Вы находитесь на странице: 1из 101

BENGKAK (EDEMA)

Disusun Oleh :
Melda Khairunisa
110.2010.162

EDEMA
Bengkak (edema) adalah penimbunan cairan secara
berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di dalam
berbagai rongga tubuh.

Hal ini terjadi akibat terganggunya ditribusi cairan


dan bukan petanda kelebihan cairan. Proses
patofisiologisnya berkaitan dengan suatu
peningkatan kekuatan cairan dari kapiler atau
saluran limfatik ke dalam jaringan.
Empat mekanisme paling utama adalah
peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan
tekanan onkotik plasma, peningkatan
permeabilitas kapiler, dan obstruksi limfatik
cairan berlebihan dalam jaringan tubuh, terutama
terjadi pada kompartemen cairan ekstraseluler
tapi dapat juga melibatkan cairan intraseluler

Dua kondisi yang memudahkan terjadinya pembengkakan


intraseluler :
depresi system metabolic jaringan
tidak adanya nutrisi sel yang adekuat
dapat terjadi pada jaringan yang meradang

kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang


interstitial dengan melintasi kapiler
kegagalan limfatik untuk mengembalikan cairan dari
interstitial ke dalam darah
filtrasi cairan kapiler yang berlebihan

Patofisiologi
1.
2.
3.

Peningkatan tekanan hidrostatik


Hilangnya atau berkurangnya produksi
plasma.
Peningkatan permeabilitas kapiler

albumin

Peningkatan tekanan hidrostatik


dihasilkan dari obstruksi vena atau retensi garam
dan air.
Obstruksi vena dapat meningkatkan tekanan
hidrostatik cairan di dalam kapiler yang cukup untuk
menyebabkan cairan keluar ke dalam ruang
interstisial.
Tromboflebitis, obstruksi hepatic, memakai pakaian
yang sangat ketat, dan berdiri terlalu lama
merupakan penyebab tersering dari obstruksi vena.
Gagal jantung kongestif dan gagal ginjal adalah dua
kondisi yang berhubungan dengan retensi garam
dan air, yang merupakan kelebihan volume, tekanan
vena, dan edema.

Hilangnya atau berkurangnya


produksi albumin plasma
Penurunan konsentrasi protein plasma akibat
kegagalan untuk menghasilkan protein dalam
jumlah yang cukup maupun karena kebocoran
protein dalam plasma akan menimbulkan
penurunan tekanan osmotic koloid plasma. Hal ini
mengakibatkan peningkatan filtrasi kapiler di
seluruh tubuh sehingga terjadi edema
ekstraseluler.
Penurunan produksi plasma dapat terjadi pada
penyakit ginjal, hati atau malnutrisi protein.
Kehilangan protein plasma juga terjadi pada
drainase serosa dari luka terbuka, perdarahan, luka
bakar, dan sirosis hati.

Peningkatan permeabilitas kapiler


Biasanya berkaitan dengan inflamasi dan respons imun.
Respon ini sering merupakan hasil dari trauma seperti
luka bakar, keganasan, dan reaksi alergi.
Protein keluar dari plasma dan menghasilkan edema
melalui hilangnya tekanan onkotik kapiler.

Compliance interstitium yang rendah ketika cairan


interstitial berada dalam batas tekanan negative
Peningkatan aliran limfe
Penurunan konsentrasi protein cairan interstitial yang
menurunkan tekanan osmotic koloid cairan interstitial
ketika filtrasi kapiler meningkat

Transudat dan Eksudat


Jika cairan tertimbun di dalam jaringan
atau ruangan karena bertambahnya
permeabilitas pembuluh darah terhadap
protein, maka penimbunan ini disebut
eksudat. Jadi, edema peradangan
merupakan eksudat.
Jika cairan tertimbun dalam jaringan atau
ruangan karena alasan-alasan lain dan
bukan akibat dari perubahan permeabilitas
pembuluh, maka penimbunan ini disebut
transudat. Kegagalan jantung adalah
penyebab utama pembentukan transudat.

Manifestasi Klinik
TYPES OF EDEMA
GENERALIZED
LOCALIZED
Inflammation
Lymphatic Obstruction
Venous Obstruction
Thrombophlebitis
Chronic lymphangitis
Resection of reg lymph nodes
Filariasis

CARDIAC
HEPATIC
RENAL
NEPHROTIC SYNDROME
ACUTE GN
CRF
IDIOPATHIC
Other
Cyclic
Myxedema
Vasodilator-induced
Pregnancy-induced
Capillary leak syndrome

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sirosis hepatis
Gagal jantung
Malnutrisi
Sindroma nefrotik
Gagal ginjal
Obat-obatan

1. Trauma lengan
2. Sindrom vena cava superior
3. Trombophlebitis

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Reaksi alergi
Abses periodontal
Herpes zoster ophtalmicus
Malnutrisi
Sindroma nefrotik
Rhinitis
Sinusitis
Obat-obatan

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Sirosis
Gagal jantung
Sindroma nefrotik
Trombophlebitis
Obat-obatan
toxin

Evaluasi dan Pengobatan


Edema dapat diterapi secara simptomatis sampai
penyakit yang mendasari terkoreksi.
Pengobatan supportif dapat berupa menaikkan kaki
yang bengkak, menggunakan stoking, menghindari
berdiri lama, membatasi asupan garam, dan
menggunanakan obat diuretik

RENAL EDEMA
Diagnosis

History of Renal Disease


Evidence of Albumin Loss
Narrow, pale transverse bands in nail beds
Proteinuria (3+ to 4+)
Hypoalbuminemia

Renal Imaging
Enlarged Kidneys
AGN
Shrunken Kidneys

Nephrotic Syndrome or
CRF

RENAL EDEMA
Diagnosis

Urinalysi
s

Nephrotic Syndrome
Hyaline Casts
Oval Fat Bodies
Lipid Droplets/Casts
Acute Glomerulonephritis
Hematuria
Erythrocyte Casts
Leukocyte Casts
Pyuria
Chronic Renal Failure
Broad Waxy Casts

Urinary Loss of Albumin

Hypoalbuminemia

Reduced GFR

Renal Na Retention

Altered Starling Forces

Systemic Edema

AY
W
TH
PA

NE
PH
RO
TIC

RENAL DISEASE

C
TI
RI
H
EP
N

PA
TH
W
AY

RENAL EDEMA
Pathophysiology

GLOMELULAR
INJURY

PROTEINURIA

Kf

PLASMA COP

GFR

PLASMA VOLUME
INTERSTITIAL FLUID

Na+ RETENTION

N
E
P
H
R
O
T
I
C

BP
LVEDP
4+ EDEMA
PRA

OTHER FACTORS

Na+ RETENTION

PLASMA VOLUME
INTERSTITIAL FLUID

BP
LVEDP
1+ EDEMA
PRA

N
E
P
H
R
i
T
I
C

CARDIAC EDEMA
Diagnosis
History of Heart Disease
Cardiac enlargement
Evidence of Pulmonary Edema
Orthopnea
Exertional Dyspnea
Basilar rales
Evidence of Volume Expansion
Venous distention
Hepatic Congestion
Hepatojugular Reflux
Ventricular Gallop Rhythm

CARDIAC EDEMA
Pathophysiology
HEART DISEASE
Left Ventricular
Dysfunction

Increased
Pulmonary
Venous Pressure

Pulmonary Edema

Right Ventricular
Dysfunction

Hypotension
Renal Na Retention
Systemic Edema

LOW-OUTPUT
HEART FAILURE

HIGH-OUTPUT
HEART FAILURE

CARDIAC
OUTPUT

SYSTEMIC VASCULAR
RESISTANCE
EFFECTIVE
ARTERIAL BLOOD
VOLUME

Arterial and Ventricular


Baroreceptor-Mediated
Stimulation of :
Renin-Angiotensin System
Sympathetic Nervous System
Arginine-Vasopressin Secretion

Systemic
Arterial
Vasoconstriction
Systemic Vascular
Resistance

Renal
Vasoconstriction and
Sodium and Water
Retention
Plasma Volume

MAINTENANCE OF
EFFECTIVE ARTERAL
BLOOD VOLUME

EDEMA
FORMATION
Stimulation of
Low-Pressure
Baroreceptors
ANP Release

Heart
failure

Central venous and

atrial pressure

Ascites, other effusions,


venous obstruction

Malnutrition, hepatic
synthesis, nephrotic
syndrome, G.I. loss

Blood volume

ANP

A V
fistula

Oncotic pressure

Capillary pressure
Transudation
Cardiac

output

Plasma volume
Renal
vasoconstriction
RPF
Filtration
fracion

Interstitial
volume

Proximal
tubular
reabsorption
of Na and H2O

Effective arterial

blood volume

GFR

Renin
Angiotensin II

GFR/Nephron

Distal tubular

Renal retention
of Na and H2O

Interstitial

Transudation

Aldosteron

Na reabsorption

Plasma volume

Edema

ADH

volume

Proximal
tubular
reabsorption
of Na + H2O
Distal H2O

retention

10
Renal
failure

DECOMPENSATED CHRONIC
OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE
Hypercapnia
Hypoxia

Hypercapnia ?
Systemic Vascular
Resistance

Renal
Vasoconstriction

Central Stimulation of
Sympathetic Nervous sys
Effective Arterial
Blood Volume

Stimulation of Renin-Angiotensin and


Sympathetic Nervous System and
AVP-Release

SODIUM AND
WATER RETENTION

SINDROM NEFROTIK
TANDA DAN GEJALA

proteinuri massif (40 mg/m LPB/jam)


hipoalbuminemia 2,5g/dL
edema
dapat disertai hiperkolesterolemia

Klasifikasi

Berdasarkan etiologi :
Sindrom nefrotik primer
Sindrom nefrotik sekunder
Berdasarkan keadaan
histopatologi :
SN perubahan minimal
SN perubahan nonminimal

Berdasarkan respon
pengobatan terhadap steroid
:
Steroid responsif
Tidak steroid responsif

PATOFISIOLOGI
Proteinuria masif

Kelainan primer
Proteinuria pada sindrom nefrotik : 40
mg/jam/m2 luas tubuh per hari
Proteinuria selektif : protein yang hilang
hampir seluruhnya albumin (pada SNMK)
Proteinuria non-selektif : protein yang
hilang merupakan campuran antara
albumin dan protein-protein dengan berat
molekul yang lebih besar

PATOFISIOLOGI
Hipoalbuminemia

Akibat peningkatan infiltrasi albumin


melalui membran basalis kapiler yang
mengalami kerusakan
Reabsorpsi albumin melalui tubulus juga
terganggu
Terjadi katabolisme albumin menjadi asam
amino di dalam sel tubulus
Kadar albumin plasma kurang dari 2,5 gr%

PATOFISIOLOGI
Edema
Underfilled Theory

Overfilled Theory

Proteinuria masif

Peningkatan reabsorpsi garam dan air

Hipoalbuminemia

Peningkatan volume plasma

Penurunan tekanan onkotik plasma

Peningkatan tekanan hidrostatik


+
Penurunan tekanan onkotik plasma

Peninggian cairan interstitial (Edema)


Penurunan volume plasma
Peningkatan reabsorpsi garam dan air

Peningkatan cairan interstitial (Edema)

PATOFISIOLOGI
Hiperlipidemia

Keadaan hiperkolesterolemi dan


trigliseridemia ini disebabkan oleh :
Peningkatan sintesis lipoprotein, yang
dirangsang oleh adanya hipoalbuminemia
atau penurunan tekanan onkotik.
Penurunan klirens lipid dari sirkulasi

Langkah Diagnostik
anamnesis
bengkak di kedua kelopak mata, perut,
tungkai, atau seluruh tubuh
dapat disertai penurunan jumlah urin.

dapat ditemukan urin berwarna


kemerahan.
Pemeriksaan fisik
edema di kedua kelopak mata, tungkai,
atau
adanya
asites
dan
edema
skrotum/labia

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah
Hipoalbuminemia : kadar albumin plasma kurang dari
2,5 gr%
Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia : peningkatan
konsentrasi total kolesterol, LDL dan VLDL, HDL normal.
Ureum, kreatinin dan elektrolit

TERAPI
Perawatan di rumah sakit dengan indikasi
untuk evaluasi diagnostik awal dan
rencana pengobatan
Tidak perlu pembatasan aktivitas bila
penderita menginginkan
Dietetik :
Protein diberikan sebanyak 3-3,5 gr/kg BB/hari
Diet rendah garam, 1-2 gr/hari selama edema
Kurang dari 35% kalori berasal dari lemak

TERAPI
Albumin dan Diuretik
- Pemberian albumin harus selektif

- Hanya diberikan bila:


* Ada hipovolemi hebat dengan gejala postural
hipotensi, sakit perut, muntah dan diare
* Sesak dan oedem hebat disertai oedem pada
skrotum dan labia. Dosis albumin adalah 0,5-1
gr/kg BB iv, diberikan dalam 2-4 jam, diikuti oleh
pemberian furosemid 1-2 mg/kg BB iv

TERAPI
Kortikosteroid prednison dan prednisolon.

4 minggu I : prednison 60 mg/m2/hari (2mg/kgBB)


dalam 3-4 dosis sehari selama 28 hari tanpa
memperhitungkan adanya remisi atau tidak
(maksimum 80 mg/hari)
4 minggu II : prednison diteruskan dengan dosis 40
mg/m2/hari, diberikan dengan cara intermitent,
yaitu 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu dengan
dosis tunggal setelah makan pagi dan alternate,
yaitu selang sehari dengan dosis tunggal setelah
makan pagi.

TERAPI
Kortikosteroid
Tappering-off : prednison berangsur-angsur

diturunkan tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10


mg/m2/hari, diberikan secara intermitent atau
alternate.
Bila terjadi relaps, pengobatan diulangi dengan
cara yang sama.
Bila ada TB diberikan bersama dengan
antituberkulosis

Alternatif

Siklofosfamid 2-3 mg/kgBb/hari dosis tunggal selama


8-12 minggu bersama-sama dengan prednison
dengan dosis 40mg/m2/hari secara alternate.
Klorambusil 0,15-0,2 mg/kgBB/hari selama 8 minggu.
Nitrogen mustard 0,1 mg/kgBB/hari/iv selama 4 hari
berturut-turut ditambah prednison 40mg/kgBb/hari,
dosis alternate untuk 5 dosis.
Siklosporin A dosis 4-5 mg/kgBB/hari, diberikan
paling sedikit selama 1 tahun.
Levamisol, suatu obat cacing (ascaridil) yang
mempunyai efek imunologik stimulasi sel T. Dosis 23 mg/kgBB/hari diberikan selang sehari selama 6-18
bulan

SINDROM NEFRITIS AKUT


TANDA DAN GEJALA
Hematuria
hipertensi
edema
berbagai derajat insufisiensi ginjal

etiologi
Paling sering setelah infeksi beta streptococcus
hemoliticus grup A.

Patofisiologi
Belum diketahui dengan pasti tapi diduga proses
imunologik.

Langkah Diagnostik
Anamnesis

didahului oleh infeksi saluran nafas atas


atau kulit 1-2 minggu sebelumnya
hematuria nyata (gross hematuria)
sembab di kedua kelopak mata atau
tungkai,
kadang-kadang kejang dan penurunan
kesadaran akibat ensefalopati hipertensi.
oligouria/anuria akibat gagal ginjal atau
gagal jantung.

Pemeriksaan fisik
sering ditemukan edema di kelopak mata dan tungkai,
dan hipertensi.
Dapat ditemukan lesi bekas infeksi di kulit
Jika terjadi ensefalopati, pasien dapat mengalami
penurunasn kesadaran dan kejang.

Pemeriksaan penunjang
Urinalisis (proteinuria, hematuria, dan adanya silinder
eritrosit)
Kreatinin dan ureum darah meningkat
Komplemen C3 menurun pada hampir semua pasien
pada minggu pertama
Foto rontgen toraks (nephritic lung)

Terapi

Istirahat ditempat tidur pada fase akut,


misalnya bila terdapat GGA, hipertensi
berat, kejang, payah jantung.
diet kalori adekuat terutama karbohidrat
untuk memperkecil kemungkinan
katabolisme endogen dan diet rendah
garam.
penisilin prokain atau penisilin V
obat anti hipertensi (hidralazin, nifedipine)
diuretik kuat (edema paru, gagal jantung)

GAGAL GINJAL AKUT


sindrom klinis akibat kegagalan mendadak fungsi ginjal
mempertahankan homeostasis cairan tubuh
manifestasi klinis
gangguan keseimbangan asambasa, air dan elektrolit , serta gangguan eliminasi zatzat sisa, terutama protein.

etiologi
Pre renal : gagal ginjal akut fungsional, (>> - diare,
demam berdarah & luka bakar)
Renal : gagal ginjal akut intrinsik/ organik
( >>glomerulonefritis)
Post renal : gagal ginjal akut obstruktif, (>>tumor dan
batu ginjal)

Patofisiologi
Prerenal
Kegagalan fungsi ginjal akibat perfusi ginjal
menurun yang disebabkan volume intravaskular,
tekanan darah, atau curah jantung menurun
Renal
Kegagalan fungsi ginjal akibat kerusakan ginjal,
baik langsung maupun tidak langsung yang
berasal dari GGA prerenal atau post renal
Post renal
Obstruksi saluran kemih yang menyebabkan
peningkatan tekanan intratubular dengan hasil
akhir filtrasi glomerulus menurun.

Kriteria diagnostik

Tanda dan gejala

Diuresis menurun (oligouria, anuria). Pada kasus tertentu


bisa non oligouria (akibat obat golongan aminoglikosid
pada neonatus).
pucat, perdarahan saluran cerna.
retensi air dan garam (edema, hipertensi, payah jantung
kongestif)
kejang, koma, perubahan prilaku (ensefalopati uremia)

Urea N meningkat, kreatinin meningkat, hiponatremia,


hiperkalemia, hiperfosfatemia, asidosis metabolik,
anemia, leukopenia, trombositopenia.

Pemeriksaan penunjang
Darah : Hb, leukosit, trombosit, elektrolit, urea N,
kreatinin, analisis gas.
Foto thoraks
EKG

PENATALAKSANAAN
Perbaiki diuresis
GGA prerenal
Bila dehidrasi segera atasi dengan cairan yang sesuai, misalnya
NaCl fisiologis 20-30 mL/kgBB selama 30-60 menit
Jika hipovolemia diakibatkan oleh kehilangan darah atau
hipoproteinemia, maka cairan yang dipakai adalah plasma ekspander
(plasma fusin, polygeline, darah). Biasanya diuresis timbul setelah 2
jam infus

Selanjutnya bila diuresis tetap (-)


Evaluasi
Status dehidrasi (perlu pemasangan tekanan vena sentral 3-6 mmHg)
Adanya retensi urin (evaluasi dengan kateterisasi)
Gagal ginjal

Bila gagal ginjal


Manitol 20 % sebanyak 0.5 g/kgBB iv selama 1-2 jam
Bila terdapat diuresis 6-10 mL/kbb gagal ginjal prerenal
Atau diuretik kuat dosis awal 1-2mg/kgBB dengan kecepatan 4
mg/mnt. Jika tidak berhasil naikkan dosis sampai 10 mg/kgBB.
Apabila diuresis tetap (-), pemberian dihentikan
Bila tidak ada hipertensi pemberian diuretik dapat disertai
dopamin 5 gkgBB/mnt
Bila diuresis tetap (-) GGA renal

GGA renal
Restriksi cairan: 400 mL/m2/hr + diuresis
24 jam sebelumnya +kehilangan cairan
ekstrarenal
Cairan yang digunakan adalah dextrose
10-30%

Koreksi ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa
Hiperkalemia
Bila K serum > 5.5-7 mEq/L
p.o
: dilarutkan dalam 2mL/kgBB sorbitol 70%
enema
: dilarutkan dalam 10mL/kgBB sorbitol 20%, diberikan melalui
foley catheter kemudian diklem selama 30-60 menit, selanjutnya dilepaskan.
Dapat diulang tiap 2-6 jam.

Bila K serum > 7mEq/L


Disamping kayeksalat juga perlu diberikan Ca glukonas 10%: 0.5
mL/kgBB iv perlahan-lahan (10-15 mnt)
Perlu dimonitor detak jantung bradikardia infus dihentikan
sampai detak jantung kembali normal
Na bikarbonat 7.5%: 3mEq/kgBB iv
Glukosa 50%: 1 mL/kgBB + 1 unit regular insulin untuk setiap 5 g
glukosa

Asidosis
Koreksi asidosis dilakukan pada keadaan:
pH darah < 7.15
kadar HCO3 < 8 mEq/L

Hipokalsemia dan hiperfosfatemia


Hiperfosfatemia AlOH3 60 mg/kgBB/hr (3-4 dosis)
Bila kadar fosfat sudah normal namun tetap hipokalsemia
suplemen Ca dosis tinggi 50 mg/kgBB/hr
Jika terdapat tetani Ca glikonas 10% dosis 0.5mL/kgBB iv
selama 5-10 mnt

Hipertensi
Furosemid 1-2mg/kgBB p.o atau iv, dapat diulang tiap 6-8 jam
Reserpin 0.02-0.07 mg/kgBB/hr dibagi 2 dosis

GAGAL JANTUNG
Gagal jantung pada bayi dan anak adalah suatu
sindrom klinis yang ditandai oleh
ketidakmampuan miokardium memompa darah
ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh termasuk kebutuhan untuk
pertumbuhan.
Gagal jantung dapat disebabkan oleh penyakit
jantung bawaan maupun didapat yang
menimbulkan beban volume (preload) atau
beban tekanan (afterload) yang berlebih atau
insufisiensi miokard. Penyebab lain adalah
takikardi supraventrikular, blok jantung
komplit, anemia berat, dan kor pulmonale akut.

Dari segi praktis, gagal jantung dibagi menjadi tiga


macam, yaitu:
1. gagal jantung kanan,
2. gagal jantung kiri, dan
3. gagal jantung kanan dan kiri.

Perawatan dan pengobatan


Obat yang terbaik adalah digitalis. Kerja
digitalis adalah sebagai berikut:
1. Memperkuat kontraksi otot jantung yang
berakibat menaikkan curah jantung (cardiac
output), sifat ini disebut inotropik positif.
2. Mengurangi frekuensi denyut jantung
sehingga berakibat menambah fase diastole,
dan memperbaiki perfusi koronaria; sifat ini
disebut kronotopik negatif.
Akibat 1 dan 2, desakan venosa diturunkan
sehingga kongesti vena berkurang.

Skema pemberian
Ini berlaku untuk semua rnacam gagal jantung {digoksin,
lanitop) tiap kg berat badan.
Gol. I Prematur/Neonarus
: 0,02-0,03 mg iv, im 0,030,04 mg oral
Gol. II Umur 2 minggu-2 tahun
: 0,04-0,06 mg iv, im
0,04-0,08 mg oral
Gol. Ill Umur lebih dari 2 tahun
: 0,02-0,04 mg iv, im
0,04-0,06 mg oral
Dosis inisial ini diberikan dalam 24 jam. Mula-mula diberi Vi
dosis; 6-8 jam kemudian, dosis dan sisanya ( dosis)
diberikan 6-8 jam kemudian.
Dosis rumat: 1/5-1/3 dosis inisial (dosis digitalisasi) dan
diberikan dalam 2 bagian {dua kali sehari); dosis maksimum
untuk rumat, 2 x 0,125 mg atau 2 x tablet digoksin:

DIET
{erlu menambah kalori harian. Sebaiknya memakai
makanan berkalori tinggi, bukan makanan dengan
volume yang besar karena anak ini ususnya terganggu.
Juga sebaiknya makanannya dalam bentuk yang agak
cair untuk membantu ginjal mempertahankan natrium
dan keseimbangan cairan yang cukup.

DIURETIK
1.
2.
3.
4.

Furosemide (Lasix, Impugan, Salurix)


Klorothiazide
Obat pengurang beban pasca (afterload)
Agonis beta

PENENTUAN DIAGNOSIS
ETIOLOGI
Pada bayi, penentuan diagnosis etiologi perlu sekali.
Segera sesudah keadaan anak memungkinkan
(membaik), diagnosis etiologi segera ditegakkan.
Jika pengobalan tidak menghasilkan perbaikan
diagnosis etiologi segera ditegakkan juga karena ada
kemungkinan gagal jantung ini sifatnya bukan
kongestif.

Langkah Diagnostik
Anamnesis
Sesak nafas
Bayi mengalami kesulitan minum
Bayi mengalami bengkak pada kelopak
mata/sakrum
Anak mengalami bengkak pada tungkai
Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada kasus kronis
Penurunan toleransi latihan
Keringat berlebihan di dahi

Manifestasi Klinis

Tanda gangguan miokard:

Takikardia: laju jantung >160 x/menit pada bayi dan >100 x/menit pada anak
(saat diam). Jika laju jantung >200 x/menit, perlu dicurigai takikardia
supraventrikular.
Kardiomegali pada pemeriksaan fisik atau foto thoraks.
Peningkatan tonus simpatis: berkeringat, gangguan pertumbuhan.
Irama derap (gallop).

Pemeriksaan Fisik

Tanda kongesti vena paru (gagal jantung kiri)

Takipneu

Sesak nafas, terutama saat aktivitas

Ortopneu

Mengi atau ronki

Batuk

Tanda kongesti vena sistemik (gagal jantung kanan)

Hepatomegali: kenyal dan tepi tumpul

Peningkatan tekanan vena jugularis

Edema perifer

Pemeriksaan Penunjang
Foto thoraks
EKG
Ekokardiografi
Elektrolit Analisa Gas Darah
Darah rutin

ALERGI OBAT PADA ANAK


Alergi obat termasuk adverse drug
reaction, yang meliputi toksisitas, efek
samping, idiosinkrasi, intoleransi, dan
alergi obat.
Toksisitas obat efek obat berhubungan
dengan kelebihan dosis obat.
Efek samping efek obat selain khasiat
utama yang timbul karena sifat
farmakologi obat atau interaksi dengan
obat lain.

Idiosinkrasi reaksi obat yang timbul tidak berhubungan


dengan sifat farmakologi obat, terdapat dengan proporsi
bervariasi pada populasi dengan penyebab yang tidak
diketahui.
Intoleransi reaksi terhadap obat bukan karena sifat
farmakologi, timbul karena proses nonimunologi.
alergi obat respons abnormal terhadap obat atau
metabolitnya melalui reaksi imunologi.

PATOGENESIS
biasanya tidak terjadi pada paparan pertama
sensitisasi imunologis memerlukan paparan awal dan
masa laten sebelum terjadi reaksi alergi
terjadi melalui semua 4 mekanisme hipersensitivitas

antibodi spesifik yang terbentuk adalah IgE pada


penderita atopi reaksi tipe I.
antibodi yang terbentuk adalah IgG atau IgM & diikuti
aktivasi komplemen reaksi tipe II.
kompleks imun reaksi tipe III.
respons imun seluler reaksi tipe IV.
yang tersering melalui tipe I dan IV

MANIFESTASI KLINIS
sangat bervariasi dan tidak spesifik untuk
obat tertentu.
Satu macam obat dapat menimbulkan
berbagai gejala pada seseorang, dapat
berbeda dengan orang lain, dapat berupa
gejala ringan sampai berat.
Erupsi kulit merupakan gejala klinis yang
paling seringgatal, urtikaria, purpura,
dermatitis kontak, eritema multiforme,
eritema nodusum, erupsi obat fikstum, reaksi
fotosensitivitas, dermatitis eksfoliatif, erupsi
vesikobulosa, dan sindroma Steven Johnson.

Gejala klinis yang memerlukan pertolongan tepat dan


segera adalah reaksi anafilaksis, karena adanya hipotensi,
spasme bronkus, sembab laring, angioedema atau
urtikaria generalisata.
Demam dapat merupakan gejala tunggal alergi obat atau
bersama gejala lain beberapa jam setelah pemberian
obat tetapi biasanya pada hari ke 7-10 menghilang 48
jam setelah penghentian obat.

DIAGNOSIS
berdasarkan klinis dan uji laboratorium
gejala klinis akan menghilang beberapa waktu setelah
penghentian obat dan gejala yang sama akan timbul
dengan pemberian ulang obat yang sama atau dengan
struktur obat yang sama

Tabel Kriteria Klinis Alergi Obat

Manifestasi klinis yang terjadi tidak menyerupai khasiat obat


Reaksi yang terjadi menyerupai yang terjadi dengan alergen lain
Diperlukan masa inkubasi 7-10 hati setelah paparan pertama
Reaksi yang terjadi bisa bereaksi silang dengan struktur obat serupa
Reaksi bisa berulang dengan dosis kecil
Eosinofilia darah tepi maupun jaringan bisa ditemukan
Penghentian obat menyebabkan gejala reda
Reaksi terjadi pada sebagian kecil penderita

PENATALAKSANAAN

Penghentian Obat
Pengobatan

Untuk pruritus, urtikaria atau edema angionerotik


antihistamin, kalau kelainan cukup luas diberikan pula
adrenalin.
Bila gejala klinis sangat berat, kortikosteroid &
pengobatan suportif menjaga kebutuhan cairan dan
elektrolit, antibiotik profilaksis, dan perawatan kulit

ALERGI MAKANAN PADA


ANAK
The American Academy of Allergy and Immunology
memberi batasan alergi makanan sebagai berikut:
alergi makanan adalah reaksi imunologi yang
menyimpang terhadap makanan, sebagian besar rekasi
ini melalui reaksi hipersensitivitas tipe I

PATOFISIOLOGI

GEJALA KLINIS
biasanya mengenai berbagai organ sasaran seperti
kulit, saluran napas, saluran cerna, mata, telinga,
saluran vaskuler
organ sasaran bisa berpindah-pindah, gejala sering kali
sudah dijumpai pada masa bayi

DIAGNOSIS
anamnesis
pemeriksaan fisik
pemeriksaan laboratorium
secara klinis dilakukan uji eliminasi dan provokasi
terbuka Open Challenge.

Elimination Diet
Beberapa makanan harus dihindari yaitu makanan
yang merupakan makanan dengan indeks alergenisitas
yang tinggi.
Minimal Diet 1 (modified rowes diet 1)
Minimal Diet 2 (modified rowes diet 2)
Egg and Fish Free Diet
His Owns Diet

Diet 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan


1 bahan makanan setiap minggu
makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi
ini dicatat
disebut alergen kalau pada 3 kali provokasi menimbulkan
gejala alergi
sebelum memulai regimen yang baru, penderita diberi
carnaval selama 1 minggu

PENATALAKSANAAN
Identifikasi dan eliminasi makanan yang menimbulkan
gejala alergi adalah penatalaksanaan yang paling
sesuai untuk alergi makanan
bila diet tidak bisa dilaksanakan farmakoterapi

KURANG ENERGI PROTEIN


Keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan seharihari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi

KLASIFIKASI
KEP ringan
: berat badan menurut usia
(BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS
dan/atau berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS
KEP sedang : BB/U 60-70% baku median
WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku
median WHO-NCHS
KEP berat : BB/U <60% baku median WHONCHS dan/atau BB/TB <70% baku median
WHO-NCHS

KEP berat secara klinis terdapat 3 tipe: kwasiorkor,


marasmus, dan marasmik-kwasiorkor. Tanpa melihat BB
bila disertai dengan edema yang bukan karena
penyakit lain adalah KEP berat tipe kwasiorkor

ETIOLOGI
Primer
: kekurangan konsumsi karena tidak
tersedianya bahan makanan
Sekunder
: kekurangan kalori-protein akibat
penyakit lain

MANIFESTASI KLINIS
KEP nonedematous (marasmus)
tahap awal kegagalan untuk BB, iritabilitas diikuti
dengan BB yang drastis
turgor kulit berkurang dan menjadi keriput dan kehilangan
kekenyalannya akibat hilangnya jaringan subkutis
distensi abdomen dengan struktur usus yang terlihat dari
permukaan kulit

KEP edematous (kwasiorkor)


tahap awal letargi, apati, atau iritabilitas
tahap lanjut pertumbuhan yang tidak adekuat, kurangnya
stamina, hilangnya massa otot, lebih rentan terhadap infeksi,
muntah, diare, anoreksia, dan edema
edema biasanya terjadi lebih dulu pada organ dalam, sebelum
terlihat jelas pada wajah dan ekstermitas.

KRITERIA DIAGNOSIS
Anamnesis makanan
Klinis, termasuk antropometri
Laboratorium

PENATALAKSANAAN
KEP I ( KEP Ringan)

Penyuluhan gizi / nasehat pemberian makanan di rumah


bilamana penderita rawat jalan)
Dianjurkan memberikan ASI eksklusif (bayi < 4 bulan) dan terus
memberikan ASI sampai 2 tahun
Bila dirawat inap untuk penyakit lain makanan sesuai dengan
penyakitnya

KEP II (KEP Sedang)

Rawat jalan
: nasehat pemberian makanan dan vitamin
serta teruskan ASI, selalu dipantau kenaikan BB
Tidak rawat jalan
: dapat dirujuk ke Puskesmas untuk
penanganan masalah gizi
Rawat inap
: makanan TKTP dengan kebutuhan energi 2050% diatas AKG. Diet sesuai dengan penyakitnya dan dipantau BB
setiap hari, beri vitamin dan penyuluhan gizi

KEP II (KEP Berat)


Prinsip dasar pengobatan KEP
berat
Pengobatan penyakit penyerta
Kegagalan pengobatan
Penderita pulang sebelum
rehabilitasi tuntas
Tindakan pada kegawatan

Вам также может понравиться