Вы находитесь на странице: 1из 14

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Asupan Zat Gizi

Mahasiswa Universitas Andalas Yang Berdomisili Di Asrama Mahasiswa


Factors Relating to Level Nutrition Consumption of Student
Who Live in Student Dormitory Andalas University
Deni Elnovriza, Rina Yenrina dan Hafni Bachtiar
Abstract
Student as a human resources is a man who is smart, productive and self-supporting in executing
the student duties, one of way of realizing it is by fulfilling requirement of nutrient. By living in dormitory,
the students start quit of attention of their parents and has independence in determining food which they
are consumption as effort to reach nutritional status and optimal health. This research will study the level
of intake student nutrient, to know the student consumption can fulfill requirement of nutrient suggested
and to know factors influencing it.
Population in this research were students living in campus dormitory Limau Manis University of
Andalas, school year 2007/2008, with sample size 107 students, consisted of 43 boys and 64 girls.
Analysis descriptively by using technique elementary statistic (basic statistic) what depicted in the form of
percentage, average and deviation standard and regression correlation analysis to see relationship
between variables.
Result of research shows average money they received is equal to Rp 149,415 60436. Only
7,5% having knowledge with category is less, majority responder has habit to eat 3 times a day ( 53,3%),
consumption pattern and responder intake of nutrient were still under sufficiency. There is relation
between the amount of pocket money with intake of energy, ever greater of pocket money will increased
the energy intake, but energy intake still less than energy comsumption suggested. There were no
relationship of pocket money with intake of other nutrient. There was no relationship significantly
between level of knowledge, family size, education level of father and mother with intake of nutrient.
Management of campus dormitory should consider to provide a canteen to facilitate student
fulfills requirement of student nutrient. The next research should be conducted to know relation between
nutrient intake with achievement of learning, morbidity rate and iron deficiency anemic.

Pendahuluan
Upaya pencapaian SDM yang berkualitas lebih difokuskan untuk membentuk manusia yang
mampu hidup lebih lama, menikmati hidup sehat, mempunyai kesempatan meningkatkan ilmu
pengetahuan dan hidup sejahtera (Pergizi Pangan, 1999). Mahasiswa sebagai SDM yang berkualitas
dicirikan sebagai manusia yang cerdas, produktif dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas
kemahasiswaannya, salah satu cara mewujudkannya adalah dengan memenuhi kebutuhan zat gizi.
Makanan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan akan gizi. Tidak terpenuhinya kebutuhan
zat gizi dalam waktu yang lama akan menimbulkan masalah gizi dengan konsekuensi berupa defisiensi
zat gizi. Kekurangan gizi pada masa remaja akan berdampak penurunan prestasi disekolah, sluggishness
(lesu), mudah letih/lelah, hambatan pertumbuhan, kurang gizi pada masa dewasa, hambatan pertumbuhan,
hambatan pertumbuhan organ sex sekunder dan merasa tidak bahagia.
Mahasiswa, pada umumnya berusia diatas 18 tahun yang merupakan remaja tahap akhir. Dengan
berdomisilinya mereka di asrama mereka mulai terlepas dari perhatian orang tua dan mempunyai
kemandirian dalam menentukan makanan yang mereka konsumsi sebagai upaya untuk mencapai status
gizi dan kesehatan yang optimal.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tingkat asupan zat gizi mahasiswa yang
berdomisili di asrama Universitas Andalas. Sedangkan tujuan khusus adalah sbb.: 1) Mengetahui
karakteristik mahasiswa yang tinggal di asrama (umur, uang saku), 2) Mengetahui tingkat pengetahuan
gizi mahasiswa yang berdomisili di asrama, 3) Mengetahui pola konsumsi dan tingkat konsumsi zat gizi
(Energi, protein, lemak, karbohidrat, Fe, Vitamin C, Vitamin A) mahasiswa yang berdomisili di asrama,
4)Mengetahui bagaimana cara mahasiswa dalam mendapatkan makannya sehari-hari di asrama dan 5)
Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan gizi dan uang saku terhadap tingkat konsumsi zat gizi pada
mahasiswa yang berdomisili di asrama
Metode Penelitian
a. Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian cross-sectional analytic.
b. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan bulan Maret sampai Desember 2008. Lokasi penelitian adalah asrama
mahasiswa Universitas Andalas di Kampus Limau Manis Padang.
c. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa yang berdomisili di asrama kampus Limau
Manis Universitas Andalas sebanyak 629 orang. Besar sampel pada penelitian ini adalah 96 orang yang
dihitung dengan menggunakan rumus :

21 - / 2 x p x q
d2

n
Z

= Jumlah sampel
= Nilai baku distribusi normal tertentu untuk derajat kemaknaan 95%
(1,96)
p = Proporsi sesuatu dimana p = 50%
q = 1- p
d = Derajat akurasi (presisi) yang diinginkan 10%
Sampel diambil dengan cara Stratified Proportional Random Sampling, dengan membedakan
populasi menjadi strata berdasarkan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan). Sampel cadangan diambil
sebanyak 10% sehingga total sampel 107 orang yang terdiri dari 43 orang sampel laki-laki dan 64
orang sampel perempuan.
d. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
1. Wawancara
2. Pengukuran (tinggi badan dan berat badan)
3. Pola Konsumsi diketahui menggunakan Food Frequency
4. Asupan zat gizi dihitung dengan menggunakan recall 2 x 24 jam

e.

Pengolahan dan Analisis Data


Data yang telah terkumpul dikelompokkan menurut peubahnya. Analisis secara deskriptif dengan
menggunakan teknik elementary statistic yang digambarkan dalam bentuk persentase, rata-rata dan
standar deviasi. Dilakukan analisis korelasi regresi untuk melihat hubungan antar variabel.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Karakteristik Responden
1. Umur Responden
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa rata-rata responden yang tinggal diasrama mahasiswa
Universitas Andalas berusia 19,1 tahun, dengan range usia responden terbanyak adalah pada usia 19-20
tahun (78,5%)
Tabel 1. Umur Responden Mahasiswa yang Tinggal di Asrama Mahasiswa Universitas Andalas
Rata-rata
19,1

Median Min
19,0
18

Max
23

Stdev
0,812

2. Besar Uang Saku Responden Perminggu


Tabel 2. Uang Saku Responden Perminggu (Rp)
Rata-rata
149.415,9

Median
130.000

Min
50.000

Max
350.000

Stdev
60.436,3

Tabel 2 memperlihatkan bahwa uang saku rata-rata responden adalah sebesar Rp 149,415
60.436 dengan uang saku terendah sebesar Rp 50.000 dan tertinggi Rp.350.000 perminggu
Matorell dan Habicht (1986) yang dikutip dari Faiza (2006) menyimpulkan bahwa faktor status
ekonomi mempengaruhi kemampuan keluarga untuk mencukupi zat gizi anggota keluarganya. Pengaruh
ini tidak saja pada pemilihan macam makanan dan waktu pemberiannya, akan tetapi juga terhadap
kebiasaan hidup sehat. Menurut hasil Susenas 1987 status gizi anak juga ditentukan oleh tempat dimana
anak berdomisili dan tingkat pendapatan orang tuanya.
Menurut Nyoman (2003) status ekonomi juga menentukan pola makan. Semakin tinggi status
ekonomi semakin besar pula persentase pertambahan pembelanjaan, karena itu status ekonomi merupakan
faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Demikian juga menurut Soehardjo (1989)
menyatakan semakin tinggi penghasilan semakin rendah bagian penghasilan yang dikeluarkan untuk
makanan.
3. Cara Responden Memperoleh Makanan
Walaupun di asrama sudah disediakan dapur untuk tiap unit yang dihuni oleh mahasiswa, ternyata
fasilitas tersebut belum bisa dimanfaatkan secara optimal oleh responden. Ini terlihat dari cara responden
memperoleh makanan yang paling banyak dengan membeli di kantin yang ada di kampus dan disekitar

asrama (56,1%). Hanya sebagian kecil yang mendapat kiriman dari orang tuanya (6,5%) seperti terlihat
pada tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Cara Memperoleh Makanan
Cara Memperoleh makanan
f
%
Masak nasi dan beli lauk
18
16,8
Dibeli di kantin
60
56,1
Dikirim orang tua
7
6,5
Catering
22
20,6
Total
107
100,0
B. Tingkat Pengetahuan Gizi Responden
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melalui proses penginderaan terhadap
suatu objek tertentu dan pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan
tindakan seseorang. Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan konsumsi pangan
seseorang. Orang yang mempunyai pengetahuan gizi yang baik akan mempunyai kemampuan untuk
menerapkan pengatahuan gizinya dalam pemilihan dan pengolahan pangan sehingga dapat diharapkan
konsumsi makanannya lebih terjamin.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Gizi
Tingkat pengetahuan
f
%
Kurang
8
7,5
Sedang
35
32,7
Baik
64
59,8
Total
107
100,0
Tabel 4 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh responden sudah mempunyai pengetahuan
tentang gizi yang baik (59,8%), hanya 7,5% yang mempunyai pengetahuan dengan kategori kurang. Hasil
ini lebih rendah dari yang ditemukan Muharrom (2006) di asrama mahasiswa putra Kampus C
Universitas Airlangga, yang menemukan 95% mahasiswa sudah berpengetahuan baik.
Terdapat sebelas item pertanyaan yang diajukan kepada responden yang berkaitan dengan gizi.
Pertanyaan tentang fungsi vitamin bagi tubuh, makanan sumber energi dan zat gizi yang berfungsi
sebagai zat pembangun merupakan pertanyaan yang banyak tidak bisa dijawab dengan benar oleh
responden, yaitu berturut-turut sebanyak 65,4%; 52,3% dan 43,9%. Hanya 48,8% responden yang bisa
menjawab dengan baik dan lengkap zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
C. Pola Konsumsi Responden
Kebiasaan makan yang baik akan mempengaruhi konsumsi makan seseorang dan zat-zat gizi
dalam tubuh juga terpenuhi dengan baik. Makanan lengkap harus dipenuhi karena akan mempengaruhi
kondisi kesehatan dan status gizi seseorang, kebiasaan makan yang baik dicerminkan oleh konsumsi

pangan yang mengandung zat gizi dengan jenis yang beragam dan jumlah yang seimbang serta dapat
memenuhi kebutuhan individu.
Pola makan remaja akan menentukan jumlah zat-zat gizi yang diperoleh untuk pertumbuhan dan
perkembanganya jumlah makanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan akan menyediakan zat-zat gizi
yang cukup untuk remaja, guna menjalankan kegiatan fisik yang akan dilakukanya, apabila asupan
tersebut kurang maka akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembanganya serta prestasinya.
Dengan adanya transisi ekonomi, juga berpengaruh terhadap pola konsumsi dan gaya hidup
masyarakat. Perubahan pola konsumsi mulai terjadi di kota-kota besar, yaitu dari pola makanan
tradisional yang banyak mengandung karbohidrat, protein, serat, vitamin dan mineral bergeser ke pola
makanan berat yang cenderung banyak mengandung lemak, protein, gula dan garam serta miskin serat,
vitamin dan mineral sehingga mudah merangsang terjadinya penyakit-penyakit gangguan saluran
pencernaan, penyakit jantung, obesitas dan kanker.
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Makan Perhari
Makan perhari
f
3 kali sehari
57
2 kali sehari
39
1 kali sehari
0
Tidak menentu
11
Total
107

%
53,3
36,4
0
10,3
100,0

Lebih dari separuh responden mempunyai kebiasaan makan 3 kali sehari (53,3%) dan tidak
satupun responden yang mempunyai kebiasaan makan satu kali sehari, tetapi 10,3% responden
mempunyai kebiasaan makan yang tidak menentu. Responden yang mempunyai kebiasaan makan 3 kali
sehari separuhnya adalah responden yang mempunyai cara untuk mendapatkan makanan dengan
menggunakan jasa catering.

Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan hasil yang diperoleh

Setyawati (2006) yang menemukan bahwa 90,2% anak yang tinggal dipanti asuhan mempunyai pola
makan 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk pauk dan sayur.
Menurut Moehji (2003) kebiasaan makan yang kurang pada remaja berawal pada kebiasaan
makan keluarga yang tidak baik yang sudah tertanam sejak kecil dan akan terus terjadi pada usia remaja
mereka makan seadanya tanpa mengetahui kebutuhan akan zat-zat gizi dan dampak tidak terpenuhinya
kebutuhan zat gizi tersebut terhadap kesehatan mereka. Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan
yang tertentu saja menyebabkan kebutuhan gizi tidak terpenuhi keadaan ini berkaitan dengan mode
yang tengah marak di kalangan remaja seperti kebiasaan makan fast food dan makanan siap saji. Usia
remaja merupakan usia yang sangat mudah terpengaruh oleh siapa saja teman pergaulan dan media masa
terutama iklan yang menarik perhatian remaja tentang makanan yang baru dan harga yang terjangkau.

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Makan Pagi


Sarapan pagi
f
Selalu
60
Kadang-kadang (> kali 3 kali perminggu)
37
Jarang ( 2 kali perminggu)
8
Tidak pernah
2
Total
107

%
56,1
34,6
7,5
1,9
100

Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa, makan pagi
dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan
produktivitas kerja. Bagi anak sekolah, makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan
memudahkan menyerap pelajaran, sehingga prestasi belajar menjadi lebih baik. Kebiasaan makan pagi
juga membantu seseorang untuk memenuhi kecukupan gizinya sehari-hari. Jenis hidangan untuk makan
pagi dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan. Namun akan lebih baik bila terdiri dari makanan
sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur.
Responden yang mempunyai kebiasaan selalu makan pagi 60 orang (56,1%) dan yang tidak
pernah sarapan hanya 2 orang (1,9%). Jenis sarapan yang biasa dikonsumsi oleh responden adalah nasi
dengan telur baik digoreng, didadar atau telur ceplok. Pilihan lain yang banyak dikonsumsi responden
adalah bubur kacang hijau. Responden yang kadang-kadang, jarang dan tidak sarapan pagi mempunyai
alasan tidak sarapan pagi karena tidak sempat/terburu-buru untuk ke kampus, belum ada yang menjual
makanan dan tidak terbiasa untuk sarapan. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan Susanto (1995)
banyak remaja yang sering melewatkan makan paginya dengan berbagai alasan seperti keterbatasan
waktu, kurang nafsu makan dan rasa takut menjadi gemuk.

Kebiasaan

seseorang

menghindari

makan pagi dengan tujuan untuk menurunkan berat badan, merupakan kekeliruan yang dapat
mengganggu kondisi kesehatan. Daniel (..) menyatakan bahwa hampir 50% remaja, terutama remaja
dewasa tidak sarapan. Penelitian lain juga membuktikan bahwa 89% bahwa mereka menyakini sarapan
memang penting tetapi mereka yang sarapan dengan teratur hanya 60%.
Berdasarkan hasil analisis pola konsumsi dari responden menggunakan FFQ diketahui bahwa
pola konsumsi energi, lemak dan karbohidrat responden yang berdomisili di asrama mahasiswa kurang
dari AKG sementara konsumsi protein melebihi AKG seperti terlihat pada tabel 7

Tabel 7. Rata-Rata Konsumsi Zat Gizi dan Persen Terhadap AKG Responden yang Berdomisili di
Asarama Mahasiswa Universitas Andalas
Zat Gizi
Rata-rata
SD
% AKG
Energi (Kal)
1807,02
755,23
84,44
Protein (gr)
65,24
34,22
120,21
Lemak (gr)
52,69
35,28
88,36
Karbohidrat (gr)
270,85
87,43
84,61
Vitamin A (IU)
616,68
492,27
110,03
Besi (mg)
13,48
8,26
77,68
Vitamin C (mg)
51,63
36,29
66,38
Asupan energi mahasiswa hanya mencapai 84,44% dari angka kecukupan gizi, penyebab
kurangnya energi yang masuk karena kurangnya asupan dari lemak dan karbohidrat. Pola makan di
asrama lebih cenderung ke arah sumber karbohidrat kompleks seperti nasi yang di konsumsi dengan
dendeng balado, ayam bakar, ikan goreng,dan telur goreng serta rendah konsumsi sayuran dan buahbuahan. Asupan sumber protein dan lemak terutama berasal dari lauk pauk. Sumber karbohidrat utama
berasal dari bahan pokok berupa nasi, selain itu juga berasal dari singkong, pisang, terigu yang terdapat
pada makanan jajanan. Makanan jajanan yang sering dan banyak dikonsumsi oleh responden adalah
bakwan, roti dan tahu goreng. Sumber utama vitamin A berasal dari lauk pauk berupa ikan dan telur serta
sedikit sumbangan dari sayuran yang mengandung provitamin A.
Menurut teori pada umumnya bagi masyarakat yang cukup asupan protein akan cukup juga
asupan zat besinya, namun pada penelitian ini mahasiswa memenuhi asupan protein, tetapi tidak
memenuhi asupan besinya keadaan ini diduga terjadi karena asupan protein berasal dari daging putih
yaitu ikan dan ayam yang zat besinya relatif rendah dibandingkan daging merah yang berasal dari sapi,
kambing atau domba. Selain itu disebabkan juga oleh rendahnya asupan besi non heme yang terdapat
pada sayuran. Sedangkan vitamin C berasal dari sayuran dan buah yang dikonsumsi oleh mahasiswa,
asupan vitamin C lebih rendah dibandingkan angka kecukupan yang dianjurkan, hal ini terjadi seiiring
dengan rendahnya kosumsi sayur dan buah pada mahasiswa.
Kebiasaan makan dan pola konsumsi remaja yang menginginkan makanan yang serba praktis
tanpa memperdulikan kesehatan dirinya. Hal ini dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi sayuran pada
responden hanya 40 gr/hari bila dibandingkan dengan jumlah sayuran yang di butuhkan oleh remaja
sebanyak 150 gr/hari. Angka di atas menunjukan bahwa kurangnya konsumsi sayuran pada responden,
hanya sebanyak 26,67% dari tingkat kebutuhan. Selain kebiasaan makan praktis, rendahnya konsumsi
sayur ini karena responden yang membeli lauk, membeli makanan dikantin biasanya mereka membeli
pada saat makan siang dikantin kemudian membungkus lauk untuk makan malam dan sarapan. Jika
sayuran dibeli pada saat siang lalu dimakan untuk malam atau keesokannya, sayur akan tidak enak lagi.
Hal ini terjadi karena tidak adanya kantin yang berada diasrama dan tidak ada fasilitas dapur yang dapat

digunakan untuk memasak. Sayur yang paling sering dan banyak dikonsumsi oleh responden adalah sawi,
kangkung, lobak dan daun singkong. Rendahnya konsumsi buah disebabkan tidak mudah mendapatkan
buah disekitar asrama dan buah relatif mahal harganya.
D. Asupan Zat Gizi Responden
Status gizi seseorang sangat ditentukan oleh asupan zat gizi yang berasal dari makanannya
sehari-hari. Bila terjadi ketidakseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan tubuh maka akan
terjadi masalah gizi.
Tabel 8. Rata-Rata Asupan Zat Gizi Responden yang Berdomisili di Asrama Mahasiswa Universitas
Andalas
Zat gizi
Rata-rata
SD
Minimum
Maksimum
Energi (Kal)
1706,62
466,01
872,40
3482,35
Protein (gr)
56,49
24,72
24,45
187,90
Lemak (gr)
62,38
25,52
15,4
154,00
Karbohidrat (gr)
227,56
65,75
101.05
608,80
Serat (gr)
7,93
10,64
2,0
112,5
Vit B1 (mg)
0,48
0,16
0,15
1,35
Vit B2 (mg)
0,68
0,25
0,3
1,6
Vit B6 (mg)
0,85
0,39
0
3,0
Vit C (mg)
25,32
27,15
0,25
171,75
Vitamin A (IU)
513,50
451,59
7,15
2604,90
Besi (mg)
8,53
10,02
2,15
60,90
Kebutuhan energi pada remaja menurut AKG adalah 2500 Kal untuk laki- laki dan 1900 Kal
untuk perempuan, sedangkan kebutuhan protein sebesar 60 gr untuk laki-laki dan 50 gr untuk perempuan.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa rata-rata konsumsi energi responden masih rendah dari yang
dianjurkan, yaitu sebesar 1706,62 Kal.

Konsumsi karbohidrat dan lemak perlu ditingkatkan untuk

mencapai angka kecukupan energi yang dibutuhkan.


Kebutuhan energi merupakan faktor yang cukup dominan dan perlu di perhatikan. Remaja yang
mempunyai aktifitas yang lebih akan memerlukan energi lebih banyak di bandingkan dengan remaja yang
tidak banyak melakukan aktifitas. Remaja yang kurang gizi dapat terjadi karena jumlah energi dan zat-zat
lainnya yang di konsumsi tidak memenuhi kebutuhan yang sangat meningkat.
Bila asupan energi kurang dari makanan dibandingkan dengan energi yang dikeluarkan maka
tubuh akan mengalami keseimbangan negatif akibatnya berat badan kurang dari berat badan seharusnya
(ideal), bila terjadi pada masa pertumbuhan maka akan menghambat proses pertumbuhan dan pada orang
dewasa menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan. Asupan energi yang kurang juga
menyebabkan cadangan energi yang tersimpan dalam tubuh terkuras untuk menghasilkan energi dan
akhirnya akan berakibat pada penurunan berat badan.

Penelitian Soekirman (2000) di Jawa Tengah mengemukakan bahwa masalah gizi, lebih banyak
disebabkan karena asupan energi yang kurang dari pada kekurangan protein. Hal ini diduga terjadi
disebabkan protein yang dikonsumsi berasal dari nabati yang relatif murah sehingga dari angka
kecukupan terpenuhi tapi belum mempunyai mutu protein yang tinggi, sedangkan pertumbuhan dan
penambahan otot hanya akan optimal terjadi bila mutu protein itu komplet atau protein dengan nilai
biologi tinggi yang mengandung semua jenis asam amino essensial dalam jumlah dan proporsi sesuai
dengan keperluan pertumbuhan. Penyebab lain kemungkinan protein digunakan sebagai pengganti energi
yang kurang, karena bila energi didalam tubuh terbatas maka sel terpaksa menggunakan protein untuk
membentuk/menghasilkan energi.
Bila asupan protein kurang dari makanan maka jaringan dalam tubuh tidak dapat berkerja dengan
maksimal karena protein berfungsi sebagai memperbaiki jaringan yang rusak dan sebagai pertumbuhan
pada usia remaja.
E. Analisis Korelasi dan Regresi Pengetahuan dan Asupan Zat Gizi
Menurut Sediaoetama (2004) tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku dalam memilih makanan, yang menentukan mudah tidaknya seseorang memahami manfaat
kandungan gizi dari makanan yang dikonsumsi. Pengetahuan gizi yang baik diharapkan mempengaruhi
konsumsi makanan yang baik sehingga dapat menuju status gizi yang baik pula. Namun tidak semua
mereka yang tingkat pengetahuan gizinya baik, kecukupan gizinya juga baik.
Kurangnya pengetahuan pangan dan salah konsepsi tentang pengetahuan

pangan dan nilai

pangan adalah umumnya dijumpai disetiap negara di dunia, salah satu penyebab gangguan gizi adalah
kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Pada penelitian ini tingkat pengetahuan dengan asupan zat gizi menunjukkan korelasi yang
lemah. Ini dapat dilihat dari nilai R nya yang mendekati nol, baik untuk asupan energi, protein, vitamin
A, vitamin C maupun asupan zat besi. Korelasi antara pengetahuan dan asupan zat gizi, ada yang berpola
positif (pada asupan protein dan zat besi) dan ada yang berpola negatif (pada asupan karbohidrat dan
vitamin A). Secara statistic tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan gizi
responden dengan assupan zat gizinya.

Tabel 9. Analisis Korelasi dan Regresi Pengetahuan Dengan Asupan Gizi Responden yang Berdomisili di
Asrama Mahasiswa Universitas Andalas

Variabel
Pengetahuan

R
0,181
0,008
0,142
0,020
0,061

R2
0,033
0,000
0,020
0,000
0,004

Persamaan Garis
Asupan energi = 2135,745 - 36,762* pengetahuan
Asupan protein = 55,529 + 0,082 * pengetahuan
Asupan vitamin A = 838,802 - 27,868 *pengetahuan
Asupan besi = 7,508+ 0,087*pengetahuan
Asupan vitamin C = 33,751 - 0,722 *pengetahuan

p
0,062
0,938
0,145
0,838
0,532

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan asupan energi menunjukkan
korelasi yang lemah (r=0,181) dan berpola negatif, yang artinya semakin tinggi pengetahuan, semakin
rendah konsumsi energinya. Jika dilihat dari nilai koefisien dengan determinasi 0,033 berarti persamaan
garis regresi yang diperoleh hanya dapat menerangkan 3,3% variasi asupan energi atau dengan kata lain
persamaan garis yang diperoleh tidak cukup baik menjelaskan variabel asupan energi.
Tingkat pengetahuan dengan asupan protein menunjukkan korelasi yang sangat lemah (r=0,008)
dan berpola positif, yang artinya semakin tinggi pengetahuan, semakin tinggi pula asupan proteinnya.
Dengan nilai koefisien dengan determinasinya 0,000 berarti persamaan garis regresi yang diperoleh tidak
dapat menerangkan variasi asupan protein. Tingkat pengetahuan dengan asupan vitamin A juga
menunjukkan korelasi yang lemah (r=0,142) dan polanya adalah negatif yakni semakin tinggi tingkat
pengetahuan semakin rendah asupan vitamin A-nya. Persamaan garis regresi yang diperoleh hanya bisa
menjelaskan 2% variasi asupan vitamin A, yang diketahui dengan nilai koefisien dengan determinasisnya
sebesar 0,020. Lemahnya korelasi tingkat pengetahuan dengan asupan zat gizi pada penelitian ini juga
terlihat pada asupan zat besi (r=0,020) dengan pola yang positif. Persamaan garis regresi yang diperoleh
tidak bisa menerangkan variasi asupan zat besi (r 2=0,000)
Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan dengan asupan vitamin C
menunjukkan korelasi yang lemah (r=0,061) dan berpola negatif, yang artinya semakin tinggi
pengetahuan, semakin rendah konsumsi vitamin C-nya. Jika dilihat dari nilai koefisien dengan
determinasi 0,004 berarti persamaan garis regresi yang diperoleh hanya dapat menerangkan 0,4% variasi
asupan vitamin C atau dengan kata lain persamaan garis yang diperoleh tidak cukup baik menjelaskan
variabel asupan vitamin C.
Ketidak sesuaian hasil penelitian ini dengan penelitian yang lain atau dengan teori yang ada
disebabkan karena pengetahuan gizi yang tinggi belum tentu diikuti oleh sikap dan tindakan yang tinggi
pula, karena lingkungan dan gaya hidup mempengaruhi tindakan remaja terutama teman sebaya. Masa
remaja merupakan masa untuk mencari jati diri dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan.
Amos (2000) di kutip oleh Nizar bahwa faktor lingkungan juga ikut mempengaruhi seseorang
bertindak dengan adanya iklan dan pergaulan teman sebaya, apalagi remaja putra kurang memperhatikan
konsumsi zat gizi mereka karena faktor kesibukan disekolah dan peran aktif orang tua di rumah terhadap
penyedian makanan.

10

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan gizi dengan konsumsi zat gizi pada remaja dalam hal mahasiswa karena ada faktor lain yang
lebih berperan.
F. Analisis Korelasi dan Regresi Uang Saku dan Konsumsi Zat Gizi
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi utama pada kondisi yang umum.
Keluarga dan masyarakat yang mempunyai penghasilan yang rendah, mempergunakan sebagian besar
dari keuangannya untuk membeli makanan dan semakin tinggi penghasilan semakin menurun bagian
penghasilan yang dipakai untuk membeli makanan. Tingkat penghasilan menentukan pola makanan. Pada
orang yang berpenghasilan tinggi, makanan padi-padian menurun dan makanan yang berasal dari susu,
daging, keju akan meningkat.
Hukum Bennet menemukan bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu
cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangannya dengan harga yang lebih mahal perunit zat
gizinya. Pada tingkat pendapatan perkapita yang lebih rendah permintaan terhadap pangan diutamakan
pada pangan yang padat energi yang berasal dari karbohidrat terutama padi-padian dan umbi-umbian.
Apabila pendapatan meningkat pola konsumsi pangan akan makin beragam umumnya akan terjadi
peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi. Peningkatan pendapatan tidak hanya akan
meningkatan keanekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan konsumsi yang lebih mahal, tetapi juga
terjadinya peningkatan konsumsi pangan diluar rumah (Soekirman, 2000).
Tabel 10. Analisis Korelasi dan Regresi Besar Uang Saku Dengan Asupan Gizi Responden yang
Berdomisili di Asrama Mahasiswa Universitas Andalas
Variabel
R
R2
Persamaan Garis
p
Uang saku 0,202
0,041
Asupan energi = 1474,020 + 0,002* uang saku
0,037
0,124
0,016
Asupan protein = 48,882 + 0,00005*uang saku
0,201
0,002
0,000
Asupan vitamin A = 515,553 - 0,00002 *uang saku
0,985
0,104
0,011
Asupan besi = 5,691 + 0,00002*uang saku
0,289
0,070
0,005
Asupan vitamin C = 20,632+ 0,000032* uang saku
0,474
Pada penelitian ini terlihat bahwa besar uang saku dengan asupan energi menunjukkan korelasi
yang lemah (r=0,202) dan berpola positif semakin besar uang saku semakin bertambah asupan energinya.
Nilai koefisien dengan determinasi 0,041 berarti bahwa persamaan garis regresi yang diperoleh hanya
dapat menerangkan 4,1% variasi asupan energi.
Tabel 10 memperlihatkan bahwa antara besar uang saku dengan asupan protein juga
menunjukkan korelasi yang lemah (r=0,124) dan berpola positif. Persamaan garis regresi yang diperoleh
hanya bisa menjelaskan 1,6% variasi asupan protein, berdasarkan nilai koefisien dengan determinasi yang
diperoleh sebesar 0,016 yang berarti persamaan garis yang diperoleh tidak cukup baik untuk menjelaskan

11

variabel asupan protein. Korelasi yang sangat lemah juga terlihat antara besar uang saku dengan asupan
vitamin A dan besar uang saku dengan asupan zat besi, dengan nilai R berturut-turut 0,002 dan 0,104.
Persamaan regresi yang diperoleh tidak bisa menjelaskan variasi asupan vitamin A dan hanya bisa
menjelaskan 1,1% variasi asupan zat besi. Pola hubungan antara besar uang saku dengan asupan vitamin
A negatif sementara pada hubungan besar uang saku dengan asupan zat besi, polanya positif.
Tabel 10 memperlihatkan bahwa antara besar uang saku dengan asupan vitamin C juga
menunjukkan korelasi yang lemah (r=0,070) dan berpola positif. Persamaan garis regresi yang diperoleh
hanya bisa menjelaskan 0,5% variasi asupan vitamin C, berdasarkan nilai koefisien dengan determinasi
yang diperoleh sebesar 0,005 yang berarti persamaan garis yang diperoleh tidak cukup baik untuk
menjelaskan variabel asupan vitamin C.
Seacara statistik hanya pada asupan energi yang mempunyai hubungan yang signifikan dengan
besar uang saku, sedangkan dengan asupan protein, vitamin A, vitamin C dan zat besi tidak terdapat
hubungan yang signifikan.
Dari keseluruhan korelasi antara variabel independent dengan dependent, tidak ada ditemukan
mempunyai korelasi yang kuat. Demikian pula halnya dengan signifikasi hubungan kecuali antara uang
saku dengan asupan energi
Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Mahasiswa yang berdomisili di asrama mahasiswa sebagian besar berumur 19-20 tahun dengan
pendidikan orang tua lebih dari separuh masuk kategori tinggi
b. Rata-rata uang saku Rp 149,415 perminggu dan cara memperoleh makan terbanyak dengan
membeli di kantin yang terdapat dikampus
c. Tingkat pengetahuan gizi responden sebagian besar masuk kategori baik
d. Pola konsumsi asupan energi, zat besi dan vitamin C yang diukur menggunakan Food Frequency
pada mahasiswa yang berdomisili di asrama mahasiswa memperlihatkan kurang dari AKG
sementara pola konsumsi protein dan vitamin A berada di atas AKG
e. Hasil Recall 2x24 jam terhadap asupan energi, vitamin A, zat besi, dan vitamin C mahasiswa
yang berdomisili di asrama mahasiswa Universitas Andalas kurang dari AKG dan hanya asupan
protein yang cukup.
f.

Terdapat hubungan antara besar uang saku dengan asupan energi, semakin besar uang saku
semakin besar asupan energi, tetapi asupan energi masih kurang dibanding AKG. Namun tidak
terdapat hubungan besar uang saku dengan asupan zat gizi lainnya.

12

g. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan asupan zat gizi dan
hubungannya lemah.
2. Saran
a. Mahasiswa yang berdomisili di asrama perlu meningkatkan asupan energi, zat besi, vitamin A
beserta sayur dan buah.
b. Pengelola asrama perlu mempertimbangkan agar kantin terdapat diasrama untuk memudahkan
mahasiswa memenuhi kebutuhan gizinya.
c. Pengelola asrama perlu mempertimbangkan untuk memberi prasarana dan peralatan dapur untuk
memudahkan mahasiswa mempersiapkan makanannya, terutama untuk merangsang mahasiswa
untuk memasak sayur dan mengkosumsinya. Karena sayur sebaiknya disajikan dalam keadaan
baru matang.
d. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui penggunaan uang saku oleh mahasiswa, karena
ternyata uang saku yang mereka peroleh tidak mencukupi asupan energi yang dibutuhkan.
e. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui hubungan antara asupan zat gizi dengan
prestasi (Indeks Prestasi), angka kesakitan, anemia besi mahasiswa
Daftar Pustaka
Engel, J.F.,R.D. Backwell & P.W.Miniard.1994. Perilaku Konsumen. Dalam Budiyanto (penerjemah). Bina Rupa
Aksara, Jakarta.
Daradjat, Z. 1995. Remaja, Harapan dan Tantangan. Ruhama, Jakarta.
Den Hartog, A.P. & W .A. Van Staveren & I.D. Brouwer, 1995. Manual For Social Surveys On Food Habbits and
Consumption In Developing Countries . Margraf Verlag, Germany.
Fieldhouse, P., 1995. Food and Nutrition Customs and Culture. Chapman And Hall, Singural Publishing Group Inc.,
San Diego, California.
Hardinsyah & D.Briawan, 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Gizi masyarakat dan Su,berdaya
keluarga Fakultas Pertanian IPB Bogor
Karyadi, D. & Muhilal. 1996. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Gramiedia, Jakarta.
Khomsan,A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi,Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Faperta IPB.
Khumaidi. M., 1989. Gizi Masyarakat. BPK Gunung Mulia Kerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi IPB Bogor.
Moeloek, F.A. 1999. Gizi Sebagai Basis Pengembangan SDM MenujuIndonesia Sehat 2010. Dalam A.Razak.,
Hardinsyah & Ambo Ala (eds.), Pembangunan Gizi dan Pangan dari Perspektif Kemandirian Lokal.
Pergizi Pangan Indonesia dan Centre Regional Resource Development and Community Empowerment.
Bogor.
Sanjur. D., 1982. Social and Cultural Perspectives In Nutrition. Prentice Hall And Eaglewood Cliff New York.
Santoso. S. & L.A. Ranti, 1999. Kesehatan dan Gizi. Rineka Cipta Jakarta.
Suhardjo, 1989. Sosio Budaya Gizi. Depdikbud Dirjen Dikti dan PAU Pangan dan Gizi IPB Bogor
Suhardjo. 1997. Dinamika Perilaku dan Kebiasaan Makan. Makalah Disajikan dalam PraWidyakarya Pangan dan
Gizi VI, Jakarta 4 Nopember 1997.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Jakarta.

13

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI. 2004. LIPI. Jakarta.
Wilis.R., 1995. Kajian Konsumsi Pangan Masyarakat Etnis Minang dan kaitannya dengan Kadar Kolesterol Darah.
Tesis, PPS IPB Bogor.

14

Вам также может понравиться