Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit yang pertama kali ditemukan oleh Addison tahun 1885 ini disebabkan oleh
kerusakan jaringan adrenal. Penyakit ini biasanya bersifat autoimun dan autoantibodi adrenal
dalam plasma ditemukan pada 75-80% pasien. Penyakit Addison sangat jarang ditemukan. Dari
hasil penelitian di Inggris didapatkan hasil dari satu juta orang hanya terjadi 8 kasus saja.
Kebanyakan kasus terjadi antara umur 20 sampai 50 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada semua
umur. Penyakit ini dapat muncul pertama kali sebagai krisis addison dengan demam, nyeri
abdomen, kolaps hipotensi, serta pigmentasi kulit dan membran mukosa akibat konsentrasi
ACTH yang sangat tinggi dalam sirkulasi.
Area yang sering terkena dini adalah kulit bantalan kuku, jaringan parut dan mukosa
bukal. Adanya autoantibodi adrenal merupakan indikator diagnostik yang berguna. Dapat terjadi
hiperkalemia, hiponatremia, hipoglikemia dan Na+ urin yang tinggi. Sekitar 50% pasien dengan
penyakit addison autoimun memiliki antibodi tiroid yang positif dan feomena endokrin autoimun
lainnya. Di negara barat, penyakit autoimun merupakan penyebab sebagian besar insufisiensi
adrenal, walaupun di seluruh dunia tuberkulosis, yang menyebabkan infeksi dan selanjutnya
fibrosis kelenjar adrenal, tetapi merupakan diagnosis yang sering.

1.2
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6

Rumusan Masalah
Bagaimana anatomi dan fisiologi dari kelenjar adrenal ?
Apa definisi dari penyakit addison ?
Apa klasifikasi dari penyakit addison ?
Apa etiologi dari penyakit addison ?
Apa patofisiologi dari penyakit addison ?
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit addison ?

1.3
1.3.1

Tujuan
Umum

1.3.1.1 Untuk mengetahui Hernia dan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hernia.
1.3.2 Khusus
1.3.2.1
Mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar adrenal.
1.3.2.2
Mengetahui definisi dari penyakit addison.
1.3.2.3
Mengetahui klasifikasi dari penyakit addison.
1.3.2.4
Mengetahui etiologi dari penyakit addison.
1.3.2.5
Mengetahui patofisiologi dari penyakit addison.
1.3.2.6
Mengetahui penetalaksanaan medis dari penyakit addison.

1.3.2.7
1.3.2.8
1.2.3.9

Mengetahui komplikasi dari penyakit addison.


Mengetahui cara mencegah penyakit addison.
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit addison.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Anatomi Fisiologi
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam
dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra)
peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada
kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel
pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal

pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Kelenjar adrenal mempunyai
berat lebih kurang 8 gr, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan
fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung
jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang
cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.
Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di
sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal
dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan arteri suprarenalis
inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang arteri membentuk pleksus subkapsularis
yang mencabangkan tiga kelompok pembuluh: arteri dari kortex, yang banyak bercabang
membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler
medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk bagian dari
jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan medulla dengan darah
arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini
sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel
terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex
membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau suprarenalis.
1.
2.
3.

Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:


Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid
Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu

1. Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut
saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal akan
menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine.
Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang
tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi. Efek utama
pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi suatu
tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak
bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.
2. Korteks Adrenal

Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona
a.

retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon:
Glukokortikoid.
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa; peningkatan
hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks
adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi
ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal. Glukokortikoid sering
digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi
alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus,
osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot
serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih
glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protein menjadi karbohidrat dan

b.

menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.


Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal
untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion
kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama
disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar
aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal
yang cenderung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga
ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatur

c.

keseimbangan natrium jangka panjang.


Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)
Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis
dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini
memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula
mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal
dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi
seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom
Adreno Genital.

2.2

Definisi
Penyakit Addison Disease adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi
pada semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di

karakteristikan oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah
dan adakalanya penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak
terbuka.
Penyakit Addison Disease adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon hormon korteks adrenal (Soediman,
1996).
Penyakit Addison Disease adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau
atrofik, biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994).
Penyakit Addison Disease terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon hormon korteks adrenal. (Bruner, dan
Suddart Edisi 8 hal 1325).
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar
adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik,
hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar
adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.
Penyakit Addison juga dikenal sebagai kekurangan adrenal kronik, atau hipokortisolism
(hypocortisolism) adalah masalah endokrine . Diperkirakan sekitar 1 hingga 5 setiap 100,000
orang. Ia berlaku apabila kelenjar adrenal, terletak di atas buah pinggang, gagal menghasilkan
hormon kortisol mencukupi dan kadang kala , hormon aldosterone.
Addison Disease (AD) terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan hormon korteks adrenal. Penyebab terbanyak (75%) atrofi otoimun dan
idiopatik, penyebab lain: operasi dua kelenjar adrenal atau infeksi kelenjar adrenal, TB kelenjar
adrenal, sekresi ACTH tidak adekuat. Penghentian mendadak terapi hormon adrenokortika akan
menekan respon normal tubuh terhadap stress dan menggangu mekanisme umpan balik normal.
Terapi kortikosteroid selama dua sampai empat minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal.
2.3

Etiologi
Etiologi dari penyakit Addison antara lain (Ilmu Penyakit Dalam I edisi 3, 1996 ) :
1. Autoimmune ( Idiopatik )
Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari penderita. Secara histologik
tidak didapatkan 3 lapisan korteks adrenal, tampak bercak-bercak fibrosis dan infiltrasi limfosit
korteks adrenal . Pada serum penderita didapatkan antibodi adrenal yang dapat diperiksa dengan
cara Coons test, ANA test, serta terdapat peningkatan imunoglobulin G.
2. Pengangkatan kelenjar adrenal.
3. Infeksi pada kelenjar adrenal.
4. Tuberkulosis.

Kerusakan kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari penderita. Tampak
daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan serbukan sel-sel limfosit, kadang
kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang
aktif pada organ-organ lain, misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis
vertebrata (Pott s disease), hati, limpa serta kelenjar limpa.
5. Isufiensi ACTH Hipofise
2.4

Patofisiologi
Penyakit addison atau insufiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi
autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit
addison ( Stern & Tuck, 1994 ). Penyebab lainnya mencakup operasi peningkatan kelenjar
adrenal atau infeksi yang paling sering di temukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua
kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering
ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan
adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberkulosis sebagai pentebab penyakit
addison, namun penigkatan tuberkulosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan
pencantuman penyakit infeksi kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH ynag tidak adekuat dari
kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks
adrenal.
Kerusakan pada korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi kortisol yang menyebabkan
hilangnya glukoneogenesis, glikogen hati menurun yang mengakibatkan hipoglikemia,
insufisiensi kortisol mengakibatkan ACTH dan sehingga merangsang sekresi melanin meningkat
sehingga timbulMSH

hiperpigmentasi. Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan

peningkatan kehilangan natrium melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium oleh ginjal
kekurangan garam dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume. Penurunan volume
plasma yang bersirkulasi akan dikaitkan dengan kekurangan air dan volume mengakibatkan
hipotensi.
2.5
1.
2.

Manifestasi Klinis
Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan
hipoglikemi.
Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih.

3.

Hiperpigmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari, biasanya

pada kulit buku jari, lutut, siku.


4. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan.
5. Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang).
6. Abnormalitas fungsi gastrointestinal.
7. Pusing
8. Keringat dingin
9. Gemeter
10. Penurunan kesadaran
11. Dehidrasi
12. Cemas
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya kekurangan kortikosteroid (terutama kortisol), kadar
natrium yang rendah dan kadar kalium yang rendah.
2. Penilaian fungsi ginjal (misalnya pemeriksaan darah untuk nitrogen dan kreatinin), biasanya
3.
4.
5.
6.

menunjukkan bahwa ginjal tidak bekerja dengan baik.


Rontgen
CT Scan : menunjukkan adanya pengapuran pada kelenjar adrenal.
EKG
Tes stimulating ACTH : kortisol darah dan urin diukur sebelum dan setelah suatu bentuk sintetik
dari ACTH diberikan dengan suntikan. Pada tes ACTH yang disebut pendekcepat. Penyukuran
cortisol dalam darah di ulang 30 sampai 60 menit setelah suatu suntikan ACTH adalah suatu

7.

kenaikan tingkatan tingkatan cortisol dalam darah dan urin.


Tes Stimulating CRH : ketika respon pada tes pendek ACTH adalah abnormal, suatu tes
stimulasi CRH Panjang diperlukan untuk menentukan penyebab dari ketidak cukupan adrenal.
Pada tes ini, CRH sintetik di suntikkan secara intravena dan cortisol darah diukur sebelum
dan 30, 60 ,90 dan 120 menit setelah suntikan. Pasien pasien dengan ketidak cukupan adrenal
seunder memp. Respon kekurangan cortisol namun tidak hadir / penundaan respon respon
ACTH. Ketidakhadiran respon respon ACTH menunjuk pada pituitary sebagai penyebab ;
suatu penundaan respon ACTH menunjukan pada hypothalamus sebagai penyebab.

2.7
1.

Penatalaksanaan
Pengobatan di arahkan untuk mengatasi syok :
Apapun penyebabnya, penyakit Addison bisa berakibat fatal dan harus diobati dengan

2.

kortikosteroid.
Biasanya pengobatan bisa dimulai dengan pemberian prednison per-oral (ditelan). Jika sakitnya
sangat berat, pada awalnya diberikan kortisol intravena kemudian dilanjutkan dengan tablet
prednison.

3.

Sebagian besar penderita juga harus mengkonsumsi 1-2 tablet fludrokortison/hari untuk

4.

membantu mengembalikan ekskresi natrium dan kalium yang normal.


Pada akhirnya pemberian fludrokortison bisa dikurangi atau dihentikan, diganti dengan

5.

prednison yang diberikan setiap hari sepanjang hidup penderita.


Jika tubuh mengalami stres (terutama karena penyakit), mungkin diperlukan dosis prednison

6.

yang lebih tinggi.


Pengobatan harus terus dilakukan sepanjang hidup penderita, tetapi prognosisnya baik.
Literatur lain mengatakan :

1.

Terapi dengan pemberian kortikostiroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 50

2.
3.
4.
5.

mg/hr
Hidrkortison (solu cortef) disuntikan secara IV
Prednison (7,5 mg/hr) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
Pemberian infus dekstrose 5% dalam larutan saline
Fludrukortison : 0,05 0,1 mg/hr diberikan per oral

2.8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Komplikasi
Diabetus mellitus
Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
Ca Paru
Sepsis
Hiperkalemia
Dehidrasi
Kolaps Sirkulasi

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.
2.

Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.

3.

Riwayat Penyakit Saat Ini


Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal :
kelemahan, fatiq, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia
(gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang
pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)

4.

Riwayat Penyakit Dahulu


Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru,
payudara dan limpoma

5.

Riwayat Penyakit Keluarga


Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama / penyakit
autoimun yang lain.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubngan dengan kelebihan natrium dan kehilangan cairan melalui
ginjal
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah
3. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolisme, perubahan kimia
tubuh, ketidakseimbangan cairan elektrolit, dan glukosa
4. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan menurunnya lairan darah
vena dan berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelebihan natrium dan kehilangan cairan
melalui ginjal
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit


Kriteria Hasil :
Pengeluaran urin adekuat (1cc/kgBB/jam0
TTV dalam batas normal (N:80-100 x/mnt S: 36-370C , TD: 120/80 mmHg
CRT < 3 det
Turgor kulit elastis
Membrane mukosa lembab

Rasa haus tidak ada


BB ideal: (TB-100)-10%(TB-100)
Intervensi
-

Rasional

Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah-

Hipotensi postural merupakan bagian

pd perubahan posisi, kekuatan dari nadi hipovolemia akibat kekurangan hormon


perifer

aldosteron dan penurunan curah jantung


sebagai akibat dari penurunan kortisol. Nadi
mungkin melemah yang dengan mudah

dapat menghilang

Ukur dan timbang BB setiap hari


-

Memberikan perkiraan kebutuhan akan

Kaji pasien mengenai adanya rasa haus, penggantian volume cairan dan keefektifan

kelelahan, nadi jelek, membran mukosa pengobatan


Untuk mengidentasikan berlanjutnya
kering dan catat warna kulit dan temperatur
- Periksa adanya perubahan dalam status hipovolemia dan mempengaruhi kebutuhan
mental dan sensori.
-

volume pengganti

Auskultasi bising usus. Catat dan laporkanadanya mual, muntah dan diare.
-

Dehidresi berat menurunkan curah jantung


dan perfusi jaringan terutama jaringan otak
Kerusakan fungsi saluran cerna dapat
meningkatkan
elektrolit

Berikan perawatan mulut secara teratur

mungkin

cara

dan
untuk

Membantu menurunkan rasa tidak nyaman

Anjurkan cairan oral diatas 3000ml/hari akibatt


sesegera

mempengaruhi

cairan

pemberian cairan dan nutrisi


-

kehilamgan

dehidrasi

dan

mempertahankan

sesuai

dengan kerusakan membran mukosa


- Adanya perbaikan pada saluran cerna dan
kemampuan klien-tanda kelelahan, krekels,
kembalinya fungsi saluran cerna tsb
udema dan peningkatan frekuensi jantung
- Observasi adanya tanda-tanda kelelahan, memungkinkan untuk memberikan cairan
krekels, edema.
-

Kolaborasi : osmolalitas serum, natrium,dan kalium

dan elektrolit melalui oral


Peningkatan

cairan

yang

cepat

dpt

menimbulkan GJK pd adanya regangan

jantung
- Adanya peningkatan merupakn indikasi
adanya dehidrasi, hiponatremia indikasi
kehilangan urine berlebih sementara kalium
tertahan dapat mengakibatkan hiperkalemia

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual/muntah


Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien kembali
adekuat.
Kriteria Hasil :
Tidak ada mual muntah
BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
Anoreksia (-)
Bising usus: 5-12x/mnt
TTV dalam batas normal (N: 80-100x/mnt, TD: 120/80mmHg, S: 36-370C, RR 16-24 x/menit)

Intervensi
Catat adanya kulit yang dingin atau basah,-

Rasional
Gejala hipoglikemia dengan timbulnya

perubahan tingkat kesadaran, nadi yang tanda tersebut mungkin perlu pemberian
cepat, nyeri kepala, sempoyongan
-

glukosa

Berikan lingkungan yang nyaman untuk


makan contoh bebas dari bau tidak sedap,
tidak terlalu ramai, udara yang tidak nyaman
Berikan informasi tentang menu pilihan
-

Lakukan pemeriksaan terhadap kadar gula


darah sesuai indikasi

pemberian

tambahan

glukokortikoid
Dapat meningkatkan napsu makan dan
memperbaiki masukan makanan
Perencanaan menu yang disukai dapat
menstimulasi

Pertahankan status puasa sesuai indikasi


-

dan

napsi

makan

dan

meningkatkan pemasukan makanan


Mengistirahatkan
gastrointestinal,
mengurangi rasa tidak enak dan kehilangan
cairan dan elektrolit b.d muntah
Mengkaji kadar gula darah dan kebutuhan
terapi, jika menurun sebaiknya pemberian

Berikan glukosa IV dan obat-obatan sesuai

glukokortikoid dikaji kembali

indikasi

Memperbaiki

hipoglikemia,

memberi

sumber energi untuk fungsi seluler


3.

Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolisme, perubahan kimia


tubuh, ketidakseimbangan cairan elektrolit, dan glukosa
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, klien dapat beraktivitas secara
normal
Kriteria Hasil :
Menyatakan mampu untuk beristirahat
Peningkatan tenaga
Mnunjukkan peningkatan kemampuan
Berpartisipasi dalam aktivitas
TTV dalam batas normal (N: 80-100x/mnt, TD: 120/80mmHg, S: 36-370C, RR 16-24 x/menit)

Kaji

Intervensi
tingkat kelemahan

klien

dan-

Rasional
Pasien biasanya telah mengalami penurunan

identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan tenaga,


klien
Pantau
melakukan
-

TTV

sebelum

aktivitas.

kelelahan

otot

menjadi

terus

dan

memburuk setiap hari


sesudah- Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai

Obsv

adanya akibat sterss aktivitas jika curah jantung

takikardia, hipotensi perifer yang dingin


terus meningkat
Sarankan pasien untuk menentukanMengurangi kelelahan dan mencegah
masa/periode antara istirahat dan melaukan ketegangan pada jantung

aktivitas
Diskusikan cara menghemat tenaga

Pasien akan dapat melakukan lebih banyak


kegiatan dengan mengurangi pengeluaran
tenaga

pada

setiap

kegiatan

yang

di

lakukannya
4. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan menurunnya lairan darah
vena dan berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, menunjukkan curah jantung
yang adekuat.
Kriteria Hasil :
TTV dalam batas normal (N: 80-100x/mnt, TD: 120/80mmHg, S: 36-370C, RR 16-24 x/menit)
Nadi perifer teraba dengan baik
Pengisian kapiler cepat dan statua mental baik

Intervensi
Rasional
Pantau tanda vital : Fj, irama jantung, dan- Peningkatan Fj merupakan manifestasi awal

catat adanya disratmia


-

sebagai

Lakukan pengukuran CVP

kompensasi

hipovolemia

dan

kegagalan otot jantung


CVP memberikan gambaran pengukuran
yang langsung terhadap volume cairan dan

Pantau suhu tubuh catat bila ada yang


mencolok dan tiba-tiba

berkembangnya komplikasi
- Hiperpireksia yang tiba-tiba dapat terjadi
yang di ikuti oleh hipotermia sebagai akibat
dari ketidakseimbangan hormonal, cairan,

Teliti adanya perubahan mental dan


laporkan adanya perubahan nyeri pada

abdomen, daerah punggung dan kaki


- Ukur jumlah haluaran urine

dan elektrolit yang mempengaruhi FJ dan


curah jantung
Perubahan mental merup[akan cerminan
dari penurunan curah jantung/serebral/ dan

perfusi perifer/ serangan hipoglikemia


- Walaupun biasanya ada poliuria, penurunan
-

Kolaborasi :
haluaran urine menggambarkan penurunan
Berikan cairann, darah, larutan Nacl, dan
perfusi ginjal oleh penurunan curah jantung
volume ekspander melalui IV sesuai
kebutuhan
Berikan

Dapat memperbaiki volume sirkulasi


pengobatan

vassopresor

sesuai

indikasi,
Peningkaran tahanan vaskuler perifer dan
arus balik vena akan meningkatkan curah

Berikan O2

jantung/TD
Kadar

oksigen

yang

maksimal

membantu menurunkan kerja jantung.

BAB IV
PENUTUP

dapat

4.1

Kesimpulan
Penyakit Addison Disease suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada
semua kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di karakteristikan
oleh kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya
penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak terbuka.

4.2

Saran
Di harapkan kepada pembaca lebih mengetahui lebih dalam lagi tentang
penyakit yang di berpotensi terjadi nya adisson diease agar dapat terhindar
dari penyakit tersebut

DAFTAR PUSTAKA
Doenges Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :
Sherwood, Laualee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8
Vol. 2. Jakarta : EGC

Вам также может понравиться