Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
html
Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per 100.000 kelahiran hidup,
rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (Mauldin,
1994).
Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui
penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu
yaitu perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan
mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada
kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan
kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat
kemungkinan hidup janin diluar uterus (Wiknjosastro, 1999).
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya
lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar,
R, 1998).
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan. Di Rumah Sakit Tjipto
Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari seluruh persalinan; R.S. Pirngadi Medan
kira-kira 10% dari seluruh persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari
seluruh persalinan (Wiknjosastro, 1999).
Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta, ruptura sinus
marginalis, atau vasa previa. Yang paling banyak menurut data RSCM jakarta tahun 1971-1975
adalah solusio plasenta dan plasenta previa. Diagnosa secara tepat sangat membantu
menyelamatkan nyawa ibu dan janin. Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai
pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta previa.
Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada trimesters kedua dan ketiga
kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian bagi ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab
pendarahan vaginal yang paling banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta Previa
biasanya digambarkan sebagai implantation dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat
cervix uteri).
Di AS plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1.000 persalinan dan mempunyai tingkat
kematian 0.03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997 plasenta previa tercatat didapat pada 2,8
kelahiran dari 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia, RSCM Jakarta mencatat plasenta previa
terjadi pada kira-kira 1 diantara 200 persalinan. Antara tahun 1971-1975 terjadi 37 kasus plasenta
previa diantara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 dari 125 persalinan.
Angka kematian maternal karena plasenta previa berkisar 0,03%. Bayi yang lahir dengan
plasenta previa cenderuing memiliki berat badan yang rendah dibandingkan bayi yang lahir tanpa
plasenta previa. Resiko kematian neonatal juga tinggi pada bayi dengan plasenta previa,
dibandingkan dengan bayi tanpa plasenta previa.
Maternal tingkat kematian yang sekunder ke plasenta previa kira-kira 0.03%. Bayi wanita-wanita
sudah takdir dengan plasenta previa [tuju/ cenderung] untuk menimbang kurang dari bayi
wanita-wanita sudah takdir tanpa plasenta previa. Resiko neonatal [dapat mati/angka kematian]
adalah yang lebih tinggi untuk plasenta previa bayi (me)lawan kehamilan tanpa plasenta previa.
Solusio plasenta digambarkan sebagai separasi prematur dari plasenta dari dinding uterus. Pasien
dengan solusio plasenta secara khas memiliki gejala dengan pendarahan, kontraksi uteri, dan
fetal distres.
Di AS frekwensi solusio plasenta kira-kira 1%, dan solusio plasenta yang mengakibatkan
kematian didapatkan sebanyak 0.12% dari jumlah kehamilan (1:830).
Secara keseluruhan tingkat kematian janin pada solusio plasenta adalah 20-40%, tergantung pada
tingkat lepasnya plasenta. Nilai ini semakin tinggi tinggi pada pasien dengan riwayat merokok.
Sekarang ini, solusio plasenta adalah bertanggung jawab untuk kira-kira 6% kematian maternal.
Resiko solusio plasenta meningkatkan pada pasien dengan umur dibawah 20 tahun dan diatas 35
tahun.
II.1. Definisi
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya
lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar,
1998).
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan
perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya kelainan servik biasanya
tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu
dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.
Perdarahan antepartum dapat berasal dari :
a. Kelainan plasenta
1. Plasenta previa
Definisi
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal, yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada
keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.
2. Solusio plasenta (Abruptio Placenta)
Definisi
Solusio plasenta ialah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada corpus uteri sebelum
lahirnya janin, terjadi pada triwulan ketiga.
3. Perdarahan antepartum yang belum jelas sumbernya, mungkin disebabkan : ruptura sinus
marginalis, atau vasa previa.
A. Placenta Normal
B. Placenta Previa
C. Placenta Akreta
D. Solusio Plasenta
II.2. Klasifikasi
Klasifikasi Plasenta Previa
Didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu :
Plasenta previa totalis bila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
Plasenta previa lateralis bila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan plasenta
Plasenta previa marginalis bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
Plasenta letak rendah bila plasenta yang letaknya abnormal di segmen bawah uterus, akan tetapi
belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir . Pinggir plasenta kira-kira 3 atau 4 cm diatas
pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
Klasifikasi Solusio Plasenta
Solusio plasenta totalis, bila plasenta terlepas seluruhnya
Solusio plasenta parsialis, bila plasenta sebagian terlepas
Ruptura sinus marginalis, bila hanya sebagian kecil pnggir plasenta yang terlepas.
Solusio plasenta dengan perdarahan yang keluar, perdarahan dapat menyelundup keluar
dibawah selaput ketuban.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, perdarahan tersembunyi dibelakang plasenta.
Secara klinis berdasarkan derajat terlepasnya plasenta dan tanda klinik yang menyertainya,
solusio plasenta dibagi :
Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta sedang
Solusio plasenta berat
II.3. Etiologi
1. Plasenta Previa
Disamping masih banyak penyebab plasenta previa yang belum diketahui atau belum jelas,
bermacam-macam teari dan faktor-faktor dikemukakan sebagai etiologinya.
1. Endometrium yang inferior
2. Chorion leave yang persisten
3. Korpus luteum yang bereaksi lambat
Strassman mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada desidua
yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Browne menekankan bahwa faktor
terpenting ialah Vili Khorialis persisten pada desidua kapsularis.
Faktor-faktor Etiologi :
1. Umur dan Paritas
Pada Primigravida, umur diatas 35 tahun lebih sering daripada umur dibawah 25 tahun
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar, atau
pertolongan persalinan.
3. Faktor paritas.
Lebih banyak dijumpai pada multi daripada primi. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio
plasenta dijumpai 45 multi dan 13 primi.
4. Pengaruh lain seperti anemia, malnutrisi, tekanan uterus pada vena cava inferior, dan lain-lain.
5. Trauma langsung seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
II.4. Diagnosis dan Gejala Klinis
Plasenta Previa
1. Anamnesis
- Keluhan utama Perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut
(trimester III)
- Sifat perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri dan berulang
2. Inspeksi/inspekulo
- Perdarahan keluar pervaginam (dari dalam uterus)
- Tampak anemis
3. Palpasi abdomen
- Janin sering blm cukup bulan, TFU masih rendah
- Sering dijumpai kesalahan letak janin
- Bagian terbawah janin belum turun
4. Pemeriksaan USG
- Evaluasi letak dan posisi plasenta.
- Posisi, presentasi, umur, tanda-tanda kehidupan janin.
- Transabdominal ultrasonography
Suatu metode yang sederhana, akurat, dan aman untuk memvisualisasikan plasenta, teknik ini
memiliki keakuratan hingga 93-98%. Pembiasan hasil dan positif palsu dapat terjadi pada
kontraksi fokal uterus atau distensi vesika urinaria.
- Transvaginal ultrasonography
Studi terbaru menunjukkan bahwa metode transvaginal ultrasonografi lebih akurat dan aman
dibanding metode transabdominal ultrasonografi. Suaru penelitian studi, 26% pasien telah yang
didiagnosa dengan plasenta previa oleh metode transabdominal ultrasonografi dinyatakan salah
setelah dicek ulang dengan transvaginal ultrasonografi.
Sudut antara probe transvaginal dan saluran cerviks diatur sedemikian rupa sehingga probe tidak
sampai masuk ke dalam servik. Beberapa ahli menyatakan probe dimasukkan tidak lebih dari 3
cm untuk memberikan gambaran yang baik dari plasenta.
- Transperineal ultrasonography.
Transperineal ultrasonography merupakan metode alternatif. Terutama pada kasus-kasus
kontraindikasi pemasukkan probe ke dalam kanal vagina. Tetapi pemeriksaan lebih lanjut perlu
dilakukan untuk mengetahui efikasi dan efisiensinnya.
- Magnetic resonance imaging (MRI.
MRI tetap merupakan cara yang aman dan paling baik untuk visualisasi placenta terutama untuk
menentukan visualisasi plasenta akreta.
Solusio Plasenta
Solusio plasenta yang ringan, pada umumnya tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas,
perdarahan antepartum hanya sedikit, dalam hal ini diagnosis baru kita tegakkan setelah anak
lahir. Pada plasenta kita dapati koagulum-koagulum darah dan karakter.
Pada keadaan yang agak berat kita dapat membuat diagnosis berdasarkan :
1. Anamnesis
Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien bisa melokalisir tempat mana yang
paling sakit, dimana plasenta terlepas.
Perdarahan pervaginam yang sifatnya bisa hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent)
terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah.
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak
lagi).
Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang, ibu kelihatan
anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi
Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
Pucat, sianosis, keringat dingin.
Kelihatan darah keluar pervaginam.
3. Palpasi
TFU naik karena terbentuknya retroplasenter hematoma; uterus tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan.
Uterus teraba tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik
waktu his maupun diluar his.
Nyeri tekan terutama di tempat plasenta tadi terlepas.
Bagian-bagian janin susah dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi
Sulit, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar biasanya diatas 140, kemudian
turun dibawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari sepertiga.
5. Pemeriksaan dalam
Serviks bisa telah terbuka atau masih tertutup.
Kalau sudah terbuka maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his maupun
diluar his.
Kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke
bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus plasenta, ini sering dikacaukan dengan
plasenta previa.
6. Pemeriksaan umum.
Tensi semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi
lambat laun turun dan pasien jatuh syok.
fasilitas untuk transfusi darah atau operasi. Jangan sekali-kali melakukan pemeriksaan dalam
dirumah penderita atau ditempat yang tidak memungkinkan tindakan operatif segera karena
pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan. Pemasaan tampon dalam vagina tidak
berguna sama sekali untuk menghentikan perdarahan, malah akan menambah perdarahan karena
sentuhan pada servik waktu pemasangannya. Selagi penderita belum jatuh kedalam shock, infus
cairan intravena harus segera dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit.
Memasang jarum infus kedalam pembuluh darah sebelum terjadi shock akan jauh lebih
memudahkan transfusi darah, bila sewaktu-waktu diperlukan.
Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera diberikan walaupun
perdarahanya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah untuk pemeriksaan golongan
darah, dan pemeriksaan kecocokan dengan donornya harus segera dilakukan.
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya kehamilan, banyaknya
perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan, dan diagnosis
yang ditegakkan.
Pengawasan antenatal sebagai cara untuk mengetahui atau menanggulangi kasus-kasus dengan
perdarahan antepartum memegang peranan yang terbatas. Walaupun demikian, beberapa
pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan pada pengawasan antenatal dapat mengurangi
kesulitan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan dan perhatian yang dimaksud ialah penentuan
golongan darah ibu dan calon donornya, pengobatan anemia pada kehamilan, seleksi ibu untuk
bersalin di rumah sakit, memperhatikan kemungkinan adanya plasentaprevia, dan mencegah
serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan preeeklampsia.
Para ibu hamil yang patut dicurigai akan mengalami perdarahan antepartum ialah para ibu yang
umurnya lebih dari 35 tahun, paritas 5 atau lebih, bagian bawah janin selalu terapung di atas PAP,
atau menderita preeklampsia.
Penanganan Plasenta Previa
1. Penanganan Pasif
Tiap-tiap perdarahan triwulan ke3 yang lebih dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke
RS tanpa dilakukan manipulasi apapun baik rektal maupun vaginal.
Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan
<37 minggu, bb<2500gr, maka kehamilan dapat dipertahankan dengan istirahat dan pemberian
obat-obatan seperti spasmolitika, progestin. Observasi dengan teliti.
Sambil mengawasi periksalah golongan darah dan siapkan donor transfusi darah. Bila
memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari
prematuritas.
Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil dengan tersangka plasenta previa di rujuk segera
ke RS dimana terdapat fasilitas operasi dan donor transfusi darah.
Bila kekurangan darah berikan transfusi darah dan obat-obatan penambah darah
2. Cara persalinan
Faktor-faktor yang menentukan sikap/tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :
Jenis plasenta previa
Perdarahan banyak/sedikit tetapi berulang-ulang
Keadaan umum ibu hamil
Keadaan janin hidup, gawat atau meninggal
Pembukaan jalan lahir
Paritas atau jumlah anak hidup
Fasilitas penolong dan RS Setelah memperhatikan faktor-faktor diatas ada 2 pilihan persalinan
yaitu:
Persalinan pervaginam
1. Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih untuk melancarkan
persalinan pervaginam.
Indikasi :
- Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah bila ada pembukaan
- Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan pembukaan 4 cm
atau lebih
- Plasenta previa lateralis atau marginalis dengan janin telah meninggal.
2. Memasang Cunam Willet Gausz
cara :
- kulit kepala janin diklem dengan cunam willet gausz
- cunam diikat dengan kain kasa atau tali dan diberi beban kira-kira 50-100 gr atau satu batu bata
seperti katrol.
- Dengan jalan ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi dengan teliti
3. Versi Braxton-Hicks
Versi dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kaki, supaya dapat ditarik keluar. Bila
janin letak sungsang atau kaki menarik kaki keluar akan lebih mudah. Kaki diikat dengan kain
kasa, dikatrol dan diberi beban 50-100 gram (1 batu bata)
4. Menembus plasenta diikuti dengan versi Braxton-Hicks atau Willet Gausz
Hal ini sekarang tidak dilakukan lagi karena menyebabkan perdarahan yang banyak.Menembus
plasenta dapat dilakukan pada plasenta previa totalis
5. Metreurynter
Yaitu memasukkan kantong karet yang diisi udara atau air sebagai tampon, cara ini tidak dipakai
lagi.
Persalinan perabdominal dengan SC
Indikasi :
a. Semua plasenta previa totalis janin hidup atau meninggal
b. Semua plasenta previa lateralis posterior karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan caracara yang ada.
c. Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan
yang ada.
d. plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang
Penanganan Solusio Plasenta
1. Terapi konservatif (ekspektatif)
Prinsipnya kita hanya menunggu sampai perdarahan berhenti dan kemudian partus berlangsung
spontan. Menurut cara ini, perdarahan akan berhenti sendiri jika tekanan intrauterin bertambah
lama bertambah tinggi sehingga menekan pembuluh darah arteri yang robek. Sambil
menunggu/mengawasi kita berikan:
Suntikan morfin subkutan
Stimulasi dengan kardiotonika seperti coramine, cardizol, dan pentazol.
Tranfusi darah.
Dahulu ada yang berpendapat hanya diberikan darah kalau sangat mendesak sebab bisa
meninggikan tekanan darah, dan ini akan menambah hebat perdarahan. Sekarang harus diberikan
darah secepatnya yang gunanya untuk mengatasi syok dan anemia, mencegah terjadinya nekrosis
korteks renalis yang dapat berakibat anuria dan uremia, serta untuk menambah kadar fibrinogen,
agar mekanisme pembekuan darah tidak terganggu.
Partus biasanya akan berlangsung 6-12 jam sesudah terjadinya solusio plasenta, karena
kekejangan uterus.
Kekejangan uterus terjadi karena perangsangan oleh hematoma retroplasenter, atau karena
terlepasnya plasenta sehingga hormon yang dihasilkan plasenta berkurang (terutama
progesteron), atau karena adanya koagulum-koagulum yang meninggikan histamin dalam
sirkulasi ibu.
2. Terapi aktif
Prinsip: kita mencoba melakukan tindakan dengan maksud agar anak segera dilahirkan dan
perdarahan berhenti, misalnya dengan operatif dan obstetrik.
Langkah-langkah:
a. Amniotomi (pemecahan ketuban) dan pemberian oksitosin kemudian awasi serta pimpin partus
spontan.
Ada perbedaan pendapat yang terdiri atas 2 aliran:
Aliran setuju (pro), dengan alasan bahwa dengan pemecahan ketuban diharapkan persalinan
akan berlangsung lebih cepat serta mengurangi tekanan intrauterin yang tinggi yang dapat
menyebabkan komplikasi nekrosis korteks ginjal dan gangguan pembekuan darah.
Aliran kontra, dengan alasan bahwa dengan amniotomi akan terjadi perdarahan yang banyak
dan terus menerus. Sedangkan kalau dibiarkan (tidak dipecahkan) tekanan hematoma retrouterin
dan tekanan intrauterin dapat menekan luka-luka dan menghentikan perdarahan.
b. Accouchement force, yaitu pelebaran dan peregangan serviks diikuti dengan pemasangan
cunam Willet Gausz atau versi Braxton-Hicks.
c. Bila pembukaan sudah lengkap atau hampir lengkap, dan kepala sudah turun sampai Hodge
III-IV, maka bila janin hidup, lakukan ekstraksi vakum atau forsep; tetapi bila janin meninggal,
lakukanlah embriotomi.
d. Seksio sesaria biasanya dilakukan pada keadaan:
Solusio plasenta dengan anak hidup, pembukaan kecil.
Solusio plasenta dengan toksemia berat, perdarahan agak banyak, tetapi pembukaan masih
kecil.
Solusio plasenta dengan panggul sempit atau letak lintang.
e. Histerektomi dapat dilakukan bila terjadi afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia dan kalau
persediaan darah tau fibrinogen tidak ada atau tidak cukup. Selain itu juga pada couvelair uterus
dengan kontraksi uterus yang tidak baik.
f. Ligasi arteri hipogastrika bila perdarahan tidak terkontrol tetapi fungsi reproduksi ingin
dipertahankan.
g. Pada hipofibrinogenemia berikan darah segar beberapa kantung; plasma darah; dan fibrinogen
4-6 gram.
II.6. Komplikasi
Plasenta Previa
1. Prolaps tali pusat
2. Prolaps plasenta
3. Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan
kuretase
4. Robeka-robekan jalan lahir karena tindakan
5. Perdarahan post partum
6. Infeksi karena perdarahan yang banyak
7. Bayi prematur atau lahir mati
Solusio Plasenta
a. Langsung (immediate)
Perdarahan
Infeksi
Emboli dan syok obstetrik
b. Komplikasi tidak langsung (delayed)
2. Faktor-faktor terjadinya perdarahan antepartum adalah plasenta previa, solusio plasenta, ruptur
sinus marginalis, plasenta letak rendah atau vasa previa.
3. Pentingnya diagnosa secara dini membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat
mengurangi angka mortalitas.
4. penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan menunjang diagnosa
secara cepat.
5. Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan
morbiditas ibu dan janin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mauldin. 1994. Maternal Mortality in Developing Countries a Comparison of rates from Two
International Compendia, Population and Development Reviews. Jakarta ; Medika. 20(2): 413421
2. Mochtar R. 1998. Perdarahan Antepartum, Sinopsis Obstetri jilid 1 ed. 2. hal. 269-287. Jakarta
; EGC.
3. Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. 2000. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta: JNPKKR-YBPSP.
4. Wiknjosastro H. 1999. Perdarahan Antepartum, Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, FK-UI.
5. Sarwono Prawirohardjo. 2002. Perdarahan Antepartum, Ultrasonografi dalam obstetri, Ilmu
kebidanan. Jakarta ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, FK-UI.
6. Cunningham, dkk. Williams Obstetrics, 21st edition. USA: McGraw-Hill. 2001.
7. Patrick Ko, MD. 2005. Placenta Previa. E-medicine world medical library.
www.emedicine.com
8. Shad H Deering, MD. 2005. Abruption Placenta. E-medicine world medical library.
www.emedicine.com
http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/makalah-lengkap-perdarahanantepartum.html
BABI
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perdarahan
pada
kehamilan
harus
selalu
dianggap
sebagai
suatukelainan
yang
berbahaya. Pendarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan
pada kehamilan tua disebut perdaraha antepartum. Perdarahan antepartum biasanya dibatasi
pada perdarahan jalan-lahir setelah kehamilan 28 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 28
minggu, biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum kehamilan 28 minggu;
oleh karena itu, memerlukan penangan yang berbeda.
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta,
sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umumnya kelainan
servik, biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada perdarahan antepartum pertama-tama harus
selalu dipikir bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka rumusan masalah dalam
penulisan ini adalah macam penyebab perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan
plasenta.
C.
1.
Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Tujuan Khusus.
1. Mengetahui batasan pendarahan antepartum pada kehamilan
2. Mengetahui dan memahami pendarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta
seperti :
-
solusio plasenta
Plasenta previa
Insersio palamentosa
Ruptur sinusmarginalis
Plasenta sirkumvalata
vasa previa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendarahan Antepartum
1.
Pengertian
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada triwulan terakhir dari kehamilan. Batas
teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua adalah kehamilan 28 minggu tanpa melihat
berat janin, mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan setelah kehamilan 28
minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada sebelum kehamilan 28 minggu,
oleh karena itu memerlukan penanganan yang berbeda.
Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu
bersumber pada kelainan plasenta, karena perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya
bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan kelainan serviks tidak seberapa berbahaya.
Komplikasi yang terjadi pada kehamilan trimester 3 dalam hal ini perdarahan antepartum,
masih merupakan penyebab kematian ibu yang utama. Oleh karena itu, sangat penting bagi
bidan mengenali tanda dan komplikasi yang terjadi pada penderita agar dapat memberikan
asuhan kebidanan secara baik dan benar, sehingga angka kematian ibu yang disebabkan
perdarahan dapat menurun.
1.
Solusio Plasenta
a.
1)
Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi
normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir.(9) .
2)
3)
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin
lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat
janin di atas 500 gram (2)
b.
Klasifikasi
1)
Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta (2)
2)
(4)
1.
(5,6)
Ringan : perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin
hidup,pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan,kadar fibrinogen plasma >150 mg%
2.
Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau
janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120150 mg%.
3.
Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan
plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
c.
Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi
1)
Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada
penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio
plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi
kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.(7,8)
2)
Faktor trauma
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian menerangkan
bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium (7,8)
4)
5)
Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila
plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma (1,7)
6)
7)
8)
9)
Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior
dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain. (8)
(1,2,3)
d.
Gambaran Klinis
a)
diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin
tegang karena perdarahan yang berlangsung.
b)
c)
e.
Komplikasi
1)
Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah,
kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan,
penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat
untuk menghentikan perdarahan pada kala III . Pada solusio plasenta berat keadaan syok
sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat
2)
Gagal ginjal
(1,10,17)
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada
dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya
terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan
penanganan yang baik. (1,2)
3)
4)
(2)
Diagnosis
(5)
Anamnesis
Perdarahan
pervaginam
yang
sifatnya
dapat
hebat
dan
sekonyong-konyong(non-
recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman
@ Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
@ Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.
@ Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2.
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun
di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari 1/3 bagian.
5.
Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler,
tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat dan kecil
7.
Pemeriksaan laboratorium
Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.
Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio
plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia
8.
Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan
terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang
disebut hematoma retroplacenter.
9.
g.
Terapi
1)
2)
2.
PLASENTA PREVIA
1.
Definisi
a. Plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir, (prae: didepan; vias: jalan). Jadi
yang dimaksud adalah plasenta yang implantasinya tidak normal ialah rendah sekali hingga
menutupi seluruh atau sebagian osium internum. Implantasi plasenta yang normal ialah pada
dinding depan atau dinding belakang rahim didaerah fundus uteri. (Obsterti Patologi, Edisi
1984).
b. Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan menutupi
sebagian atau seluruh osteum uteri internum. (2).
c. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya subnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi seluruh atau sebagian jalan lahir. (1).
2.
2)
Plasenta previa lateralis: hanya sebagian dari ostium tetutup oleh plasenta.
3)
Plaseta previa marginalis: hanya pada pingir ostium terdapat jaringan plasenta. (Obsterti
Patologi, Edisi 1984).
Dari klasifiskasi tersebut yang sama sekali tidak dapat melahirkan pervaginam yaitu plasenta previa
totalis seperti terdapat dalam gambar berikut :
3.
Etiologi
Belum diketahui pasti, frekuensi plasenta previa menigkat pada grade multi para. Primigravida
tua. Bekas seksiosesarea, bekas aborsi, kelainan janin dan leiomioma uteri. (2).
a.
Anamnesis: Perdarahan jalan lahir berwana merah segar tanpa rasa nyeri. Tanpa sebab
terutama pada multi para.
b.
1)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan luar, bagian tebawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Ada
kelainan letak jain.
2)
c.
dalam
keadaan
siap
operasi,
disebut
dalam
pemeriksaan
dalam
meja
Perabaan fornik, hanya bermakna jika janin persentasi kepala. Sambil mendorong sedikit
kepala janin kearah pintu atas panggul. Perlahan-lahan raba seluruh forniks dengan jari.
Perabaan lunak jika antara jari dan kepala terdapat plasenta
2)
Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, setelah pada perabaan forniks dicurigai adanya
plasenta previa. Bila kanalis servikalis telah terbuka, perlahan-lahan masukan jari sekali-sekali
berusaha menyusuri pinggir plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari
inersinya. (2).
4.
Komplikasi
a. Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena
perdarahan plasentitis, dan endometritis pasca persalinan.
b. Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi seperti Asfiksi berat.
( Mansjoer, 2002)
5.
Gambaran Kinik
Pendarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan pertama
dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa,
perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan berakibat fatal. Perdarahan
berikutnya hampir selalu banyak dari pada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah
dilakukan pemeriksaan dalam. Sejak kehamilan 20 minggu segmen bawah uterus, pelebaran
segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat diikuti oleh plasenta yang melekat
dari dinding uterus. Pada saat ini dimulai terjadi perdarahan darah berwarna merah segar.
Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang terobek karena terlepasnya plasenta dari
dinding uterus perdarahan tidak dapat dihindari karena ketidak mampuan serabut otot segmen
bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan, tidak sebagai serabut otot uterus
untuk menghentikan perdarahan kala III dengan plasenta yang letaknya normal makin rendah
letak plasenta makin dini perdarahan terjadi, oleh karena itu perdarahan pada plasenta
previa totalis akan terjadi lebih dini dari pada plasenta letak rendah, yang mungkin baru
berdarah setelah persalinan mulai. ( Wiknjosostro, 1999 : 368 )
6.
Pemeriksaan diagnostic
1)
Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri
terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis,
melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.
2)
Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi
kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan
sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
3)
4)
Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak langsung
dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak
plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri. (Wiknjosostro, 2005)
5)
6)
Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan
perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak
dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya
menetukan diagnosis. (Saifudin, 2001)
7.
Penatalaksanaan
a.
Terapi ekopektif
1)
Tujuan terapi ekopektif ialah supaya janin tidak terlahir premature, penderita dirawat tanpa
melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servikalis. Upaya diagnosis dilakukan secara
non-infansif pemantauan klinis dipantau secara ketat dan baik.
Syarat-syarat terapi ekopektif:
a)
b)
c)
d)
2)
3)
4)
a)
b)
5)
Uji pematangan paru janin dengan tes kocok(bubble tes) dan hasil amniosentesis.
6)
Bila setelah usia kehamilan diatas 24 minggu, plasenta masuh berada disekitar ostium uteri
internum, maka dugaan plasenta previa menjadi jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan
konseling untuk menghadapi kemungkinan keadaan gawat janin.
b.
Terapi aktif
1)
Wanita hamil diatas 2 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus
segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang maturnitas janin.
2)
Untuk diagnosis plasenta previa dan menetukan cara menyelesaikan persalinan, setelah
semua persyaratan terpenuhi, lakukan PDMO jika:
a)
Infuse atau tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap.
b)
c)
Janin telah meniggal atau terdapat anomaly kongenital mayor (misal: anensefali).
d) Perdarahan dengan bagian bawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5
pada palpasi luar).
Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa adalah:
1)
Seksio sesarea
a)
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga
walaupun janin meninggal atau tidak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap
dilaksanankan.
b)
Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan
perdarahan.
Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin dilahirkan
pervaginam.
c)
Lakukan perawatan lanjut paska bedah termaksud pemantauan perdarahan, infeksi dan
keseimbangan cairan masuk, keluar.
3.
. Insertio Velamentosa
insertio velamentosa
Insertio velamentosa adalah insersi tali pusat pada selaput janin. Insersi velamentosa
sering terjadi pada kehamilan ganda. Pada insersi velamentosa, tali pusat dihubungkan dengan
plasenta oleh selaput janin. Kelainan ini merupakan kelainan insersi funiculus umbilikalis dan
bukan merupakan kelainan perkembangan plasenta. Karena pembuluh darahnya berinsersi
pada membran, maka pembuluh darahnya berjalan antara funiculus umbilikalis dan plasenta
melewati membran. Bila pembuluh darah tersebut berjalan didaerah ostium uteri internum,
maka disebut vasa previa. Vasa previa ini sangat berbahaya karena pada waktu ketuban pecah,
vasa previa dapat terkoyak dan menimbulkan perdarahan yang berasal dari anak. Gejalanya
ialah perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak
maka dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk.
Vasa previa
1.
Definisi
Vasa praevia adalah komplikasi obstetrik dimana pembuluh darah janin melintasi atau
berada di dekat ostium uteri internum (cervical os). Pembuluh darah tersebut berada
didalam selaput ketuban (tidak terlindung dengan talipusat atau jaringan plasenta) sehingga
akan pecah bila selaput ketuban pecah.
2. Etiologi
Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi selaput ketuban yang berada di
depan ostium uteri internum. Pembuluh darah tersebut dapat berasal dari insersio
velamentosa dari talipusat atau bagian dari lobus suksenteriata (lobus aksesorius). Bila
pembuluh darah tersebut pecah maka akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga
terjadi eksanguisasi dan kematian janin.
3. Patofisiologi
Penyebab dari pendarahan vasa previa yakni adaya pembuluh darah janin melintasi selaput
ketuban yang berada di depan ostium uteri internum. Dimana pembuluh darah tersebut
berasal dari insersio velamentosa. Patofisologi pendarahan vasa previa disini hampir sama
dengan etiologinya karena hampir semua berhubungan.
4. Maninfestasi klinik.
- Dapat timbul perdarahan pada kehamilan 20 minggu
- Darah berwarna merah segar
- Tidak disertai atau dapat disertai nyeri perut (kontraksi uterus)
- Perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak
maka dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk.
5. Diagnosa
Jarang terdiagnosa sebelum persalinan namun dapat diduga bila usg antenatal dengan
Coolor Doppler memperlihatkan adanya pembuluh darah pada selaput ketuban didepan
ostium uteri internum.
Tes Apt : uji pelarutan basa hemoglobin. Diteteskan 2 3 tetes larutan basa kedalam 1 mL
darah. Eritrosit janin tahan terhadap pecah sehingga campuran akan tetap berwarna
merah. Jika darah tersebut berasal dari ibu, eritrosit akan segera pecah dan campuran
berubah warna menjadi coklat.
Diagnosa dipastikan pasca salin dengan pemeriksaan selaput ketuban dan plasenta
Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat bahwa sedikit
perdarahan yang terjadi sudah berdampak fatal bagi janin
6. Pemeriksaan penunjang
1. USG : biometri janin, plasenta (letak, derajat maturasi, dan kelainan), ICA.
2. Kardiotokografi:kehamilan > 28 minggu.
3. Laboratorium : darah perifer lengkap.
Penatalaksanaan
Segera di rujuk ke rumah sakit yang memadai yang dapat melakukan segera seksio sesar.
4.
Plasenta Sirkumvalata
Selama perkembangan amnion dan korion melipat kebelakang disekeliling tepi-tepi
plasenta. Dengan demikian korion ini masih berkesinambungan dengan tepi plasenta tapi
pelekatannya melipat kebelakang pada permukaan foetal.
Pada permukaan foetal dekat pada pinggir plasenta terdapat cincin putih. Cincin putih ini
menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan disebelah luarnya terdiri dari vili yang timbul
ke samping, dibawah desidua. Sebagai akibatnya pinggir plasenta mudah terlepas dari dinding
uterus dan perdarahan ini menyebabkan perdarahan antepartum. Hal ini tidak dapat diketahui
sebelum plasenta diperiksa pada akhir kehamilan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada ibu hamil lebih dari 28 Minggu.
2.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak dkk. 1995. Keperawatan maternitas. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC
Cunningham, F Gary at all. 2001. William obstetric 21th edition. United States of America : the
mcGraw hill companies
JNPKKR-POGI. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta.
YBPSP. Hal 174-183
JNPKKR-MNH. Depkes RI. 2008. Asuhan persalinan Normal. Jakarta
Pusdiknakes. 2003. Konsep asuhan Kebidanan. WHO-JPHIEGO. Jakarta
R Sweet, Betty. 1997. Mayes Midwifery A Textbook for Midwives Twelf Edition. UK:Balliere Tindal
Saifudin, A.B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta.
YBPSP. Hal M-25 M-32
Varney, Helen. 1997. Varneys Midwifey. Massachussets : Jones and bartlett Publishers
Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP SP
Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno
Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga University
Press, 2001; 456-70.
Brudenell, Michael. 1996. Diabetes pada Kehamilan. Jakarta : EGC
Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri
Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika, 1997; 109-26.