Вы находитесь на странице: 1из 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir ini terlihat minat para dokter gigi Indonesia
untuk memahami masalah kelainan fungsi pengunyahan dan penelanan yang
merupakan bagian dari komponen stomatognasi sangat nyata. Namun dilain
pihak, masih banyak pihak yang sebenarnya kurang memahami kaitan antar
masing-masing komponen stomatognasi dan tingkat kedaruratan yang dapat
terjadi sehubungan dengan gagalnya system stomatognasi. Hal ini dikarenakan
akibat pemahaman yang partial dan tidak komprehensif mengenai mekanisme
kerja komponen-komponen stomatognasi. Bahkan lebih jauh lagi banyak pula
yang kurang menyadari bahwa tindakan perawatan yang tidak tepat pada gigi
geligi dapat menimbulkan gangguan fungsional pada komponen stomatognasi
secara umum dikemudian hari (Salleh, 2009).
Sistem mastikasi, yang mana merupakan unit fungsional dalam
pengunyahan mempunyai komponen-komponen yang keseluruhannya harus dapat
bekerja serentak secara dinamis dan sinergis dengan fungsi penelanan. Lebih jauh
lagi, keterhubungan anatomis antara saluran pernafasan dan pencernaan baik pada
tahap bukal maupun faringeal, harus dijadikan pertimbangan dalam pengkajian
fungsi stomatognasi secara menyeluruh sehingga perjalanan makanan di
sepanjang saluran cerna dapat berjalan lancar (Salleh, 2009).
Gangguan-gangguan yang muncul dalam system stomatognasi dapat
berupa gejala-gejala ringan yang mungkin diabaikan oleh pasien, seperti bruksim
atau gangguan ringan pada otot kunyah dan telan, tetapi dapat pula menjadi fatal
bilamana gangguan terjadi pada fungsi penelanan dan pernafasan seperti misalnya
tersumbatnya jalan nafas oleh bolus (tersedak), oedema ataupun abses
parafaringeal (Nazar, 2010).
Karena pentingnya topik mengenai sistem stomatognasi tertama kaitannya
dengan fungsi penelanan dan pengunyahan bagi profesi dokter gigi, berikut akan
di ulas mengenai Fungsi Pengunyahan & Penelanan Pada Sistem
1

Stomatognasi yang diharapkan dapat membantu para calon dokter gigi yang
masih berada dilingkungan akademis untuk memahami sejak awal mengenai kerja
fisiologis dari sistem ini serta gangguan-gangguan yang mungkin timbul.

1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah struktur anatomis komponen yang mendukung fungsi
pengunyahan dan penelanan pada sistem stomatognasi?
2. Bagaimanakah koordinasi kerja fisiologis fungsi pengunyahan dan
penelanan pada sistem stomatognasi?
3. Bagaimanakah kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada fungsi
pengunyahan dan penelanan dan sistem stomatognasi secara umum?

1.3

Tujuan Penulisan
1. Mengetahui struktur anatomis komponen yang mendukung fungsi
pengunyahan dan penelanan pada sistem stomatognasi
2. Mengetahui koordinasi kerja fisiologis fungsi pengunyahan dan
penelanan pada sistem stomatognasi
3. Mengetahui kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada fungsi
pengunyahan dan penelanan dan sistem stomatognasi secara umum

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Stomatognasi
Komponen sistem stomatognasi meliputi gigi-geligi beserta jaringan
pendukungnya, otot, persyarafan maupun persendian antara maksila dan mandibula.
Stomatognasi

dalam

mempertimbangkan

praktek
hubungan

kedokteran
antara

gigi

gigi

merupakan

geligi,

rahang,

ilmu

yang

persendian

temporomandibula, kraniofasial dan oklusi gigi (Andriyani, 2001).


Termasuk dalam fungsi stomatognasi adalah pengunyahan makanan,
penelanan, pernafasan, dan berbicara. Masing-masing fungsi ini erat hubungannya
dan kadang-kadang dua atau lebih fungsi ini dapat dilakukan secara bersama-sama.
Fungsi stomatognasi yang akan dibahas di sini adalah pengunyahan dan penelanan
makanan (Andriyani, 2001).
Selama proses pengunyahan, komponen-komponen yang terlibat adalah
tulang, otot-otot, ligament dan gigi (Andriyani, 2001).
Pada sistem stomatognasi, proses pengunyahan dan penelanan merupakan
suatu proses yang kompleks, melibatkan otot-otot, persendian temporomandibula,
gigi dan persyarafan. Koordinasi pergerakan mandibula dan gigi yang berfungsi
optimal, akan menghasilkan makanan yang berubah menjadi konsistensi relatif halus
yang disebut dengan bolus (Andriyani, 2001).
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap bukal, tahap faringeal
dan tahap esophageal. Aktivitas otot penelanan dimulai dengan kerja secara volunter
dan akan berubah menjadi refleks involunter. Refleks lain yang dapat terjadi pada
aktivitas penelanan adalah batuk, muntah dan menghisap, diakibatkan rangsanganrangsangan sensorik (Andriyani, 2001).
2.2 Anatomi dan Fisiologi Pengunyahan
Pengunyahan adalah proses menghancurkan partikel makanan di dalam mulut
dibantu dengan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar ludah sehingga merubah ukuran
dan konsistensi makanan yang akhirnya membentuk bolus yang mudah untuk ditelan.
3

Penghancuran makanan dilakukan oleh gigi geligi dangan bantuan otot-otot


pengunyahan dan pergerakan kondilus mandibula melalui artikulasi temporo
mandibula. Gerakan artikulasi temporomandibula adalah gerakan kapitulum
mandibula yang terjadi pada waktu mengunyah seperti gerakan memajukan
mandibula, gerakan memundurkan mandibula dan gerakan mandibula kesamping kiri
dan kanan (Andriyani, 2001).
Mengunyah terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap membuka mandibula,
tahap menutup mandibula dan tahap berkontaknya gigi antagonis satu sama lain atau
kontak gigi dengan bolus makanan, dimana setiap tahap mengunyah berakhir 0,5
sampai 1,2 detik (Andriyani, 2001).

2.2.1 Aktivitas Otot


Otot-otot yang terutama bertanggung jawab untuk menggerakkan mandibula
selama proses pengunyahan adalah m.masseter, m.temporalis, m.pterygoideus
lateralis, m.pterygoideus medialis. Otot pengunyahan tambahan seperti muskulus
mylohyoideus, m.geniohyoideus, m.stylohyoideus, m.infrahyodeus, m.buccinator dan
labium oris (Evelyn, 1992).
Selama proses pengunyahan, otot yang aktif pada saat gerakan membuka
mandibula

adalah

muskulus

pterygoideus

lateralis.

Pada

saat

bersamaan

m.temporalis, m.masseter dan m.pterygoideus medialis, sedangkan m.pterygoideus


lateralis dalam keadaan relaksasi. Sementara mandibula tertutup perlahan,
m.temporalis dan m.masseter juga berkontraksi membantu gigi geligi saling
berkontak pada oklusi normal. Sedangkan oleh penelitian elektromiografi oleh Perry
(1957) dan Harrizz (1957) melaporkan bahwa selama proses pengunyahan
m.temporalis mendahului m.masseter. Pada fenomena yang sama dijumpai saat
m.digastrikus menunjukkan aksi potensial ketika mandibula bergerak dari posisi
istirahat ke posisi oklusi, walaupun m.digastrikus tidak ikut serta dalam mengangkat
mandibula tetapi akan mempertahankan kontak gigi geligi (Evelyn, 1992).
Lidah berperan penting selama proses pengunyahan, karena lidah berfungsi
membawa dan mempertahankan makanan diantara permukaan. Oklusi gigi-geligi,
4

membuang objek seperti biji, benda asing, fragmen tulang dan substansi yang tidak
enak rasanya, serta berfungsi untuk membawa massa makanan yang sudah dikunyah
kepalatum sebelum akhirnya ditelan. Lidah juga berperan penting dalam
mempertahankan kebersihan mulut, yaitu untuk menghilangkan debris makanan pada
gigiva, vestibulum dan dasar mulut (Andriyani, 2001).
2.2.2 Persendian Temporomandibula
Tulang adalah merupakan bagian tubuh yang sangat penting dan terdiri
dari bahan yang keras didalam tubuh. Walaupun demikian tulang adalah bersifat
plastis dan dapat bereaksi terhadap tekanan-tekanan yang diakibatkan oleh beberapa
fungsi, sehingga dapat dikatakan bahwa pada tulang terdapat hubungan antara bentuk
dan fungsi. Didalam tubuh manusia ada dua jenis tulang yaitu tulang yang saling
berhubungan erat satu dengan yang lainnya ada pula yang tidak. Hubungan antara
tulang ini diperlukan untuk melakukan berbagai gerakan yang disebut sendi. Salah
satu diantaranya adalah sendi temporomandibula yang menghubungkan kapitulum
mandibula dengan fossa artikulasi (Suryonegoro, 2010).
Selama gerakan mandibula, kondilus mandibula melakukan gerakan memutar
dan meluncur, hal ini mengakibatkan mandibula membuka dan menutup. Perpindahan
kondilus terjadi pada saat kondilus bergerak kebawah dan keatas sepanjang eminensia
artikularis dari tulang temporal (Suryonegoro, 2010).
Kondilus dan tulang temporal dipisahkan oleh rongga persendian dan
meniskus, dimana meniskus terdiri atas rongga bagian atas dan bawah (Suryonegoro,
2010).
Kepala kondilus sewaktu terjadinya proses pengunyahan melakukan gerakan
ke arah lateral atau ke arah sisi kerja, gerakan ini disebut gerakan Bennet. Pada saat
mandibula bergerak, secara garis besar sendi temporo mandibula dibagi menjadi dua
kompartmen. Kompartmen bagian atas terletak diantara meniskus dengan fossa
mandibula, sedangkan kompartmen bawah berada diantara meniskus dengan kondilus
mandibula yang sumbu geraknya berjalan transversal melalui kapitulum mandibula
(Suryonegoro, 2010).

Pergerakan dari pembukaan mandibula diikuti oleh peluncuran dari


proccessus condilus dan meniscus ke depan dan kebelakang sepanjang tuberkulum
artikularis. Pergerakan dari penutupan mandibula diikuti tertariknya processus
kondilus dan meniscus ke atas dan kebawah sepanjang tuberkulum artikularis di
dalam fossa mandibula bersama dengan pergerakan serat. Pergerakan dari memajukan
mandibula terjadi karena tertariknya kondillus dan meniscus ke depan sepanjang
tuberkulum artikularis. Pergerakan dari memundurkan mandibula oleh serat-serat
posterior dari muskulus temporalis yang menarik kondilus dan meniscus ke belakang
dan ke atas sepanjang tuberkulum artikularis, muskulus massetter mempertahankan
kontak gigi geligi. Pergerakan mandibula ke samping oleh aktivitas muskulus
pterygoideus medialis dan muskulus pterygoideus lateralis pada satu sisi, dimana
prosessus kondilaris dan discus articularis akan terdorong ke depan dank e eminensia
artikularis (Suryonegoro, 2010).

2.2.3 Kontak Gigi Geligi


Oklusi adalah kontak gigi geligi yang diakibatkan oleh control neuromuskuler
terhadap sistem mastikasi (otot-otot, sendi temporomandibula dan periodonsium).
Dari sudut pandang fungsional, normal dan abnormalnya suatu oklusi seseorang di
tentukan dari caranya berfungsi dan dari efeknya terhadap periodonsium, otot-otot
dan sendi temporomandibula. Oklusi tidak ditentukan dari susunan gigi geligi dalam
rahang atau hubungan antara rahang atas dengan rahang bawah (Andriyani, 2001).
Susunan gigi geligi yang lengkap pada oklusi sangat penting, karena
menghasilkan proses pencernaan makanan yang baik, dimana dengan penghancuran
makanan oleh gigi geligi sebelum penelanan akan membbantu pemeliharaan
kesehatan gigi yang baik. Oklusi yang baik dan penggantian gigi yang hiilang
dengan gigi tiruan, akan menjaga estetis dan kesehatan rongga mulut. Larsen (1957)
juga mengemukakan bahwa dengan mengunyah dan memberikan latihan untuk otototot dalam mempertahankan fungsi dan kesehatan jaringan periodontal (Andriyani,
2001).

Tonjol gigi pada arkus dentalis superior dan inferior terletak pada posisi oklusi
yang normal, dimana hal ini akan menghasilkan kontak yang maksimal antara tonjol
dan fossa serta interkuspidasi maksimal. Oklusi umumnya bervariasi dari satu
individu dengan individu lainnya, sehingga ada beberapa individu yang benar-benar
memiliki oklusi ideal. Oklusi ideal merupakan oklusi dimana terdapat hubungan yang
tepat dari gigi-gigi molar pertama tetap pada bidang sagital. Selama proses
pengunyahan gigi geligi cenderung kembali ke posisi istiraha, dimana pada posisi ini
semua otot yang mengontrol posisi mandibula berada dalam keadaan istirahat, dan
adanya celah antara gigi geligi atas dan bawah, disebut free way space dan dalam
upaya mencapai keadaan tersebut, gigi geligi akan memberikan efek mekanis yang
maksimal terhadap bahan makanan (Andriyani, 2001).
Jankelson, Hoffman dan Hendron (1957) mengadakan penelitian mengenai
kontak gigi geligi selama pemotongan, proses pengunyahan dan pencernaan
makanan. Pada saat makanan yang berkonsentrasi keras dipotong, gigi insicivus
menutup dalam hubungna edge to edge tetapi tidak pada posisi kontak yang
sebenarnya. Mandibula bergerak ke depan sampai makanan berkontak dengan gigi,
sebagai tanda dimulainya proses pemotongan makanan, setelah itu mandibula retrusi.
Retrusi mandibula berhenti ketika resistensi terhadap pemotongan makanan dijumpai.
Pada saat gigi rahang bawah menekan makanan, tegangan otot akan meningkat dan
pergerakan gigi akan berubah dalam bentuk gerakan beraturan yang terus-menerus.
Makanan yang telah dipotong oleh gigi anterior kemudian dihancurkan atau digiling
dengan gigi posterior. Dengan demikian gigi incisivus berada dalam hubungan edge
to edge selama pemotongan makanan (Andriyani, 2001).
2.2.4 Kelenjar Ludah (Glandula Salivatorius)
1. Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis adalah kelenjar-liur yang terbesar. Ia dikelilingi oleh ramus
mandibula dan menyekresikan air liur melalui Duktus Stensen menuju kavum oral
untuk membantu mengunyah dan menelan (Wikipedia.org, 2011)

2. Kelenjar Submandibula
Kelenjar Submandibula adalah sepasang kelenjar yang terletak di rahang
bawah, di atas otot digatrik. Produksi sekresinya adalah campuran serous dan mukous
dan masuk ke mulut melalui duktus Wharton. Walaupun lebih kecil daripada kelenjar
parotis, sekitar 70% saliva di kavum oral diproduksi oleh kelenjar ini (Wikipedia.org,
2011)
3. Kelenjar Sublingua
Kelenjar Sublingua adalah sepasang kelenjar yang terletak di bawah lidah di
dekat kelenjar submandibula. Sekitar 5% air liur yang masuk ke kavum oral keluar
dari kelenjar ini (Wikipedia.org, 2011)
4. Kelenjar Liur Minor
Terdapat lebih dari 600 kelenjar liur minor yang terletak di kacum oral di
dalam lamina propria mukosa oral. Diameternya 1-2mm. Kelenjar ini biasanya
merupakan sejumlah asinus yang terhubung dalam lobulus kecil. Kelenjar liur minor
mungkin mempunyai saluran ekskresi bersama dengan kelenjar minor yang lain, atau
mungkin juga mempunyai saluran sendiri. Secara alami, sekresi utamanya adalah
mukous (kecuali Kelenjar Von Ebner) dan mempunyai banyak fungsi, seperti
membasahi kavum oral dengan saliva. Masalah gigi biasanya berhubungan dengan
kelenjar liur minor (Wikipedia.org, 2011)
Kelenjar Von Ebner terletak di papilla sirkumvalata lidah. Kelenjar ini
mensekresikan cairan serous yang memulai hidrolisis lipid. Kelenjar ini adalah
komponen esensial indra perasa (Wikipedia.org, 2011).
2.3 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pengunyahan
Proses penelanan adalah aktivitas terkoordinasi yang melibatkan beberapa
macam otot-otot dalam mulut, otot palatum lunak, otot faring dan otot laring.
Aktivitas otot penelanan dimulai sebagai kerja volunter dan kemudian berubah
menjadi refleks involunter (Andriyani, 2001).

Hollinshead, Longmore (1985) menyatakan bahwa peristiwa menelan adalah


peristiwa yang terjadi setelah proses pengunyahan selesai didalam mulut, kemudian
mulut tertutup, lidah bagian ventral bergerak ke palatum sehingga mendorong bolus
kea rah isthmus faucium menuju faring untuk selanjutnya di teruskan ke esophagus
(Andriyani, 2001)
.
2.3.1 Aktivitas Otot
Berkovitz (1995) dan William (1995)

menyatakan bahwa otot-otot yang

berperan dalam proses penelanan adalah otot-otot didalam kavum oris proprium yang
bekerja secara volunteer, otot-otot faring dan laring bekerja secara involunter. Kavum
oris terbagi menjadi dua bagian yaitu vestibulum oris dan kavum oris proprium.
Vestibulum oris adalah ruang antara gigi-geligi dan batas mukosa bagian dalam dari
pipi dan labium oris. Sedangkan kavum oris proprium merupakan ruang antara arkus
dentalis superior dan inferior. Batas anterior dan lateral kavum oris proprium adalah
permukaan lingual gigi geligi dan prosesus alveolaris (Andriyani, 2001).
2.3.1.1 Otot di dalam kavum oris proprium
Otot yang termasuk didalam kelompok ini adalah otot otot lidah dan otot
otot palatum lunak. Otot- otot lidah terdiri dari otot- otot instrinsik dan ekstrinsik.
Otot- otot intrinsic lidah merupakan otot yang membentuk lidah itu sendiri yaitu
muskulus longitudinalis lingua superfisialis, muskulus longitudinalis lingua
provunda, muskulus transfersus lingua dan muskulus vertikalis lingua. Otot ekstrinsik
lidah merupakan otot yang berada di bawah lidah yaitu muskulus genioglossus untuk
mengerakan bagian tengah lidah ke belakang dan muskulus styloglossus yang
menarik lidah keatas dan kebawah. Sedangan otot- otot palatum lunak yaitu muskulus
tensor dan muskulus levator veli palatini untuk mengangkat faring dan muskulus
palatoglossus yang menyebabkan terangkatnya uvula (Evelyn, 1992).
2.3.1.2 Otot otot faring
Terbagi menjadi 2 golongan yaitu otot- otot yang jalannya melingkar dan otototot yang menbujur faring. Otot- otot melingkar terdiri atas muskulus konstriktor
9

faringis superior, muskulus konstriktror faringis media dan muskulus konstriktor


faringis inferior (Evelyn, 1992). Sedangkan otot- otot membujur faring yaitu
muskulus stilofaringeus. Faring tertarik kearah medial untuk saling mendekat. Setelah
itu lipatan- lipatan faring membentuk celah sagital yang akan di lewati makanan
menuju kedalam faring posterior cel;ah ini melakukan kerja selektif sehingga
makanan yang telah di kunyah dapat lewat dengan mudah (Evelyn, 1992).

2.3.1.3 Otot laring.


Terbagi dua yaitu otot laring instrinsik dan otot laring ekstrinsik. Otot laring
ekstrinsik yaitu muskulus krikotiroideus, sedangan otot- otot laring intrinsic yaitu
muskulus tireoepiglottikus dan muskulus aritenoideus pada laring terdapat dua
sfingter yaitu aditus laringis dan rima glottidis. Aditus laringis berfungsi hanya pada
saat menelan. Ketika bolus makanan di pindahkan kebelakang diantara lidah dan
palatum lunak laring tertarik keatas. Aditus laringis di persempit oleh kerja muskulus
arytinoideus obliqus dan muskulus oroepiglottikus. Bolus makanan atau cairan, kini
masuk ke esophagus dengan mengelincir di atas epiglottis atau turun lewat alur pada
sisi aditus laringis rima glottidis berfungsi sebagai sfingter pada saat batuk atau bersin
tetapi yang terpenting adalah epiglottis membantu mencegah makanan agar sejauh
mungkin dari pita suara, dimana akan mempengaruhi tegangan pita suara pada waktu
bicara (Evelyn, 1992).
2.3.2 Tahap-Tahap Mekanisme Penelanan Makanan
Penelanan makanan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap volunteer atau
tahap oral/bukal, tahap faringeal atau involunter dan tahap esophageal. Setiap tahap
ini umumnya melakukan gerak yang berkesinambungan dan berlangsung dengan
cepat (Andriyani, 2001).
a. Tahap Bukal atau Tahap Volunter
Setelah makanan dikunyah dan berbentuk bolus,pergerakan vertical lidah akan
mendorong bolus kea rah isthmus faucium. Isthmus faucium merupakan daerah
paling dorsal kavum oris yang dibatasi oleh palatum bagian superior dan bagian
10

inferior oleh radiks lidah. Pada waktu makanan melewati isthmus faucium muskulus
palatoglossus berkontraksi menyempitkan isthmus faucium sehingga mencegah
kembalinya makanan ke dalam rongga mulut. Setelah makanan sampai pada
orofaring dengan diikuti oleh kontraksi muskulus levator dan muskulus tensor veli
palatini dibantu oleh muskulus palatofaringeus sehinggga menutup hubungan antara
nasofaring dan orofaring. Keadaan ini terjadi agar makanan tidak masuk ke dalam
nasofaring menuju hidung akan tetapi makanan akan terdorong ke dalam orofaring
(Andriyani, 2001).
b. Tahap Faringeal atau Tahap Involunter
Pada tahap ini faring mulai berperan, yaitu muskulus stylofaringeus dan
muskulus palatofaringeus berkontraksi sehingga menarik faring kea rah cranial yang
memungkinkan makanan terdororng kea rah laringofaring(Andriyani, 2001).
Pada saat bersamaan otot-otot laring yaitu muskulus aritenoideus obliqus dan
muskulus transversus serta muskulus krikoariteniodeus lateral berkontraksi yang
menyebabkan penyempitan aditus laringis. Kedua kartilago aritenoidea pada saat ini
berkontraksi, kemudian tertarik dan saling mendekati sampai bertemu dengan
epiglotis, rima glotidis tertutup sehingga makanan tidak masuk kedalam laring tetapi
berada dalam laringofaring (Andriyani, 2001).
c. Tahap Esofageal
Pada tahap ini muskulus konstriktor faring berkontraksi bergantian dari atske
bawah mendorong bolus makanan ke bawah melewati laring. Dengan terangkatnya
laring dan relaksasi sfingter faringoesofageal, seluruh otot-otot dinding faring
berkontraksi. Makanan yang telah memasuki esophagus akan dialirkan ke lambung
melalui gerak peristaltic. Gerak peristaltic esophagus ada dua tipe, yaitu: peristaltic
primer dan peristaltic sekunder. Gerak peristaltic primer merupakan gelombang
peristaltik yang mendorong makanan di faring menuju esophagus selama tahap
faringeal. Jika gelombang peristaltic primer gagal mendorong semua makanan yang
ada di esophagus ke lambung maka gelombang peristaltic sekunder yang dihasilkan

11

dari peregangan esophagus oleh makanan yang tertahan akan mendorong sisa
makanan ke lambung (Andriyani, 2001).
2.3.3 Reflek
Kesatuan anatomik susunan syaraf adalah neuron, sedangkan lengkungan
fungsionalnya adalah lengkungan reflek. Lengkungan reflek adalah dasar anatomik
untuk kegiatan-kegiatan reflek di luar pengendalian kemauan kita, ini berarti reaksireaksi yang bersifat otomatik, dikeluarkan dari kavum oris. Proses ini terbentuk
secara refleks ataupun secara sadar (Andriyani, 2001).
2.3.4 Persyarafan
Pada tahap menelan, daerah posterior mulut dan faring merupakan daerah
taktil yang paling sensitif. Pada faring terdapat suatu cincin yang mengelilingi
pembukaan faring dan mempunyai sensitivitas terbesar pada tiang tiang tonsil.
Impuls dijalarkan dari daerah ini melalui bagian sensoris syaraf trigeminal dan syaraf
glossofaringeal ke daerah medulla oblongata yang berhubungan erat dengan traktus
solitaries yang terutama menerima semua impuls sensoris dadri mulut (Andriyani,
2001).
Secara otomatis proses menelan diatur oleh daerah daerah neuron di batang
otak yang didistribusikan ke seluruh substansia retikularis medula dan bagian bawah
pons. Daerah medulla dan ponsbagian bawah mengatur penelanan secara keseluruhan
disebut pusat menelan atau deglutisi (Andriyani, 2001).
Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esophagus bagian atas
menyebabkan menelan dijalarkan oleh syaraf cranial, yaitu syaraf trigeminal, syaraf
glossofaringeal, syaraf vagus dan syaraf hypoglossal (Andriyani, 2001).

12

2.4 Gangguan Fungsi Stomatognasi


2.4.1 Disfagia
Penelanan abnormal atau yang sering disebut disfagia yaitu keadaan dimana
pasien mengalami kesulitan dalam menelan makanan. Kesulitan menelan ada dua
tahap, pertama, yaitu melewatkan bolus ke bagian belakang tenggorokan dan kedua,
tahap mengawali refleks menelan makanan. Disfagia yang terjadi setelah tahap
mengawali refleks menelan biasanya disebabkan oleh kelainan neuromuskular dan
jarang terjadi, hal ini karena adanya lesi di dalam laringofaring dan esophagus
(Andriyani, 2001).
Beberapa penyebab lain terjadinya disfagia antara lain pernah dilaporkan oleh
Gankroger (1993), yaitu disfagia karena trauma akut benda asing yang masuk ke
dalam faring dan laring, disertai rasa sakit yang hebat sehingga penderita mengalami
kesulitan menelan makanan (Andriyani, 2001).
Schlie-phake dkk (1998) juga melaporkan bahwa pasien yang mengalami
operasi pengambilan karsinoma

sel skuamosa di dasar mulut, akan mengalami

kesulitan dalam menggerakkan lidah Karen aperubahan bentuk otot-otot lidah, selain
itu juga akan mengalami perubahan kualitas suara yaitu suara menjadi terdengar lebih
besar dan lebih berat (Andriyani, 2001).
Gejala khas disfagia pada pasien seperti gejala sukar menelan makanan atau
penyakit lain perlu diwaspadai karena dalam perkembangannya akan merusak fungsi
otot-otot yang berperan dalam peristiwa menelan. Oleh karena itu perlu dilakukan
diagnosis yang tepat penyebab keadaan ini agar diperoleh hasil perawatan yang
sempurna tanpa merusak otot-otot yang berperan dalam proses ini (Andriyani, 2001).
Disfagia pada karsinoma esophagus yang tidak dapat dioperasi sering dapat
dibantu dengan memasukkan sebuah pipa metal atau plastic dengan bantuan sebuah
endoskopi. Endoskopi yang sering dipakai adalah endoskop fibreoptik, karena resiko
untuk menimbulkan kerusakan mukosa esophagus lebih rendah disbanding dengan
endoskop tradisional yang besar dan kaku (Andriyani, 2001).
Disfagia adalah keadaan terganggunya peristiwa deglutasi (menelan). Keluhan
ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan
13

transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia umumnya merupakan


gejala dari kelainan atau penyakit di orofaring dan esophagus (Andriyani, 2001).
Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi makanan yang
tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan. Lokasi rasa sumbatan di daerah
dada dapat menunjukkan kelainan di esofagus bagian torakal. Tetapi bila sumbatan
berada di leher, kelainannya terletak di faring atau esofagus bagian servikal
(Andriyani, 2001).
Pembagian gejala dapat menjadi dua macam yaitu disfagia orofaring dan
disfagia esophagus. Gejala disfagia orofaringeal adalah kesulitan mencoba menelan,
tersedak atau menghirup air liur ke dalam paru-paru saat menelan, batuk saat
menelan, muntah cairan melalui hidung, bernapas saat menelan makanan, suara
lemah, dan berat badan menurun. Sedangkan gejala disfagia esofagus adalah sensasi
tekanan dalam dada tengah, sensasi makanan yang menempel di tenggorokan atau
dada, nyeri dada, nyeri menelan, rasa terbakar di dada yang berlangsung kronis,
belching, dan sakit tenggorokan (Andriyani, 2001).
Disfagia juga dapat disertai dengan keluhan lainnya, seperti rasa mual,
muntah, regurgitasi, hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk, dan berat
badan yang cepat berkurang (Andriyani, 2001).
Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari
kelainan kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Masalah
dalam menelan merupakan keluhan yang umum didapat di antara orang berusia
lanjut. Oleh karena itu, insiden disfagia lebih tinggi pada orang berusia lanjut dan
juga pada pasien stroke. Kurang lebih 51-73% pasien stroke menderita disfagia
(Andriyani, 2001).
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik, disfagia
motorik, dan disfagia oleh gangguan emosi atau psikogenik. Penyebab utama disfagia
mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda asing.
Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, serta akibat penekanan
lumen esofagus dari luar, misalnya oleh pembesaran kelenjar timus, kelenjar tiroid,
kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung, dan elongasi aorta. Letak
arteri subklavia dekstra yang abnormal juga dapat menyebabkan disfagia, yang
14

disebut disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen
esofagus. Pada keadaan normal, lumen esofagus orang dewasa dapat meregang
sampai 4 cm. Keluhan disfagia mulai timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter
2,5 cm (Andriyani, 2001).
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuscular yang
berperan dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf
otak n.V, n.VII, n.IX, n.X dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan
peristaltik esofagus dapat menyebabkan disfagia. Kelainan otot polos esofagus akan
menyebabkan gangguan kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter esofagus
bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia
motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring, dan
scleroderma esophagus (Andriyani, 2001).
Keluhan disfagia dapat juga timbul karena terdapat gangguan emosi atau
tekanan jiwa yang berat (factor psikogenik). Kelainan ini disebut globus histerikus.
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan
dalam proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan.
Keberhasilan mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran
bolus makanan, diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik
esofagus, fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah, dan kerja otot-otot
rongga mulut dan lidah (Andriyani, 2001).
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuromuscular
mulai dari susunan saraf pusat, batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan
uvula, persarafan ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus
bekerja dengan baik sehingga aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pada pusat
menelan dapat menyebabkan kegagalan aktivitas komponen orofaring, otot lurik
esofagus, dan sfingter esofagus bagian atas. Oleh karena otot lurik esofagus dan
sfingter esofagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti motor n.vagus,
aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan otak. Relaksasi sfingter
esofagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esophagus
(Andriyani, 2001).

15

Penyakit-penyakit yang memiliki gejala disfagia adalah antara lain keganasan


kepala-leher, penyakit neurologik progresif seperti penyakit Parkinson, multiple
sclerosis, atau amyotrophic lateral sclerosis, scleroderma, achalasia, spasme esofagus
difus, lower esophageal (Schatzki) ring, striktur esofagus, dan keganasan esophagus
(Andriyani, 2001).
2.4.2 Tersedak (chocking)
Tersedak adalah tersumbatnya trakea seseorang oleh benda asing, muntah,
darah atau cairan lain. Tersedak bisa terjadi jika sumber udara tersumbat. Tersedak
juga bisa terjadi jika adaya benda asing disaluran nafas yang menghalangi udara
masuk keparu-paru. Tersedak mungkin disebabkan oleh kelainan otot-otot volunter
dalam proses menelan khususnya pada klien dengan penyakit-penyakit (otot rangka)
atau persarafan yaitu penderita adermatomiiositis, miastenia grafis, distrofi otot,
polio, kelumpuhan pseudobular dan kelainan otak dan sum-sum tulang belakang
seperti penyakit Parkinson dan sklerosis lateral amiotropik. Tersedak merupakan
salah satu gejala klini dari dispagia dan terjadi bila ada problem dari bagian proses
menelan, misalnya kelemahan otot pipi atau lidah yang menyebabkan kesukaran
untuk memindahkan makanan ke sekeliling mulut untuk dikunyah. Makan yang
ukurannya sangat besar utuk ditelan akan masuk ke tenggorokkan dan menutup jalan
nafas. Kedua, karena ketidak mampuan untuk memulai reflek menelan yang
merupakan suatu rangsangan sehingga menyebabkan makanan dan cairan dapat
melewati faring dengan aman, seperti adanya gangguan stroke, atau gangguan syaraf
lain sehingga terjadi ketidakmampuan utnuk memulai gerakan otot yang dapat
memindahkan makanan-makan dari mulut ke lambung. Ketiga, kelemahan otot-otot
faring sehingga terjadi ketidak mampuan memindahkan keseluruhan makan ke
lambung akibatnya sebagian makanan akan jatuh atau tertarik kedalam saluran nafas
(trakea) yang menyebabkan infeksi pada paru-paru (Arsyad, 2008).
Tersedak biasanya terjadi karena makanan yang kurang dikunyah dengan baik
memasuki saluran yang salah. Bila keadaan ini tidak segera diatasi, bisa berakibat
fatal (Arsyad, 2008).

16

Tersedak

menyebabkan

tersumbatnya

saluran

pernapasan

di

sekitar

tenggorokan (laring) atau saluran pernapasan (trakea). Aliran udara menuju paru-paru
pun terhambat sehingga aliran darah yang menuju otak dan organ tubuh lain terputus.
Karena itu perlu dilakukan tindakan pertama yang efektif untuk menyelamatkan
nyawa dengan tindakan Heimlich (Arsyad, 2008).
2.4.3 Bruksism
Bruksism adalah kebiasaan seseorang mengkerot-kerotkan giginya atau
menggertakkan gigi-geligi serta menekan kuat gigi-geligi tanpa fungsi. Keadaan ini
sering terjadi secara tidak sadar dan terutama pada malam hari disaat sedang tidur
(Andriyani, 2001).
Keadaan ini akan menyebabkan bunyi gemerutuk gigi, rasa capoai pada otot
saat bangun pagi, rahanh terasa terkunci sehingga akan merasakan rasa sakit pada
daerah sendi rahang dan kecenderungan untuk menggigit pipi, bibir atau lidah. Selain
itu, gigi akan menjadi cepat aus sehingga akan berpengaruh pada pengunyahan dan
penelanan makanan (Andriyani, 2001).

17

BAB III
KONSEPTUAL MAPPING

18

BAB IV
PEMBAHASAN
Pengunyahan merupakan kegiatan penghancuran makanan atau menggiling
makanan dengan bantuan gigi geligi, berubah bentuk dan konsistensinya menjadi bolus
yang bercampur atau dibasahi saliva. Otot-otot utam pengunyahan adalah muskulus
masetter, muskulus temporalis, muskulus pterygoideus lateralis dan muskulus
pterygoideus medialis. Selain itu juga dibantu oleh otot tambahan seperti muskulus
mylohioideus, muskulus geniohyodideus, muskulus stylohioideus, muskulus infra
hyoideus, muskulus buccinators dan labium oris. Otot-otot pengunyahan ini berkontraksi
diikuti

dengan

gerakan

kondilus

mandibula

melewati

melalui

artikulasi

temporomandibula. Gerakan capitulum mandibula selama pengunyahan menghasilkan


gerakan membuka mandibula, gerakan memundurkan mandibula, gerakan mandibula
kesamping kiri dan kanan. Lidah juga berperan penting selama proses pengunyahan,
berfungsi membawa dan mempertahankan makanan diantara permukaan oklusal gigi
geligi, serta berperan dalam mempertahankan kebersihan mulut yaitu untuk
menghilangkan debris makanan pada gingival, vestibulum dan dasar mulut.
Penelanan makanan merupakan aktivitas terkoordinasi yang melibatkan otototot didalam mulut, otot palatum lunak yang bekerja secara volunter, serta otot faring dan
otot laring yang bekerja secara involunter. Pada umumnya tahap-tahap penelanan
makanan terdiri dari: tahap bukkal (volunter), tahap faringeal (involunter) dan tahap
esophageal. Selama proses penelanan mungkin terjadi refleks seperti batuk, muntah
ataupun menghisap. Secara otomatis proses penelanan dijalankan oleh syaraf cranial
yaitu syaraf trigeminal, syaraf glossofaringeal, syaraf vagus dan syaraf hippoglossus.
Kelainan pada sistem stomatognasi seperti disfagia dan bruksism dapat
disebabkan karena kelainan neuromuskuler, trauma akut, benda asing dan stress. Pada
pasien disfagia kadang-kadang sukar menggerakkan lidah dan mengalami perubahan
kualitas suara, sedangkan pada bruksism menyebabkan otot tegang dan kelainan
neurologis seperti nyeri ataupun pusing.

19

BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Sistem stomatognasi dibentuk oleh komponen gigi-geligi beserta jaringan
pendukungnya, otot, persyarafan maupun persendian antara maksila dan
mandibula.
2. Fungsi stomatognasi adalah pengunyahan makanan, penelanan, pernafasan, dan
berbicara.
3. Pengunyahan adalah proses menghancurkan partikel makanan di dalam mulut
dibantu dengan saliva yang dihasilkan oleh kelenjar ludah sehingga merubah
ukuran dan konsistensi makanan yang akhirnya membentuk bolus yang mudah
untuk ditelan.
4. Menelan adalah peristiwa yang terjadi setelah proses pengunyahan selesai
didalam mulut, kemudian mulut tertutup, lidah bagian ventral bergerak ke
palatum sehingga mendorong bolus kea rah isthmus faucium menuju faring untuk
selanjutnya di teruskan ke esophagus, melibatkan beberapa macam otot-otot
dalam mulut, otot palatum lunak, otot faring dan otot laring.
5. Penelanan abnormal atau yang sering disebut disfagia yaitu keadaan dimana
pasien mengalami kesulitan dalam menelan makanan. yaitu saat melewatkan
bolus ke bagian belakang tenggorokan ataupun saat mengawali refleks menelan
makanan.
6.2 Saran
1. Pengetahuan mengenai kinerja fisiologis dari sistem stomatognasi beserta
komponennya sebaiknya ditekankankan kepada para calon dokter gigi baik di
tingkat akademis maupun profesi, sehingga kelak akan terampil dalam
mempertimbangkan kompatibilitas sistem ini selama perawatan dental pada
pasien.
2. Peran pembimbing ahli sangat diperlukan untuk mendalami kinerja sistem
stomatognasi mengingat kompleksitas dan kerumitan sistem kerja dari sistem ini.
20

Вам также может понравиться

  • Pedoman Ruang Gilut
    Pedoman Ruang Gilut
    Документ21 страница
    Pedoman Ruang Gilut
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • MAKALAH Etika Belajar
    MAKALAH Etika Belajar
    Документ5 страниц
    MAKALAH Etika Belajar
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ4 страницы
    Bab I
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ4 страницы
    Bab I
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ2 страницы
    Bab Iii
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ2 страницы
    Daftar Pustaka
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ4 страницы
    Bab I
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Penyakit Pedo
    Penyakit Pedo
    Документ19 страниц
    Penyakit Pedo
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Документ2 страницы
    Lamp Iran
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ2 страницы
    Daftar Pustaka
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ4 страницы
    Bab I
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Документ2 страницы
    Lamp Iran
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ4 страницы
    Bab I
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ4 страницы
    Bab I
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ1 страница
    Daftar Pustaka
    Nurul Maulidiah
    Оценок пока нет
  • Four Handed Dentistry
    Four Handed Dentistry
    Документ25 страниц
    Four Handed Dentistry
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Dasar Dasar Radiologi
    Dasar Dasar Radiologi
    Документ17 страниц
    Dasar Dasar Radiologi
    Nilton Freitash
    Оценок пока нет
  • Bab III Baru
    Bab III Baru
    Документ2 страницы
    Bab III Baru
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Teknik Preparasi Saluran Akar
    Teknik Preparasi Saluran Akar
    Документ8 страниц
    Teknik Preparasi Saluran Akar
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Casting Procedure1
    Casting Procedure1
    Документ27 страниц
    Casting Procedure1
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Alergi
    Alergi
    Документ10 страниц
    Alergi
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ39 страниц
    Bab Ii
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Animal Agriculture Journal
    Animal Agriculture Journal
    Документ8 страниц
    Animal Agriculture Journal
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ2 страницы
    Daftar Isi
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
    Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
    Документ7 страниц
    Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
    Rinda Julianti
    100% (1)
  • 1 Cover Luar-1
    1 Cover Luar-1
    Документ1 страница
    1 Cover Luar-1
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ20 страниц
    Bab I
    Yulia Mifta Purwaningrum
    Оценок пока нет
  • Kelenjar Limfa
    Kelenjar Limfa
    Документ18 страниц
    Kelenjar Limfa
    Niska Darlianti
    Оценок пока нет
  • От Everand
    Оценок пока нет
  • От Everand
    Оценок пока нет