Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
Islam, yaitu penelitian yang ingin melihat seberapa jauh produk-produk
hukum Islam tersebut masih sejalan dengan tuntutan zaman, dan bagaimana
seharusnya hukum Islam itu dikembangkan dalam rangka merespons dan
menjawab secara konkret berbagai masalah yang timbul di masyarakat.
Penelitian ini dinilai penting untuk dilakukan agar keberadaan hukum islam
atau fiqih tetap akrab dan fungsional dalam memandu dan membimbing
perjalanan umat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Studi Islam?
2. Bagaimana Studi Islam dalam pandangan Fiqih Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui makna Studi Islam lebih jelas.
2. Untuk mengetahui Studi Islam dalam perspektif Fiqih Islam.
D. Manfaat Penulisan
1. Menghasilkan deskripsi tentang studi pengertian.
2. Menghasilkan deskripsi tentang studi islam dalam pandangan fiqih
islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Studi Islam
Secara etimologis merupakan terjemahan dari bahasa Arab Dirasah
Islamiah. Dalam kajian Barat Studi Islam disebut Islami Studies. Dengan
demikian, studi islam secara harfiah adalah kajian tentang hal-hal yang
berkaitan dengan ke islaman. Sedangkan pengertian terminologis tentang studi
islam dalam kajian ini, yaitu kajian secara sistematis dan terpadu untuk
mengetahui, memahami dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang
berkaitan dengan agama islam, pokok-pokok ajaran islam, sejarah islam,
maupun realitas pelaksanaanya dalam kehidupan1. Secara teoritas islam adalah
agama yang ajaran-ajaranya diwahyukan tuhan kepada manusia melalui
Muhammad sebagai Rasul, Islam pada hakikatnya membawa ajaran yang
bukan hanya mengenai berbagai segi dari kehidupan manusia. Sumber ajaran
yang mengambil berbagi segi dari kehidupan manusia. Sumber ajaran yang
mengambil berbagai aspek ialah Al-Quran dan Hadits. Sumber-smber ajaran
islam yang merupakan bagian pilar penting kajian islam dimunculkan agar
dikursuskan dan paradigma keislaman tidak keluar dari sumber asli, yaitu al-
Quran dan al-hadits.
3
Mengetahui hukum Allah yang diturunkan melalui wahyu
hanya bersifat aturan dasar dan hukum, maka perlu dirumuskan secara rinci
dan operasional, sehingga dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Maka dari itu, diperlukan usaha yang optimal penggalian dan perumusan
praktis yang disebut ijtihad, yang dilakukan seorang pakar hukum yang
dinamakan mujtahid. Langkah ini harus dilakukan, karena titah Allah yang
bernilai hukun dalam al-Quran jumlahnya sangat terbatas, padahal persoalan
yang harus diselesaikan sangat banyak, yaitu semua dimensi kehidupan
dengan berbagai persoalannya dan persiapan hidupnya di akhirat kelak.
Titah Allah dalam al-Quran ada yang menunjukkan hukum
secara jelas dan pasti, yang biasa disebut dengan hukum qath’iy, sehingga
tidak membutuhkan penjelasasn lebih lanjut. Namun ada titah Allah itu yang
tidak menunjukkan hukum secara jelas, yang dikenal dengan sebutan dhanny,
sehingga banyak membutuhkan penjelasan dan pengembangan pikiran yang
biasa disebut dengan ijtihad. Hukum yang dhanny ini justru yang paling
dominan dalam al-Quran dari pada qath’i. Dengan demikian, Al-Quran dan
hadits sebagai aturan dasar yang bersifat umum ini, sebenarnya menunggu
pemikiran-pemikiran kreatif dari pemeluknya, sehingga mudah direalisasikan
dalam kehidupan sehari-hari.
4
jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, gadai, perseroan, dan kontrak.
Ayat-ayat tentanng kriminal mengenai hubungan islam dan bukan islam, soal
pengadialn, hubungan kaya dan miskin, seta mengenai soal kenegaraan.
Selanjutnya harun nasution membagi perkembangan hukum islam
kedalam empat periode, yaitu periode nabi, periode sahabat, periode ijtihad
serta kemajuan, dan periode taklid serta kemunduran.
Pada periode Nabi, karena segala persoalan dikembalikan kepada nabi
untuk menyelesaikannya, maka nabi lah yang menjadi satu-satunya sumber
hukum. Selanjutnya pada periode sahabat, karena daerah yang dikuasai islam
bertambah luas dan termasuk kedalamya daerah diluar semenanjung arabiyah
yang telah mempunyai kebudayaan tinggi dan susunan masyarakat yang
bukan sederhana dibandingkan dengan masyarakat arabiyah ketika itu, maka
sering dijumpai berbagai persoalan hukum. Untuk ini para sahabat disamping
berpegang kepada al-quran dan sunah juga ijma’ para sababat. Pada periode
ijtihad yang dinamakan oleh Harun Nasution sebagai periode kemajuan islam
I (700-1000M), problema hukum yang dihadapi semakin beragam, sebagai
akibat dari semakin bertambahnya daerah islam dengan berbagai macam
bangsa masuk islam dengan membawa berbagai macam adat istiadat, tradisi,
dan sistem kemasyarakatan. Dalam kaitan ini maka muncullah ahli-ahli
hukum mujtahid yang disebut imam atau fakih (fukaha) dalam islam, dan
pemuka hukum ini mempunyai murid. Pada masa ini timbulnya madzhab
dalam hukum islam, yaitu Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam
Ali Hanbal3.
5
tentang legalisasi al-quran, praktik hukum di abad pertama Islam, akar,
yurisprudensi sebagai madzhab pertama, Imam Asy-Syafi’i. Bagian kedua,
berbicara tentang pemikiran dan praktik hukum Islam di abad pertengahan. Di
dalamnya dibahas tentang teori hukum klasik, antara kesatuan dan
keragaman, dampak aliran dalam sistem hukum, pemerintahan Islam dan
Hukum syariat, masyarakat Islam dan hukum syariat. Bagian ketiga berbicara
tentang hukum Islam dimasa modern yang didalamnya dibahas tentang
penyerapan hukum Eropa, hukum syariat kontemporer, taklid dan
pembaharuan hukum serta neo ijtihad.
Ketika berbicara tentang legalisasi Al-Quran, Coulson mengatakan
bahwa prinsipTuhan adalah satu-satunya pembentukan hukum dan bahwa
semua perintah-Nya harus dijadikan kendali utama atau segenap aspek
kehidupan sudahlah mapan. Hanya saja perintah-perintah itu tidak tersusun
secara bulat dalam bentuk bab yang lengkap buat manusia. Selanjutnya
peristiwa-peristiwa pada masa berikutnya menunjukkan bahwa konsep-
konsep Al-Quran tidak lebih dari semacam mukadimah dari suatu hukum
Islam, suatu kitab yang kemudian dioperasikan oleh generasi-generasi berikut
secara terus-menerus.
c. Penelitian Ilmu Fiqih Menurut Model Muhammad Atho
Mudzar
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui materi fatwa yang dikemukakan
Majelis Ulama Indonesia serta latar belakang sosial politik yang
melatarbelakangi timbulnya fatwa tersebut. Produk fatwa Majelis Ulama
Indonesia yang ditelitinya adalah terjadi di sekitar tahun 1975-1988 pada saat
Menteri Agama dijabat masing-masing oleh A. Mukti Ali (1972-1978),
Alamsyah Ratu Perwira Negara (1978-1983), dan Munawir Sjadzali (1983-
1988). Sementara itu ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) dijabat K.H.
Hasan Basri.
Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam empat bab. Bab pertama
mengemukakan tentang latar belakang dan karakteristik Islam di Indonesia
serta pengaruhnya terhadap corak hukum Islam.
6
Pada bab kedua, disertai tersebut mengemukakan tentang Majelis
Ulama Indonesia dari segi latar belakang didirikannya, sosiopolotik yang
mengitarinya, hubungan Majelis Ulama Indonesia dengan pemerintah dan
organisasi Islam serta organisasi non islam lainnya, dan berbagai fatwa yang
dikeluarkannya.
Pada bab ketiga, mengemukakan tentang isi produk fatwa yang
dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia serta metode yang digunakannya.
Fatwa-fatwa tersebut antara lain meliputi bidang ibadah ritual, masalah
keluarga dan pernikahan, kebudayaan, makanan, perayaan hari-hari besar
agama Nasrani, masalah kedokteran, keluarga berencana, dan aliran minoritas
dalam Islam.
Adapun bab keempat adalah berisi kesimpulan yang dihasilkan dari
studi tersebut. Dalam kesimpulan tersebut dinyatakan bahwa MUI dalam
kenyataannya tidak selalu konsisten mengikuti pola metodologi dalam
penetapan fatwa sebagaimana dijumpai dalam ilmu fiqih. Fatwa-fatwa tersebut
terkadang langsung merujuk pada Al-Quran sebelum merujuk pada hadits dan
pada kitab fiqih yang ditulis para ulama madzhab. Sedangkan sebagian fatwa
lainya terkadang tidak didukung oleh argumen yang meyakinkan, baik secara
tekstual maupun rasional.
Penelitian tersebut bermanfaat dalam upaya membuka pikiran dan
pandangan para ulama fiqih di Indonesia yang cenderung kurang berani
mengeluarkan fatwa, atau kurang produktif dalam menjawab berbagai masalah
aktual yang muncul di masyarakat. Karena menyesuaikan hasil pemahaman
ayat-ayat Al-Quran yang berkenaan dengan perkembangan zaman perlu
dilakukan. Sehingga dengan cara inilah makna kehadiran Al-Quran secara
fungsional dapat dirasakan oleh masyarakat4.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu fiqih adalah ilmu yang menjelaskan tentang aturan hukum
4Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999 ) hal
331-332`
7
amal-amal yang zahir bagi kalangan mukalaf seperti ibadah dan
muamalah, untuk mengetahui yang haram dan yang halal dari amal
tersebut, dan yang diisyariatkan serta yang tidak. Kata fiqih dipakai untuk
nama segala hukum agama, baik yang berhubungan dengan kepercayaan
ataupun yang berhubungan dengan muamalah praktis. Segala hukum
dinamai fiqih dan memahami hukum dinamai juga paham dengan fiqih.
Fiqih atau hukum Islam tumbuh berkembang hingga sampai ke
puncak perkembangannya menuju kesempurnaan. Fiqih islam tumbuh dari
suatau yang telah ada yang terdapat pertama kali menjadi pendukung
hukum Islam yang juga pengembangan ke penjuru dunia.
Fiqih Islam meliputi pembahasan yang mengenai individu,
masyarakat dan negara, melengkapi bidang ibadah, muamalah,
kekeluargaan, perikatan kekayaan, warisan, kriminal, peradilan, acara
pembuktian, kenegaraan, dan hukum-hukum internasional. Oleh karena
itu, para ulama membagi ilmu fiqih pada garis besarnya menjadi dua
bagian pokok.
DAFTAR PUSTAKA
8
Press : Surabaya
Jakarta