Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir ini terlihat minat para dokter gigi Indonesia
untuk memahami masalah kelainan fungsi pengunyahan dan penelanan yang
merupakan bagian dari komponen stomatognasi sangat nyata. Namun dilain
pihak, masih banyak pihak yang sebenarnya kurang memahami kaitan antar
masing-masing komponen stomatognasi dan tingkat kedaruratan yang dapat
terjadi sehubungan dengan gagalnya system stomatognasi. Hal ini dikarenakan
akibat pemahaman yang partial dan tidak komprehensif mengenai mekanisme
kerja komponen-komponen stomatognasi. Bahkan lebih jauh lagi banyak pula
yang kurang menyadari bahwa tindakan perawatan yang tidak tepat pada gigi
geligi dapat menimbulkan gangguan fungsional pada komponen stomatognasi
secara umum dikemudian hari (Salleh, 2009).
Sistem mastikasi, yang mana merupakan unit fungsional dalam
pengunyahan mempunyai komponen-komponen yang keseluruhannya harus dapat
bekerja serentak secara dinamis dan sinergis dengan fungsi penelanan. Lebih jauh
lagi, keterhubungan anatomis antara saluran pernafasan dan pencernaan baik pada
tahap bukal maupun faringeal, harus dijadikan pertimbangan dalam pengkajian
fungsi stomatognasi secara menyeluruh sehingga perjalanan makanan di
sepanjang saluran cerna dapat berjalan lancar (Salleh, 2009).
Gangguan-gangguan yang muncul dalam system stomatognasi dapat
berupa gejala-gejala ringan yang mungkin diabaikan oleh pasien, seperti bruksim
atau gangguan ringan pada otot kunyah dan telan, tetapi dapat pula menjadi fatal
bilamana gangguan terjadi pada fungsi penelanan dan pernafasan seperti misalnya
tersumbatnya jalan nafas oleh bolus (tersedak), oedema ataupun abses
parafaringeal (Nazar, 2010).
Karena pentingnya topik mengenai sistem stomatognasi tertama kaitannya
dengan fungsi penelanan dan pengunyahan bagi profesi dokter gigi, berikut akan
di ulas mengenai Fungsi Pengunyahan & Penelanan Pada Sistem
1
Stomatognasi yang diharapkan dapat membantu para calon dokter gigi yang
masih berada dilingkungan akademis untuk memahami sejak awal mengenai kerja
fisiologis dari sistem ini serta gangguan-gangguan yang mungkin timbul.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah struktur anatomis komponen yang mendukung fungsi
pengunyahan dan penelanan pada sistem stomatognasi?
2. Bagaimanakah koordinasi kerja fisiologis fungsi pengunyahan dan
penelanan pada sistem stomatognasi?
3. Bagaimanakah kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada fungsi
pengunyahan dan penelanan dan sistem stomatognasi secara umum?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui struktur anatomis komponen yang mendukung fungsi
pengunyahan dan penelanan pada sistem stomatognasi
2. Mengetahui koordinasi kerja fisiologis fungsi pengunyahan dan
penelanan pada sistem stomatognasi
3. Mengetahui kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada fungsi
pengunyahan dan penelanan dan sistem stomatognasi secara umum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Stomatognasi
Komponen sistem stomatognasi meliputi gigi-geligi beserta jaringan
pendukungnya, otot, persyarafan maupun persendian antara maksila dan mandibula.
Stomatognasi
dalam
mempertimbangkan
praktek
hubungan
kedokteran
antara
gigi
gigi
merupakan
geligi,
rahang,
ilmu
yang
persendian
adalah
muskulus
pterygoideus
lateralis.
Pada
saat
bersamaan
membuang objek seperti biji, benda asing, fragmen tulang dan substansi yang tidak
enak rasanya, serta berfungsi untuk membawa massa makanan yang sudah dikunyah
kepalatum sebelum akhirnya ditelan. Lidah juga berperan penting dalam
mempertahankan kebersihan mulut, yaitu untuk menghilangkan debris makanan pada
gigiva, vestibulum dan dasar mulut (Andriyani, 2001).
2.2.2 Persendian Temporomandibula
Tulang adalah merupakan bagian tubuh yang sangat penting dan terdiri
dari bahan yang keras didalam tubuh. Walaupun demikian tulang adalah bersifat
plastis dan dapat bereaksi terhadap tekanan-tekanan yang diakibatkan oleh beberapa
fungsi, sehingga dapat dikatakan bahwa pada tulang terdapat hubungan antara bentuk
dan fungsi. Didalam tubuh manusia ada dua jenis tulang yaitu tulang yang saling
berhubungan erat satu dengan yang lainnya ada pula yang tidak. Hubungan antara
tulang ini diperlukan untuk melakukan berbagai gerakan yang disebut sendi. Salah
satu diantaranya adalah sendi temporomandibula yang menghubungkan kapitulum
mandibula dengan fossa artikulasi (Suryonegoro, 2010).
Selama gerakan mandibula, kondilus mandibula melakukan gerakan memutar
dan meluncur, hal ini mengakibatkan mandibula membuka dan menutup. Perpindahan
kondilus terjadi pada saat kondilus bergerak kebawah dan keatas sepanjang eminensia
artikularis dari tulang temporal (Suryonegoro, 2010).
Kondilus dan tulang temporal dipisahkan oleh rongga persendian dan
meniskus, dimana meniskus terdiri atas rongga bagian atas dan bawah (Suryonegoro,
2010).
Kepala kondilus sewaktu terjadinya proses pengunyahan melakukan gerakan
ke arah lateral atau ke arah sisi kerja, gerakan ini disebut gerakan Bennet. Pada saat
mandibula bergerak, secara garis besar sendi temporo mandibula dibagi menjadi dua
kompartmen. Kompartmen bagian atas terletak diantara meniskus dengan fossa
mandibula, sedangkan kompartmen bawah berada diantara meniskus dengan kondilus
mandibula yang sumbu geraknya berjalan transversal melalui kapitulum mandibula
(Suryonegoro, 2010).
Tonjol gigi pada arkus dentalis superior dan inferior terletak pada posisi oklusi
yang normal, dimana hal ini akan menghasilkan kontak yang maksimal antara tonjol
dan fossa serta interkuspidasi maksimal. Oklusi umumnya bervariasi dari satu
individu dengan individu lainnya, sehingga ada beberapa individu yang benar-benar
memiliki oklusi ideal. Oklusi ideal merupakan oklusi dimana terdapat hubungan yang
tepat dari gigi-gigi molar pertama tetap pada bidang sagital. Selama proses
pengunyahan gigi geligi cenderung kembali ke posisi istiraha, dimana pada posisi ini
semua otot yang mengontrol posisi mandibula berada dalam keadaan istirahat, dan
adanya celah antara gigi geligi atas dan bawah, disebut free way space dan dalam
upaya mencapai keadaan tersebut, gigi geligi akan memberikan efek mekanis yang
maksimal terhadap bahan makanan (Andriyani, 2001).
Jankelson, Hoffman dan Hendron (1957) mengadakan penelitian mengenai
kontak gigi geligi selama pemotongan, proses pengunyahan dan pencernaan
makanan. Pada saat makanan yang berkonsentrasi keras dipotong, gigi insicivus
menutup dalam hubungna edge to edge tetapi tidak pada posisi kontak yang
sebenarnya. Mandibula bergerak ke depan sampai makanan berkontak dengan gigi,
sebagai tanda dimulainya proses pemotongan makanan, setelah itu mandibula retrusi.
Retrusi mandibula berhenti ketika resistensi terhadap pemotongan makanan dijumpai.
Pada saat gigi rahang bawah menekan makanan, tegangan otot akan meningkat dan
pergerakan gigi akan berubah dalam bentuk gerakan beraturan yang terus-menerus.
Makanan yang telah dipotong oleh gigi anterior kemudian dihancurkan atau digiling
dengan gigi posterior. Dengan demikian gigi incisivus berada dalam hubungan edge
to edge selama pemotongan makanan (Andriyani, 2001).
2.2.4 Kelenjar Ludah (Glandula Salivatorius)
1. Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis adalah kelenjar-liur yang terbesar. Ia dikelilingi oleh ramus
mandibula dan menyekresikan air liur melalui Duktus Stensen menuju kavum oral
untuk membantu mengunyah dan menelan (Wikipedia.org, 2011)
2. Kelenjar Submandibula
Kelenjar Submandibula adalah sepasang kelenjar yang terletak di rahang
bawah, di atas otot digatrik. Produksi sekresinya adalah campuran serous dan mukous
dan masuk ke mulut melalui duktus Wharton. Walaupun lebih kecil daripada kelenjar
parotis, sekitar 70% saliva di kavum oral diproduksi oleh kelenjar ini (Wikipedia.org,
2011)
3. Kelenjar Sublingua
Kelenjar Sublingua adalah sepasang kelenjar yang terletak di bawah lidah di
dekat kelenjar submandibula. Sekitar 5% air liur yang masuk ke kavum oral keluar
dari kelenjar ini (Wikipedia.org, 2011)
4. Kelenjar Liur Minor
Terdapat lebih dari 600 kelenjar liur minor yang terletak di kacum oral di
dalam lamina propria mukosa oral. Diameternya 1-2mm. Kelenjar ini biasanya
merupakan sejumlah asinus yang terhubung dalam lobulus kecil. Kelenjar liur minor
mungkin mempunyai saluran ekskresi bersama dengan kelenjar minor yang lain, atau
mungkin juga mempunyai saluran sendiri. Secara alami, sekresi utamanya adalah
mukous (kecuali Kelenjar Von Ebner) dan mempunyai banyak fungsi, seperti
membasahi kavum oral dengan saliva. Masalah gigi biasanya berhubungan dengan
kelenjar liur minor (Wikipedia.org, 2011)
Kelenjar Von Ebner terletak di papilla sirkumvalata lidah. Kelenjar ini
mensekresikan cairan serous yang memulai hidrolisis lipid. Kelenjar ini adalah
komponen esensial indra perasa (Wikipedia.org, 2011).
2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pengunyahan
Proses penelanan adalah aktivitas terkoordinasi yang melibatkan beberapa
macam otot-otot dalam mulut, otot palatum lunak, otot faring dan otot laring.
Aktivitas otot penelanan dimulai sebagai kerja volunter dan kemudian berubah
menjadi refleks involunter (Andriyani, 2001).
berperan dalam proses penelanan adalah otot-otot didalam kavum oris proprium yang
bekerja secara volunteer, otot-otot faring dan laring bekerja secara involunter. Kavum
oris terbagi menjadi dua bagian yaitu vestibulum oris dan kavum oris proprium.
Vestibulum oris adalah ruang antara gigi-geligi dan batas mukosa bagian dalam dari
pipi dan labium oris. Sedangkan kavum oris proprium merupakan ruang antara arkus
dentalis superior dan inferior. Batas anterior dan lateral kavum oris proprium adalah
permukaan lingual gigi geligi dan prosesus alveolaris (Andriyani, 2001).
2.3.1.1 Otot di dalam kavum oris proprium
Otot yang termasuk didalam kelompok ini adalah otot otot lidah dan otot
otot palatum lunak. Otot- otot lidah terdiri dari otot- otot instrinsik dan ekstrinsik.
Otot- otot intrinsic lidah merupakan otot yang membentuk lidah itu sendiri yaitu
muskulus longitudinalis lingua superfisialis, muskulus longitudinalis lingua
provunda, muskulus transfersus lingua dan muskulus vertikalis lingua. Otot ekstrinsik
lidah merupakan otot yang berada di bawah lidah yaitu muskulus genioglossus untuk
mengerakan bagian tengah lidah ke belakang dan muskulus styloglossus yang
menarik lidah keatas dan kebawah. Sedangan otot- otot palatum lunak yaitu muskulus
tensor dan muskulus levator veli palatini untuk mengangkat faring dan muskulus
palatoglossus yang menyebabkan terangkatnya uvula (Evelyn, 1992).
2.3.1.2 Otot otot faring
Terbagi menjadi 2 golongan yaitu otot- otot yang jalannya melingkar dan otototot yang menbujur faring. Otot- otot melingkar terdiri atas muskulus konstriktor
9
inferior oleh radiks lidah. Pada waktu makanan melewati isthmus faucium muskulus
palatoglossus berkontraksi menyempitkan isthmus faucium sehingga mencegah
kembalinya makanan ke dalam rongga mulut. Setelah makanan sampai pada
orofaring dengan diikuti oleh kontraksi muskulus levator dan muskulus tensor veli
palatini dibantu oleh muskulus palatofaringeus sehinggga menutup hubungan antara
nasofaring dan orofaring. Keadaan ini terjadi agar makanan tidak masuk ke dalam
nasofaring menuju hidung akan tetapi makanan akan terdorong ke dalam orofaring
(Andriyani, 2001).
b. Tahap Faringeal atau Tahap Involunter
Pada tahap ini faring mulai berperan, yaitu muskulus stylofaringeus dan
muskulus palatofaringeus berkontraksi sehingga menarik faring kea rah cranial yang
memungkinkan makanan terdororng kea rah laringofaring(Andriyani, 2001).
Pada saat bersamaan otot-otot laring yaitu muskulus aritenoideus obliqus dan
muskulus transversus serta muskulus krikoariteniodeus lateral berkontraksi yang
menyebabkan penyempitan aditus laringis. Kedua kartilago aritenoidea pada saat ini
berkontraksi, kemudian tertarik dan saling mendekati sampai bertemu dengan
epiglotis, rima glotidis tertutup sehingga makanan tidak masuk kedalam laring tetapi
berada dalam laringofaring (Andriyani, 2001).
c. Tahap Esofageal
Pada tahap ini muskulus konstriktor faring berkontraksi bergantian dari atske
bawah mendorong bolus makanan ke bawah melewati laring. Dengan terangkatnya
laring dan relaksasi sfingter faringoesofageal, seluruh otot-otot dinding faring
berkontraksi. Makanan yang telah memasuki esophagus akan dialirkan ke lambung
melalui gerak peristaltic. Gerak peristaltic esophagus ada dua tipe, yaitu: peristaltic
primer dan peristaltic sekunder. Gerak peristaltic primer merupakan gelombang
peristaltik yang mendorong makanan di faring menuju esophagus selama tahap
faringeal. Jika gelombang peristaltic primer gagal mendorong semua makanan yang
ada di esophagus ke lambung maka gelombang peristaltic sekunder yang dihasilkan
11
dari peregangan esophagus oleh makanan yang tertahan akan mendorong sisa
makanan ke lambung (Andriyani, 2001).
2.3.3 Reflek
Kesatuan anatomik susunan syaraf adalah neuron, sedangkan lengkungan
fungsionalnya adalah lengkungan reflek. Lengkungan reflek adalah dasar anatomik
untuk kegiatan-kegiatan reflek di luar pengendalian kemauan kita, ini berarti reaksireaksi yang bersifat otomatik, dikeluarkan dari kavum oris. Proses ini terbentuk
secara refleks ataupun secara sadar (Andriyani, 2001).
2.3.4 Persyarafan
Pada tahap menelan, daerah posterior mulut dan faring merupakan daerah
taktil yang paling sensitif. Pada faring terdapat suatu cincin yang mengelilingi
pembukaan faring dan mempunyai sensitivitas terbesar pada tiang tiang tonsil.
Impuls dijalarkan dari daerah ini melalui bagian sensoris syaraf trigeminal dan syaraf
glossofaringeal ke daerah medulla oblongata yang berhubungan erat dengan traktus
solitaries yang terutama menerima semua impuls sensoris dadri mulut (Andriyani,
2001).
Secara otomatis proses menelan diatur oleh daerah daerah neuron di batang
otak yang didistribusikan ke seluruh substansia retikularis medula dan bagian bawah
pons. Daerah medulla dan ponsbagian bawah mengatur penelanan secara keseluruhan
disebut pusat menelan atau deglutisi (Andriyani, 2001).
Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esophagus bagian atas
menyebabkan menelan dijalarkan oleh syaraf cranial, yaitu syaraf trigeminal, syaraf
glossofaringeal, syaraf vagus dan syaraf hypoglossal (Andriyani, 2001).
12
kesulitan dalam menggerakkan lidah Karen aperubahan bentuk otot-otot lidah, selain
itu juga akan mengalami perubahan kualitas suara yaitu suara menjadi terdengar lebih
besar dan lebih berat (Andriyani, 2001).
Gejala khas disfagia pada pasien seperti gejala sukar menelan makanan atau
penyakit lain perlu diwaspadai karena dalam perkembangannya akan merusak fungsi
otot-otot yang berperan dalam peristiwa menelan. Oleh karena itu perlu dilakukan
diagnosis yang tepat penyebab keadaan ini agar diperoleh hasil perawatan yang
sempurna tanpa merusak otot-otot yang berperan dalam proses ini (Andriyani, 2001).
Disfagia pada karsinoma esophagus yang tidak dapat dioperasi sering dapat
dibantu dengan memasukkan sebuah pipa metal atau plastic dengan bantuan sebuah
endoskopi. Endoskopi yang sering dipakai adalah endoskop fibreoptik, karena resiko
untuk menimbulkan kerusakan mukosa esophagus lebih rendah disbanding dengan
endoskop tradisional yang besar dan kaku (Andriyani, 2001).
Disfagia adalah keadaan terganggunya peristiwa deglutasi (menelan). Keluhan
ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan
13
disebut disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen
esofagus. Pada keadaan normal, lumen esofagus orang dewasa dapat meregang
sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter
2,5 cm (Andriyani, 2001).
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang
berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf
otak n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan
peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia. Kelainan otot polos esofagus akan
menyebabkan gangguan kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter esofagus
bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia
motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring, dan
scleroderma esophagus (Andriyani, 2001).
Keluhan disfagia dapat juga timbul karena terdapat gangguan emosi atau
tekanan jiwa yang berat (factor psikogenik). Kelainan ini disebut globus histerikus.
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan
dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan.
Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran
bolus makanan, diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik
esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah, dan kerja otot-otot
rongga mulut dan lidah (Andriyani, 2001).
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuscular
mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan
uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus
bekerja dengan baik sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pada pusat
menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik
esofagus, dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh karena otot lurik esofagus dan
sfingter esofagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti motor n.vagus,
aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan otak. Relaksasi sfingter
esofagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esophagus
(Andriyani, 2001).
15
16
Tersedak
menyebabkan
tersumbatnya
saluran
pernapasan
di
sekitar
tenggorokan (laring) atau saluran pernapasan (trakea). Aliran udara menuju paru-paru
pun terhambat sehingga aliran darah yang menuju otak dan organ tubuh lain terputus.
Karena itu perlu dilakukan tindakan pertama yang efektif untuk menyelamatkan
nyawa dengan tindakan Heimlich (Arsyad, 2008).
2.4.3 Bruksism
Bruksism adalah kebiasaan seseorang mengkerot-kerotkan giginya atau
menggertakkan gigi-geligi serta menekan kuat gigi-geligi tanpa fungsi. Keadaan ini
sering terjadi secara tidak sadar dan terutama pada malam hari disaat sedang tidur
(Andriyani, 2001).
Keadaan ini akan menyebabkan bunyi gemerutuk gigi, rasa capoai pada otot
saat bangun pagi, rahanh terasa terkunci sehingga akan merasakan rasa sakit pada
daerah sendi rahang dan kecenderungan untuk menggigit pipi, bibir atau lidah. Selain
itu, gigi akan menjadi cepat aus sehingga akan berpengaruh pada pengunyahan dan
penelanan makanan (Andriyani, 2001).
17
BAB III
KONSEPTUAL MAPPING
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Pengunyahan merupakan kegiatan penghancuran makanan atau menggiling
makanan dengan bantuan gigi geligi, berubah bentuk dan konsistensinya menjadi bolus
yang bercampur atau dibasahi saliva. Otot-otot utam pengunyahan adalah muskulus
masetter, muskulus temporalis, muskulus pterygoideus lateralis dan muskulus
pterygoideus medialis. Selain itu juga dibantu oleh otot tambahan seperti muskulus
mylohioideus, muskulus geniohyodideus, muskulus stylohioideus, muskulus infra
hyoideus, muskulus buccinators dan labium oris. Otot-otot pengunyahan ini berkontraksi
diikuti
dengan
gerakan
kondilus
mandibula
melewati
melalui
artikulasi
19
BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Sistem stomatognasi dibentuk oleh komponen gigi-geligi beserta jaringan
pendukungnya, otot, persyarafan maupun persendian antara maksila dan
mandibula.
2. Fungsi stomatognasi adalah pengunyahan makanan, penelanan, pernafasan, dan
berbicara.
3. Pengunyahan adalah proses menghancurkan partikel makanan di dalam mulut
dibantu dengan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar ludah sehingga merubah
ukuran dan konsistensi makanan yang akhirnya membentuk bolus yang mudah
untuk ditelan.
4. Menelan adalah peristiwa yang terjadi setelah proses pengunyahan selesai
didalam mulut, kemudian mulut tertutup, lidah bagian ventral bergerak ke
palatum sehingga mendorong bolus kea rah isthmus faucium menuju faring untuk
selanjutnya di teruskan ke esophagus, melibatkan beberapa macam otot-otot
dalam mulut, otot palatum lunak, otot faring dan otot laring.
5. Penelanan abnormal atau yang sering disebut disfagia yaitu keadaan dimana
pasien mengalami kesulitan dalam menelan makanan. yaitu saat melewatkan
bolus ke bagian belakang tenggorokan ataupun saat mengawali refleks menelan
makanan.
6.2 Saran
1. Pengetahuan mengenai kinerja fisiologis dari sistem stomatognasi beserta
komponennya sebaiknya ditekankankan kepada para calon dokter gigi baik di
tingkat akademis maupun profesi, sehingga kelak akan terampil dalam
mempertimbangkan kompatibilitas sistem ini selama perawatan dental pada
pasien.
2. Peran pembimbing ahli sangat diperlukan untuk mendalami kinerja sistem
stomatognasi mengingat kompleksitas dan kerumitan sistem kerja dari sistem ini.
20