpajakan modern telah menghabiskan secara signifikan uang
negara, sehingga perlu dievaluasi secara menyeluruh sebagai bentuk
pertanggungjawaban negara kepada masyarakat. Paper ini menawarkan sebuah model
untuk mengevaluasi penerapan sistem administrasi perpajakan modern dengan
menggunakan analisis jalur untuk mengukur dampak sistem ini terhadap kepatuhan
perpajakan dengan sanksi pajak, moral pajak, dan pelayanan pajak sebagai variabel
perantara. Dengan menerapkan model ini, diharapkan akan ditemukan faktor-faktor
dengan kontribusi terendah yang akan diperbaiki untuk mencapai sistem perpajakan
yang optimal.
Kata kunci: evaluasi, modernisasi, variable perantara, kepatuhan, analisis jalur
Abstract
Tax sector is a main source of government income in the worldwide. Its important role
for developing and financing operations makes government continuously to conduct
improvements in various sectors of taxation through tax reform. One element of the
reform is to modernize the tax administration. Tax administration to be an option
because in the taxation system, tax administration plays an important role that handles
organizing data, collecting and managing tax until remittance of the tax money. In
general, the implementation of modernizing the tax administration has spent
significantly the public fund so that it must be evaluated comprehensively as a
manifestation of accountablity from government. This paper offers a model to evaluate
the implementation of modernized tax administration system by using the path analysis

116

Abdul Rahman / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no.3 (2014) / 115 - 125

to measure the impact on the tax compliance with the tax sanction, tax morale, and
tax service as an intermediary variable. By exerting this model, it is expected to find
factors that have the lowest contribution, which then to be improved to achieved the
optimal tax system.
Keywords: evaluation, modernization, interventing variable, compliance, path
analysis.
INTRODUCTION
The World Bank and OECD report
implicitly inform us about there still
exists the countrys dependence on
revenue from the tax sector. This is not
surprising because almost 90% of
countries in the world imposes a tax for
people that are used to finance the
construction, maintenance, and
operations of the government. The
considerable dependence to achieve a
self-sufficient nation makes the
government continuously to do
improvements in the tax sector through
tax reform.
One element of tax reform is to
modernize tax administration. Reforms
in this sector is very important because
of its large role covering namely mapping
taxpayers, tax collection, management
and utilizing the tax money. Moreover,
the need of public to get the better service
in tax administration become increases
yearly. Furthermore, it is no secret that
the implementation of modernizing tax
administration expends massively the
public fund to transfer the technology,
to develop or improve the infrastructure
and human resource capacity building
including to increase the administrator
income. The magnitude of utilizing
public money lead to the extent of public
demands towards the results of these
modernization activities. Therefore they
should be evaluated in order to improve
this sector so that expectations and
demands of the public can be fulfilled
as a manifestation of government
accountability. The main question is
whether there is an evaluation model
providing a comprehensive overview

related to results of modernizing the tax


administration.
To answer this question, the paper
offers a simple model for evaluating the
implementation of modern tax
administration system by measuring its
contribution to the tax compliance
through tax sanction, tax morale, and tax
service as an intermediary variable. The
tax compliance elected is because of the
role of tax compliance to achieve the
optimum tax revenue. Likewise the tax
sanction, tax morale, and tax service
chosen as intermediary variables are
expected to represent the external and
internal elements that affect tax
compliance.
Therefore, this paper is structured
systematically through some parts.
Section 1 provides an introduction,
which is then followed by the theoretical
foundation in Section 2. Section 3
presents the model and its explanation.
The step-by-step metholodology related
to the model is shown in section 4.
Finally, conclusions are remarked in
section 5.
METHOD
Research procedure is intended in
order to the research will give maximal
result by conducting the right steps and
reducing mistakes as small as possible.
The research procedure is started by
accomplishing the preparation such as
determining the background of problem
and formulating the problem and
research hypothesis. The process is
continued by determining assumptions
from literature study, making the
guidance of instruments; formulating the

Abdul Rahman / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no.3 (2014) / 115 - 125

117

pre research instrument, justifying the


instrument, and testing the instrument
in the outside of actual location.

RESULT

The trial results are then analyzed


per item by validity and reliability test.
If not valid and reliable, question items
are discarded. Items that are valid and
reliable are then compiled into a fix
questionnaire and then it is distributed
to the actual location. The results of
distributed questionnaires are then
tabulated according to variables studied.
The data used have the likert scale,
therefore it can be tested directly by
correlation and regression analysis as a
requirement to do path analysis. These
finding research are then discussed and
interpreted in accordance with the
analysis. Finally, they are then concluded
and given some recommendations. The
scheme of research procedure can be
seen in Figure 2.

The measures of examination based


on the model are:

Making Steps of Examination

1) Examining the Instrument with


Validity and Reliability Test
a) Test of Validity
This test is used to examine the
questionnaire before it is applied in the
field. Validity test done relates to the
accuracy of measuring instrument
toward the concepts. According to
Riduwan (2004:109-110), explains that
validity is a measure that indicates the
level of correctness or validity of a
measuring instrument. To count the
validity of measuring tool is, used
Pearson Product Moment formula is:

Figure 2. Research procedure

where:
r = r count = coefficient of
correlation
Xi = sum score of items
Yi = total score (all items)
N

=number of respondents.

Then, the result is


calculated by t-test with the
formula:

where:
t = t value
r =correlation coefficient r
result count
n= number of respondents.
Distribution (Table t) for
= 0.05 and degrees of
freedom (df = n - 2) in which
rule-decision:
Source: Riduwan and Engkos A. K, 2010

Abdul Rahman / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no.3 (2014) / 115 - 125

118
If

t count > t table means valid

Conversely

t count < t table means


invalid

The rule-decision:
If

r11 > t table means reliable

Conversely

If the instrument is valid, then the


interpretation of correlation index (r) as
follows:
Between 0.800 to 1.000 : extremely high

r11 < t table means


unreliable

2) Analysis of Data Collection Result

Between 0.600 to 0.799 : higher


Between 0.400 to 0.599 : high enough
Between 0.200 to 0.399 : low
Between 0.000 to 0.199 : very low (not
valid).
b) Test of Reliability
Reliability test is performed to
measure
the
consistency
of
questionnaire. Reliability test was also
carried out to obtain the level of
congruence data collection tool
(instrument) that is used. The formula is
the Cronbach Alpha, and Anova Hoyt
with the formula:

rii =

reliability of the instrument

k =

number of the questions /


statements

12 = amount of variance of score


points
t2 = variance of total score points
to seek the variance of the score of each
item and the total variance question used
the formula:

a) Descriptive Analysis
This analysis was conducted to
describe the condition of the data from
questionnaire results.
Frequency distribution
Determining the range (R) = the
largest point - the smallest point
Determining the number of interval
class by using sturger formula:
The number of classes = 1 + 3.3 log n,
n = number of data / samples
Determining the length of the class
interval (p) by means

Mean

= mean (arithmetic average)

= sum
fi = frekuensi to-i
Xi = the value of the data to i
Median

12 = total score of each item variance

Me = median

Xi2 =sum of squared score of each item

b= lower limit of median class (the class


where the median lies)

(Xi)2 = square of the sum of the scores


of each subject each item
n

= number of respondents

p= length of the median class


n= sample size

Abdul Rahman / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no.3 (2014) / 115 - 125

F= the sum of all frequencies smaller


than the frequency of the median
class
f = frequency of the median class.
Mode

Mo = mode
b =lower limit of the modal class
(class interval with the highest
frequency)
p =class length mode
b1 = frequency of modal class
minus the frequency of the class
interval with a smaller class
before the class mark mode
b2 = frequency of modal class minus
the frequency of the class interval
with the larger class after class
mark mode.
Standard Deviation

SD =
n =
=
Xi =

Standard Deviation
lots of data
sum
the value of the data to-i

Variance

119

b. Path Analysis
This analysis was first developed in
the 1920s by a geneticist, namely Sewall
Wright (Joreskog and Sorbon, 1996;
Johnson & Wichernj, 1992). Path Analysis
is a technique for estimating the effects
a set of independent variables has on a
dependent variable from a set of
observed correlations, given a set of
hypothesized causal asymentric relation
among the variables. The main objective
of path analysis is a method of measuring
the direct influence along each separate
path in such a system and thus of finding
the degree to which variation of a given
effect is determined by each particular
cause. The method depend on the
combination of knowledge of the degree
of correlation among the variables in a
system with such knowledge as many
possessed of the causal relations
(Maruyama, 1998:16).
Therefore, the path analysis models
were used to analyze the pattern of
relationships between variables in order
to determine the direct and indirect effect
of set of independent variables
(exogenous) toward the dependent
variable (endogenous) (Riduwan and
Engkos, 2010). The assumptions that
underly the use of Path Analysis are:
Characteristics of relationship
between the variables are normal,
homogeneous, linear, and adaptive
There is a one-way causal in which
this relationship is proven by
correlation test
The
dependent
variable
(endogenous) has minimaly ratio and
interval scale

S2 = variance or standard deviation


squared
= sum
fi = frequency of the i-th
Xi = the value of the data to-i
To analyze the descriptive data used
SPSS applications.

It uses a probility sampling, that is a


sampling technique to provide equal
opportunities to each member of the
sample
There is a valid and reliable
measurement instrument

Abdul Rahman / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no.3 (2014) / 115 - 125

120

The model analyzed is specified or


identified correctly based on the
theories and relevant concepts
To meet the requirements of path
analysis, the measures undertaken are:
1) Test of Data Normality
To determine whether normal or not
research data, then it is conducted a
measurement by using the KolmogorovSmirnov test (KS) test with criteria,
namely:
If a count > a table then the data are not
normally distributed
If a count < a table then the data were normally distributed
If the data above 35, then the critical
values for the Kolmogorov-Smirnov
Table (a table) found using the formula:
(a) for = 0.05
1.36
K-S=

(b) for = 0.01


K-S=

1.63
n

For the calculation of acount is used


SPSS application. If the result is
normally distributed, then the
measurement can be continued.

y = subject dependent variable is


projected
X = independent variable that has a
certain value for the predicted
a = constant price value Y if X = 0
b = value as a determinant of direction
forecasts (predictions) that shows
the value of the increase (+) or
decrease the value of (-) variable Y
Multiple regression equation:
y = a + b1X1+ b2X2 ...
The significance value of regression
equation can be seen from Sig-value. If
Sig count < 0.05 then the equation is
significant. It means that the equation
can be used to predict the value of
dependent variable based on
independent variable.
To calculate the significance of
regression is used SPSS
3) Test of Correlation
After we know the influence
between variables by looking at the
significance of regression, then we can
calculate the magnitude of relationship
among variables by correlation test. The
formula used is the Pearson Product
Moment Formula:
Formula of Simple Correlation:

2) Test of Regression
To determine the influence between
variables and whether the dependent
variable (Y) can be predicted/predictable
if the independent variable (X) is known,
then it is accomplished the regression
test. The formula is:
Simple regression equation: y = a + bX
Y b.X
a

b=

n.XY - X.Y
nX2 - (X)2

where:
r

= rcount = coefficient of correlation

Xi=

Total score of items

Yi =

Total score total (all items)

Number of respondents.

Abdul Rahman / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no.3 (2014) / 115 - 125

121

Value of r exists between


-1 < r < +1. If the value of r = -1, then
correlation is perfect negative, if r = 0
means no correlation, and r = 1 means
that the correlation is very strong. Table
of interpretation of r values as follows:

The interpretation and significance


is the same with simple correlation. To
calculate the value and significance of
correlation is used SPSS application.

Table 1. Interpretation of Correlation Coefficient r value

The test is performed to measure the


contribution represented by the path
coefficient on each path of a causal
relationship between the independent
variable on the dependent variable. The
steps performed are:

Interval Coefficient
0.800 to 1.000
0.600 to 0.799
0.400 to 0.599
0.200 to 0.399
0.000 to 0.199

Level Relations
very strong
strong
strong enough
low
very low

Source: Riduwan (2005:138)

To know the meaning/significance of


the relationship can be calculated by ttest with t formula is:
r n-2
tcount =
1 - r2
where:
t = t value
r =correlation coefficient r result
count
n =number of respondents.

Distribution (Table t) for = 0.05 and


degrees of freedom (df = n - 2)
Rule-making:
If

tcount > t table means meaningful


relationships

Conversely tcount < ttable means no


meaningful relationship.

5) Testing with Path Analysis

(a) The test as a whole


This test is carried out to know
whether the individual contributions can
be made . If the results is that Ha is
accepted, then the test can be done
individually. The stages are:
(1) Formulate statistical hypotheses
Ha:
variable of X 1 , X 2 ,..X i
(independent)
having
a
contribution simultaneously and
significantly
toward
Y
(dependent)
Ho:
variable of X 1 , X 2 ,..X i
(independent) not having a
contribution simultaneously and
significantly
toward
Y
(dependent)
(2) By ANOVA table, we obtain the F
value and probability value (Sig). If
Sig <0.05 then Ho is rejected and Ha
is received, so the next step can be
done
Testing manually is conducted by
calculating the value of F with the
formula:

Multiple Correlation formula:


To determine the relationship
between variables X1 and X2..etc
simultaneously toward variable Y

If F count > F table Ha received so the next


step can be done

122

Abdul Rahman / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no.3 (2014) / 115 - 125

(b)Testing individual and individual


contributions
Tests are individually shown by Table
Coefficient Strip. The steps are:
Formulating the statistical hypothesis
Ha = variable of X 1 has a
contribution significantly to
the variable X2
Ho = variable of X1 does not has
contribution significantly to
the variable X2
(2) Conducting t test with the assistance
of SPSS applications or manually by
the formula:
x1
tx1 =
sex1
x1 and se x1 is obtained from
computation result of the SPSS.
Interpretations are:
-

If the probability of 0.05 is smaller


than the probability of Sig value
or 0.05 <Sig, then Ho is accepted
and Ha is rejected. It means the
no significant result

If the probability of 0.05 is greater


or equal than the probability of
Sig value or 0.05 > Sig, then Ho
is rejected and Ha is accepted. It
means the significant result

(3) Measuring the contribution of


independent variables to the
dependent variable. The magnitude
of contribution in accordance with
the formula
of Determinant
Coefficient (DC) = r2 x 100% is: the
magnitude of contribution = (path
coefficient)2 x 100%
(c) Measuring the overall contribution
(simultaneous)
Measuring the simultaneous
contribution of all independent
variables to the dependent variable
by formula:

R2 y (x1.x2 ...) = (yxi). (ryi) = (yx1). (ry1) +


(yx2). (ry2) + ...
The magnitude of contribution =

R2 y (x1.x2 ...) x 100%


Theoretical Foundation
According to Guillermo Perry and
John Whalley, when a countrys tax
system has been developed, approach to
reform is put on the improvement in
compliance and tax administration.
Improving the compliance is very
important in the tax reform, and perhaps
more important than structural changes
in the taxation system. Several concepts
have been developed and research
related to such matters are:
Modern Tax Administration System
(MTAs) is the implementation of a
transparent and accountable tax
administration system by utilizing
information technology systems that are
reliable and up to date. Based on the
theory of Caiden (1991), there are four
indicators that become dimensions of
modern tax administration, namely: (1)
organizational
structure,
(2)
organizational
procedure,
(3)
organizational strategy, and (4)
organizational culture. Research that
examines the relationship between
modern tax administration and tax
compliance conducted by Dr. Chaizi
Casucha (2004) in which the result is
reform of the tax administration have a
major impact on taxpayer compliance.
Another study focused more on the
relationship between the application of
modern tax administration system with
tax compliance, conducted by Marcus
Typhoon Sofyan. In the thesis, Entitled
Effect of the Application of Simplified
Taxation System Against the Taxpayer
Compliance Tax Services Office at the
Environment Directorate General of
Taxation Regional Office Large Taxpayer
produced in 2005 that there is a positive

Abdul Rahman / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no.3 (2014) / 115 - 125

and significant effect (90.30277%)


between the application of modern tax
administration system with tax
compliance.
Tax sanction is a guarantee that the
provisions of tax legislation (tax norm)
will be followed/complied and become
a preventive tool so that the taxpayer
does not violate the norms of taxation.
In the tax laws, there are two kinds of
sanction. Firstly, the administrative
sanction that is loss payments to the state
such as interest and increase pinalties.
Secondly, criminal sanctions. Research
about tax penalties and tax compliance
was conducted by Michael Doran (2008),
in which the result is that tax penalties
should provide tax compliance, but it is
not effective to raise extensively the
compliance. Other research from
Rahmanita (2011) indicates that the
implementation of tax penalties and
implementation of billing and have
significant positive impact on taxpayer
compliance. The simultaneous influence
of 49.14%.
Tax morale is the principles, norms,
and values
that were held by
individuals in realizing their tax
obligations or intrinsic motivation.
Research associated with the
relationship between tax morale with tax
compliance carried out by James Alm
and Benno Torgler, 2006. The result is
an existence of significant influence
between the tax compliance with tax
morale and culture in the country. It
means that there are influence of values,
social norms and attitudes toward the
implementation of taxation in a country.
This research also notes circumstances
that affect tax morale among others: (1)
perception of fairness including the
governments treatment to taxpayers (fair
or not), (2) trust toward government
institutions, (3) characteristic of the fiscal
exchange between taxpayers and
government including how do
government services in the exchange
process, (4) government awards to

123

taxpayers such as giving fully the trust


to taxpayers to calculate, pay and report
their taxes (self assessment) including
rewards to honest taxpayers (reward and
punishment system).
Tax service is all forms of tax official
activities in a certain period in order to
fulfill the expectations/needs of
taxpayers and to implement regulations.
According to Zeithaml et al in
Delivering Quality Service Balancing
Customer Perceptions and Expectations
(1990:26), there are five indicators to
measure service quality (SERVQUAL/
methodology for measuring service
quality), namely: (1) tangible, that is the
appearance of physical facilities,
equipment, labor, and tools of
communication; (2) reliability, that is the
ability to provide a service that has been
promised reliably and accurately, (3)
responsiveness, that is the willingness to
help customers and to provide
immediately services, (4) assurance, that
is the knowledge and courtesy of
employees in serving customers,
including their ability to maintain
customer trust, (5) emphaty, that is the
individual concern and attention
provided by the company to the
customer. The research related to the
relationship between the tax service and
tax compliance performed by Lederman
(2003) in his study entitled Tax
Compliance and the Reformed IRS. The
result is IRS reform that focuses to tax
service has succeed effectively to
increase tax compliance. As suggestion,
the maintenance of taxpayers is more
focused on services.
Tax compliance is all activities of
taxpayesr to fulfill their tax obligations
in accordance with the tax regulations.
Indicators of compliance, according to
Nasucha Chaizi cited by Siti Kurnia
(2006:111), are: (1) tax compliance in
registering taxes, (2) tax compliance in
delivering notification letters, (3) tax
compliance in calculatin and paying tax

124

Abdul Rahman / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no.3 (2014) / 115 - 125

payables, and, (4) tax compliance in


paying arrears.
Modernizing the tax administration
is a state effort to improve tax
compliance. Based on the research
previously, there is a significant
relationship between the modern tax
administration and tax compliance.
Another result is the existence of
meaningful relationship between the
modern tax administration with tax
sanction, tax morale and tax service, in
which these variables affects directly and
indirectly the tax compliance
Design of Evaluation Model
From an overall perspective, both
theoretically and empirically, and then
it is developed an evaluation model of
implementation of modern tax
administration system with its influence
toward tax compliance effect in which
tax sanction, tax morale, and tax service
act as an intermediary variable. Complete
design model is as follows:
Figure 1. Model Evaluation of Modern
Tax Administration System Towards Tax
Compliance

In figure 1 is built the relationship


between the modern tax administration
system (MTAs) with tax compliance
through saction tax, tax morale, tax
service as an intervening variable. By this
model is expected to facilitate measuring
directly and indirectly the contribution
of MTAS on tax compliance.
In the tax compliance system, it is
possible if there are two models of
compliance, namely voluntary and
forced tax compliance. The variable of
tax sanction, tax morale and tax service
were expected to represent driving
factors toward the 2 models of
compliance.
The election of tax sanction, not the
other variables such as tax audit, is
because for all evaluation activities, the
tax sanction has an important role. As
well as any tax audit activities will be
useless if there are no sanctions for
irregularities. Other selected variable is
tax morale. Tax morale is an internal
element and becomes an important factor
that affects tax compliance. The last
intervening variable is the tax
service.This variable chosen is because
the one that affects tax compliance is tax

Source: analysis of author

Abdul Rahman / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no.3 (2014) / 115 - 125

administration service. Satisfaction on


this aspect will influence the compliance
of taxpayer.
Variable of tax sanction and service
becomes an external intermediary
variable and tax morale for internal
intervening variable of tax compliance.
Direct relationship of tax saction variable
to tax compliance describes the driving
factor of forced compliance. On the other
hand, the indirect relationship tax
sanction and service through tax morale
toward tax compliance shows the driving
factors of voluntary compliance.
CONCLUSION
Currently, taxes are still the leading
source for countries in the world in
getting funds to finance economic
activity and government. Its major role
makes the government paid great
attention to improve this sector through
tax reform. One element of tax reform is
modernizing the tax administration. This
process takes much time and
considerable expense where the source
comes from public money. Therefore the
government should accountable it by
conducting the evaluation of modern tax
administration implementation and
make improvements immediately so that
the tax system process can run
appropriate with expectations.
This paper offers a model of
evaluation of the modern tax
administration implementation by
measuring its contribution to tax
compliance through tax sanction, tax
morale, and tax services as an
intervening variable. The stages to
achieve that are namely making research
procedure and systematic review flow,
including measuring the data by using
Path Analysis. With conducting the
evaluation by using this model is
expected to find variables that have the
lowest contribution and should be the
focus of government attention in making
improvements and to give useful
information in formulating the tax reform
in the future.

125

REFERENCES
Alm, James, and Benno Torgler, 2006. Culture
differences and tax morale in the United
States and in Europe. Journal of
Economic Psychology 27.2, 224-246.
Arviansyah, Egon Berghout, Chee-Wee
Tan,.2011. Evaluation of ICT
Investment in Healthcare: Insights and
Agenda for Future Research. University
of Groningen.
Devano, Sony, dan Siti Kurnia. 2006.
Taxation: Concept, Theory, and Issue.
Jakarta: Kencana, .
Doran, Michael. Tax Penalties and Tax
Compliance (December 10, 2008). Harvard
Journal on Legislation, Vol. 46, 2009.
Johnson, Richard A. & Dean W. Wichern,
1992. Applied Multivariate Statistical
Analysis. New Jersey: Prentice Hall.
Engjewood Cliffs.
Joreskog, K.G. & Dag Sorbom, 2006. Lisrel 8:
Users Reference Guide, Scientific
Software International, Chicago: Inc.
Lederman, Leandra. 2003. Tax Compliance
and the Reformed IRS. George Mason
Law & Economics Research Paper No.
03-13; U of Texas, Public Law Research
Paper No. 50.
Maruyama, Geoffey M. 1998. Basic of
Structural Equation Modeling. USA:
Sage Publication, Inc.
Nasucha,
Chaizi.
2004.
Public
Administration Reform: Theory and
Practice. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
OECD Economic Outlook, 2013.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A dan Berry,
L.L.1985. A Conceptual Model of
Service Quality and Its Implications for
Future Research, Journal of Marketing,
Vol. 49, Fall, p. 41-50.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A dan Berry,
LL. 1990, Journal of Retailing, Vol. 64,
Spring, p. 12-40.
Riduwan and Engkos A.K. 2010. The Way in
Using and Meaning of Path Analysis.
Bandung: Alfabeta.
Riduwan. 2004. Statistic for Agency and
Institution of Government/Private. First
Printing Bandung: Alfabeta.
Sofyan, Taufan Marcus. 2005. Effect of
Implementation of Modern Tax
Administration System to Taxpayer
Compliance at Tax Regional Office for
Large Taxpayer. Undergraduate Thesis,
State College of Accountancy.

Jurnal Administrasi Negara, Volume 20 Nomor 3, Desember 2014 / 126 - 132


S T I A L AN

Jurnal
Administrasi Negara

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TRANSPORTASI KOTA


DILIHAT DARI ASPEK KETERSEDIAAN SUMBER DAYA MANUSIA
(Studi Kasus Kota Makassar)
CITY TRANSPORTATION POLICY IMPLEMENTATION
VIEWED FROM THE ASPECT OF HUMAN RESOURCES AVAILABILITY
(Case Study Makassar)

Wahidin
Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara, Makassar.
e-mail: wahidin@lan.go.id

Abstrak
Masalah transportasi di Kota Makassar sudah berada pada kondisi yang sudah
memprihatinkan dimana para pengguna jalan tidak lagi merasa nyaman, aman dan
tenang berkendaraan disebabkan karena kemacetan, kecelakaan, dan pelanggaran
lainnya, para pengguna jalan tidak lagi peduli pada peraturan lalu lintas dan angkutan
jalan yang telah dikeluarkan pemerintah, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketersediaan sumber daya manusia (implementor) pada Dishub Kota Makassar belum
memadai baik kuantitasnya maupun kulaitasnya, sehingga berdampak pada sistem
transportasi di Kota Makassar belum efektif dan efisien.Untuk itu Dishub Kota
Makassar seyogianya memfokuskan pada pengadaan dan pengembangan sumber daya
manusia dalam rangka mewujudkan transportasi dalam Kota Makassar yang efektif
dan efisien (tertib, nyaman, aman dan murah).
Kata kunci: Pemerintah Kota, Implementasi Kebijakan, Ketersediaan Sumber Daya
Manusia.

Abstract
Transportation problems in Makassar has already been in quiet poor conditions that
road users have no longer feel comfortable, safe and quiet driving due to congestion,
accidents, and other violations. Road users have no longer care about traffic rules
and road transportation laws which was issued by the government, such as Law No.
22 of 2009 on Traffic and Transportation. The result of this research showed that the
availability of human resources (implementor) in Makassar City Transportation Service
Unit is inadequate both in its quantity and quality. Thus, the impact on the
transportation system in the city of Makassar was still ineffective and inefficient. In
relation to that Makassar City Transportation Service Unit should focussed on
recruitment and human resource development, in order to create effective and efficient
transportation in the city of Makassar (orderly, comfortable, safe and cheap).
Keywords: City Government, Policy Implementation, Human Resource Availability.

Wahidin / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 126 - 132

PENDAHULUAN
Sejak Indonesia merdeka di tahun
1945 pada masa itu pula Indonesia mulai
membenahi diri melalui berbagai program
pembangunan, baik pembangunan fisik
maupun pembangunan non fisik untuk
mengejar ketertinggalan dengan negaranegara lain di dunia. Pembangunan fisik
maupun pembangunan non fisik
keduanya tidak bisa dipisahkan karena
saling menopang satu sama lain.
Pada saman Orde Baru (Orba)
sasaran pembangunan diarahkan pada
sektor pembangunan fisik karena saat itu
sangat dibutuhkan sarana dan prasarana
(infrastruktur) misalnya pembangunan
gedung, jalan, jembatan, pelabuhan,
bandara dan lain-lain sebagai prasarana
untuk mendukung proses pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan di
seluruh wilayah Republik Indonesia.
Selain pembangunan fisik yang
dilakukan pemerintah kota, juga
pemerintah kota melakukan pengembangan sumber daya manusia dalam
rangka meningkatkan kemampuan dan
keterampilannya melalui pendidikan
formal jenjang Diploma, Strata Satu,
Strata Dua dan Strata Tiga. Pengembangan
sumber daya manusia merupakan salah
satu kebijakan strategis pemerintah kota
yang telah dilakukan dalam rangka
meningkatkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia (pegawai)
sebagai aset organisasi yang sangat
berharga dan memegang peranan penting
dalam organisasi sebagai perencana,
pengambil keputusan, pelaksana,
pengendali dalam pelaksanaan kegiatan.
Begitu besarnya peranan sumber
daya manusia dalam organisasi
dibanding dengan sumber daya lainnya,
diharapkan bagi setiap pimpinan
organisasi senantiasa memberi perhatian
kepada sumber daya manusia agar lebih
termotivasi untuk meningkatkan
kinerjanya dan pada gilirannya akan
meningkatkan kinerja organisasi. Selain
meningkatkan pengetahuan dan

127

keterampilan pegawai (kualitasnya), juga


diharapkan pemerintah Kota Makassar
untuk mengangkat pegawai negeri
utamanya pegawai yang memiliki
kompetensi teknis dan fungsional pada
Dinas Perhubungan Kota Makassar yang
selama ini masih terbatas jumlahnya,
yakni 9 pegawai yang memiliki
kompetensi teknis dan 10 pegawai
sebagai fungsional (Bagian Kepegawaian
Dishub Kota Makassar, 2013).
Dalam organisasi, sumber daya
sangat berperan dan menentukan
keberhasilan organisasi untuk mencapai
tujuan. Dengan demikian, sumber daya
terutama sumber daya manusia yang
harus direncanakan, diadakan,
dikembangkan (dibina) dan dipelihara,
sehingga
dapat
dipertahankan
keberadaannya dan dapat digunakan
dalam waktu relatif lama dalam
organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Keberadaan sumber daya
manusia (pegawai) pada Dinas
Perhubungan (Dishub) Kota Makassar
dan merupakan salah satu aset Dishub
Kota Makassar yang memegang peranan
penting sebagai pemikir, perencana,
pengambil keputusan dan sekaligus
pelaksana tugas pokok dan fungsi Dishub
Kota Makassar. Oleh karena itu tulisan
ini bermaksud untuk mengetahui dan
menjelaskan sumber daya manusia
(pegawai) pada Dinas Perhubungan Kota
Makassar yang melaksanakan tugas dan
fungsi yang lebih baik, efektif dan efisien
terutama yang berkaitan dengan
pelaksanaan transportasi Kota Makassar.
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan
adalah deskriptif-kualitatif karena
penulis ingin mendeskripsikan,
mencatat dan menginterpretasikan
implementasi kebijakan transportasi
Kota bagi pemerintah Kota Makassar dan
stakeholder.

128

Wahidin / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 126 - 132

Sumber Data dan Teknik Pengumpulan


Data
Peneliti akan mengungkapkan data
berdasarkan pengamatan, tanpa
dipengaruhi oleh siapapun dari apa yang
ingin diungkapkan dan diteliti.
Hal tersebut disebabkan metode
penelitian kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data
deskriptif, yakni tentang apa yang
diucapkan, ditulis, dan dilakukan secara
nyata dan dapat diambil dari orang-orang
atau subyek penelitian sebagaimana
diungkapkan oleh Natsir (1999).
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dan dianalisis
menggunakan beberapa teknik meliputi
pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, verifikasi dan membuat
kesimpulan dan saran.
HASIL PENELITIAN
Implementasi kebijakan transportasi
kota akan dapat terlaksana dengan efektif
dan efisien apabila dilaksanakan oleh
orang-orang atau sumber daya manusia
yang memiliki kompetensi, profesional
dan motivasi yang tinggi. Oleh karena itu
dalam upaya mewujudkan implementasi
kebijakan tersebut di atas, maka
seyogianya Pemerintah Kota Makassar
memprioritaskan sumber daya manusia
yang memadai baik dari sisi kualitas
maupun dari kuantitasnya.
Hasil wawancara Kepala Dinas
Perhubungan
Kota
Makassar
mengungkap bahwa
Sumber Daya Manusia (SDM)
khususnya tenaga penguji yang
melakukan pemeriksaan terhadap
kendaraan-kendaraan di lapangan
masih sangat terbatas, baru ada 9
(sembilan) orang padahal luas
wilayah dan jumlah kendaraan
angkutan umum (angkutan orang
dan barang ) cukup banyak. Jadi
tidak seimbang (Wawancara,
tanggal 20 Februari 2013).

Hasil wawancara tersebut di atas


menunjukkan bahwa sumber daya
manusia yang dimiliki Dinas
Perhubungan Kota Makassar khususnya
tenaga penguji kendaraan umum belum
memadai baik dilihat dari aspek
kuantitasnya maupun dari aspek
kualitasnya. Kompetensi teknis tentang
Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB)
masih sangat terbatas jumlahnya, hanya
9 (sembilan) orang pegawai dari 10
(sepuluh) orang pegawai yang telah
mengikuti pelatihan fungsional Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Keterbatasan
ini
akan
dapat
mempengaruhi pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi Dinas Perhubungan Kota
Makassar dan berdampak pada kinerja
Dinas Perhubungan Kota Makassar.
Jumlah pegawai Dinas Perhubungan
Kota Makassar sebanyak 181 orang
pegawai, terdiri atas Pegawai Negari Sipil
(PNS) 134 orang pegawai dan pegawai
kontrak 47 orang. Jumlah ini belum
memadai dan demikian pula dari segi
kompetensi masih perlu ditingkatkan
seperti yang disampaikan atau hasil
wawancara dengan Kepala Dinas
Perhubungan
Kota
Makassar,
mengatakan bahwa sumber daya
manusia masih terbatas dan lebih-lebih
tenaga penguji yang melakukan
pemeriksaan terhadap kendaraankendaraan di lapangan (Hasil
wawancara, tanggal 20 Februari 2013).
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya, jumlah pegawai Dinas
Perhubungan Kota Makassar belum
memadai, demikian pula jumlah
pegawai yang memiliki kompetensi
teknis sebagai penyidik atas kendaraan
umum dan angkutan masih terbatas,
hanya 10 (sepuluh) orang pegawai yang
telah mengikuti diklat fungsional
(Penyidik Pegawai Negeri Sipil disingkat
PPNS) dan 9 (sembilan) orang pegawai
yang telah mengikuti diklat teknis.
Pendidikan dan pelatihan bagi Pegawai
Negeri Sipil sangat dibutuhkan dalam
rangka meningkatkan kemampuan,

Wahidin / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 126 - 132

keterampilan dan sikap/perilaku yang lebih


baik. Selain itu juga, menambah pengalaman serta motivasi bagi setiap pegawai.
Di bawah ini penulis memaparkan jumlah
pegawai Dinas Perhubungan Kota
Makassar yang telah mengikuti diklat
kepemimpinan, diklat fungsional serta
diklat teknis dalam Tabel 1.

129

disediakan pemerintah kota untuk


biaya diklat sangat terbatas.

Keterbatasan anggaran pemerintah


Kota Makassar yang dialokasikan untuk
biaya mengikuti diklat bagi pegawai
negeri Dinas Perhubungan Kota Makassar
menyebabkan terbatasnya pegawai
negeri Dinas Perhubungan Kota Makassar
yang diutus untuk
mengikuti diklat,
Tabel 1
khususnya diklat
Jumlah Pegawai Negeri Sipil Dinas Perhubungan Kota Makassar
teknis
dan
yang Telah Mengikuti Diklat Kepemimpinan, Diklat Teknis Dan Diklat Fungsional
fungsional akibatnya
jumlah pegawai
negeri yang memiliki
kompetensi
di
bidang perhubungan
m i s a l n y a
kompetensi untuk
pengujian kendaraan
bermotor (PKB),
penyidik pegawai
negeri sipil (PPNS)
dan kompetensi lainnya. Mengantisipasi
Data tersebut di atas menunjukkan
keterbatasan tersebut bagi pegawai
bahwa pegawai negeri Dinas
negeri Dinas Perhubungan Kota
Perhubungan Kota Makassar yang telah
Makassar, maka pemerintah kota
mengikuti diklat, baik diklat
seyogianya mempersiapkan anggaran
kepemimpinan maupun diklat teknis
untuk pendidikan dan pelatihan pegawai
dan diklat fungsional masih terbatas
negeri dalam rangka peningkatan
jumlahnya dibanding dengan jumlah
kompetensi pegawai negeri sipil
pegawai negeri yang telah memenuihi
khususnya pegawai negeri Dinas
syarat untuk mengikuti diklat.
Perhubungan Kota Makassar.
Disamping itu tuntutan kebutuhan
Ketersediaan sumber daya manusia
organisasi untuk meningkatkan
yang
berkualitas dan jumlah yang
kompetensi pegawai negeri Dinas
memadai
dalam suatu organisasi akan
Perhubungan Kota Makassar yang masih
membawa organisasi yang bersangkutan
dirasakan kurang terutama kompetensi
(Dinas Perhubungan Kota Makassar) akan
teknis dan fungsional. Kondisi ini sejalan
dapat sukses dan eksis dalam
yang disampaikan Sekretaris Dinas
menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
Perhubungan Kota Makassar pada hari
Demikian sebaliknya bilamana kualitas
Selasa, tanggal 17 April 2013, bahwa :
sumber daya manusia terbatas serta
Masih ada beberapa pegawai kita
jumlahnya, akan turut menghambat
yang telah menduduki jabatan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
struktural eselon IV namun belum
Dinas Perhubungan Kota Makassar dan
mengikuti diklat kepemimpinan.
pada gilirannya akan menghambat
Demikian pula diklat teknis dan
pencapaian kinerja Dinas Perhubungan
diklat fungsional yang masih
Kota Makassar. Selain jenis diklat yang
sedikit jumlah pegawai yang
telah
diikuti oleh pegawai negeri Dinas
mengikuti. Masalahnya dana yang
Perhubungan Kota Makassar, penulis

130

Wahidin / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 126 - 132

akan menampilkan pula tingkat


pendidikan pegawai Dinas Perhubungan
Kota Makassar sebagai berikut :

Perhubungan Kota Makassar turut


mempengaruhi
kinerja
Dinas
Perhubungan Kota Makassar terutama
dalam
Pemeriksaan
Tabel 2
Kendaraan Bermotor (PKB)
Data Pegawai Negeri Dinas Perhubungan Kota Makassar
yang harus dilakukan
Berdasarkan Tingkat Pendidikan per Januari 2013
sebagai salah satu tugas
pokok Dinas Perhubungan
Kota
Makassar
yang
dilakukan secara berkala
untuk
memberikan
kepastian suatu kendaraan
bermotor layak jalan atau
tidak. Hal ini penting
dilakukan agar supaya
kendaraan
yang bergerak di
Sumber daya manusia (pegawai
jalan
raya
dapat
bergerak
dengan baik,
negeri) pada Dinas Perhubungan Kota
aman dan nyaman, sehingga terjamin
Makassar dilihat dari latar belakang
keselamatan kendaraan berjalan di jalan
pendidikannya masih didominasi latar
umum dan keselamatan bagi
belakang pendidikan Sekolah Lanjutan
penumpangnya.
Tingkat Atas (SLTA), yakni 89 orang
pegawai disusul lulusan Strata Satu (S1)
Sumber daya manusia (pegawai
sebanyak 47 orang pegawai kemudian
negeri) yang dimiliki Dinas Perhubungan
Strata Dua (S2) 23 orang pegawai,
Kota Makassar dilihat dari aspek pangkat
Diploma 3 sebanyak 10 orang pegawai
dan golongan bervariatif mulai dari
dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
pangkat/golongan yang terendah, yakni
(SLTP) dan Sekolah Dasar (SD) masingJuru, I/c sampai yang tertinggi, yakni
masing 9 orang pegawai dan 3 orang
Pembina Tk. I, IV/c. Untuk lebih jelasnya
pegawai. Dengan komposisi tingkat
dapat dilihat dalam Tabel 3 di bawah ini:
pendidikan pegawai negeri sipil yang
Tabel 3
telah disebutkan di atas di mana masih
Jumlah Pegawai Negeri Sipil Dinas Perhubungan
didominasi pegawai yang berpendidikan
Kota Makassar Berdasarkan Pangkat dan
SLTA, maka seyogianya Dinas
Golongan. Per 1 Januari 2013
Perhubungan Kota Makassar
No.
Pangkat/Golongan
Jumlah Pegawai
1.
Pembina Tingkat I / IV c2 orang
dapat mendorong pegawainya
2.
Pembina / IV a
9 orang
untuk mengembang-kan diri atau
3.
Pembina
Tingkat
I
/
III
d
7
orang
memberikan tugas belajar kepada
4.
Penata
/
III
c
13
orang
setiap
pegawai
untuk
5.
Penata Muda Tingkat I / III b
10 orang
melanjutkan pendidikan ke
6.
Penata Muda / III a
11 orang
jenjang yang lebih tinggi (S1, S2
7.
Pengatur Tingkat I / II d

dan S3) serta mengirim


8.
Pengatur / II c
11 orang
pegawainya untuk mengikuti
9.
Pengatur Muda Tingkat I / II b
14 orang
pendidikan dan pelatihan (diklat)
10.
Pengatur Muda / II a
49 orang
terutama diklat teknis dan diklat
11.
Juru Tingkat I / I d
2 orang
12.
Juru / I c
6 orang
fungsional yang berkaitan dengan
Jumlah
134 orang
tugas pokok dan fungsi Dinas
Sumber : Bagian Kepegawaian Dinas Perhubungan Kota Makassar, 2013.
Perhubungan Kota Makassar.
Data dalam Tabel 3 menunjukkan
Keterbatasan kompetensi yang
bahwa
pegawai negeri Dinas
dimiliki pegawai khususnya kompetensi
Perhubungan Kota Makassar yang
teknis dan fungsional pada Dinas

Wahidin / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 126 - 132

definitif dilihat dari aspek pangkat dan


golongan masih lebih banyak golongan I
dan II dibanding dengan golongan III dan
IV. Hal ini menunjukkan bahwa pegawai
lebih banyak tenaga operasional di
lapangan untuk melaksanakan tugas
pokok dan fungsi Dinas Perhubungan
Kota Makassar. Golongan I dan II ini
tersebar di Sekretariat yang membawahi
tiga Sub Bagian dan empat bidang dan
masing-masing bidang membawahi tiga
Sub Bidang serta satu Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD). Dari struktur ini
menggambarkan banyak dan luasnya
cakupan tugas pokok dan fungsi baik di
sekretariat yang membawahi tugas sub
bagian yang melaksanakan tugas
pendukung (tugas staf) dan empat bidang
yang masing-masing bidang membawahi
tiga sub bidang yang melaksanakan tugas
lini (tugas pokok) Dinas Perhubungan
Kota Makassar.
Sehubungan dengan keadaan
pegawai tersebut di atas yang lebih
banyak pegawai golongan I dan II yang
berijazah SLTA, SLTP dan SD, pimpinan
sudah harus mempertimbang-kan
keadaan tersebut dan mencari alternatif
yang lebih baik dalam arti bahwa
pegawai yang sudah ada perlu ditingkatkan kemampuannya, keteram-pilan,
dedikasi/motivasinya melalui pemberian
tugas belajar, ijin belajar, ditugaskan
untuk mengikuti pelatihan-pelatihan
dalam
rangka
meningkatkan
pengetahuan,
kemampuan
dan
keterampilan masing-masing pegawai
yang nantinya diharapkan dapat menjadi
pemikir, penggagas, konseptor,
perencana dan sekaligus pelaksana yang
baik, bertanggung jawab dan memiliki
dedikasi/motivasi yang tinggi.
Oleh karena itu, organisasi yang bisa
bertahan dan eksis ke depan adalah
organisasi yang memiliki sumber daya
manusia yang handal, memiliki
kompetensi, profesional, dedikasi dan
motivasi yang tinggi. Sumber daya
manusia yang demikian tentunya akan
dapat melaksanakan tugas dan fungsinya

131

dengan baik, efektif dan efisien sesuai


tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
(sesuai visi, misi, sasaran, program dan
kegiatan). Dengan demikian dalam
rangka mewujudkan visi, misi, sasaran
dan tujuan secara efektif dan efisien,
Dinas Perhubungan Kota Makassar tidak
ada pilihan lain selain terus-menerus
meningkat pengetahuan, kemampuan,
keterampilan, perilaku yang baik serta
motivasi yang tinggi bagi seluruh
pegawai Dinas Perhungan Kota Makassar
terutama tugas yang berkaitan langsung
dengan implementasi kebijakan
transportasi kota yang lebih tertib,
nyaman, aman dan mudah terjangkau
bagi seluruh lapisan masyarakat.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa implementasi kebijakan
transportasi Kota Makassar dilihat dari
aspek ketersediaan sumber daya
manusia, belum terlaksana dengan
efektif yang ditandai dengan masih
banyaknya masalah yang berkaitan
dengan transportasi Kota Makassar
antara lain seperti: masih banyak
kendaraan umum yang bergerak di jalan
belum diuji untuk layak jalan, di manamana terjadi kecelakaan dan kemacetaan
di jalan. Selain itu masalah keterbatasan
sumber daya manusia (pegawai) Dinas
Perhubungan Kota Makassar masih
terbatas terutama yang memiliki
kompetensi teknis dan fungsional yang
berhubungan langsung dengan
pelaksanaan kebijakan di bidang
transportasi kota. Jauh sebelumnya
Edward
III
(Nugroho,
2009)
mengemukakan bahwa ada 4 (empat)
faktor yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi suatu kebijakan dan salah
satu di antaranya adalah faktor sumber
daya manusia. Efektifnya atau
keberhasilan implementasi kebijakan
disebutkan oleh Edward III (2008) bahwa
ada 4 (empat) variabel yang
mempengaruhi efektif atau berhasilnya
implementasi kebijakan, yaitu :

132
1.
2.
3.
4.

Wahidin / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 126 - 132

Communication
Resources
Dispotition
Bureaucratic structural.

Dengan demikian, keberhasilan


implementasi kebijakan transportasi
Kota Makassar sebagian besar ditentukan
ketersediaan sumber daya manusia yang
memadai baik kualitas maupun
kuantitasnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penulis menyimpulkan bahwa
dalam implementasi kebijakan
transportasi Kota Makassar, Dinas
Perhubungan Kota Makassar selaku
implementor belum dapat terlaksana
dengan efektif disebabkan sumber daya
manusia (pegawai) masih terbatas
terutama yang memiliki kompetensi
teknis. Keterbatasan jumlah pegawai
tersebut tidak sebanding dengan luas
wilayah Kota Makassar dan jumlah
kendaraan umum yang bergerak dalam
Kota Makassar cukup banyak dan
beragam jenis/tipenya. Selain itu, sumber
daya manusia (pegawai) yang dimiliki
Dinas Perhubungan Kota Makassar masih
terbatas dan masih didominasi golongan
I dan golongan II (tenaga operasional).
Kondisi ini telah menunjukkan bahwa
tenaga pemikir, konseptor, perumus
kebijakan, perencana, desainer,
penggerak kelompok dan pengambilan
keputusan yang tepat dan cepat masih
terbatas/kurang. Oleh karena itu,
sebaiknya pemerintah Kota Makassar
segara memenuhi keterbatasan jumlah
dan kualitas sumber daya manusia pada
Dinas Perhubungan Kota Makassar
sebagai instansi yang bertanggung jawab
secara fungsional dalam implementasi
kebijakan transportasi Kota Makassar.

REFERENSI
Abednego. 2013. Implementasi
Kebijakan Transportasi Darat Kota
Ambon. Makassar: Pasca Sarjana
Universitas Negeri Makassar.
Adisasmitas, Rahardjo dan Adji Sakti
Adisasmita. 2011. Manajemen
Transportasi Darat Mengatasi
Kemacetan Lalu Lintas di Kota
Besar.Yogyakarta. Edisi Pertama.
Graha Ilmu.
Dinas Perhubungan Kota Makassar. 2013.
Laporan Keadaan Pegawai.
Makassar.
Edwards III, C. George. 1980.
Implementing Public Policy.
Congressional Congressional
Quarterly Press (C.Q. Press)
1431422 nd, Street N.W.
Washington D.C. 20037.
Hasibuan, Malayu S.P. 2009. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Edisi
Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Nugroho, Riant. 2009. Public Policy.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Republik Indonesia. Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
Republik Indonesia. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.

Jurnal Administrasi Negara, Volume 20 Nomor 3 , Desember 2014 / 133 - 143


S T I A LAN

Jurnal
Administrasi Negara

KUALITAS PELAYANAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN


BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR
DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
SERVICE QUALITY OF VEHICLE AND VEHICLE SALES TAX
IN SOUTH SULAWESI PROVINCE

Nuraeni Sayuti 1 dan Abdul Malik Faisal 2


1

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi - Lembaga Administrasi Negara, Makassar.


e-mail: neno_stialan@yahoo.co.id
2

UPTD Samsat Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas pelayanan pajak kendaraan bermotor
dan bea balik nama kendaraan bermotor di Provinsi Sulawesi Selatan. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif-kuantitatif.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wajib pajak kendaraan bermotor dan
bea balik nama kendaraan bermotor di Provinsi Sulawesi Selatan yang berjumlah
1.470.526 unit kendaraan, Sedangkan sampel dalam penelitian ini di tentukan melalui
metode simple random sampling, di mana masing-masing dari kabupaten/kota di
Sulawesi Selatan di tarik 10 responden, sehingga jumlah responden keseluruhannya
adalah 240 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan pajak
kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor di Provinsi Sulawesi
Selatan cukup baik di tinjau dari dimensi tangible (nyata, berwujud), reliability
(kepercayaan, kehandalan), responsiveness (ketanggapan, kepekaan), assurance
(kepastian, jaminan keamanan) dan emphaty (kepedulian, perhatian). Untuk
meningkatkan kualitas pelayanan, penelitian ini merekomendasikan 3 hal, yaitu: 1)
Penambahan unit-unit pelayanan khusus di seluruh kabupaten/ kota; 2) Peningkatan
kualitas sarana dan prasarana di beberapa UPTD Samsat terutama di Kabupaten
Luwu Utara yang saat ini kantornya berada di gedung cagar budaya, yang terbuat
dari papan dan tidak dapat di renovasi karena masuk dalam kategori di lindungi
Negara; 3) Perlunya sosialisasi tentang tata cara perhitungan pokok wajib pajak yang
harus dibayarkan, sehingga transparansi pelayanan dapat terbangun.
Kata Kunci: kualitas pelayanan, pajak, bea, kendaraan bermotor.
Abstract
This study aims to assess the quality of services of motor vehicle tax and motor vehicles
transfer tax in the Province of South Sulawesi. The method used in this research is
descriptive-quantitative research methods. The population in this study are all
compulsory motor vehicle tax and vehicle title transfer fee in South Sulawesi Province,
amounting to 1,470,526 units of the vehicle, while the sample in this study determined
through simple random sampling method, in which 10 respondents is determined for
each of the districts/cities in South Sulawesi, so the overall number of respondents was

134

Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 133 - 143

240 respondents. The results showed that the quality of service the motor vehicle tax
and motor vehicles transfer tax in the Province of South Sulawesi is quite good in the
dimensions of tangible (real, tangible), reliability (trust, reliability), responsiveness
(responsiveness, sensitivity), assurance (certainty, security) and empathy (caring,
attention). To improve the quality of service, this study recommends three things: 1)
The addition of special care units in all districts/cities; 2) Improving the quality of
infrastructure in some UPTD SAMSAT, particularly in North Luwu District Office that
the office is currently located in the building of cultural heritage, which is made from
the board and should not been renovated in regards to its status as protected by the
State; 3) The need of socialization for taxpayer about the basic calculation procedure
to be paid in order to build a transparent services.
Keywords: quality of service, taxes, duties, motor vehicle.
PENDAHULUAN
Peningkatan pelayanan publik
dilakukan bukan hanya untuk
memenuhi amanat Undang-undang
No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, tetapi diharapkan dengan
peningkatan kepuasan masyarakat akan
mendorong masyarakat untuk taat dalam
membayar kewajibannya.
Menurut Firmanzah (2012) dalam
www.setkab.go.id bahwa penerimaan
perpajakan sebagai suatu kontributor
terbesar dalam postur pendapatan Negara
(rata-rata 70%) meningkat signifikan
hingga 2011 (baik menggunakan baseline
2001 maupun 2005). Meningkatnya
penerimaan pajak dalam APBN selama
1 dekade terakhir berdampak pada
berkurangnya porsi hutang sebagai
sumber pembiayaan dalam APBN. Rasio
hutang terhadap PDB menukik turun di
titik 24,3% di semester 1 tahun 2012 di
bandingkan 77% di tahun 2001. Defisit
anggaran selama 1 dekade terjaga dengan
baik dengan rata-rata 1,4% (terhadap
PDB). Tahun 2011 defisit anggaran
Negara tercatat sebesar 1,1% atau dapat
di tekan 54% dari tahun 2001 yang
mencapai 2,4%.
Bagi banyak pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten/kota yang
sumberdaya alamnya tidak terlalu
menonjol, pajak adalah tumpuan utama
untuk membiayai APBD, sehingga
banyak daerah berusaha menggenjot
penerimaan
pajaknya.
Upaya

meningkatkan penerimaan pajak dapat


dilakukan melalui dua cara, yaitu:
intensifikasi dan ekstensifikasi pajak.
Intensifikasi dilakukan melalui
perbaikan sistem perpajakan, misalnya
perbaikan data base wajib pajak,
perbaikan sistem pemungutan,
mekanisme pelayanan dan lain-lain.
Sedangkan ekstensifikasi dilakukan
dengan cara berusaha untuk menggali
kemungkinan sektor-sektor yang belum
dikenakan pajak namun berpotensi
untuk di kenakan. Dari dua cara ini,
banyak pemerintah daerah yang
menempuh usaha ekstensifikasi pajak
karena dianggap lebih mudah. Namun
upaya ini seringkali memberatkan
masyarakat karena sektor-sektor yang
dikenakan pajak merupakan sektor yang
dianggap memberatkan masyarakat
ataupun pengenaannya tumpang tindih
dengan pajak lain. Akibatnya Kementrian
Dalam Negeri seringkali membatalkan
Peraturan Daerah (Perda) karena
bermasalah
terkait
dengan
kecenderungan Pemerintah Daerah
untuk menciptakan berbagai pungutan
yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan bertentangan
dengan
kepentingan
umum,
menghambat arus barang antar daerah
dan menimbulkan ekonomi biaya tinggi.
Direktorat Jenderal Otonomi Daerah
melalui situs resminya merilis sepanjang
tahun 2002 s/d 2009 terdapat 1.878
Peraturan Daerah ( Perda ) tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah yang

Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 133 - 143

dibatalkan oleh Kementrian Dalam


Negeri. Bagi pemerintah provinsi,
ekstensifikasi pajak tidak dapat
dilakukan karena Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 melarang untuk
memungut pajak di luar dari 5 (lima)
jenis pajak yang telah ditentukan yaitu:
Pajak kendaraan bermotor, Bea balik
nama kendaraan bermotor, Pajak bahan
bakar kendaraan bermotor, Pajak air
permukaan, dan Pajak rokok. Akibatnya
Pemerintah Provinsi hanya dapat
menempuh jalan intensifikasi pajak
sebagai
cara
meningkatkan
pendapatannya dari sektor pajak.
Peningkatan kualitas pelayanan
merupakan salah satu upaya intensifikasi
di sektor pajak. Menyikapi masalah dan
fenomena yang terjadi, maka Dinas
Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan sebagai pihak yang berwenang
untuk mengelola pemungutan pajak
daerah Provinsi khususnya pajak
kendaraan bermotor dan bea balik nama
kendaraan bermotor, harus meningkatkan kualitas pelayanannya. Pajak
kendaraan bermotor dan bea balik nama
kendaraan bermotor menjadi prioritas
usaha intensifikasi pajak karena memiliki
potensi yang besar dalam mendorong
peningkatan pendapatan daerah. Data
yang ada pada Dinas Pendapatan Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan
bahwa sampai tanggal 31 Desember 2012
jumlah kendaraan bermotor yang telah
melunasi pajak kendaraan bermotor
sebanyak 1.470.526 unit dengan realisasi
keuangan Rp. 1.354 trilyun dan masih
terdapat 802.317 unit kendaraan bermotor
yang belum melunasi pajak kendaraan
bermotornya. Jika jumlah kendaraan
bermotor yang belum melunasi pajaknya
satu persatu dipungut pajaknya rata-rata
Rp. 900.000,-, maka Pemerintah Provinsi
Sulawesi
Selatan
memperoleh
penghasilan dari sektor tunggakan pajak
kendaraan bermotor saja sebanyak 722
Milyar.
Pelayanan melalui penyediaan
Sistem Administrasi Manunggal Satu

135

Atap (Samsat) yang handal, diklaim


Dinas Pendapatan mampu meningkatkan
kualitas pelayanannya. Sebagai contoh
dalam pelayanan satu wajib pajak,
dilayani paling lama 15 menit, dimana
data pelayanan pajak di 24 kabupaten/
kota telah terintegrasi dalam sistem yang
sengaja diciptakan dan sistem tersebut
untuk saat ini di kawasan Timur
Indonesia, hanya Dinas Pendapatan
Provinsi Sulawesi Selatan yang
menggunakannya. Oleh sebab itu,
penulis ingin mengetahui sampai sejauh
mana
kualitas pelayanan dinas
pendapatan daerah tersebut dalam
mengelola pemungutan pajak kendaraan
bermotor dan bea balik nama kendaraan
bermotor, serta faktor yang mendukung
dan menghambat peningkatan kualitas
layanan tersebut.
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian
Jenis penelitian dapat ditinjau dari
segi metode, tingkat eksplanasi dan jenis
data, serta analisisnya, sedangkan untuk
penelitian ini menggunakan metode yang
bersifat deskriptif kuantitatif, untuk
mengukur kualitas pelayanan pajak
kendaraan bermotor dan bea balik nama
di Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian
ini dilakukan di wilayah kerja UPTD
Samsat Dinas Pendapatan Daerah
Provinsi Sulawesi Selatan.
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah
seluruh wajib pajak kendaraan bermotor
dan bea balik nama kendaraan bermotor
di Provinsi Sulawesi Selatan yang
berjumlah 1.470.526 unit kendaraan.
Sampel sebanyak 240 responden diambil
dari wajib pajak kendaraan bermotor dan
bea balik nama kendaraan bermotor di
Provinsi Sulawesi Selatan yang berasal
dari 24 Kabupaten/Kota, dimana setiap
Kabupaten/Kota ditarik masing masing
10 responden.

136

Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 133 - 143

Teknik Pengumpulan Data

Samsat) yang mewakili 24 Kabupaten/


Kota di Sulawesi Selatan. Karakteristik
sampel atau responden ini antara lain
terdiri dari jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan dan pekerjaan yang akan
mempengaruhi wawasan, pengetahuan
dan pengalaman yang berbeda-beda.
Sebelum kami menampilkan data terkait
karakteristik sampel, terlebih dahulu
kami akan menampilkan data terkait
jenis pelayanan pajak yang diterima
responden seperti yang terlihat pada
Tabel 1 berikut ini :

Pengumpulan data dilakukan


melalui penyebaran kuesioner yang
berisi pertanyaan dan pilihan jawaban
yang telah ditentukan sebelumnya,
melakukan wawancara dengan bertatap
muka secara langsung terhadap aparatur
pemerintah yang terlibat dalam
pelaksanaan pelayanan pajak kendaraan
bermotor dan bea balik nama kendaraan
bermotor,
untuk
mendapatkan
penjelasan terkait 5 (lima) dimensi
kualitas pelayanan yang diteliti. Serta
melakukan observasi dan telaah
Tabel 1
dokumen untuk mendapatkan data-data
Jenis Pelayanan Pajak Yang Diterima Responden
terkait dengan pajak kendaraan
No
Jenis Pelayanan
Responden
%
bermotor dan bea balik nama
1
Pajak kendaraan bermotor
228
95
kendaraan bermotor.
2
Bea balik nama kendaraan
bermotor
12
5
Teknik Pengolahan dan Analisis
Jumlah
240
100
Data
Data yang diperoleh melalui
penyebaran kuesioner, akan diolah
dengan bilangan persentase dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Hasil skor di tentukan dengan skala
interval sebagai berikut :
3,28 - 4,03 dikategorikan baik,
2,52 - 3,27 dikategorikan cukup baik,
1,76 - 2,51 dikategorikan kurang baik,
1,00 - 1,75 dikategorikan tidak baik .
Hasil olahan data tersebut dianalisis
dan dideskripsikan, begitupun dengan
data yang diperoleh dari hasil
wawancara. Data hasil observasi dan
dokumen yang diperoleh di lapangan,
juga akan dianalisis sebagai informasi
pendukung dalam mengolah data dari
informan.

Sumber: hasil olahan data primer tahun 2013

Ketika penelitian dilakukan, 228


responden (95%) sedang dalam keadaan
menerima layanan pajak kendaraan
bermotor (PKB) dan hanya 12 responden
(5%) sedang dalam keadaan menerima
layanan bea balik nama kendaraan
bermotor.
Responden yang mengurus langsung
pembayaran bea balik nama kendaraan
bermotor sangat sedikit, karena hampir
semua pembelian kendaraan bermotor
baru ke dealer oleh masyarakat di
lakukan secara on the road (OTR), yaitu
harga kendaraan yang dibayarkan sudah
termasuk pembayaran bea balik nama
kendaraan bermotor. Berikut Tabel 2
terkait jenis kelamin responden:
Tabel 2
Jenis Kelamin Responden

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Sampel
Sampel atau responden dalam
penelitian ini adalah pengguna
pelayanan pajak kendaraan bermotor dan
bea balik nama kendaraan bermotor dari
unit palayanan teknis daerah (kantor

No
1
2

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Responden
188
52
240

%
78,3
21,7
100

Sumber: hasil olahan data primer tahun 2013

Tabel di atas memperlihatkan bahwa


dari Jumlah responden sebanyak 240
orang terdiri dari 188 orang laki-laki

Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 133 - 143

(78,3%) dan perempuan 52 orang


(21,7%). Hal ini mengindikasikan bahwa
untuk urusan pengurusan pajak
kendaraan bermotor dan bea balik nama,
laki-laki lebih dominan karena
mempunyai pengalaman yang lebih
banyak terkait hal tersebut.
Tabel 3
Data Usia Responden

No
1
2
3
4

Usia
46 - 55 tahun
36 - 45 tahun
26 - 35 tahun
17 - 25 tahun
Jumlah

Responden %
15
6,6
120
49,2
90
37,6
15
6,6
240
100

Sumber: hasil olahan data primer tahun 2013

Dari 240 responden, terbanyak


berusia 3645 tahun (49,2%), hal ini di
sebabkan karena kelompok umur ini
lebih berpengalaman dan sudah matang
dalam pengurusan pajak kendaraan
bermotor dan bea balik nama kendaraan
bermotor, lalu disusul usia 2635 tahun
(37,6%), kemudian usia 1725 tahun dan
4655 tahun (6,6%) .
Tabel 4
Tingkat Pendidikan Responden

No
1
2
3
4
5

Pendidikan
Responden
S2
8
S1
65
Diploma
31
SMU
120
SMP ke bawah
16
Jumlah
240

%
3,3
27,1
12,9
50
6,7
100

Sumber: hasil olahan data primer 2013

137

Pekerjaan para responden dalam


penelitian ini didominasi oleh PNS
sebesar 35,8%, disusul swasta sebesar
35,4%, dan lain-lain sebesar 28,8 %.
Kualitas Pelayanan Publik
Dinas Pendapatan Daerah Provinsi
Sulawesi Selatan telah mengklaim
dirinya telah menyediakan pelayanan
yang prima. Namun pelayanan yang
prima dengan berbagai inovasi di
dalamnya, kualitasnya bukan ditentukan
oleh penilaian penyedia layanan
tersebut, melainkan oleh pelanggan atau
pengguna layanan. Untuk itu
pengukuran kualitas melalui survai
kepuasan sangat penting untuk
meningkatkan atau memperbaiki kualitas
pelayanan. Dengan menggunakan 5
(lima) dimensi kualitas pelayanan publik
dari Parasuraman, penelitian ini
melakukan pengukuran kualitas
pelayanan pajak kendaraan bermotor dan
bea balik nama kendaraan bermotor yang
disediakan di seluruh unit UPTD Samsat
di Provinsi Sulawesi Selatan.
Hal pertama yang dinilai dalam
penelitian ini adalah tingkat kualitas
pelayanan pada dimensi Tangible yang
terdiri dari penampilan fisik bangunan,
sarana dan prasarana pendukung, serta
penampilan petugas saat memberikan
layanan.
Tabel 6
Tanggapan Responden Terhadap Ketersediaan
Perangkat Pelayanan Pembayaran Pajak yang
Dimiliki UPTD Samsat Provinsi Sulawesi Selatan

Pendidikan para responden sebagian


besar adalah SMU sebesar 50%, disusul
yang berpendidikan S1 sebesar 27,1%
dan yang paling rendah adalah yang
berpendidikan S2 hanya sebesar 3,3%.
Tabel 5
Jenis Pekerjaan Responden

No
1
2
3

Pekerjaan
Responden
%
Pegawai Negeri Sipil
86
35,8
Swasta
85
35,4
Lain-lain
69
28,8
Jumlah
240
100

Sumber : hasil olahan data primer tahun 2013

Berdasarkan data di atas, diketahui


bahwa sebagian besar responden
menganggap bahwa UPTD Samsat di
Provinsi Sulawesi Selatan telah memiliki
sarana dan prasarana yang memadai
dalam memberikan pelayanan pajak
kendaraan bermotor dan bea balik nama

138

Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 133 - 143

Tabel 8 dapat memperlihatkan


bahwa penampilan petugas pelayanan
pembayaran pajak kendaraan bermotor
dan bea balik nama kendaraan bermotor
pada UPTD Samsat Provinsi Sulawesi
Selatan telah baik, dimana menurut
responden sebagian besar petugasnya
sudah terlihat bersih, rapih, dan dapat
dibedakan antara petugas dan wajib
Tabel 7
pajak. Penampilan petugas mendapatTanggapan Responden Terhadap Kenyamanan Ruang kan nilai yang tinggi karena petugas
Pelayanan di UPTD Samsat Prov. Sulawesi Selatan
pelayanan adalah Pegawai Negerei
Sipil atau pegawai tidak tetap yang
sehari-harinya diatur penggunaan
pakaiannya.
kendaraan bermotor, hal ini juga didukung
oleh hasil observasi yang melihat bahwa
sarana dan prasarana telah dilengkapi
dengan ruang administrasi, ruang tunggu
pelayanan, loket pembayaran, toilet serta
dilengkapi pula dengan perangkat
komputer yang terhubung dengan
jaringan pelayanan on line.

Tabel di atas memperlihatkan bahwa


para responden sebagian besar
menyatakan cukup nyaman dengan
ruang pelayanan yang disediakan. Masih
terdapat 18,3% responden yang merasa
kurang nyaman dengan ruang pelayanan
UPTD. Hal ini perlu mendapat perhatian
karena jumlahnya tidak sedikit dan dapat
mempengaruhi kualitas pelayanan yang
diberikan. Masih adanya jawaban kurang
nyaman disebabkan perbedaan tingkat
kepadatan pelayanan terhadap wajib
pajak sedangkan tidak seluruh UPTD
Samsat memiliki kualitas yang sama,
misalnya dari luas ruang pelayanan
yang berbeda-beda antara satu
Kabupaten/Kota dengan Kabupaten/
Kota yang lainnya sehingga mengakibatkan terjadinya penumpukan
antrian dimana wajib pajak tidak
mendapatkan kursi tunggu dan harus
menunggu dalam kondisi berdiri.
Tabel 8
Tanggapan Responden Terhadap Penampilan Petugas
Pelayanan Pembayaran Pajak pada UPTD Samsat
Provinsi Sulawesi Selatan

Untuk dimensi Reliability, kualitas


pelayanan yang dinilai adalah dari
aspek kecakapan dan keakuratan
petugas dalam memberikan pelayanan
dan kemampuan menyediakan layanan
yang memudahkan serta kemampuan dari
petugas memberikan jasa sesuai dengan
apa yang dijanjikan, terutama menyangkut kecepatan proses penyelesaian
pembayaran, prosedur pelayanan,
kewajaran biaya dan ketersediaan unitunit pelayanan yang lain yang memudahkan dalam pembayaran pajak pada
UPTD Samsat Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel 9
Tanggapan Responden Terhadap Kecepatan Dan
Keakuratan Pelayanan Penyelesaian Pembayaran Pajak
pada UPTD Samsat Provinsi Sulawesi Selatan

Tabel 9 menunjukkan bahwa


responden menilai pelayanan
penyelesaian pembayaran pajak yang
di berikan UPTD Samsat Provinsi
Sulawesi Selatan terbilang cepat dan
akurat, yakni kurang dari waktu
standar yang ditetapkan 15 menit.
Kecepatan pelayanan ini dikarenakan
UPTD Samsat telah dilengkapi

Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 133 - 143

dengan sistem pelayanan dengan


menggunakan Computerize Samsat Link,
sehingga memudahkan petugas untuk
memperoleh data tentang wajib pajak
dan besaran pajak kendaraan bermotor
serta bea balik nama kendaraan bermotor
yang harus dibayarkan.
Tabel 10
Tanggapan Responden Terhadap Prosedur
Pelayanan Pembayaran Pajak pada UPTD
Samsat Provinsi Sulawesi Selatan

139

UPTD Samsat, diketahui bahwa wajib


pajak sesungguhnya tidak dibebankan
biaya pelayanan, karena yang mereka
bayarkan hanya pokok pajak sesuai
dengan jenis kendaraan yang mereka
miliki, bila ada wajib pajak yang
membayar lebih dari pokok pajak yang
telah ditetapkan oleh pajak daerah, hal
ini di sebabkan karena mereka masih
menggunakan calo.
Tabel 12
Tanggapan Responden Terhadap Ketersediaan
Unit-unit Pelayanan Lain yang Memudahkan
Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama di Provinsi Sulawesi Selatan

Sumber: hasil olahan data primer tahun 2013

Tabel 10 memperlihatkan bahwa


sebagian besar responden menyatakan
prosedur pelayanan pembayaran pajak
telah baik atau dapat dikatakan tidak
berbelit-belit. Berdasarkan hasil
observasi, di seluruh UPTD Samsat
Provinsi Sulawesi Selatan telah
terpasang banner atau poster yang
menginformasikan tentang syarat-syarat
dan kelengkapan berkas yang harus
disediakan oleh wajib pajak, begitupun
dengan standar operasional prosedur
yang harus dilalui dan informasiinformasi penunjang lainnya.
Tabel 11
Tanggapan Responden Terhadap Kewajaran Biaya
Pelayanan Pembayaran Pajak pada UPTD Samsat
Provinsi Sulawesi Selatan

Tabel 11 menunjukkan bahwa


responden menilai biaya pelayanan yang
dibayarkan masih wajar sesuai dengan
yang mereka perkirakan. Dari hasil
wawancara dengan salah satu kepala

Dari Tabel 12 diketahui bahwa


sebagian besar responden menyatakan
cukup tersedia unit-unit pelayanan lain
yang memudahkan pembayaran pajak.
Dan sebagian besar responden
mengetahui adanya tempat pelayanan
pembayaran selain di kantor UPTD
Samsat, ketersediaan unit-unit
pelayanan ini, antara lain:
a. Gerai Sayang yang terdapat di mallmall
b. 2 (dua) unit pelayanan Samsat
keliling
c. Drive
Thru
pembayaran pajak.

pelayanan

Untuk dimensi Responsiveness,


yang diteliti adalah penilaian
responden terhadap sikap petugas
dalam
menghadapi
keluhan
pengguna layanan dan kemampuan
petugas
untuk
memberikan
penjelasan kepada pengguna layanan
terkait mekanisme, persyaratan dan
jumlah kewajiban pembayaran pajak.

140

Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 133 - 143

Tabel 13
Tanggapan Responden terhadap Sikap
Petugas dalam Menghadapi Keluhan
Pengguna Layanan

Sumber: hasil olahan data primer tahun 2013

Untuk dimensi ini, tanggapan


responden menunjukkan bahwa petugas
pelayanan di UPTD Samsat Provinsi
Sulawesi Selatan memiliki sikap yang
baik dalam menghadapi keluhan
pengguna layanan dimana para petugas
tersebut dapat dimintai keterangan serta
dapat memberi tanggapan terhadap
berbagai keluhan dari para wajib pajak
tersebut, terutama keluhan mengenai
besaran biaya yang harus mereka
bayarkan. Tapi hal itu wajar, karena biaya
tersebut sudah berdasarkan aturan yang
sudah ditetapkan, dan besarannya
berbeda tergantung jenis dan usia
kendaraan yang mereka miliki.

menjelaskan mekanisme pelayanan


kepada masyarakat. Dalam sampul SOP,
dituliskan bahwa Kepuasan Masyarakat
Dalam Penyelesaian Administrasi
Kendaraan Bermotor Adalah Kehormatan
Bagi Kami. Dengan demikian, petugas
akan sadar akan tanggung jawabnya.
Pada dimensi Assurance, yang
dinilai adalah kemampuan petugas
memberikan rasa aman bagi pelanggan
sehingga tidak menimbulkan keraguan
dan risiko yang mungkin timbul akibat
pelayanan yang diberikan. Untuk
mengukur hal ini, digunakan dua
indikator, yaitu pendapat responden
tentang keyakinan akan kebenaran data
wajib pajak dan kebenaran akan pokok
pajak yang dibayarkan.
Tabel 15
Tanggapan Responden terhadap Keyakinan
Kebenaran Data Wajib Pajak

Tabel 14
Tanggapan Responden terhadap Kemampuan
Petugas untuk Memberikan Penjelasan
tentang Mekanisme, Persyaratan dan Jumlah
Kewajiban Pembayaran Pajak

Dari tabel di atas, dapat dilihat


bahwa responden kebanyakan yang
yakin bahwa data tentang wajib pajak
yang dimiliki UPTD Samsat Provinsi
Sulawesi Selatan adalah data yang
akurat, sesuai dengan kondisi
aktualnya. Dalam hal ini data yang
dimaksud adalah data pemilik
kendaraan yang benar dan sama dengan
data yang tertera dalam bukti STNK
serta sesuai dengan nomor kendaraan.

Dari tabel di atas, diketahui bahwa


sebagian besar responden menyatakan
bahwa petugas pelayanan memiliki
kemampuan yang baik dalam
memberikan penjelasan tentang
mekanisme, persyaratan dan jumlah
kewajiban pembayaran pajak. UPTD
Samsat telah memiliki SOP yang jelas,
sehingga dengan membacanya petugas
dapat dengan mudah mengetahui dan

Tabel 16
Tanggapan Responden terhadap Keyakinan
Kebenaran Data Pokok Pajak yang Dibayarkan

Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 133 - 143

Selain tentang data wajib pajak,


berdasarkan Tabel 16 responden juga
memiliki keyakinan yang sama tentang
kebenaran pokok pajak yang dibayarkan,
dikarenakan sistem komputerisasi yang
di gunakan pada UPTD ini sudah sangat
baik dan selalu ter- update, sehingga
jenis kendaraan dan tahun kendaraan
yang dimiliki oleh wajib pajak dapat
tertera pada data pajak tersebut.
Untuk dimensi yang terakhir, yaitu
dimensi Empaty, yang ingin dilihat
adalah bagaimana tingkat kepedulian/
perhatian dari para petugas secara individual terhadap pengguna layanan.Untuk
mengukur hal tersebut, responden
diminta memberikan tanggapannya
terhadap dua indikator, yaitu kesopanan
dan keramahan petugas dalam
memberikan pelayanan, serta sikap adil
petugas dalam memberikan pelayanan
yang sama terhadap seluruh wajib pajak.
Tabel 17
Tanggapan Responden Terhadap Kesopanan
dan Keramahan Petugas UPTD Samsat
Provinsi Sulawesi Selatan

Tabel 17 menunjukkan bahwa


responden berpendapat bahwa petugas
berlaku sopan dan ramah dalam
memberikan pelayanan kepada wajib
pajak, yakni melayani dengan senyuman,
kemudian ramah dalam pelayanan dan
tutur kata yang baik kepada wajib pajak.
Tabel 18
Tanggapan Responden Terhadap Sikap Adil Petugas
dalam Memberikan Pelayanan kepada Wajib Pajak

141

Berdasarkan tabel diatas, diketahui


bahwa petugas pelayanan berlaku adil
terhadap semua wajib pajak, dengan
tidak membedakan status pengguna
layanan. Dalam memberikan pelayanan,
petugas memanggil pengguna layanan
berdasarkan sistem antrian. Selain itu
diterapkan aturan untuk tidak
mengijinkan pengguna layanan masuk ke
ruang petugas. Sehingga kemungkinan
untuk melakukan pengurusan di Balik
Meja bisa dikatakan tidak terjadi. Di
beberapa UPTD Samsat, pengguna
layanan malah hanya dilayani melalui
loket yang tersekat dan hanya
menyediakan satu lubang kecil untuk
komunikasi.
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini terlihat jelas
bahwa kualitas pelayanan pajak
kendaraan bermotor dan bea balik nama
kendaraan bermotor di Provinsi Sulawesi
Selatan cukup baik, hal ini disebabkan
karena UPTD Samsat Provinsi Sulawesi
Selatan dalam upayanya untuk
dapat
terus
meningkatkan
pendapatan daerah terutama yang
berasal dari pajak kendaraan
bermotor dan bea balik nama
kendaraan bermotor senantiasa
berusaha meningkatkan kualitas
layanannya, terutama yang terkait
dengan 5 (lima) dimensi kualitas
pelayanan.
Pada dimensi tangibles atau tampilan
fisik, hasil yang didapatkan dari para
responden untuk aspek ketersediaan
perangkat pelayanan mendapatkan nilai
3,25 atau kategori cukup tersedia, hal ini
disebabkan karena UPTD Samsat telah
memiliki sarana prasarana yang
memadai, seperti sarana komputer yang
terhubung langsung dengan system on
line di kantor pusat dan juga memiliki
prasarana gedung yang dilengkapi
dengan ruang administrasi, ruang
tunggu, loket pembayaran dan toilet.
Sedangkan untuk kenyamanan pengguna
layanan mendapatkan nilai 3,08 atau

142

Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 133 - 143

kategori cukup nyaman karena pengguna


layanan dapat melakukan aktifitasnya
dengan baik, hal ini disebabkan karena
ruang tunggu dilengkapi dengan fasilitas
AC, kursi tunggu yang nyaman, TV dan
kebersihan ruangan selalu terjaga.
Sedangkan untuk aspek penampilan
petugas, mendapatkan nilai 3,45 atau
kategori baik, hal ini disebabkan karena
pakaian petugas diatur penggunaannya,
mereka diwajibkan berpakaian bersih
dan rapi.
Untuk dimensi yang kedua, yaitu
reliability adalah menilai kecepatan /
keakuratan petugas dalam memberikan
layanan, prosedur pelayanan, kewajaran
biaya pelayanan serta ketersediaan unitunit pelayanan lainnya. Untuk indikator
kecepatan/keakuratan mendapatkan nilai
3,37 kategori cepat dan akurat, hal ini
disebabkan karena pada UPTD Samsat
Provinsi Sulawesi Selatan telah
ditetapkan standar waktu 15 menit untuk
penyelesaian pembayaran bagi setiap
wajib pajak, dan hal ini juga di dukung
dengan adanya system computerize
Samsat Link yang memudahkan petugas
memperoleh data tentang wajib pajak.
Untuk prosedur layanan, mendapatkan
nilai 3,45 dengan kategori baik, hal ini
di sebabkan karena prosedur pelayanan
yang ditetapkan tidak berbeli-belit, di
mana-mana terpasang banner atau
poster yang menginformasikan tentang
syarat-syarat dan kelengkapan berkas
yang harus disediakan oleh wajib pajak,
dan juga sudah ditetapkan SOP yang
harus dilalui oleh wajib pajak.
Sedangkan untuk kewajaran biaya
pelayanan, mendapatkan nilai 3,43
dengan kategori wajar karena pokok
pajak yang dibayarkan berdasarkan
ketetapan pajak daerah berdasarkan usia
dan jenis kendaraan. Untuk ketersediaan
unit-unit lainnya mendapatkan nilai 3,19
atau cukup tersedia. Hal ini disebabkan
karena adanya beberapa unit pendukung
yang telah dibangun untuk mendekatkan
dan memudahkan masyarakat dalam
pengurusan pajak ini.

Untuk dimensi ketiga responsiveness


atau daya tanggap, yang dinilai adalah
sikap petugas dalam menghadapi
keluhan masyarakat dan kemampuan
petugas dalam memberikan penjelasan
tentang mekanisme, persyaratan, dan
jumlah kewajiban pembayaran pajak.
Untuk indikator pertama mendapatkan
nilai 3,43 atau baik, hal ini disebabkan
karena petugas dapat dengan segera
memberi tanggapan terhadap berbagai
keluhan dari wajib pajak, sedangkan
untuk indikator kedua mendapatkan
nilai 3,42 atau kategori mampu, karena
petugas memiliki kemampuan yang baik
dalam memberikan penjelasan terkait
mekanisme, persyaratan dan jumlah
kewajiban pajak yang harus dibayarkan.
Pada Dimensi Assurance atau
jaminan rasa aman bagi pengguna
layanan, indikator yang dinilai adalah
keyakinan kebenaran data wajib pajak
dan kebenaran data pokok pajak yang
harus dibayarkan. Untuk indikator
pertama mendapatkan nilai 3,45 atau
kategori yakin, hal ini disebabkan karena
data yang ada pada UPTD Samsat adalah
data yang akurat sesuai dengan kondisi
aktualnya, sedangkan untuk kebenaran
data pokok pajak yang harus dibayarkan
mendapatkan nilai 3,26 atau kategori
cukup
yakin,
karena
sistem
komputerisasi yang digunakan sudah
sangat baik dan selau ter-update. Data
yang digunakan berasal dari kepolisian
yang memuat nomor polis di kendaraan
serta data STNK .
Untuk dimensi yang terakhir yaitu
Empaty, yang dinilai adalah tingkat
kepedulian atau perhatian dari petugas
secara individu terhadap pengguna
layanan, yang terdiri dari kesopanan dan
keramahan petugas yang memperoleh
nilai 3,62 atau kategori sopan dan ramah
karena petugas dalam hal ini melayani
dengan penuh sopan santun, ramah dan
tutur kata yang baik kepada wajib pajak.
Adapun indikator lain yang dinilai
adalah sikap adil petugas dalam
memberikan layanan, untuk indikator ini

Nuraeni Sayuti dan Abdul Malik Faisal / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 133 - 143

mendapatkan nilai 3,48 atau kategori


adil, hal ini disebabkan karena petugas
pelayanan selalu berlaku adil dengan
tidak membedakan status wajib pajak,
petugas memanggil pengguna layanan
berdasarkan sistem antrian.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang bisa ditarik dari
hasil penelitian ini adalah bahwa
kualitas pelayanan pajak kendaraan
bermotor dan bea balik nama kendaraan
bermotor di Provinsi Sulawesi Selatan
sudah baik, karena dari kelima dimensi
yang diteliti, bila dirata-ratakan
mendapatkan nilai 3,38 atau kategori
baik. Dimensi yang paling tinggi nilainya
adalah dimensi empaty dengan nilai
rata-rata 3,55 atau kategori baik,
sedangkan dimensi yang paling rendah
nilainya adalah tangible dengan nilai
rata-rata 3,26 atau kategori cukup baik.
Oleh karena itu, kualitas sarana dan
prasarana di beberapa UPTD Samsat
Provinsi Sulawesi Selatan perlu
ditingkatkan sehingga memiliki
kesamaan kemampuan dalam melayani
masyarakat. Untuk UPTD Samsat yang
berada di daerah padat atau banyak
jumlah kendaraan bermotornya
sebaiknya ditambahkan unit-unit
pelayanan khusus agar masyarakat dapat
menerima layanan secara maksimal.
Untuk dapat lebih meningkatkan
kepuasan para wajib pajak terhadap
pelayanan yang diberikan, sebaiknya
lebih ditingkatkan lagi sumber daya
manusia yang ada pada UPTD Samsat
Provinsi Sulawesi Selatan, dengan cara
melakukan sosialisasi tentang tata cara
pelayanan yang baik dan juga terkait
pengetahuan tentang prosedur dan
proses penyelesaian pembayaran pajak.
Juga dengan mengadakan sosialisasi
kepada masyarakat tentang tata cara
perhitungan pokok wajib pajak yang
harus dibayarkan.

143

REFERENSI
Albury, David. 2003. Innovation in the
Public Sector. Discussion Paper.
London : The Mall
Depdagri.go.id. 2011:1.878 Perda
dibatalkan. http://www.ditjenotda.depdagri.go.id/index.php /
categoryblog/65-1878- perdadibatalkan
Boediono, B. 2003. Pelayanan Prima
Perpajakan. Jakarta: Rineka Cipta
Ilham, Arsyam. Mei, Ranmor di Sulsel
sudah 2,2 juta unit. Koran Tribun
Timur, 22 Mei 2012.
Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi
Pelayanan Publik. Yogyakarta:
Pembaharuan
Parasuraman, A., V.A. Zeithaml, and L.L.
Berry. 1985. Conceptual of Model
Service Quality and Its Implication
For Future Research. Journal of
Marketing, Vol.49: 41-50.
Republik Indonesia. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Republik Indonesia. Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian
Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Salam, Dharma Setyawan.2002.
Manajemen Pemerintahan di
Indonesia. Jakarta: Penerbit
Jembatan.
UNDESA, 2011 . Laporan Sektor Publik
Dalam Hal Inovasi . http://
www.un.org /en /development/
desa/index.html
Zain, Mohammad. 2007. Manajemen
Perpajakan. Jakarta: Salemba
Empat.
Setkab.go.id. Penerimaan Perpajakan.
http://www.setkab.go.id/artikel5247-html-penerimaan perpajakan

Jurnal Administrasi Negara, Volume 20 Nomor 3, Desember 2014 / 144 - 157


S T I A L AN

Jurnal
Administrasi Negara

ETOS KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA


KANTOR KECAMATAN GALESONG SELATAN KABUPATEN TAKALAR
CIVIL SERVICES ETHOS WORK ON
OFFICE OF SOUTH GALESONG SUBDISTRICT OF TAKALAR DISTRICT

Halim 1, Azwar Anas 2, dan Rohana Thahier 3


1

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi - Lembaga Administrasi Negara, Makassar.


e-mail: halim108@gmail.com
2

Kantor Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar.


e-mail: azwar.lan.racunk@gmail.com

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi - Lembaga Administrasi Negara, Makassar.


e-mail: rohana.stialan@gmail.com

Abstrak
Etos kerja menjadi salah satu tolok ukur terhadap keberhasilan Pegawai Negeri Sipil
dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Penelitian
ini ditujukan untuk memperoleh informasi dan menjelaskan mengenai etos kerja
Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Kecamatan Galesong Selatan. Metode penelitian yang
digunakan adalah deskriptif-kuantitatif yang dimaksudkan untuk menggambarkan data
penelitian secara interpretatif berlandaskan teori dengan menggunakan tabel frekuensi
skor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etos kerja pegawai negeri sipil ditinjau dari
aspek ide individualisme/independensi termasuk kategori baik. Namun demikian,
indikator manajemen waktu ternyata termasuk dalam kategori buruk disebabkan masih
banyak pegawai yang belum dapat mengelola waktunya dengan baik dalam
melaksanakan pekerjaannya. Di samping itu, etos kerja pegawai negeri sipil ditinjau
dari aspek pengaruh positif bekerja terhadap individu termasuk dalam kategori sangat
baik, yang ditunjukkan dari bagaimana pegawai pada kantor tersebut melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya dengan baik karena setiap pegawai selalu beranggapan
bahwa pekerjaan yang ia kerjakan akan menghasilkan sebuah pengaruh yang positif
bagi meraka. Oleh karena itu, manajemen waktu yang baik sangat diperlukan demi
terwujudnya efektivitas dan efisensi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kantor
Kecamatan Galesong Selatan.
Kata kunci: etos kerja, pegawai negeri sipil, kantor kecamatan.
Abstract
Work ethic became one of the benchmarks for the success of the Civil Service in carrying
out his job as a public servant. This study aims to obtain information and explain about
the work ethic of the Civil Service in South Galesong District. The method used is
descriptive-quantitative method that intended to describe the data in interpretive research
based theory using frequency table scores. The result of this study showed that the work
ethic of civil servants, in terms of individualism/independency aspects, is categorized
good. However, in terms of time management indicator is categorized bad because
still there are many employees have not been able to manage their time properly in

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

145

doing their job. In addition, the work ethic of civil servants in terms of positive influence
aspects to individuals is categorized excellent that showed in how well the employees
carrying out their duties and responsibilities. This was based on the view of every
employee that often assumes the work he is doing will produce a positive influence on
himself. Therefore, adequate time management is necessary in order to achieve
effectiveness and efficiency in governance at South Galesong Subdistrict.
Keywords: work ethics, civil service, office of subdistrict.
PENDAHULUAN
Untuk dapat mencapai kefektifan
dan keefisienan pelaksanaan tugas
pokok, etos kerja pegawai tentulah
merupakan salah satu faktor yang sangat
berpengaruh dalam kehidupan
organisasi. Oleh karena itu, etos kerja
menjadi salah satu tolok ukur terhadap
keberhasilan Pegawai Negeri Sipil dalam
melaksanakan pekerjaannya sebagai abdi
negara dan abdi masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 42 Tahun 2004 tentang
Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik
Pegawai Negeri Sipil, yang dimaksud
dengan Jiwa Korps PNS adalah rasa
kesatuan dan persatuan, kebersamaan,
kerja sama, tanggung jawab, dedikasi,
disiplin, kreativitas, kebanggaan dan rasa
memiliki organisasi PNS dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Pembinaan jiwa korps PNS
dimaksudkan untuk meningkatkan
perjuangan, pengabdian, kesetiaan dan
ketaatan PNS kepada Negara kesatuan
dan Pemerintah Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Salah satu tujuan
Pembinaan Jiwa Korps PNS adalah
Mendorong etos kerja PNS untuk
mewujudkan PNS yang bermutu tinggi
dan sadar akan tanggung jawabnya
sebagai unsur aparatur negara, dan abdi
masyarakat.
Esensi dari stos kerja adalah
memandang pekerjaan tidak sekadar
jalan mencari penghasilan semata,
melainkan untuk menemukan eksistensi
dan martabat sebagai manusia.

Ruang lingkup Pembinaan Jiwa


Korps PNS mencakup peningkatan etos
kerja dalam rangka mendukung
produktivitas kerja dan profesionalitas
PNS. Etos kerja aparatur yang dimaksud
adalah kegiatan atau upaya-upaya untuk
menggali dan menerapkan nilai-nilai
positif dalam organisasi/instansi
Pemerintah yang disepakati oleh para
anggota (PNS) untuk meningkatkan
produktivitas kerja.
Sinungan (2003) mengungkapkan
bahwa dalam kenyataannya pada saat ini
masih terus berkembang kehidupan etos
kerja yang kurang menunjang pada
pembangunan moral bangsa. Di antara
berbagai sikap tersebut dapat
dikemukakan antara lain pada paragraf
berikut ini.
Budaya Konsumtif. Munculnya
masalah ini karena sulitnya mengajak
masyarakat menginvestasikan kekayaannya bagi hal-hal yang produktif, kurang
adanya disiplin sosial menyebabkan
budaya konsumtif seringkali berkembang
pada persaingan gaya hidup. Budaya
konsumtif inilah yang menjadi salah satu
sebab berkembangnya sikap hidup
kontra produktif.
Sikap Hidup Destruktif. Seperti
narkotika, minuman keras, bermalasmalasan dan lain-lain tampak masih
berkembang dalam masyarakat
Indonesia. Sikap hidup kontra produktif
ini tidak sesuai dengan mentalitas
manusia pembangunan bahkan akan
sangat mengganggu jalannya proses
pembangunan.
Sikap Nrimo. Mentalitas sikap nrimo
dengan kerja dibatasi untuk sekedar

146

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

memenuhi kebutuhan hidup dan hanya


berorientasi kepada hari ini tanpa
memperhitungkan hari depannya.

likert yang berisi pertanyaan yang


bersifat psikologis terhadap responden.

Sikap Status Oriented. Sikap terhadap


kerja yang hanya ditujukan semata-mata
kepada kedudukan atau lambanglambangnya, merasa mempunyai
legalisasi terhadap derajat atau gelar.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Sikap Pasif terhadap Hidup. Hidup


dipandang penuh dengan kesusahan,
penuh kesukaran, gampang menyerah
dan berkeluh kesah.
Budaya Jam Karet. Sikap yang
irasional ini sudah tidak cocok lagi
dengan tuntutan pembangunan.
Kebiasaan memakai jam karet dalam
kehidupan sehari-hari merupakan
indikasi bahwa manusia Indonesia
belum memiliki etos kerja produktif.
Dengan demikian dibutuhkan suatu
kajian yang terfokus terhadap aspek yakni
ide individualisme/independensi dan
pengaruh positif bekerja terhadap
individu. Penelitian ini ditujukan untuk
memperoleh informasi dan menjelaskan
mengenai etos kerja Pegawai Negeri Sipil
pada Kantor Kecamatan Galesong Selatan.
METODE PENELITIAN
Tipe Penelitian

Data yang diperoleh melalui


penyebaran kuesioner diolah dengan
menggunakan tabel persentase skor.
Hasil olahan tersebut kemudian
dipaparkan secara deskriptif-interpretatif
berlandaskan teori.
Untuk menentukan nilai skor (Ns),
maka digunakan rumus :
Nilai skor (Ns) = bobot x nilai
Keterangan :
Bobot= Skor kategori (1, 2, 3, 4, 5).
Nilai = Frekuensi hasil jawaban
responden.
Untuk menentukan persentase nilai skor:

Persentasi Nilai Skor (%) =

Skor yang dicapai


Skor Maksimal

x 100%

Keterangan :
Skor yang dicapai = Total/Nilai skor (Ns)
Skor maksimal = Skor tertinggi pada
skala likert
Untuk menentukan nilai rata-rata
skor, maka digunakan rumus sebagai
berikut :

persentase nilai skor (%)


Penelitian ini menggunakan
Nilai
Rata-Rata
Skor
(%)
=
pendekatan deskriptif-kuantitatif untuk
Jumlah butir pertanyaan
menggambarkan kondisi yang sebenarnya terjadi terhadap objek penelitian.
Keterangan :
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh Pegawai Negeri Sipil pada Kantor
Kecamatan Galesong Selatan Kabupaten
Takalar yang berjumlah 23 orang. Akan
tetapi, mengingat jumlah populasi yang
kecil maka seluruh populasi dijadikan
sebagai sampel.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan
melalui penyebaran kuesioner berskala

persentaseskor (%) = Total skor


dari seluruh butir pertanyaan
Jumlah butir pertanyaan
Banyaknya butir pertanyaan

HASIL PENELITIAN
Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam
penelitian ini ditinjau pada 3 (tiga) aspek,
yakni jenis kelamin, usia, dan tingkat
pendidikan.

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

Jenis kelamin responden dalam


penelitian ini akan dikemukakan dalam
tabel berikut:
Tabel 1
Data Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin

No. Jenis Kelamin


1. Laki-laki
2. Perempuan
Jumlah

Frekuensi Persentase (%)


15
65,22%
8
34,78%
23
100%

Sumber: Data Sub Bagian Umum dan Kepegawaian,


Tahun 2013.

Tabel di atas memperlihatkan bahwa


dari 23 responden dalam penelitian ini,
terdapat 15 orang responden (65,22%)
yang berjenis kelamin laki-laki dan 8
orang responden (34,78%) responden
yang berjenis kelamin perempuan. Hal
ini menunjukkan bahwa responden lakilaki dalam penelitian ini nampak lebih
dominan pada Kantor Kecamatan
Galesong Selatan Kabupaten Takalar.
Selanjutnya, yang perlu diperhatikan
adalah usia. Usia merupakan faktor yang
sangat menentukan, terhadap pola pikir
seseorang, dorongan untuk berhasil dan
ikut terlibat dalam suatu kegiatan
tertentu. Untuk memberikan deskripsi
tentang usia responden dalam penelitian
ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2
Data Responden Berdasarkan Umur
No.
1.
2.
3.
4.

Umur
21 30
31 40
41 50
Diatas
51 tahun
Jumlah

Frekuensi
1
5
10
7

Persentase (%)
4,35%
21,77%
43,48%
30,43%

23

100%

Sumber: Data Sub Bagian Umum dan


Kepegawaian, Tahun 2013.

Tabel 2 di atas memperlihatkan


bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung telah berusia 41-50 tahun
(43,48%) dan adapula responden yang
berusia di atas 51 tahun (30,43%). Ini
menunjukkan bahwa komposisi usia
responden terkonsentrasi pada usia 41

147

sampai 51 tahun atau dalam kategori usia


matang dalam melaksanakan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya. Usia
merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui kemampuan fisik dan pola
pikir seseorang. Secara umum dapat
dikatakan bahwa semakin tua usia
seseorang maka kemungkinan semakin
tinggi tingkat kedewasaan atau
kematangan berpikir.
Lebih
lanjut,
yang
perlu
diperhatikan adalah tingkat pendidikan.
Responden memiliki tingkat pendidikan
yang bervariasi yang dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 3
Data Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
No. Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1.
SMA
16
69,57%
2.
Diploma
1
4,35%
3.
S-1
6
26,9%
4.
S-2
0
0
Jumlah
23
100%
Sumber: Data Sub Bagian Umum dan
Kepegawaian, Tahun 2013.

Tabel 3 di atas memperlihatkan


bahwa tingkat pendidikan responden
lebih banyak yang berlatar pendidikan
SMA. Terlihat dari 23 responden ada
69,57% berpendidikan SMA dan 26,9%
berpendidikan S-1.
Etos kerja Pegawai Negeri Sipil pada
Kantor Kecamatan Galesong Selatan
Etos kerja Pegawai Negeri Sipil pada
Kantor Kecamatan Galesong Selatan
ditinjau dalam 2 (dua) aspek, yakni ide
individualisme/independensi dan
pengaruh positif bekerja terhadap
individu.
Ide individualisme/indepensi
merupakan suatu keadaan dimana
seseorang memiliki pandanganpandangan dan menilai sesuatu pada apa
yang menurutnya benar tanpa adanya
tekanan atau intervensi dari orang lain
dalam menanggapi suatu pekerjaan,

148

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

untuk melihat seperti apa etos kerja


pegawai negeri sipil pada Kantor
Kecamatan Galesong Selatan Kabupaten
Takalar jika ditinjau dari ide
individualisme/independensi dapat
diukur dari 5 (lima) indikator di bawah
ini, yaitu internal lokus kontrol, komitmen
terhadap pekerjaan, manajemen waktu,
disiplin dalam bekerja, dan menghindari
konflik interest.
Ide Individualisme/Independensi
Etos kerja pegawai tak akan lepas
dari prinsip yang dipegang dalam
melaksanakan pekerjaannya, maka
dalam prinsip seorang pegawai dapat kita
lihat seperti apa etos kerjanya jika dilihat
dari internal locus control atau percaya
pada nasibnya sendiri ditentukan oleh
dirinya bukan orang lain.
Di bawah ini akan digambarkan
tanggapan responden mengenai hanya
orang yang bergantung pada dirinya
sendiri yang mampu maju dalam hidup,
untuk mengetahui persetujuan
responden terhadap pernyataan internal
locus control.
Tabel 4
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Internal Locus Control

diketahui bahwa prinsip pegawai


mengenai internal locus control terkait
dengan etos kerja pegawai negeri sipil di
Kantor Kecamatan Galesong Selatan,
termasuk dalam kategori sangat baik.
Hal tersebut menunjukkan bahwa
responden cenderung menjawab sangat
setuju dengan persentase 56,52% bahkan
jika dibandingkan dengan responden
yang menjawab setuju ada 24,35% dan
tak satupun responden yang menjawab
tidak setuju dan sangat tidak setuju
terhadap pernyataan tersebut. Ini
menunjukkan bahwa pegawai pada
Kantor Kecamatan Galesong Selatan
memiliki prinsip bahwa keberhasilan
yang diraih akan ditentukan oleh diri
sendiri bukan orang lain.
Etos kerja pegawai sangat erat
dengan komitmen, karena dalam bekerja
setiap pegawai memilki tanggung jawab
masing-masing terhadap pekerjaannya.
Apa yang seharusnya mereka lakukan
dan pertanggungjawabkan dan seperti
apa komitmen pegawai itu sendiri dalam
menilai suatu pekerjaan.
Di bawah ini akan digambarkan
tanggapan responden mengenai
walaupun saya sudah memiliki uang
yang lebih saya akan tetap bekerja di
instansi pemerintah, untuk
mengetahui
persetujuan
responden tentang pernyataan
komitmen terhadap pekerjaan.
Tabel 5
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Komitmen terhadap
Pekerjaaan

Berdasarkan data yang


dilihat pada Tabel 4 di atas
dengan
menggunakan
teknik analisis data, maka
skor yang dicapai dari
pernyataan
tersebut
diperoleh persentase nilai
skor sebanyak 88,70%. Dari
hasil tersebut maka dapat

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

149

Berdasarkan data yang dilihat pada


Tabel 5 di atas dengan menggunakan
teknik analisis data, maka skor yang
dicapai dari pernyataan tersebut
diperoleh persentase nilai skor sebanyak
89,57%. Dari hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa komitmen pegawai
dalam bekerja terkait dengan etos kerja
pegawai negeri sipil di kantor kecamatan
galesong selatan, termasuk dalam
kategori sangat baik.

Berdasarkan data yang dilihat pada


Tabel 6 di atas dengan menggunakan
teknik analisis data, maka skor yang
dicapai dari pernyataan tersebut
diperoleh persentase nilai skor sebanyak
40%. Dari hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa manajemen waktu
pegawai dalam bekerja terkait dengan
etos kerja pegawai negeri sipil di Kantor
Kecamatan Galesong Selatan, termasuk
dalam kategori tidak baik.

Hal tersebut dapat dilihat bahwa


responden cenderung menjawab sangat
setuju dengan persentase 52,17% bahkan
jika dibandingkan dengan responden
yang menjawab setuju ada 43,48% dan
tak satupun responden yang menjawab
tidak setuju dan sangat tidak setuju
terhadap pernyataan tersebut. Ini
menunjukkan bahwa pegawai pada
Kantor Kecamatan Galesong Selatan
memiliki komitmen terhadap pekerjaan
yang dibebankan kepadanya dan
menjadi tanggung jawabnya.

Hal tersebut dapat dilihat bahwa


responden cenderung menjawab tidak
setuju dengan persentase 47,83% jika
dibandingkan dengan responden yang
menjawab kurang setuju dan sangat tidak
setuju memiliki jumlah persentase yang
sama yaitu 26,09%. Dalam hal ini penulis
memberikan kategori tidak baik karena
sesuai dengan maksud pernyataan
kuesioner mengenai manajemen waktu
bahwa dalam melaksanakan tugas
seharusnya sesuai dengan waktu yang
ditetapkan. Ini menunjukkan bahwa
pegawai pada Kantor Kecamatan
Galesong Selatan masih buruk dalam
mengelola
waktunya
dalam
melaksanakan pekerjaannya.

Waktu merupakan suatu hal yang


sangat berharga bagi seseorang yang
menghargainya, untuk dapat melihat
seberapa baik etos kerja dimiliki seorang
pegawai bisa dilihat dari bagaimana
pengelolaan waktu yang ia gunakan
dalam bekerja.
Di bawah ini akan digambarkan
tanggapan responden mengenai tentang
saya selalu melakukan pekerjaan lebih
cepat daripada waktu yang ditetapkan,
untuk mengetahui persetujuan responden
terhadap pernyataan manajemen waktu.
Tabel 6
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Manajemen Waktu

Disiplin kerja merupakan suatu hal


yang harus dimiliki oleh setiap pegawai,
dalam hal ini pegawai dituntut untuk
mendisiplinkan diri sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun
2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil dan aturan yang berlaku dalam
instansi. Etos kerja pegawai dapat kita
lihat dari bagaimana kedisiplinan
pegawai baik dalam melaksanakan
peraturan dan prosedur kerja atau
disiplin dalam waktu kerja.
Di bawah ini akan
digambarkan tanggapan
responden
mengenai
tentang saya sepaham
dengan
aturan
yang
diberlakukan di kantor saya,
untuk
mengetahui
persetujuan responden
terhadap pernyataan disiplin
dalam bekerja.

150

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

Tabel 7
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Disiplin dalam Bekerja

untuk mengetahui persetujuan


responden terhadap pernyataan
kejujuran dalam melaksanakan tugas.

Tabel 8
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Kejujuran dalam
Melaksanakan Tugas

Berdasarkan data yang


dilihat pada Tabel 7 di atas
dengan menggunakan teknik
analisis data, maka skor yang
dicapai dari pernyataan
tersebut diperoleh persentase
nilai skor sebanyak 82,1%.
Dari hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa pandangan
disiplin kerja pegawai terkait dengan etos
kerja pegawai negeri sipil di Kantor
Kecamatan Galesong Selatan, termasuk
dalam kategori sangat baik.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa
responden cenderung menjawab setuju
dengan persentase 78,26% bahkan jika
dibandingkan dengan jawaban responden
yang sangat setuju ada 17,39% dan tak
satupun responden yang menjawab tidak
setuju dan sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut. Ini menunjukkan
bahwa pegawai pada Kantor Kecamatan
Galesong Selatan memiliki kedisplinan
yang tinggi dalam bekerja.
Dalam melaksanakan pekerjaan
salah satu kunci kesuksesannya adalah
kejujuran karena kejujuran merupakan
hal yang sangat penting untuk mencapai
tujuan dalam organisasi. Dalam hal ini
pegawai yang beretos kerja tinggi sangat
bergantung
pada
bagaimana
kejujurannya dalam melaksanakan tugas.
Di bawah ini akan digambarkan
tanggapan responden mengenai
pelayanan yang lebih baik tidak selalu
membutuhkan biaya yang lebih besar,

Berdasarkan data yang dilihat pada


Tabel 8 di atas dengan menggunakan
teknik analisis data, maka skor yang
dicapai dari pernyataan tersebut
diperoleh persentase nilai skor sebanyak
76,52%. Dari hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa kejujuran pegawai
dalam melaksanakan tugas terkait
dengan etos kerja pegawai negeri sipil di
Kantor Kecamatan Galesong Selatan,
termasuk dalam kategori baik.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa
responden cenderung menjawab setuju
dengan persentase 43,48% bahkan jika
dibandingkan dengan responden yang
menjawab sangat setuju ada 26,09%
meskipun masih terlihat 13,04%
responden yang menjawab tidak setuju
sedangkan tak satupun responden yang
menjawab sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut. Ini menunjukkan
bahwa pegawai pada Kantor Kecamatan
Galesong Selatan dalam hal kejujuran
dalam melaksanakan tugasnya sudah
baik, namun demikian masih terdapat
pegawai yang memiliki tingkat kejujuran
yang rendah dalam melaksanakan
tugasnya.

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

Untuk mencapai tujuan organisasi


yang optimal dalam hal ini pegawai
dalam melaksanakan tugasnya harus
mementingkan interest organisasi atau
dengan kata lain kepentingan organisasi
harus
diutamakan
ketimbang
kepentingan pribadi. Pegawai yang
memilki etos kerja tinggi tentu akan
menghindari konflik interest.
Di bawah ini akan digambarkan
tanggapan responden mengenai dalam
memberikan pelayanan saya tidak
mengutamakan keluarga daripada orang
lain yang tidak saya kenal, untuk
mengetahui persetujuan responden
terhadap pernyataan konflik interest.
Tabel 9
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Konflik Interest

Berdasarkan data yang dilihat pada


Tabel 9 di atas dengan menggunakan
teknik analisis data, maka skor yang
dicapai dari pernyataan tersebut
diperoleh persentase nilai skor sebanyak
35,65%. Dari hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa pegawai dalam
melaksanakan tugas organisasi akan
selalu menghidari konflik interes terkait
dengan etos kerja pegawai negeri sipil di
Kantor Kecamatan Galesong Selatan,
termasuk dalam kategori tidak baik.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa
responden cenderung menjawab sangat
tidak setuju dengan persentase 52,17%
jika dibandingkan dengan jawaban
responden yang kurang setuju ada
30,43% sedangkan tak satupun
responden yang menjawab setuju dan
sangat setuju terhadap pernyataan

151

tersebut. Dalam hal ini penulis


memberikan kategori tidak baik karena
sesuai dengan pernyataan kuesioner
bahwa dalam memberikan pelayanan
seharusnya tak membeda-bedakan orang
lain. Ini menunjukkan bahwa pegawai
pada Kantor Kecamatan Galesong Selatan
lebih mengutamakan kepentingan
pribadinya ketimbang kepentingan
organisasi/instansinya.
Pengaruh Positif Bekerja terhadap
Individu
Pengaruh positif bekerja terhadap
individu merupakan suatu kondisi
dimana seseorang memiliki pandangan
bagaimana pekerjaan itu menghasilkan
hal-hal positif bagi seseorang, dan
pengaruh pekerjaan itu sendiri dalam hal
yang positif. Untuk melihat seperti
apa etos kerja pegawai negeri sipil
pada Kantor Kecamatan Galesong
Selatan Kabupaten Takalar jika
ditinjau dari pengaruh positif
bekerja terhadap individu dapat
diukur dari 5 (lima) indikator di
bawah ini, yaitu kerja sebagai cara
untuk mencapai kebahagiaan, kerja
keras
merupakan
sumber
kesuksesan, bekerja merupakan
investasi, ambisi untuk berprestasi dan
maju, kepercayaan bahwa kerja
memberikan kontribusi kepada moral
individu, serta kepercayaan bahwa kerja
memberikan kesejahteraan dan keadilan.
Etos kerja pegawai juga dapat dilihat
dari seberapa besar pegawai menghargai
dirinya sebagai seseorang yang mampu
dalam melaksanakan pekerjaaanya, tentu
akan mendapat hasil kerja yang
diinginkan atau yang diharapkan karena
seorang pegawai yang menganggap
pekerjaan adalah suatu ibadah yang
harus dijalankan untuk mendapatkan
kebahagiaan dalam hidup.
Di bawah ini akan digambarkan
tanggapan responden mengenai saya
mendapatkan pemenuhan diri yang lebih
dari kerja saya, untuk mengetahui

152

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

persetujuan responden terhadap


pernyataan kerja sebagai cara untuk
mencapai kebahagiaan.
Tabel 10
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Kerja sebagai Cara untuk
Mencapai Kebahagiaan

mendapatkan hasil yang sesuai dengan


apa yang diinginkannya.
Di bawah ini akan digambarkan
tanggapan responden mengenai
semakin seseorang bekerja keras
kemungkinan kehidupannya lebih baik,
untuk mengetahui persetujuan
responden terhadap pernyataan
kerja keras merupakan sumber
kesuksesan.
Tabel 11
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Kerja Keras
Merupakan Sumber Kesuksesan

Berdasarkan data yang dilihat


pada Tabel 10 di atas dengan
menggunakan teknik analisis data,
maka skor yang dicapai dari
pernyataan tersebut diperoleh
persentase nilai skor sebanyak
72,17%. Dari hasil tersebut maka
dapat diketahui bahwa pegawai
dalam melaksanakan pekerjaannya
dengan sungguh-sungguh akan selalu
mendapatkan kebahagiaan hidup terkait
dengan etos kerja pegawai negeri sipil di
Kantor Kecamatan Galesong Selatan,
termasuk dalam kategori baik.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa
responden cenderung menjawab kurang
setuju dengan persentase 56,52% jika
dibandingkan
dengan
jawaban
responden yang setuju ada 26,09% dan
tak satupun responden yang menjawab
tidak setuju dan sangat tidak setuju
terhadap pernyataan tersebut. Ini
menunjukkan bahwa pegawai pada
Kantor Kecamatan Galesong Selatan
menganggap kerja bukanlah satu-satunya
jalan untuk meraih kebahagiaan hidup.
Pegawai yang memiliki etos kerja
tentu memiliki pandangan bahwa kerja
keras adalah suatu hal yang paling
berpengaruh terhadap kesuksesan
karena dengan adanya kerja keras atau
usaha yang giat maka seseorang akan

Berdasarkan data yang dilihat pada


Tabel 11 di atas dengan menggunakan
teknik analisis data, maka skor yang
dicapai dari pernyataan tersebut
diperoleh persentase nilai skor sebanyak
86,09%. Dari hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa pegawai yang bekerja
keras akan mendapatkan sebuah
kesuksesan terkait dengan etos kerja
pegawai negeri sipil di Kantor Kecamatan
Galesong Selatan, termasuk dalam
kategori sangat baik.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa
responden cenderung menjawab setuju
dengan persentase 69,57% bahkan jika
dibandingkan dengan responden yang
menjawab setuju ada 30,43% dan tak
satupun responden yang menjawab
kurang setuju, tidak setuju dan sangat
tidak setuju terhadap pernyataan
tersebut. Ini menunjukkan bahwa
pegawai pada Kantor Kecamatan
Galesong Selatan selalu bekerja keras
demi meraih sebuah kesuksesan.
Pegawai yang memiliki etos kerja
akan selalu berpandangan bahwa bekerja

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

adalah sebuah aktualisasi diri yang akan


membawanya menjadi orang yang lebih
baik dari sebelumnya dan akan
mendapatkan sebuah pencapaian yang
maksimal.
Di bawah ini akan digambarkan
tanggapan responden mengenai
penghargaan yang tidak diberikan pada
saat itu juga, lebih berarti daripada yang
diberikan secara seketika, untuk
mengetahui persetujuan responden
terhadap pernyataan bekerja merupakan
investasi.
Tabel 12
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Bekerja Merupakan Investasi

153

bahwa pegawai pada Kantor Kecamatan


Galesong Selatan selalu bekerja dengan
baik demi investasi hidup kedepan.
Pegawai yang beretos kerja akan
selalu bekerja semaksimal mungkin
dengan segala daya upaya yang ia
kerjakan akan mendapatkan sesuatu yang
besar dalam hidupnya karena dengan
bekerja pegawai akan mendapatkan
prestasi dan mendapatkan reward atau
kenaikan pangkat dan golongan.
Di bawah ini akan digambarkan
tanggapan responden mengenai saya
bekerja untuk mendapatkan penghargaan
walaupun tidak mendapatkan upah,
untuk mengetahui persetujuan responden
terhadap pernyataan ambisi untuk
berprestasi dan maju.
Tabel 13
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Ambisi untuk
Berprestasi dan Maju

Berdasarkan data yang


dilihat pada Tabel 12 di atas
dengan menggunakan teknik
analisis data, maka skor yang
dicapai dari pernyataan
tersebut diperoleh persentase
nilai skor sebanyak 91,30%.
Dari hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa dengan
bekerja pegawai akan mendapatkan
investasi terkait dengan etos kerja
pegawai negeri sipil di kantor Kecamatan
Galesong Selatan, termasuk dalam
kategori sangat baik.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa
responden cenderung menjawab sangat
setuju dengan persentase 56,52% bahkan
jika dibandingkan dengan responden
yang menjawab setuju ada 43,48%
sedangkan tak satupun responden yang
menjawab kurang setuju, tidak setuju
dan sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut. Ini menunjukkan

Berdasarkan data yang dilihat pada


Tabel 13 di atas dengan menggunakan
teknik analisis data, maka skor yang
dicapai dari pernyataan tersebut
diperoleh persentase nilai skor sebanyak
77,39%. Dari hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa pegawai yang bekerja
dengan semaksimal mungkin tentu akan
mendapat prestasi yang membanggakan
bagi dirinya terkait dengan etos kerja
pegawai negeri sipil di Kantor Kecamatan
Galesong Selatan, termasuk dalam
kategori baik.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa
responden cenderung menjawab setuju

154

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

dengan persentase 60,87% jika


dibandingkan
dengan
jawaban
responden yang kurang setuju ada
26,09% sedangkan tak satupun
responden yang menjawab tidak setuju
dan sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut. Ini menunjukkan
bahwa pegawai pada Kantor Kecamatan
Galesong Selatan memiliki ambisi yang
besar untuk meraih prestasi dan maju
dalam kariernya sebagai pegawai, tapi
masih ada sebagian kecil pegawai yang
bekerja biasa saja tanpa adanya ambisi
untuk maju kedepannya.
Pegawai yang memiliki etos kerja
akan percaya bahwa setiap pekerjaan
yang ia kerjakan akan memberikan
suntikan moral terhadap dirinya,
pegawai yang bekerja dengan penuh
dedikasi tentu memiliki moral pribadi
yang baik. Untuk melihat seperti apa
pandangan pegawai terhadap pekerjaan
itu akan memberikan kontribusi moral.
Di bawah ini akan digambarkan
tanggapan responden mengenai dengan
bekerja seseorang akan merasa lebih baik
dan dapat merasakan ketenangan dalam
hidup, untuk mengetahui persetujuan
responden terhadap pernyataan
kepercayaan bahwa kerja memberikan
kontribusi kepada moral individu.
Tabel 14
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Kepercayaan bahwa
Kerja Memberikan Konstribusi kepada
Moral Individu

Berdasarkan data yang dilihat pada


Tabel 14 di atas dengan menggunakan

teknik analisis data, maka skor yang


dicapai dari pernyataan tersebut
diperoleh persentase nilai skor sebanyak
90,43%. Dari hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa kepercayaan bahwa
kerja memberikan kontribusi moral
terhadap individu terkait dengan etos
kerja pegawai negeri sipil di Kantor
Kecamatan Galesong Selatan, termasuk
dalam kategori sangat baik.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa
responden cenderung menjawab sangat
setuju dengan persentase 52,17% bahkan
jika dibandingkan dengan responden
yang menjawab setuju ada 47,83% dan
tak satupun responden yang menjawab
kurang setuju, tidak setuju dan sangat
tidak setuju terhadap pernyataan
tersebut. Ini menunjukkan bahwa
pegawai pada Kantor Kecamatan
Galesong Selatan memiliki anggapan
bahwa kerja akan memeberikan
kontribusi moral yang sangat besar
terhadap dirinya.
Pegawai yang memiliki etos kerja
tentu berpandangan bahwa dengan
bekerja seseorang akan mendapatkan
kesejahteraan dan keadilan dalam hidup,
itu bisa diraih dengan bagaimana
seseorang melaksanakan pekerjaannya
dengan baik dan optimal sehingga akan
meningkatkan produktivitasnya dalam
bekerja. Untuk mengetahui seberapa
besar kepercayaan pegawai bahwa kerja
akan memberikan kesejahteraan dan
keadilan.
Di bawah ini akan
digambarkan
tanggapan
responden mengenai kerja
bukanlah satu-satunya sumber
dalam
mendapatkan
kesejahteraan hidup, tapi kerja
merupakan jalan terbaik untuk
mendapatkan kesejahteraan,
untuk mengetahui persetujuan
responden terhadap pernyataan
kepercayaan bahwa kerja memberikan
kesejahteraan dan keadilan.

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

Tabel 15
Tanggapan Responden tentang
Pernyataan Kepercayaan bahwa
Kerja Memberikan Kesejahteraan dan
Keadilan

Berdasarkan data yang dilihat pada


Tabel 15 di atas dengan menggunakan
teknik analisis data, maka skor yang
dicapai dari pernyataan tersebut
diperoleh persentase nilai skor sebanyak
93,91%. Dari hasil tersebut maka dapat
diketahui bahwa dengan bekerja pegawai
akan mendapatkan kesejahteraan hidup
dan keadilan terkait dengan etos kerja
pegawai negeri sipil di Kantor Kecamatan
Galesong Selatan, termasuk dalam
kategori sangat baik.
Hal tersebut dapat dilihat bahwa
responden cenderung menjawab sangat
setuju dengan persentase 69,57% bahkan
jika dibandingkan dengan responden
yang menjawab setuju ada 30,43%
sedangkan tak satupun responden yang
menjawab kurang setuju, tidak setuju
dan sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut. Ini menunjukkan
bahwa pegawai pada Kantor Kecamatan
Galesong Selatan beranggapan bahwa
kerja akan memberikan kesejahteraan
hidup dan keadilan terhadap dirinya.
PEMBAHASAN
Terkait aspek ide individualisme/
independensi, data yang dilihat pada
Tabel 4 sampai dengan Tabel 9 tersebut
di atas cenderung berada dalam kategori
baik. Meskipun demikian, masih ada
satu hal yang termasuk dalam kategori
buruk yaitu dalam hal manajemen waktu
masih dikarenakan masih banyak

155

pegawai yang belum dapat mengelola


waktunya dengan baik dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Terkait aspek pengaruh positif
bekerja terhadap individu, data
yang dilihat pada Tabel 10
sampai dengan Tabel 15
tersebut di atas cenderung
berada dalam kategori sangat
baik. Hal ini dapat dilihat dari
bagaimana pegawai pada
kantor tersebut melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya
dengan baik karena setiap
pegawai selalu beranggapan bahwa
pekerjaan yang ia kerjakan akan
menghasilkan sebuah pengaruh yang
positif bagi meraka.
Menurut Anoraga (1992), etos kerja
adalah suatu pandangan dan sikap hidup
suatu bangsa atau suatu umat terhadap
kerja.
Konsep etos memang menunjuk
pada aspek sikap dan moral,
sebagaimana pandangan Geertz (1992)
bahwa etos adalah sesuatu yang
menunjukkan pada sifat, watak, dan
kualitas kehidupan bangsa, moral, dan
gaya estetis.
Sejalan dengan itu, Suseno (1978)
dengan memberi penekanan pada
tanggung jawab moral mengemukakan
bahwa etos merupakan sikap kehendak
yang ada hubungan erat dengan
tanggung jawab moralnya.
Secara lebih operasional, John dan
Benjamin (Wirawan, 2007) merumuskan
etos kerja (work ethic) sebagai berikut:
Work ethic belief system pertains to ideas
that sterss individualism/independence
and the positive effect of work on
individuals. Work is thus considered good
in itself because it dignifies a person.
Making personal effort to work hard will
ensure success.
Menurutnya, etos kerja mengenai ide
menekankan individualisme atau
independensi dan pengaruh positif

156

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

bekerja terhadap individu. Bekerja


dianggap
baik
karena
dapat
meningkatkan derajat kehidupan serta
status sosial seseorang. Berupaya bekerja
keras akan memastikan kesuksesan. Ada
sejumlah indikator yang dapat
dipergunakan untuk mengukur etos kerja
seseorang, yang akan diuraikan pada
paragraf berikut.
Internal locus control. Percaya bahwa
nasib seseorang ditentukan oleh dirinya
sendiri. Kebalikannya adalah external
locus control, yaitu nasib seseorang
ditentukan oleh faktor-faktor di luar diri
sendiri: misalnya nasib, orang lain,
jabatan dan sebagainya. Orang yang etos
kerjanya tinggi berprinsip internal locus
control. Kesuksesan dan kegagalannya
ditentukan oleh dirinya sendiri. Orang
yang etos kerjanya rendah berprinsip
external locus control. Kesuksesan dan
kegagalannya ditentukan oleh orang lain
atau faktor-faktor di luar dirinya.
Kerja sebagai cara untuk mencapai
kebahagiaan hidup. Orang beretos kerja
tinggi mempunyai kepercayaan tinggi
bahwa bekerja merupakan suatu cara
untuk mencapai kebahagiaan hidup. Jika
ingin memperoleh hidup yang cukup
dan bahagia, seseorang harus bekerja,
sedangkan kesengsaraan dan kemiskinan
merupakan hasil dari kemalasan bekerja.
Komitmen terhadap pekerjaan. Etos
kerja memiliki keterikatan dengan
komitmen terhadap pekerjaan. Orang
yang beretos kerja tinggi memiliki
komitmen yang juga tinggi terhadap
pekerjaan. Ia merasa bertanggung jawab
dan
berupaya
menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik. Ia mampu
melaksanakan kerja lembur sering tanpa
uang lembur.
Kerja keras merupakan sumber
kesuksesan. Orang yang mempunyai etos
kerja berpendapat bahwa kerja
merupakan sumber kesuksesan dan
kemalasan merupakan sumber kegagalan
mencapai sesuatu. Misalnya, kerja keras

merupakan sumber kekayaan dan malas


bekerja merupakan sumber kemiskinan.
Bekerja merupakan investasi. Orang
yang beretos kerja menganggap bekerja
merupakan suatu investasi yang akan
menghasilkan return on invesment (ROI).
Ia berpendapat bahwa semakin keras ia
bekerja, semakin tinggi ROI yang akan
didapatkannya. Ia percaya akan
pribahasa berakit-rakit ke hulu
berenang-renang kita ketepian atau no
pain no gain.
Manajemen waktu. Orang yang
beretos kerja mengelola waktunya
dengan baik karena memegang prinsip
bahwa waktu adalah uang (time is
money). Ia dapat membagi dan
menjalankan
jadwalnya
secara
proporsional, sehingga tidak merugikan
dirinya sendiri dalam kaitannya untuk
bekerja, bersantai, beristirahat, maupun
bersosialisasi dengan orang lain.
Ambisi untuk berprestasi dan maju.
Orang yang beretos kerja sangat ambisius
untuk berprestasi dan mencapai
kemajuan.
Ia
melaksanakan
pekerjaannya bukan sekedar melaksanakan aktivitas, tetapi ingin menghasilkan
suatu kinerja dengan prestasi tinggi. Ia
berupaya melaksanakan pekerjaannya
dengan cara yang lebih baik dan efisien.
Disiplin dalam bekerja. Disiplin
tinggi dalam bekerja merupakan ciri
orang yang beretos tinggi. Ia ingin efektif
dan efisien dalam melaksanakan
pekerjaannya. Oleh karena itu, ia disiplin
dalam melaksanakan peraturan dan
prosedur kerja, disiplin waktu kerja, dan
disiplin dalam mempergunakan sumbersumber pekerjaan.
Kejujuran dalam melaksanakan tugas
dan menghindari konfik interest.
Kejujuran dan konflik interest
merupakan salah satu masalah penting
di linkungan kerja. Ketika karyawan
menjadi anggota suatu organisasi ia
membawa
interest
pribadinya,
sedangkan ketika melaksanakan

Halim, Azwar Anas dan Rohana Thahier / Jurnal Administrasi Negara, volume 20 no. 3 (2014) / 144 - 157

pekerjaannya ia harus melaksanakan


interest organisasi. Jika interest pribadi
lebih besar atau kuat daripada interest
organisasi, maka akan terjadi konflik
interest. Karyawan yang beretos tinggi
jujur dalam melaksanakan tugas dan
menghindari konflik interest.
Kepercayaan
bahwa
kerja
memberikan kontribusi kepada moral
individu serta kesejahteraan dan
keadilan. Orang yang bekerja dan
berupaya melaksanakan pekerjaannya
dengan baik, pikiran, tenaga dan
waktunya akan sepenuhnya dicurahkan
untuk pekerjaannya. Ia akan merasa puas
jika dapat menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik dan kecewa jika gagal
menyelesaikan pekerjaaanya. Orang yang
mengabdikan
hidupnya
untuk
pekerjaannya mempunyai moral pribadi
yang baik. Ia juga berupaya meningkatkan
produktivitasnya yang kemudian dapat
membantu meningkatkan kesejahteraan
dan keadilan sosial.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penulis menyimpulkan bahwa etos
kerja pegawai negeri sipil pada Kantor
Kecamatan Galesong Selatan ditinjau
dari aspek ide individualisme/
independensi termasuk kategori baik.
Namun demikian, masih ada satu hal
yang termasuk dalam kategori buruk
yaitu dalam hal manajemen waktu masih
dikarenakan masih banyak pegawai yang
belum dapat mengelola waktunya
dengan baik dalam melaksanakan
pekerjaannya. Di samping itu, etos kerja
pegawai negeri sipil ditinjau dari aspek
pengaruh positif bekerja terhadap
individu masuk dalam kategori sangat
baik, yang ditunjukkan dari bagaimana

157

pegawai pada kantor tersebut


melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya dengan baik karena setiap
pegawai selalu beranggapan bahwa
pekerjaan yang ia kerjakan akan
menghasilkan sebuah pengaruh yang
positif bagi mereka. Oleh karena itu,
manajemen waktu yang baik sangat
diperlukan demi terwujudnya efektivitas
dan efisensi dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Kantor Kecamatan
Galesong Selatan.

REFERENSI
Anoraga, Pandji. 1992. Psikologi Kerja.
Jakarta: Rineke Cipta.
Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan
Agama. Yogyakarta: Kanisius.
Republik
Indonesia.
Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004
tentang Pembinaan Jiwa Korps dan
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
Republik
Indonesia.
Peraturan
Pemerintah Nomor 53 tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil.
Sinungan, Muchdarsyah. 2003.
Produktivitas
(Apa
dan
Bagaimana). Jakarta: Bumi Aksara
Suseno, Frans Magnis. 1978. Menuju
Etos Pekerjaan yang Bagaimana.
Jakarta: LP3ES.
Wirawan. 2007. Budaya dan Iklim
Organisasi. Jakarta: Salemba
Empat.

JURNAL ADMINISTRASI NEGARA

menyampaikan terima kasih kepada


para Mitra Bebestari pada terbitan Jurnal Administrasi Negara
Volume 20 Nomor 1, Bulan April 2014,
Volume 20 Nomor 2, Bulan Agustus 2014, dan
Volume 20 Nomor 3, Bulan Desember 2014:

Prof. Dr. Haedar Akib, M.Si. (Universitas Negeri Makassar),


Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.S. (Universitas Hasanuddin), dan
Dr. Muhlis Madani, M.Si. (Universitas Muhammadiyah Makassar).

PEDOMAN PENULISAN
JURNAL ADMINISTRASI NEGARA
A. Tujuan dan Ruang Lingkup
Jurnal Administrasi Negara menyediakan tempat untuk mempublikasikan artikel asli berupa pengetahuan
baru yang unik dalam bidang administrasi negara. Jurnal ini membuka kesempatan seluas-luasnya untuk publikasi
dan berbagi penelitian serta pengembangan upaya berkelanjutan di bidang administrasi. JAN menerbitkan artikel
di bidang administrasi negara dengan pendekatan antardisiplin dengan berbagai topik kajian yang meliputi tata
pemerintahan, organisasi publik, kebijakan publik, pelayanan publik, manajemen, etika birokrasi, serta hukum
administrasi/tata pemerintahan.
Artikel harus dikirim ke kantor redaksi. Informasi lengkap mengenai cara mengirimkan artikel dan petunjuk
untuk penulis tersedia di setiap edisi. Semua artikel yang disampaikan akan diseleksi oleh mitra bebestari (peer
revieuw) dan dapat diedit oleh redaksi. Sejak tahun 2014 jurnal ini akan dipublikasikan tiga kali dalam setahun
(April, Agustus, Desember). Tidak ada biaya yang dikenakan untuk publikasi dalam jurnal ini.
B. Pengajuan Naskah
Naskah yang akan diterbitkan dalam JAN meliputi artikel hasil penelitian, hasil penelitian terapan, hasil
penelitian pustaka, maupun hasil kajian konseptual. Penulis harus menjamin bahwa artikel belum diterbitkan
di tempat lain. Artikel harus ditulis dalam bahasa Indonesia disertai abstrak bahasa Indonesia dan Inggris dengan
menggunakan istilah yang baku dan bahasa yang baik dan benar, yang akan dikoreksi oleh seorang ahli bahasa
Indonesia dan seorang ahli bahasa Inggris. Redaksi tidak akan menerima naskah yang memiliki kekurangan
dalam hal istilah yang tidak baku, bahasa penulisan yang tidak baik dan benar, maupun kesalahan pengetikan.
Redaksi tidak berkewajiban untuk mengembalikan artikel yang ditolak.
1.

Penyampaian melalui e -mail.


Penulis disarankan untuk mengirimkan soft copy dalam format Microsoft Word 2007 ke e-mail:
jan.stialanmakassar@gmail.com

2.

Penyampaian Hard Copy.


Dalam hal penulis tidak dapat melakukan pengiriman naskah online, pengajuan konvensional dapat dilakukan.
Tiga hard copy artikel asli dan satu soft copy dari file tersebut harus disampaikan. File ini disiapkan di
Microsoft Word 2007. Harap mencantumkan nama penulis dan nama file. Penulis bertanggung jawab untuk
memeriksa soft copy sebelum disampaikan. Naskah tidak akan diterima jika persyaratan ini tidak terpenuhi.
Silakan kirim naskah dan soft copy kepada:
Redaksi Jurnal Administrasi Negara
d.a. STIA-LAN Makassar. Jl. A.P.Pettarani No.61, Kota Makassar,
Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Telp. (0411) 455949
Penyerahan naskah harus disertai dengan surat pengantar dari penulis. Surat itu harus dengan jelas
menyatakan nama penulis, alamat lengkap, nomor telepon, dan alamat e-mail. Penulis bertanggung jawab
atas orisinalitas penelitian dan isi dari naskah. Penulis lain (jika ada) harus telah menyetujui naskah tersebut
sebelum diserahkan. Untuk mempercepat proses, penulis dapat merekomendasikan setidaknya dua pengulas
yang bukan anggota lembaga mereka ataupun tidak memiliki hubungan dengan mereka.

C. Format
Secara umum, semua bagian dari artikel, termasuk abstrak, judul dari tabel, dan gambar, catatan kaki tabel,
angka legenda, dan referensi harus spasi ganda pada kertas ukuran kuarto (letter) dengan margin 2 cm,
menggunakan font Times New Roman dengan font ukuran 12. Jika gambar dan/atau tabel yang digunakan ternyata
banyak maka harus ditempatkan pada akhir naskah, masing-masing pada lembar terpisah. Semua halaman,
termasuk halaman dengan gambar dan tabel di akhir kertas, harus diberi nomor secara berurutan. Artikel penelitian
dapat memuat hingga 4500 kata, beberapa gambar dan tabel, atau maksimal 15 halaman.
Secara umum, penyajian naskah artikel penelitian harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1.

Judul. Halaman judul harus menyertakan judul, nama penulis, institusi dan alamat penulis, dan alamat
korespondensi, lengkap dengan nomor telepon dan alamat e-mail. Cantumkan judul karya dalam bahasa
Indonesia dan Inggris.

2.

Abstrak. Ini tidak boleh melebihi 250 kata. Abstrak berisi ringkasan singkat dari tulisan, meliputi seluruh
naskah tanpa terlalu rumit pada setiap bagian. Hindari singkatan apa pun, kecuali itu adalah pengetahuan
umum atau sebelumnya telah dinyatakan. Cantumkan kata kunci yang terdiri dari tiga atau lima kata yang
tercantum dalam urutan kepentingan dan ditempatkan di bawah abstrak. Harap memberikan abstrak dan

kata-kata kunci menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris. Untuk penulis internasional, Redaksi Jurnal
Administrasi Negara yang akan menerjemahkan abstrak ke dalam bahasa Indonesia.
3.

Pendahuluan. Bagian ini harus memberikan latar belakang yang cukup agar pembaca dapat memahami dan
mengevaluasi hasil tanpa harus membaca publikasi sebelumnya yang berhubungan dengan topik. Gunakan
hanya referensi yang benar-benar mendukung pembahasan. Referensi dikutip/dirujuk dengan menggunakan
body note (catatan perut) yang hanya mencantumkan tahun referensi yang dikutip/dirujuk. Pendahuluan
berisi latar belakang dan tujuan penelitian.

4.

Metode Penelitian. Bagian ini harus berisi informasi teknis yang memadai untuk memungkinkan penelitian
dilakukan dengan baik. Baik penelitian empiris, penelitian terapan, penelitian pustaka, maupun kajian
konseptual harus mencantumkan metode penelitian yang digunakan. Mulai dari tipe penelitian, sumber
data, teknik pengumpulan data, maupun teknik pengolahan dan analisis data.

5.

Hasil Penelitian. Bagian ini hanya berisi hasil penelitian, sebutkan data secara jelas dan tepat. Jangan
menyatakan referensi, atau mendiskusikan hasilnya. Jangan mengulangi rincian metode dalam bagian ini,
yang telah disebutkan dalam bagian metode. Jangan gunakan terlalu banyak tabel dan grafik jika dapat
dijelaskan secara singkat dalam teks utama. Sarana dalam tabel dan grafik harus diberikan standar deviasi.
Batasi penggunaan foto. Gambar dan tabel harus diberi nomor secara berurutan. Setiap angka dan tabel
harus dikutip pada teks. Tambahkan skala pengukuran pada foto jika diperlukan, panah harus diberikan
untuk menunjuk benda-benda tertentu.

6.

Pembahasan. Bagian ini berisi analisis dan interpretasi yang berhubungan dengan hasil yang ditulis pada
bagian Hasil. Ulangan metode, hasil, dan informasi lain yang disampaikan dalam pendahuluan harus dihindari.

7.

Kesimpulan dan Saran. Bagian ini berisi kesimpulan dan saran yang ditulis dalam satu paragraf.

8.

Ucapan Terima Kasih. Bagian ini dapat digunakan untuk mengakui dukungan keuangan yang diterima dalam
pendanaan penelitian dan menghargai lembaga-lembaga atau orang-orang atas bantuan mereka dalam
penelitian atau dalam proses penulisan naskah.

9.

Referensi. Redaksi Jurnal Administrasi Negara sangat menganjurkan untuk menggunakan referensi primer
saja (mengutip sumber aslinya) dan mengutamakan sumber referensi dari Jurnal yang minimal ber-ISSN,
kecuali untuk artikel hasil penelitian pustaka maupun kajian konseptual dapat mengutamakan sumber referensi
dari Buku. Referensi disusun menurut abjad dengan menggunakan gaya referensi Harvard. Silakan gunakan
singkatan standar nama jurnal sesuai dengan ISSN. Adapun cara-cara penulisannya adalah sebagai berikut:
a. Buku
Thoha, Miftah. 2007. Manajemen Kepegawaian Negeri Sipil di Indonesia. Edisi ke-1. Cet.ke-2. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
b. Jurnal
Imbaruddin, Amir. 2006. Sentralisasi Versus Desentralisasi Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil:
Memotret Preferensi Masyarakat Kota Makassar. Jurnal Administrasi Negara. 12 (4). p 1-15.
c.

Jurnal Elektronik
Imbaruddin, Amir. 2006. Sentralisasi Versus Desentralisasi Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil
Memotret Preferensi Masyarakat Kota Makassar. Jurnal Administrasi Negara. 12 (4). p 1-15 [on
line].

d. Makalah, Paper, atau Orasi Ilmiah.


Mahfud MD, Moh. 2011. Separation of Power and Independence of Constitutional Court in Indonesia.
Paper Presented at The 2 nd Congress of The World Conference on Constitutional Justice. Rio de
Janeiro-Brazil. 16-18 January 2011. p7.
e. Disertasi
Hamzah, Muh.Guntur. 2002. Pengaturan Hukum dan Pelaksanaan Tata Niaga Produk Pertanian (Disertasi).
Surabaya: Universitas Airlangga.
f. Dokumen, Surat Kabar, dan Sumber Lainnya
Cukup dicantumkan dalam

teks artikel tanpa perlu dicantumkan dalam daftar pustaka.

D. Bukti Cetak dan Cetak Ulang


Naskah yang telah diedit dan akan dipublikasi akan dikirim ke penulis untuk disetujui atau ditolak. Untuk
itu diharapkan penulis segera mengirim kembali naskah tersebut. Penulis diwajibkan untuk menandatangani
print sebagai bukti persetujuan. Editing akhir oleh penulis, tanpa mengubah isi, ditulis langsung pada bukti
print. Penulis akan menerima tiga offprints (bukti cetak) gratis. Cetak ulang tersedia dengan minimum pemesanan
50 eksemplar dengan pembiayaan dari penulis.

Вам также может понравиться