Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
gula
dan
abu
dalam
tetes
menjadi
fraksi-fraksi
terpisah
yang
diakibatkanolehperbedaan adsorpsi, difusi dan eksklusi komponen gula dan non gula
tersebutterhadap adsorbent dan eluent yang digunakan. (Sudjadi, 2007).
FASE DIAM
Pelaksaanan kromatografi lapis tipis menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumina yang
seragam pada sebuah lempeng gelas atau logam atau plastik yang keras. Jel silica (atau
alumina) merupakan fase diam. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga
mengandung substansi yang mana dapat berpendar flour dalam sinarultra violet. Fase gerak
merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai. Fase diam lainnya yang biasa
digunakan adalah alumina-aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga
memiliki gugus -OH. Apa yang kita sebutkan tentang jel silica kemudian digunakan serupa
untuk alumina. (Hendayana, 2010).
FASE GERAK
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi
larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent
dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan
komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah
umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau
campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal iniyang banyak digunakan adalah
jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai deret
eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut
yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika). (Hendayana, 2010).
Peralatan
Teknik kromatografi dapat dilakukan pada pelat yang dilapisi dengan bahan penyangga.
Sebagai pelat dapat digunakan kertas, kaca, lembaran aluminium, atau fiberglass. Khusus
jika kertas yang digunakan, maka kertas berfungsi ganda, yaitu sebagai pelat sekaligus
sebagai bahan penyangga. Kertas merupakan selulosa yang dapat menyerap eluen sehingga
sistem yang terjadi adalah partisi. Meskipun demikian peristiwa adsorpsi juga terjadi pada
kromatografi kertas. Jenis kertas yang digunakan pada umumnya adalah kertas Whatman
No.4, 54, 540, 31, dan No.17, atau jenis kertas lainnya yang semacam. Perlu diketahui
bahwa kerapatan dan ketebalan kertas akan berpengaruh pada kecepatan aliran eluen,
sehingga juga akan berpengaruh pada kesempurnaan pemisahan komponen-komponen.
Ukuran
kertas
kromatografi lapis tipis, bahan penyangga dilapiskan pada pelat kaca, logam, atau
fiberglass. Bahan penyangga dapat berupa oksida, oksida hidrat atau bentuk garam.
Sebagai bahan penyangga yang populer digunakan pada kromatografi lapis tipis adalah
golongan aluminium oksida, gel silika, kieselguhr, dan selulosa. Cara preparasinya
adalah mula-mula dengan membuat sluri yaitu mencampur bahan penyangga dengan
aquades. Setelah itu dengan alat khusus sluri dilapiskan pada permukaan pelat sehingga
mempunyai ketebalan yang sama. Sebelum digunakan lapis tipis harus dipanaskan
terlebih dahulu pada suhu 120C selama 60 menit untuk aktivasi. Kini telah banyak
lapis tipis yang diperjual belikan dalam keadaan siap untuk digunakan, baik yang
dilapiskan pada pelat kaca, aluminium mau pun fiberglass. [1]
Gerakan dan pemisahan komponen juga tergantung pada jenis pelarut (eluen) yang
diguriakan. Eluen dapat terdiri atas satu macam pelarut atau campuran dan dua atau
lebih pelarut, tetapi makin banyak campuran pelarut akan sulit menjenuhkan lingkungan
pelat. Juga perlu diingat bahwa campuran pelarut harus saling tidak melarutkan atau
bersifat immisibel, tetapi sampel harus mempunyai kelarutan yang tinggi pada eluen. Eluen
yang mudah menguap dan tidak meninggalkan noda pada kertas pada umumnya lebih
baik digunakan. [1]
Contoh beberapa pelarut yang sering digunakan pada kromatografi kertas dan lapis tipis
adalah:
1. Untuk pemisahan asam amino digunakan pelarut campuran fenol dan air (larutan
jenuh), campuran n-butanol, asam cuka dan air (4: 1 :5 atau 12:3:5), campuran n-butanol,
piridin dan air (1:1:1).
2. Untuk pemisahan golongan karbohidrat digunakan pelarut campuran dan etilasetat,
piridin, dan air (2 : 1 :2), campuran etilasetat, propanol dan air (6: 1:3), campuran etilasetat,
asam cuka dan air (3:1:3).
3. Untuk pemisahan asam lemak digunakan campuran n-butanol dan larutan 1,5M ammonia
(larutan jenuh). [1]
Pemuatan Sampel
Sampel sebelum diaplikasikan pada kertas atau lapis tipis harus dibuat larutan dahulu.
Larutan sampel kemudian diteteskan pada kertas atau lapis tipis pada salah satu tepinya
dengan jarak kurang lebih 2,5cm dan tepi. Tetesan sampel diusahakan sekecil mungkin, maka
sebaiknya menggunakan pipa kapiler, pipet mikro, atau siring (spet, jarum suntik berukuran
mikro). Sebelum dielusi tetesan sampel dikering anginkan, jika perlu dapat dikerjakan dengan
menghembuskan udara dengan kipas angin atau alat pengering rambut (hair drier).
Yang perlu dijaga adalah selama pengeringan tidak terjadi perubahan sifat sampel, oleh
karena itu sebaiknya pengeringan dilakukan pada suhu kamar. [1]
Ada
pun
metoda pengembangannya ada dua cara, yaitu metode satu arah (one way direction) dan
metoda dua arah (two ways direction). Pada metoda satu arah, kertas atau lapis tipis
dikembangkan melalui satu sisinya di mana sampel dimuatkan. Sedangkan pada metoda dua
arah, kertas atau lapis tipis yang telah dikembangkan, dilakukan pengembangan sekali lagi
melalui tepi siku-siku kertas atau lapis tipis (lihat gambar). [1]
Pengembangan dikerjakan di dalam suatu tangki atau bejana dan kaca sepaya tampak dan
luar, dan ditutup sehingga ruang di dalam tangki akan jenuh dengan uap eluen.
Visualisasi Hasil
Setelah perrnukaan eluen mencapai batas yang ditentukan, kertas atau lapis tipis
diambil (diangkat) dan dikeluarkan dari dalam tangki, kemudian dikeringkan pada suhu
kamar sampai semua eluen menguap. Tempat komponen yang memisah dapat diketahui
dengan visualisasi. Ada beberapa teknik visualisasi yang dapat dikerjakan tergantung
pada jenis dan sifat komponen yang dipisahkan. Visualisasi secara fisik dapat
dilakukan dengan sinar ultra violet atau dengan pengeringan pada suhu tinggi. Visualisasi
dengan penyinaran atau dengan pengeringan menyebabkan timbulnya warna pada
komponen. Aflatoksin misalnya akan tampak bersinar putih kehijauan dengan sinar
ultra violet. Visualisasi dapat pula secara kimiawi yang dapat dilakukan dengan
nyemprotkan suatu larutan atau senyawa yang dapat mengadakan reaksi dengan
komponen sehingga timbul wama. Kombinasi visualisasi secara kimiawi dan secara fisik
sering kali juga dilakukan, misalnya pada suhu 100oC, maka warna ungu akan timbul. [2]
Tabel 3. Reagent
kromogenat
untuk
visualisasi
kromatogram
pada
teknik
Interpretasi
Secara
kualitataif
dapat
dilakukan
dengan
menghitung
faktor
retardasinya.
diekspresikan sebagai rasio jarak tempuh solut dan jarak tempuh larutan pengelusi pada
kertas atau lapis tipis, yaitu:
Untuk mengetahui jenis komponen yang memisah, Rf sampel dicocokan gan Rf standar yang
dielusi dengan cara yang sama. Interpretasi secara kuantitatif dilakukan untuk mengetahui
jumlah masing- masing komponen yang memisah. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengukur atau menghitung luas noda yang terbentuk, menimbang potongan masingmasing noda, menganalisis potongan noda secara kimiawi. [3]
Pelarut yang digunakan tergantung pada sifat zat yang akan dianalisa. Yang polar akan
Keuntungan KLT :
Kelemahan KLT :
Hanya merupakan langkah awal untuk menentukan pelarut yang cocok dengan pada
kromatografi kolom dan noda yang terbetuk belum tentu senyawa murni. [3]
Prinsip
Kromatografi lapis tipis merupakan penerapan dari kromatografi adsorpsi. Sampel ditotolkan
pada pelat TLC, kemudian dikembangkan dalam sebuah bejana pengembang. Eluen bergerak
ke atas karena aktivitas kapiler. TLC dapat memberikan informasi mengenai berapa banyak
komponen yang terdapat dalam suatu campuran dan juga untuk tujuan identifikasi. Pemilihan
adsorben, pelarut, eluen dan pemahaman teori yang mendasari TLC harus dipahami untuk
mendapatkan hasil pemisahan yang baik. KLT digunakan secara luas untuk analisis solu-solut
organic terutama dalam bidang biokimia, farmasi, klinis forensik, baik untuk analisis
kualitatif dengan cara membandingkan nilai Rf solute dengan nilai Rf senyawa baku atau
untuk analisis kualitatif. Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya
komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi,
menentukan efektifitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi
kolom, serta untuk memantau kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat.
(Rohman, 2009).
Daftar Pustaka
Hendayana, Sumar. 2010. Kimia Pemisahan. Penerbit Rosda. Bandung
Rohman, Abdul. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta
Sudjadi. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E. S., 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB.
Bandung.
[1] http://www.unej.ac.id/fakultas/mipa/jid/vol5no1/yahya.pdf
[2]http://www.siafif.com/kuliah/sukma/semester%208/SKRIPSI%20KAKAK
%20TINGKAT/lumut222/paper-kromatografi-lapis-tipis.pdf
[3] http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-16544-2407100609-Chapter1.pdf