Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PEDOMAN E-KKP3K
SUPLEMEN 5
KATA PENGANTAR
SUPLEMEN 5
PANDUAN PENDANAAN
KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Pengarah:
Menteri Kelautan dan Perikanan
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecill
Penanggung Jawab:
Agus Dermawan Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
Penyusun:
Syamsul Bahri Lubis
Suraji
Nilfa Rasyid
Asri S. Kenyo H
Antung R. Jannah
Dyah Retno Wulandari
M. Saefudin
Muschan Ashari
Ririn Widiastutik
Tendy Kuhaja
Yusuf Arief Afandi
Ahmad Sofiullah
Roni Megawanto
Jakarta,
2014
Tim Penyusun,
2014
Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Kementerian Kelautan dan Perikanan
ii
iii
BAB I
Daftar Isi
PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................
1.2 TUJUAN........................................................................................................................................
2.1 PENGERTIAN..............................................................................................................................
iv
BAB II
kawasan konservasi telah dikelola secara mandiri dan komponen biaya pengelolaan sudah
dapat dikelola dengan baik.
PENDANAAN BERKELANJUTAN
1.2 TUJUAN
Tujuan dari panduan teknis pendanaan berkelanjutan dalam pengelolaan kawasan
konservasi ini adalah:
1. Memberikan penjelasan dan uraian yang lebih lengkap terkait pertanyaanpertanyaan aspek pendanaan berkelanjutan pengelolaan kawasan konservasi
dalam Pedoman Teknis E-KKP3K.
2. Memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih lengkap dalam pendanaan
berkelanjutan guna mendukung pengelolaan kawasan konservasi perairan yang
efektif.
2.1 Pengertian
E-KKP3K merupakan metode evaluasi efektivitas pengelolaan kawasan konservasi
perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil yang menunjukan peringkat/level sejauh mana
upaya pengelolaan kawasan konservasi memberikan hasil positif terhadap aspek-aspek
sumberdaya kawasan dan sosial-ekonomi-budaya masyarakat yang berdampak pada
peningkatan kinerja pengelolaan kawasan konservasi. Salah satu komponen dalam
pengelolaan kawasan konservasi yang efektif adalah pendanaan berkelanjutan. Salah satu
indikator pencapaian pengelolaan efektif kawasan konservasi yang mandiri antara lain
adanya sistem pendanaan yang berkelanjutan.
Pendanaan berkelanjutan merupakan portofolio dari beberapa sumber pendapatan
untuk membiayai pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
(KKP/KKP3K) agar jumlah dan kepastian ketersediaan dana cukup memadai dalam jangka
panjang. Pedoman teknis ini menjabarkan beberapa sumber pendapatan yang dapat
menjadi pilihan sumber pendanaan dari pengelolaan suatu kawasan konservasi, sehingga
konsep pendanaan berkelanjutan merupakan upaya mengurangi ketergantungan pada
satu sumber saja agar tercipta aliran kas yang bisa diprediksi.
Pendanaan berkelanjutan mengacu pada dokumen Rencana Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan yang meliputi strategi penguatan kelembagaan, strategi penguatan
pengelolaan sumberdaya kawasan, dan strategi penguatan sosial, ekonomi dan budaya.
Mekanisme pendanaan berkelanjutan bukan hanya untuk membiayai operasional
pengelola kawasan tapi juga harus bisa memberikan insentif ekonomi dan mendukung
pengembangan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat lokal di sekitar kawasan.
Berdasarkan dokumen rencana pengelolaan yang telah disusun, maka dapat dihitung
dana yang dibutuhkan yang kemudian di bagi ke dalam tiga komponen biaya, yaitu 1) biaya
operasional, 2) biaya investasi berkala untuk pemeliharaan dan peningkatan kapasitas
SDM pengelolaan, dan 3) biaya investasi untuk sarana dan prasarana. Ketiga komponen
biaya tersebut kemudian diproyeksikan dalam tiga skenario kondisi yaitu, minimum,
medium, dan optimum. Skenario minimum hanya mencakup biaya operasional, skenario
medium mencakup biaya operasional dan biaya investasi berkala untuk pemeliharaan dan
peningkatan kapasitas SDM pengelolaan, sementara skenario optimum mencakup biaya
Gambar
1. Diagram Alir
Konsep
Dukungan
Pembiayaan Pengelolaan
Kawasan
Konservasi.
Gambar
1. Diagram
Alir
Konsep
Dukungan
Pembiayaan
Pengelolaan
Kawasan Konservasi.
Peningkatan partisipasi
para pihak
Pengelolaan Dana
Perwalian
Rencana pendanaan
dirancang dari rencana
strategi pengelolaan
Dukungan dana APBD/
APBN (DAK, Dekon/TP)
dlm pendanaan
Dukungan usulan donasi/
donatur dlm pendanaan
Pemenuhan
pembiayaan
Kawasan Diinisiasi
Kawasan Didirikan
Pembiayaan belum
memadai
Ada rencana
pembiayaan
Kawasan dikelola
minimum
Sistem pendanaan
Kawasan Mandiri
Kawasan dikelola
optimum
Pengelolaan
Berkelanjutan
Pengelolaan
optimal
Pengelolaan
minimal
Sudah ada
pengelola
Belum ada
pengelola
dalam
berkelanjutan
pendanaan
penjelasan
dan
Gambaran
Badan Layanan Umum (BLU) untuk unit organisasi pusat dan Badan
telah
pemerintah
non-APBN/APBD,
dana
pengelolaan
dalam
dalam hal ini cukup memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan mitra
operasional, biaya investasi berkala untuk pemeliharaan dan peningkatan kapasitas SDM
pengelolaan, dan biaya investasi untuk sarana dan prasarana.
Dalam konteks E-KKP3K, ketiga komponen biaya dan skenario tersebut diterjemahkan ke
dalam peringkat efektifitas pengelolaan, yaitu peringkat kuning untuk skenario minimum,
peringkat hijau untuk skenario medium, dan peringkat biru untuk skenario optimum.
Peringkat merah dan emas pada tingkatan peringkat E-KKP3K tidak dimasukkan ke dalam
komponen pendanaan berkelanjutan. Hal ini dikarenakan pada peringkat merah, kawasan
konservasi baru diinisiasi dan pada level emas, kawasan konservasi perairan telah dikelola
secara mandiri dan komponen biaya pengelolaan sudah tertutupi oleh pendapatan.
Sumber-sumber pembiayaan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan secara umum
berasal dari anggaran pemerintah dan anggaran non-pemerintah. Anggaran pemerintah
bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik APBD Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Sumber pendapatan non-pemerintah bisa berasal dari BUMN/BUMD, sektor swasta (CSR),
hibah dari dalam dan luar negeri (termasuk kerjasama LSM), dan retribusi/tiket masuk
kawasan (entrance fee).
Dalam hal kerjasama dengan pihak swasta, pengelola kawasan tidak harus menerima
dan mengelola dana tapi dalam bentuk kegiatan dimana mitra pengelola sendiri yang
mengelola dana kegiatan. Pengelola dalam hal ini cukup memastikan bahwa kegiatan
yang dilakukan mitra dalam rangka mendukung pengelolaan kawasan berdasarkan
Rencana Pengelolaan yang sudah disusun.
Pengelola kawasan konservasi diharapkan memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan
dana non-APBN/APBD, pemerintah telah menyediakan regulasi tentang Pola Pengelolaan
Keuangan dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU) untuk unit organisasi pusat dan
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk unit organisasi daerah. Melalui penerapan
pola pengelolaan keuangan BLU/BLUD dalam pendanaan pengelolaan kawasan konservasi,
maka pengelola kawasan dapat mengelola sumber-sumber pendapatan lain selain dari
APBN/APBD seperti disebutkan diatas.
Gambaran dan penjelasan pendanaan berkelanjutan dalam mendukung pengelolaan
KKP/KKP3K diuraikan melalui diagram alur dibawah berikut ini.
Mekanisme pendanaan yang perlu dibangun oleh pengelola kawasan konservasi adalah
melakukan koordinasi perencanaan anggaran kegiatan dengan kementerian/lembaga
dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait untuk memenuhi biaya pengelolaan.
Misalnya untuk kebutuhan infrastruktur perlu dianggarkan pada Kementerian/Dinas
PU, untuk komponen pemanfaatan wisata dapat dianggarkan pada Kementerian/
Dinas Pariwisata dan komponen lain seperti pemberdayaan masyarakat pesisir dapat
dianggarkan pada Kementerian Sosial/Dinas Pemberdayaan Masyarakat, dan seterusnya.
Melalui pendekatan mekanisme pendanaan berkelanjutan seperti disebutkan di atas,
maka pengelolaan kawasan bukan hanya menjadi tanggung jawab pengelola kawasan saja
melainkan juga tanggungjawab semua kementerian/lembaga, SKPD dan para pemangku
kepentingan. Upaya merealisasikan hal ini membutuhkan leadership yang kuat terutama
dalam mengkoordinasikan dan memastikan penganggaran oleh instansi terkait, selain
Kementerian/Dinas Kelautan dan Perikanan.
2.2 PENDANAAN PADA PERINGKAT KUNING
Efektifitas pengelolaan suatu kawasan konservasi pada peringkat kuning merupakan
kawasan konservasi yang baru didirikan. Tingkatan ini memiliki 4 (empat) kriteria, yaitu: (i)
Unit organisasi pengelola dengan SDM; (ii) Rencana pengelolaan dan zonasi; (iii) Sarana
dan prasarana pendukung pengelolaan; dan (iv) Dukungan pembiayaan pengelolaan.
Dukungan pembiayaan pengelolaan (pendanaan berkelanjutan) dalam pengelolaan
kawasan konservasi pada peringkat kuning E-KKP3K disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel
Pendanaan
Berkelanjutan
PadaPada
Peringkat
Kuning
Tabel1.1.Evaluasi
Evaluasi
Pendanaan
Berkelanjutan
Peringkat
Kuning
Peringkat
Kuning
Pertanyaan
Bagaimana
status
pembiayaan
pengelolaan?
Apakah
pembiayaan
pengelolaan
belum memadai
(minimum untuk
operasional
kantor).
Alat Verifikasi
Laporan
keuangan unit
organisasi
pengelola
Biaya Penguatan
nelayan,dari
pemuda,
ibu
Pada7.peringkat
kuning, biayaMasyarakat
pengelolaan(langsung
sepenuhnyake
bersumber
dana pemerintah
rumah
dsb)
(APBN/APBD).
Padatangga,
peringkat
ini pengelola mulai melakukan komunikasi awal dengan
kementerian/lembaga dan SKPD terkait agar kegiatan-kegiatan dapat diarahkan dalam
mendukungPada
pengelolaan
kawasan
Arahan kegiatan
di kawasan
konservasi
peringkat
kuning,konservasi.
biaya pengelolaan
sepenuhnya
bersumber
merujuk
pada
dokumen
rencana
pengelolaan.
Selain
dokumen
rencana
pengelolaan,
dari dana pemerintah (APBN/APBD). Pada peringkat ini pengelola mulai
rujukan penting lainnya dalam pembiayaan kawasan konservasi perairan adalah Rencana
melakukan komunikasi awal dengan kementerian/lembaga dan SKPD
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Pembangunan Jangka
terkait agar kegiatan-kegiatan dapat diarahkan dalam mendukung
Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga/SKPD,
pengelolaan
konservasi.
kegiatan
kawasan(RKP),
Rencana
Strategis kawasan
(Renstra) Pesisir
jika sudahArahan
ada, Rencana
Kerja di
Pemerintah
konservasi
merujuk Daerah
pada (RKPD),
dokumen
rencana
pengelolaan. Selain
Rencana
Kerka Pemerintah
Rencana
Kerja Kementerian/Lembaga
(Renjadokumen
rencana
pengelolaan,
rujukan
penting
lainnya
dalam
KL), dan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD). Ilustrasi perkiraan
biaya
pengelolaankawasan
pada levelkonservasi
kuning terlampir
pada
Lampiran
1.
pembiayaan
perairan
adalah
Rencana
Pembangunan
6
Pertanyaan
Apakah Perencanaan
Pendanaan
pengelolaan sudah
ada?
Dokumen strategi
dan rencana
pendanaan
kawasan
Apakah unit
pengelola
memperoleh
dukungan
pembiayaan
pengelolaan dari
APBD/APBN?
Laporan keuangan
unit organisasi
pengelola sesuai
dengan ketentuan
yang berlaku di
Indonesia dan
rencana kerja
tahunan.
Apakah ada
perencanaan
pemenuhan
kebutuhan anggaran
pengelolaan
kawasan
Alat Verifikasi
Dokumen usulan
anggaran alternatif,
surat permohonan,
proposal dan
lain-lain
Pemenuhan kebutuhan
anggaran dapat melalui rencana
pengumpulan dana melalui pihak
lain (donor/donatur), yg bisa
berasal dari dalam negeri ataupun
luar negeri dengan mengajukan
proposal rencana kegiatan, surat
permohonan kerjasama, atau
dokumen usulan pendanaan
lainnya.
10
11
triple bottom lines, yaitu finansial, sosial, dan lingkungan yang kemudian lebih terkenal
dengan sebutan 3P, yaitu Profit, People, dan Planet.
Di Indonesia, CSR merupakan kewajiban sebagimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan terbatas. Menurut Undang-Undang Penanaman Modal, setiap
penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan yaitu
tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap
menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai,
norma, dan budaya masyarakat setempat.Sementara Undang-Undang tentang Perseroan
Terbatas hanya memberi kewajiban CSR pada Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam.
Terdapat juga ketentuan khusus bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk
melaksanakan CSR melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), yaitu
Peraturan Menteri (Permen) Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/Mbu/2007
Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil Dan Program
Bina Lingkungan. Permen ini mewajibkan BUMN (Perusahan Umum dan Persero) untuk
melaksanakan PKBL. Peraturan Menteri BUMN ini bahkan menyebutkan bahwa BUMN
harus mengalokasikan dana untuk PKBL sebesar maksimal 2% dari laba perusahaan
setelah pajak. Penggunaan dana ini untuk pengelolaan kawasan konservasi harus sesuai
dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
2.3.3 PROPOSAL RENCANA KEGIATAN
Pengelola kawasan konservasi dapat menyusun dan mengajukan proposal rencana
kegiatan dalam mengakses sumber dana non APBN/APBD. Proposal kegiatan yang
diajukan harus merujuk kepada rencana pengelolaan dan setidaknya memuat analisa
kebutuhan, tujuan, keluaran, rancangan dan rencana kegiatan, dan Rencana Anggaran
dan Biaya (RAB). Perlu digarisbawahi bahwa kerja sama dengan pihak ketiga tidak harus
dilakukan oleh pengelola dana kawasan konservasi. Sistemika proposal setiap lembaga
mitra dapat saja berbeda satu sama lain, namun secara umum format proposal kegiatan
dapat dilihat pada Lampiran 5.
Berikut beberapa tahapan utama dari proses persetujuan usulan pendanaan seperti
yang dirangkum oleh Brown dan Dunais (2005):
1. Tahap Pra-pendanaan.
Dalam tahap ini diperlukan penilaian dan pembahasan awal terhadap lembaga
donor. Lembaga donor umumnya mempublikasikan kriteria persyaratan dan
evaluasi, serta tenggat waktu pengajuan usulan.
2. Tahap Pengembangan Konsep.
Pada tahap ini lembaga donor mungkin akan melakukan peninjauan gagasan yang
Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
13
Tabel
3. Evaluasi
Evaluasi
Pendanaan
Berkelanjutan
pada Peringkat
Biru
Tabel 3.
Pendanaan
Berkelanjutan
pada Peringkat
Biru
Peringkat
Biru
Pertanyaan
Apakah anggaran
pengelolaan
kawasan telah
terpenuhi sesuai
dengan
perencanaan?
Alat Verifikasi
Laporan
pelaksanaan
kegiatan dan
sumber
pendanaan.
biaya
investasi
berkala
untuk
pemeliharaan
dan
15
16
17
USD 500.000
Debitor
Pemerintah
USD 250.000
Program Konservasi
Lingkungan
USD 250.000
Tipe three-party DNS melibatkan pihak ketiga, dalam hal ini organisasi lingkungan
organisasi lingkungan seperti CI, TNC, dan WWF. Dalam Three-party
seperti CI, TNC, dan WWF. Dalam Three-party DNS, organisasi lingkungan berperan sebagai
DNS, organisasi lingkungan berperan sebagai donor yang membeli utang
donor yang membeli utang dari komersial bank di pasar sekunder. Organisasi lingkungan
dari komersial
bank
di ke
pasar
sekunder.
Organisasi
ini
ini kemudian
mentransfer
utang
negara
yang berutang
(debitor)lingkungan
dan sebagai gantinya
kemudian
mentransfer
utangmelakukan
ke negara
yang lingkungan
berutang (debitor)
dan
negara
debitor tersebut
setuju untuk
kebijakan
atau menempatkan
gantinya fund)
negara
debitor
setuju untuk
melakukan
danasebagai
abadi (endowment
untuk
tujuan tersebut
program konservasi.
Mekanisme
kerja threepartykebijakan
DNS digambarkan
padaatau
bagan
berikut:
lingkungan
menempatkan
dana abadi (endowment fund)
untuk tujuan program konservasi.
18
Lembaga Kreditor
USD 650.000
Organisasi
19
USD 650.000
USD 100.000
Debitor
Pemerintah
Endowment Fund
dalam mata uang lokal
setara dengan USD250.000
Organisasi
Lingkungan
Trust Fund
Program Konservasi
Lingkungan
Gambar 3. Mekanisme Kerja Three-party DNS
B. PASAR KARBON
Pasar karbon (carbon market) adalah salah satu instrumen ekonomi yang berperan
20
penting memberikan insentif bagi kegiatan mitigasi perubahan iklim. Dalam pasar karbon,
yang diperdagangkan sesungguhnya adalah hak atas emisi gas rumah kaca dalam satuan
setara-ton-CO2 (ton CO2 equivalent). Hak disini dapat berupa hak untuk melepaskan gas
rumah kaca ataupun hak atas penurunan emisi gas rumah kaca. Pasar karbon berdasarkan
dasar pembentukannya terdiri atas pasar karbon sukarela (voluntary carbon market) dan
pasar karbon wajib (compliance market).
Pasar karbon sukarela menggunakan mekanisme dengan system crediting atau sering
juga disebut baseline-and-crediting. Dalam mekanisme ini, penurunan emisi adalah selisih
dari skenario emisi tanpa adanya proyek penurunan emisi (baseline) dengan emisi aktual
setelah adanya proyek. Komoditi yang diperdagangkan adalah penurunan emisi yang
telah disertifikasi berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang berlaku di pasar tersebut.
Komoditi ini disebut juga sebagai kredit karbon dimana satu unit kredit karbon biasanya
setara dengan penurunan emisi satu ton karbon dioksida. Kredit yang dihasilkan dari
suatu proyek yang sudah terverifikasi dapat dijual dan digunakan oleh pembeli (buyer)
untuk memenuhi target penurunan emisi atau bahkan untuk menjadikan kegiatan yang
dilakukan pembeli menjadi netral karbon (carbon neutral) atau nol emisi (zero emission).
Beberapa program sertifikasi kredit karbon untuk pasar sukarela adalah Verified Carbon
Standard (VCS), the Climate, Community and Biodiversity Alliance (CCBA), Gold Standard
(GS),Plan Vivo, Panda Standard, American Carbon Registry, dan sebagainya.
Mekanisme sistem kredit untuk pasar karbon sukarela menurut DNPI (2013) secara
umum mempunyai tahapan sebagai berikut:
1. Tahap pengusulan, dimana proyek menyusun dokumen usulan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2. Tahap validasi, dimana kesesuaian dokumen usulan dengan persyaratan dan
ketentuan diperiksa.
3. Tahap registrasi, dimana proyek dinyatakan memenuhi syarat dan dicatat sebagai
peserta skema crediting bersangkutan.
4. Tahap verifikasi, dimana hasil penurunan emisi dalam suatu periode tertentu
diperiksa kebenaran dan kesesuaiannya.
5. Tahap penerbitan kredit karbon, dimana sejumlah kredit karbon diterbitkan
berdasarkan hasil verifikasi.
Pasar karbon wajib (compliance market) adalah kebalikan dari pasar karbon sukarela,
terbentuk karena ada kebijakan yang mewajibkan pengurangan dan atau pembatasan
jumlah emisi gas rumah kaca, seperti kewajiban yang diatur dalam Protokol Kyoto. Protokol
Kyoto adalah perjanjian internasional yang mengikat secara hukum (legally binding) bagi
negara-negara yang meratifikasinya dan mewajibkan negara-negara maju (Annex-1) untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca secara kolektif sebesar 5,2% selama 5 tahun, antara
2008-2012, dibandingan dengan emisi tahun 1990.
Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
21
Protokol Kyoto memungkinkan kerjasama antara negara maju dan negara berkembang
dalam mengurangi gas rumah kaca, yaitu melalui mekanisme Clean Development
Mechanism (CDM). Dengan mekanisme ini, negara maju yang belum berhasil mencapai
target emisi karbon dapat menggantinya dengan melaksanakan proyek karbon di negara
berkembang, seperti proyek renewable energy (pembangkit listrik tenaga air, angin,
matahari), proyek efisiensi energi, proyek konservasi lingkungan, dan sebagainya. Jumlah
gas rumah kaca yang berhasil dicegah untuk tidak lepas ke atmosfir melalui proyek CDM
di negara berkembang tersebut kemudian dijadikan sebagai kredit karbon oleh negara
maju. Kredit karbon selanjutnya diperhitungkan dalam pencapaian negara maju terhadap
target emisi karbon.Sertifikasi untuk pasar karbon wajib dalam kerangka Protokol Kyoto
dikeluarkan oleh Dewan Eksekutif Clean Development Mechanism (CDM) dalam bentuk
Certified Emission Reductions (CER) atau sertifikat pengurangan karbon.
C. PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN
Pembayaran jasa lingkungan (Payment for Environmental Service/PES) adalah
pembayaran/imbal yang diberikan oleh pemanfaat jasa lingkungan hidup kepada penyedia
jasa lingkungan hidup yang bersifat sukarela.Dalam sebuah transaksi PES, pemanfaat dari
jasa lingkungan membayar atau menyediakan bentuk lain imbalan kepada pemilik lahan
atau orang yang berhak menggunakan lingkungan tersebut (lahan atau air tawar, laut),
untuk mengelola lingkungan sedemikian rupa sehingga menjamin jasa lingkungan.
Salah satu contoh penerapan PES di Indonesia adalah jasa pemanfaatan air di Daerah
Aliran Sungai (DAS) Cidanau, Provinsi Banten. Pemanfaat dalam kasus ini adalah PT.
Krakatau Tirta Industri (KTI) yaitu perusahaan air minum yang memanfaatkan air baku
dari Sungai Cidanau untuk memproduksi air bersih. Sementara penyedia jasa lingkungan
dalam hal ini adalah masyarakat yang tinggal di hulu DAS Cidanau, yaitu masyarakat Desa
Cibojong dan Desa Citaman (dalam perkembanggannya Desa Cibojong diganti dengan
Cikumbueun karena melanggar kesepakatan). Di antara pemanfaat dan penyedia jasa
lingkungan terdapat Forum Komunikasi DAS Cidanau (FKDC) sebagai mediator transaksi
sekaligus sebagai lembaga pengelola DAS Cidanau yang struktur kepengurusannya terdiri
dari instansi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan masyarakat.
PT. KTI sebagai pemanfaat (buyer) sepakat untuk dengan sukarela (voluntary) membayar
Rp. 175.000.000,- (seratus tujuh puluh lima juta rupiah) per tahun dengan masa perjanjian
pembayaran jasa lingkungan selama 5 (lima) tahun. Manfaat yang diperoleh PT. KTI dari
transaksi ini adalah mengatasi penurunan debit air sungai Cidanau yang disebabkan oleh
degradasi di hulu DAS Cidanau. Sementara masyarakat desa sebagai penyedia (seller/
provider) menerima pembayaran sebesar Rp. 1.200.000,-/ha dengan masa perjanjian
pembayaran jasa lingkungan selama 5 (lima) tahun. FKDC sebagai mediator memperoleh
15% dari nilai transaksi yang digunakann untuk biaya pengelolaan jasa lingkungan,
termasuk menyalurkan pembayaran dari PT. KTI kepada masyarakat desa.
Tahapan umum dalam penerapan PES adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Mengenali permintaan, menetapkan tujuan, dan menentukan nilai
- Menelaah kebutuhan dengan pertimbangan sosial ekonomi dari calon pembeli
tertentu (komersial dan perorangan) akan jasa lingkungan tertentu
- Menetapkan, mengukur, dan melakukan penilaian atas jasa lingkungan tertentu
maupun mengenali ancaman pada waktu ini dan mendatang
- Menentukan apakah PES merupakan alat kebijakan yang tepat, dan alat-alat lain
apa saja yang akan diperlukan
- Menetapkan tujuan
- Menentukan nilai ekonomi dan nilai jual melalui penilaian lingkungan
Tahap 2: Menilai kemampuan dan kelayakan kelembagaan & teknis
- Menilai segi hukum, kebijakan, dan kepemilikan lahan
- Memeriksa kebijakan yang ada mengenai PES, misalnya pengguna lahan
seharusnya dapat menerima imbalan dan pembeli seharusnya memberi imbalan
(dan jika ada kewajiban pungutan, biaya atau pajak, itu semua seharusnya dapat
diakses dalam program PES)
-
Melakukan survei atas jasa penunjang dan organisasi penunjang PES yang
tersedia
Tahap 3: Menetapkan kerangka kelembagaan & perjanjian
- Merancang rencana pengelolaan, usaha, dan komunikasi
- Menetapkan kerangka kelembagaan berdasarkan lembaga-lembaga yang
ada, mencari cara lain untuk mengurangi biaya transaksi, dan meningkatkan
kemampuan apabila diperlukan
- Menentukan cara pemberian imbalan yang tepat dan adil berdasarkan
pertimbangan sosial ekonomi dan sosial budaya
- Menyusun model perjanjian dan dokumen operasional lain
Tahap 4: Pelaksanaan
- Komunikasi, pemasaran, negosiasi dan pendaftaran perjanjian
- Melaksanakan pemantauan dan pembuktian
- Melaksanakan pembiayaan dan pembayaran
D. DENDA KERUSAKAN LINGKUNGAN
Denda bagi perusak atau pencemar lingkungan merupakan salah satu penerapan dari
22
23
prinsip Polluter Pay (polluter pays principle).Prinsip polluter pays adalah siapapun harus
bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan dan harus menanggung biaya yang
terkait dengan kerusakan tersebut (UNEP, 1995). Prinsip ini bukan hanya prinsip yang
baik bagi pihak-pihak yang melakukan pencemaran lingkungan tapi juga merupakan
perluasan dari prinsip dasar kejujuran dan keadilan: orang harus bertanggungjawab
terhadap aksinya.
Di Indonesia, denda terhadap pencemar dan perusak lingkungan diatur dalam UndangUndang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurut Undang-Undang ini, Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan
yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu
air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana denda paling sedikit Rp
3 milyar dan paling banyak Rp 10 milyar (Pasal 98). Namun jika hal tersebut dilakukan
karena kelalaiannya atau tidak disengaja maka akan dipidana denda paling sedikit Rp 1
milyar dan paling banyak Rp 3 milyar (Pasal 99).
Selain Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat
juga pidana denda pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 yang telah diubah menjadi
Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Undang-Undang Perikanan ini
menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan
menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau
bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan
dan/ atau lingkungannya dipidana denda paling banyak Rp 1,2 milyar (Pasal 84).
Salah satu kasus kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak adalah
tumpahan minyak dari Kapal Tanker Exxon Valdez di Selat PrinceWilliam,Alaska,Amerika,
tahun 1989. Kapal tanker ini menumpahkan260.000-750.000 barel(41.000 -119.000m3)
minyak mentah. Sebagai konsekuensi, Pengadilan Amerika kemudian menjatuhkan
hukuman denda kepada perusahaan Exxon dengan rincian sebagai berikut:
- $150 juta denda pidana, dimana $12 juta diantaranya diserahkan kepada the North
American Wetlands Conservation Fund.
- $100 juta ganti rugi pidana untuk Pemerintah Federal dan Negara Bagian Alaska,
digunakan untuk menangani sumber daya ikan, satwa langka, dan lahan yang
terkena tumpahan minyak.
- $900 juta untuk memperbaiki sumber daya yang menderita kehilangan atau
penurunan substansial akibat tumpahan minyak, termasuk untuk kegiatan
monitoring, penelitian, dan untuk perlindungan habitat di wilayah tumpahan
minyak.
24
E. BIODIVERSITY OFFSET
Biodiversity offset adalah hasil konservasi terukur yang dihasilkan oleh kegiatan yang
dimaksudkan untuk memberi kompensasi bagi dampak residual biodiversitas dari proyek
pembangunan dan tetap berlangsung setelah upaya pencegahan dan mitigasi yang tepat
dilaksanakan (Business and Biodiversity Offset Program, 2009). Tujuan akhir dari biodiversity
offset adalah agar tidak terjadi kehilangan bersih (no net loss) dan lebih disukai memperoleh
keuntungan bersih (net gain) dari sisi komposisi spesies, struktur habitat, fungsi ekosistem,
dan pemanfaatan oleh masyarakat serta nilai budaya yang terkait dengan biodiversitas.
Gagasan biodiversity offset telah menciptakan kontroversi bagi sebagian masyarakat
konservasi sebab ada kekhawatiran bahwa penggunaan skema ini dapat mendorong
pemerintah untuk tetap mengizinkan proyek-proyek yang memiliki dampak serius terhadap
biodiversitas selama proyek tersebut menawarkan kompensasi dan membolehkan
perusahaan meninggalkan dampak signifikan di areal proyek sepanjang perusahaan
tersebut melaksanakan kegiatan konservasi di tempat lain. Oleh karena itu penerapan
biodiversity offset harus secara ketat mentaati hirarki mitigasi (mitigation hierarchy) yang
menempatkan biodiversity offset sebagai benteng terakhir (the last resort), setelah semua
upaya yang mungkin telah dilakukan untuk menghindari dan meminimalkan dampak dari
proyek pembangunan dan kemudian merestorasi biodiversitas di areal proyek.
Hirarki mitigasi tersebut diatas telah dikembangkan oleh Business and Biodiversity
Offset Program (BBOP) sebagi berikut:
1. Menghindari (avoidance), yaitu upaya untuk menghindari terjadinya dampak
permulaan dari proyek pembangunan, seperti kehati-hatian dalam penempatan
elemen-elemen infrastruktur. Hal ini dilakukan agar proyek betul-betul dapat
menghindari terjadinya dampak terhadap komponen-komponen tertentu dari
biodiversitas.
2. Minimalisasi (minimalization), yaitu upaya untuk mengurangi durasi, intensitas, dan
atau perluasan dampak (termasuk dampak langsung, tidak langsung, dan dampak
kumulatif ) yang tidak bisa dihindari sepenuhnya, sepanjang bisa dilakukan secara
praktis.
3. Rehabilitasi/perbaikan (rehabilitation/restoration), upaya untuk merehabilitasi
ekosistem terdegradasi atau memperbaiki ekosistem yang sudah terbuka sebagi
dampak yang sepenuhnya tidak bisa dihindari dan atau diminimalkan.
4. Offset, yaitu tindakan untuk mengkompensasi semua residual signifikan, dampak
serius yang tidak bisa dihindari, diminimalkan, dan atau direhabilitasi/diperbaiki,
dalam rangka mencapai kondisi tidak ada kehilangan bersih (no net loss) atau
memperoleh keuntungan bersih (net gain) bagi keanekaragaman hayati.
25
26
BAB III
27
Majelis
Wali
Amanat,
yang
menjamin
keterwakilan
para
Proposal
Kementerian/
Lembaga
Pemda
Perintah Bayar
Persetujuan
PENGUSUL
LSM
Pembayaran
Swasta
Kementerian
Kelautan
dan
Perikanan
telah
mengantisipasi
28
31
BAB IV
PENUTUP
32
33
Kelompok Kerja (Pokja) Sustainable Financing, 2011. Perkiraan Biaya Pengelolaan Kawasan
Konservasi Perairan Indonesia. Jakarta.
Megawanto, R., 2014. Pendanaan Berkelanjutan Bagi Kawasan Konservasi Perairan. MPAG
News Edisi April. Jakarta
MPAG, 2013. Bussiness Plan Kawasan Konservasi Daerah (KKPD) Nusa Penida Penggunaan
Palo Alto Software. Jakarta
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 33 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kelautan dan Perikanan Tahun 2013.
Peraturan Menteri dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Badan Layanan Umum
Daerah
Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum
34
Panduan Pendanaan, Kawasan Konservasi Perairan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil
Operasional Pengelolaan
a Perlindungan populasi dan habitat
b Ekowisata atau perikanan
c Pendidikan dan penyadaran masyarakat
e Penelitian
f
Pengawasan (patroli, patroli bersama, pos pengawasan)
g Pemberdayaan masyarakat (langsung ke istri nelayan,
pemuda, dan nelayan)
e Operasional kantor dan co-management
h
j
k
l
Operational
Investment
Infrastruktur
a Kantor utama
b Pos Monitoring
c Jetty
d Kapal pengawas
e Kapal monitoring
f
Papan informasi
g Produk-produk informasi
225
300
695
1.220
6.770
725
2.300
500
1.825
200
250
615
1.065
5.840
400
150
275
150
225
300
100
100
100
100
350
200
100
100
50
2.350
800
200
200
350
250
50
50
100
400
150
150
100
900
100
100
100
100
250
150
100
100
50
2.150
750
150
150
350
250
50
50
100
350
100
150
100
800
250
350
945
1.545
8.945
850
2.900
500
300
250
150
150
150
150
400
250
150
150
100
3.500
1.000
250
250
700
500
100
50
100
500
150
150
100
1.000
1.000
3.750
750
350
350
200
200
200
200
500
330
300
200
200
5.080
1.250
400
400
1.050
750
150
50
100
600
200
150
100
1.150
300
400
1.334
2.034
12.014
200
250
615
1.065
2.890
500
1.825
300
225
150
100
100
100
100
250
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
225
300
695
1.220
3.520
725
2.300
400
275
150
100
100
100
100
350
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
250
350
945
1.545
4.445
850
2.900
500
300
250
150
150
150
150
400
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
300
400
1.334
2.034
5.784
1.000
3.750
750
350
350
200
200
200
200
500
Dewan Nasional Perubahan Iklim, 2013. Pengantar Pasar Karbon Untuk Pengendalian
Perubahan Iklim. Jakarta.
KATEGORI
Investment
Brown, T. H dan Dunais, M.A., 2005. Pendanaan Konservasi Kelautan: Pedoman Dasar
Bagi Indonesia. Cara Mendapatkan dan memanfaatkan Dana untuk Meningkatkan
Konservasi Kelautan. USAID Coastal Resource Management Project II dan Shield of the
Indonesian Seas Foundation. Jakarta.
KEGIATAN
DATABASE AND PLANNING (INITIAL WORKS)
a Database
b Rencana Pengelolaan dan zonasi
c Konsultasi Publik
d Site plan
e Rencana Tahunan
Lampiran
1. Perkiraan
Ilustrasi
Perkiraan
BiayaKonservasi
Pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan Indonesia
Lampiran 1. Ilustrasi
Biaya
Pengelolaan Kawasan
Perairan Indonesia
Ariadi, K., 2002. Pemanfaatan Skema Debt Conversion Sebagai Upaya Pengurangan Utang
Luar Negeri Pemerintah. Bappenas. Jakarta.
0
0
0
1.825
500
1.825
300
225
150
100
100
100
100
250
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
0
0
0
2.300
725
2.300
400
275
150
100
100
100
100
350
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
0
0
0
2.900
850
2.900
500
300
250
150
150
150
150
400
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
0
0
0
0
-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
0
0
0
3.750
1.000
3.750
750
350
350
200
200
200
200
500
Lampiran 1
DAFTAR PUSTAKA
35
Lampiran 2. Template Format Isian rencana Kegiatan DAK Bidang Kelautan dan Perikanan
Provinsi
Lampiran 2. Template Format Isian rencana Kegiatan DAK Bidang Kelautan dan Perikanan Provinsi
2.300
3.520
6.770
1.825
2.890
5.840
Minimum
Medium
Optimum
Besar
(juta rupiah)
Sedang
(juta rupiah)
Kecil
(juta rupiah)
36
3.750
5.784
12.014
2.900
4.445
8.945
Besar sekali
(juta rupiah)
3.750
2.034
6.230
2.300
1.220
3.250
Total Operational
Total Ops dan Investasi
Total investasi
1.825
1.065
2.950
Besar
Sedang
(juta rupiah)
Kecil
(juta rupiah)
(juta rupiah)
2.900
1.545
4.500
Besar sekali
(juta rupiah)
................................ 2012
Dinas Provinsi .............
Kepala
Dinas Provinsi..............................
(.........................................)
(..........................................)
37
Lampiran 3. Template Format Isian rencana Kegiatan DAK Bidang Kelautan dan Perikanan
Kabupaten/kota
Lampiran 3.
Template Format Isian rencana Kegiatan DAK Bidang Kelautan dan Perikanan
Kabupaten/kota
Mengetahui:
Kepala
Dinas Provinsi .............
................................ 2012
Kepala
Dinas Kabupaten/Kota.................
(.........................................)
(............................................)
38
39
Ringkasan Eksekutif
1. Latar Belakang
o Deskripsi Permasalahan
o Analisa Kebutuhan
2. Tujuan dan Sasaran
3. Keluaran dan Hasil
4. Rancangan Kegiatan
5. Rencana Kerja
6. Indikator dan rencana monitoring
7. Rencana Keberlanjutan
8. Ringkasan organisasi
9. Rencana Anggaran dan Biaya
10. Lampiran (analisa lengkap, kualifikasi, kerangka logika, dsb)
Sumber:
Brown, T. H dan Dunais, M.A., 2005. Pendanaan Konservasi Kelautan: Pedoman Dasar Bagi
Indonesia. Cara Mendapatkan dan memanfaatkan Dana untuk Meningkatkan Konservasi
Kelautan. USAID Coastal Resource Management Project II dan Shield of the Indonesian Seas
Foundation. Jakarta.
PERNYATAAN
KESANGGUPAN UNTUK MENINGKATKAN KINERJA
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: ........................................................................................ 3
Jabatan
: ........................................................................................ 4
Bertindak untuk dan
: .........................................................................................5
atas nama
Alamat
: .........................................................................................
Telepon/Fax.
: ..........................................................................................6
E-mail
: ..........................................................................................7
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa .................8 sanggup untuk melaksanakan hal-hal
sebagai berikut:
1. menerapkan standar pelayanan minimal;
2. meningkatkan manfaat layanan bagi masyarakat;
3. meningkatkan kinerja keuangan dan non keuangan;
4. menerapkan praktek bisnis yang sehat.
melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya, dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab serta
tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun.
Mengetahui,
Sekretaris Daerah/Kepala SKPD
..............,. ...............................20....9
Kepala SKPD/Unit Kerja yang akan
menerapkan PPK-BLUD
..
(tanda tangan)
(tanda tangan)
(nama lengkap)
(nama lengkap)
NIP.................
NIP.................
Keterangan:
-----------------------------------1 diisi nama Provinsi/ Kabupaten/ Kota.
2 diisi nama SKPD /Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD.
3 diisi nama lengkap.
4 diisi jabatan selaku pimpinan SKPD atau Unit Kerja.
5 diisi SKPD/Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD.
6 diisi nomor telepon/fax SKPD/Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD.
7 diisi e-mail SKPD/Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD.
8 diisi nama SKPD/Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD.
9 diisi tempat, tanggal, bulan dan tahun surat pernyataan dibuat.
Sumber:
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah.
40
41
...................................................................... ............
PERNYATAAN
BERSEDIA DIAUDIT SECARA INDEPENDEN
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa untuk memenuhi salah satu persyaratan adminlstrasi
dalam rangka menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD)
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor...... Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah,...................*bersedia untuk
diaudit secara independen.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya, dengan penuh kesadaran dan
rasatanggung jawab serta tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun.
...............................................20..9
tanda tangan
tanda tangan
(nama lengkap)
NIP.................
(nama lengkap)
NIP.................
Keterangan:
-----------------------------------1 diisi nama Provinsi/ Kabupaten/ Kota.
2 diisi nama SKPD /Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD.
3 diisi nama lengkap.
4 diisi jabatan selaku pimpinan SKPD / Unit Kerja.
5 diisi SKPD/Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD.
6 diisi nomor telepon/fax SKPD/Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD.
7 diisi e-mail SKPD/Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD.
8 diisi nama SKPD/Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD.
9 diisi tempat, tanggal, bulan dan tahun surat pernyataan dibuat.
Sumber:
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah.
42
Mengetahui,
Sekretaris Daerah/Kepala SKPD
Kepada :
Yth. Gubernur/Bupati/Walikota3
................................................
di ........................
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 19, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor ...... Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah dengan Ini kami
mengajukan permohonan untuk dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah (PPK-BLUD).
Untuk mendukung permohonan tersebut bersama ini kami lampirkan dokumen persyaratan
administratlf sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri dimaksud, yaitu:
1. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, kinerja keuangan dan
manfaat bagi masyarakat;
2. Pola Tata Kelola;
3. Rencana Strategis Bisnis;
4. Laporan Keuangan Pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan;4
5. Standar Pelayanan Minimum;
6. Laporan audit/Surat pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.5
Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perkenan dan persetujuannya diucapkan
terima kasih.
................... .............................. .20....6
Pemohon,
Mengetahui,
Kepala SKPD/Unit Kerja
Sekretaris Daerah/Kepala SKPD,
yang akan menerapkan PPK-BLUD,
(tanda tangan)
(tanda tangan)
(nama lengkap)
NIP................
(nama lengkap)
NIP..................
Keterangan:
1 diisi nama Provinsi/Kabupaten/Kota
2 diisi nama SKPD /Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD
3 pilih salah satu.
4 pilih salah satu
5 diisi salah satu Laporan audit tahun terakhir atau kalau belum ada, Surat Pemyataan bersedia
untuk diaudit secara independen,
6 diisi, tempat, tanggal, bulan dan tahun surat permohonan dibuat.
Sumber:
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah.
43
(tanda tangan)
................... ...............................20....3
Mengetahui,
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah,
Pemimpin BLUD,
(tanda tangan)
(tanda tangan)
(nama lengkap)
NIP................
(nama lengkap)
NIP..................4
Keterangan:
1 diisi nama Provinsi/Kabupaten/Kota
2 diisi nama BLUD.
3 diisi, tempat, tanggal, bulan dan tahun surat pernyataan dibuat.
4 diisi Nomor Induk Pegawai (bagi Pemimpin BLUD yang berasal dari PNS).
(nama lengkap)
NIP ..........4
Keterangan:
1 diisi nama Provinsi/Kabupaten/Kota
2 diisi nama SKPD/Unit Kerja yang akan menerapkan PPK-BLUD.
3 diisi, tempat, tanggal, bulan dan tahun surat pernyataan tanggung jawab dibuat dibuat.
4 diisi Nomor Induk Pegawai (bagi Pemimpin BLUD yang berasal dari PNS).
Sumber:
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah.
Sumber:
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah.
44
45
Catatan:
................... ...............................20....3
Mengetahui,
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah,
Pemimpin BLUD,
(tanda tangan)
(tanda tangan)
(nama lengkap)
NIP................
(nama lengkap)
NIP..................4
Keterangan:
1 diisi nama Provinsi/Kabupaten/Kota
2 diisi nama BLUD.
3 diisi, Nama BLUD.
4 diisi, tempat, tanggal, bulan dan tahun laporan dibuat.
5 diisi Nomor Induk Pegawai (bagi Pemimpin BLUD yang berasal dari PNS).
Sumber:
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah.
46
47
Catatan:
48
49