Вы находитесь на странице: 1из 14

CLINICAL SCIENCE SESSION

KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Disusun oleh :
Cut Arsy Rahmi

1301-1207-0057

Heny Agustina

1301-1207-0141

Melani Mandasari

1301-1207-0210

Preceptor:
dr. Muljaningsih Sasmojo, Sp. KK (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2008

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

PENDAHULUAN
Hormon kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal, berfungsi

menjaga homeostasis tubuh dengan mengatur kerja enzim. Hormon ini dibagi menjadi dua yaitu
mineralkortikoid dan glukokortikoid. Mineralkortikoid diproduksi oleh zona glomerulosa
adrenal, sedangkan glukokortikoid dihasilkan oleh zona fasikulata dan retikuler adrenal.

Efek utama mieneralkortikoid adalah menjaga keseimbangan air dan elektrolit tubuh.
Sedangkan efek utama glukokortikoid yaitu glukoneogenesis, menurunkan pemakaian glukosa
oleh tubuh, dan antiinflamasi.

Hidrokortison adalah kortikosteroid topikal yang pertama kali dipakai oleh Sulzberger
dan Witten pada tahun 1952. sampai saat ini pemakaian hidrokortison masih dilakukan dan
sering digunakan pada dermatoterapi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

DEFINISI KORTOKOSTEROID
Hormon kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal, berfungsi

menjaga homeostasis tubuh dengan mengatur kerja enzim. Hormon ini dibagi menjadi dua yaitu
mineralkortikoid dan glukokortikoid. Mineralkortikoid diproduksi oleh zona glomerulosa
adrenal, sedangkan glukokortikoid dihasilkan oleh zona fasikulata dan retikuler adrenal.

2.2

KLASIFIKASI
Berikut adalah klasifikasi glukokortikoid topikal berdasarkan potensi dan sediaannya :
Potensi

Obat
Hidrokortison

Sediaan
Krim 0.25-2.5 %

m-prednisolon

Krim 0.25 dan 1.0 %

Deksametason

Krim 0.1 %

Aklometason dipropionat

Krim 0.05 %

Betametason valerat

Krim 0.01 %

Triamsinolon asetonid
Hidrokortison butirat

Krim 0.025 %
Krim 0.1 %

Flutikason propionat

Krim 0.05 %

Desoksimetason

Krim 0.05 %

Flusinolon asetonid

Krim 0.25 %

Hidrokortison valerat

Krim 0.2 %

Mometason fluroat

Krim 0.1 %

Flusinolon asetonid
Betamethason dipropionat

Salep 0.02 %
Krim 0.05 %

Flutikason propionat

Krim 0.005 %

Flusinolon asetonid
Desoksimetason

Salep 0.2 %
Krim 0.05 %

Mometason fluroat

Salep 0.1 %

Klobetasol propionat

Krim 0.05 %

Diflorasone diacetat

Krim 0.05 %

Berdasarkan masa kerjanya, kortikosteroid dibagi menjadi 3 yaitu:


a. Kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam.
b. Kerja sedang mempunyai masa paruh biologis 12-36 jam.
c. Kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.

2.3

FARMAKOKINETIK
Potensi klinis hidrokortison dipengaruhi beberapa faktor diantaranya yaitu bentuk

molekul, bentuk vehikulum, dan karakteristik kulit masing masing individu.


Kortisol sebagai molekul utama dapat dimodifikasi strukturnya. Penambahan molekul
fluorin pada posisi 6 dan atau 9 akan meningkatkan potensi steroid diikuti peningkatan efek
mineralkortikoid. Substitusi pada posisi 16 dengan hidroksi- (triamcinolone), metil-
(dexamethasone), atau metil- (bethametasone) meningkatkan efikasi tanpa disertai peningkatan
retensi natrium. Perubahan pada gugus hidroksil akan meningkatkan tingkat lipofilik molekul
sehingga laju absorpsi perkutan setara dengan reseptor binding pada glukokortikoid.
Vehikulum glukokortikoid topikal dapat berupa salep, krim, lotio, gel. Salep memiliki
daya penetrasi terkuat dibandingkan bentuk lainnya. Berikut beberapa bentuk vehikulum
glukokortikoid topikal :

1. Salep : adalah bahan berlemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi seperti mentega.
Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula lanolin atau minyak.
Sangat bagus untuk mengobati lesi kering. Memberi efek menjaga kelembaban meskipun
pasien banyak mengeluh terlalu licin.
2. Krim : adalah campuran air, minyak dan emulgator. Krim mengandung pengemulsi dan
pengawet yang dapat menimbulkan alergi pada beberapa pasien.
Tekstur krim tidak selicin salep; tidak melembabkan kulit sebaik salep, dapat digunakan
pada kulit berambut, dan secara kosmetik lebih nyaman digunakan.
3. Lotio : adalah campuran antara cairan dengan bedak, menyerupai krim. Lebih mudah
tersebar di kulit tubuh namun efek penetrasinya rendah.
4. Gel : vehikulum yang berbentuk setengah padat pada suhu kamar dan akan mencair pada
suhu tubuh (bila bersentuhan dengan kulit).
Pemilihan vehikulum tergantung pada :
1. Stadium/gambaran klinis penyakit
Pada stadium akut (eritem, oedem, basah) kompres dengan vehikulum cairan,

beri

krim, bedak kocok, bedak pasta.


Pada stadium kronik (kering) beri salep
2. Distribusi dan lokalisasi penyakit
Salep tidak boleh digunakan untuk lesi generalisata (kecuali salep 2-4 untuk skabies) dan
kulit berambut.
3. Efek yang diinginkan
Misalnya salep untuk melembabkan dan melicinkan.

Kulit yang tipis seperti daerah muka dan lipatan akan lebih mudah menyerap
glukokortikoid dibandingkan kulit yang tebal dan kering.
Pemberian glukokortikoid secara lokal dapat diserap secara sistemik jika diberikan dalam
waktu lama dan pada area kulit yang luas sehingga dapat menimbulkan feed back negatif
terhadap sumbu hipothalamus-hipofise-adrenal.
Cara aplikasi :
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3x/ hari sampai penyakit tersebut sembuh.
Gejala takifilaksis perlu dipertimbangkan yaitu menurunnya respon kulit terhadap glukokortikoid
karena pemberian obat yang berulang-ulang, berupa toleransi akut yang berarti efek
vasokonstriksinya akan menghilang, setelah beberapa hari efek vasokonstriksinya akan timbul
kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan obat tetap dilanjutkan.
Lama pemakaian :
Lama pemakaian steroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4- 6 minggu untuk steroid
potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat.

2.4

FARMAKODINAMIK
Berikut adalah beberapa efek kortikosteroid topikal :
1. Vasokonstriksi
Kemampuan kortikosteroid topikal yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi pada
kapiler-kapiler kecil pada dermis superfisial dapat mengurangi kemerahan yang terdapat
pada dermatosis. Kemampuan agen glukokortikoid untuk menyebabkan vasokonstriksi
biasanya berhubungan dengan efek antiinflamasinya.

2. Anti proliferatif
Proliferasi sel terdapat pada membrana basalis epidermis kulit. Kortikosteroid topikal
dapat mengurangi mitosis dan proliferasi sel melalui penghambatan sintesis dan mitosis
DNA. Penyakit yang mempunyai karakteristik proliferasi yang berlebihan seperti pada
psoriasis dapat menggunakan efek dari kortikosteroid ini.

Pada penggunaan

kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dan penggunaan secara intralesi dapat
mengakibatkan hipopigmentasi.
3. Efek antiinflamasi
Efek

antiinflamasi

glukokortikoid

didapat

dengan

menghambat

pembentukan

prostaglandin dan derivat lain dari asam arakidonat. Glukokortikoid menghambat


pelepasan fosfolipase A2, enzim yang berperan dalam melepaskan asam arakidonat dari
membran sel, sehingga menghambat jalur pembentukan arakidonat. Mekanisme lain dari
efek antiinflamasi glukokortikoid melibatkan penghambatan fagositosis dan stabilisasi
dari membran lisosom dari sel-sel fagosit.
4. Immunosupresi
Efek imunosupresi glukokortikoid belum dipahami, namun beberapa penelitian
menunjukkan glukokortikoid menyebabkan penurunan jumlah sel mast di kulit dan
inhibisi kemotaksis neutrofil lokal. Beberapa sitokoin (IL-1, TNF , Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Factor, IL-8) juga dipengaruhi secara langsung oleh
glukokortikoid.

2.5

INDIKASI
Pengobatan korikosteroid topical biasa digunakan pada:

1. Swelling
2. Inflamasi
3. Gatal pada kulit, berupa kelainan kelainan kulit seperti eksim, dermatitis, rashes,
gigitan serangga, alergi dan iritasi lainnya.
4. Penyakit kulit yang berkaitan dengan autoimun, contoh psoriasis
Yang perlu diperhatikan dalam memberi kortikosteroid topikal untuk mengobati kelainan
kulit adalah respons penyakit pada steroid, yakni sebagai berikut:

Tabel 2.2 Indikasi pemakaian kortikosteroid topical berdasarkan respon kortikosteroid


Respon tinggi
Respon sedang
Respon lemah
Psoroasis intertriginous
Dermatitis atopik

Psoriasis tubuh
Dermatitis atopik

Palmoplantar psoriasis
Psoriasis pada kuku

(anak anak)
Dermatitis seborhoik

(dewasa)
Dermatitis nummular

Eksema dishidrotik

intertrigo
Dermatitis iritan primer
Urtikaria popular
Parapsoriasis
Likhen simpleks kronikus

Lupus eritematosus
Pempigus
Likhen planus
Granuloma anular
Sarkoidosis
Dermatitis kontak alergik,

fase akut
Gigitan serangga

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2.1 Indikasi dari pemberian kortikosteroid topical diantaranya yaitu pada : (a)
dermatitis akut (alergi dengan plester); (b) dermatitis subakut; (c) dermatitis
kronis; (d) psoriasis. Sumber : NZDS,2008
Lokasi dimana streroid diberikan juga menentukan efektivitas kortikosteroid topikal,
sebagai contoh : penetrasi kortikosteroid topikal pada kelopak mata dan skrotum 4x lebih kuat
daripada melalui pelipis dan 36x lebih kuat daripada melalui telapak tangan ataupun kaki. Kulit
yang meradang ataupun lembab juga akan meningkatkan penetrasi.

Absorbsi kortikosteroid topikal oleh kulit adalah sebagai berikut :


1. Lengan 1%
2. Ketiak 4%
3. Muka 7%
4. Genitalia dan kelopak mata 30%
5. Telapak tangan 0.1%
6. Telapak kaki 0.05%

2.6

KONTRAINDIKASI
Beberapa penyakit dalam pengobatannya tidak diperbolehkan untuk memakai

kortikosteroid, seperti :
1. Penderita yang hipersensitif terhadap kortikosteroid
2. Tuberkulosis pada kulit
3. Herpes simplek
4. Varicela
5. Kelainan kulit yang disebabkan oleh jamur

2.7

EFEK SAMPING
Bruising

Skin thinning

Stretch marks

Tinea incognito

Gambar 2.2 Beberapa contoh efek samping dari kortikosteroid topical diantaranya Bruising,
penebalan kulit, tinea incognito dan stretch marks. Sumber : NZDS,2008
Efek samping dari penggunaan steroid topical makin sering terjadi seiring dengan
penggunaan steroid topical berpotensi tinggi. Penggunaan steroid topical berpotensi tinggi pada
kulit yang tipis atau dalam keadaan inflamasi, dan penggunaan pada geriatric dan pediatric tanpa
kontrol yang baik telah terbukti meninggkatkan insidensi efek samping steroid topical.
Efek samping yang biasa terjadi dibagi menjadi efek samping pada bagian dalam tubuh
dan pada kulit.
Efek samping pada bagian dalam tubuh :
1. Supresi kelenjar adrenal, steroid topikal dapat memdepresi produksi dari steroid alami
tubuh.
2. Retardasi pertumbuhan dan Iatrogenic Cushings syndrome: terjadi akibat supresi aksis
pituitary adrenal akibat steroid topikal terabsorbsi dalam jumlah yang banyak,
menyebabkan retensi cairan, kenaikan tekanan darah dan diabetes
Efek samping pada kulit :
1. Striae dan atrofi kulit : biasanya terjadi karena penggunaan yang lama (3-4 minggu).
Biasa terjadi pada area yang berkeringat, oklusi dan penetrasi tinggi seperti aksila atau
inguinal dan bersifat reversible.
2. Akne steroid, karakteristik dengan lesi padat crops of dense, pustule akibat inflamasi
akan timbul pada stadium yang sama. Biasanya lesi terjadi pada daerah muka, dada dan
punggung.
3. Dermatitis perioral dan periokular, biasanya akan membaik dengan menghentikan
pemakaian.

4. Kulit gampang memerah, terjadi pada penggunaan steroid pada kulit yang tipis.
5. Dermatitis kontak alergi atau iritan.
6. Infeksi, contoh Tinea incognito
7. Teleangiektasis.
8. Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
9. Hipertrikosis.

BAB III
KESIMPULAN
4.1

KESIMPULAN
Dari penulisan yang telah diuraikan di bab sebelumnya dapat kita simpulkan antara lain

sebagai berikut:
1.

Hormon kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal, berfungsi
menjaga homeostasis tubuh dengan mengatur kerja enzim

2.

Berdasarkan klasifikasinya kortikosteroid topical dibagai berdasarkan potensi dan lama


masa kerjanya

3.

Potensi klinis hidrokortison dipengaruhi beberapa faktor diantaranya yaitu bentuk


molekul, bentuk vehikulum, dan karakteristik kulit masing masing individu.

4.

Efek kortikosteroid topikal diantaranya adalah vasokonstriksi, anti proliferatif, efek


antiinflamasi, immunosupresi

5.

Indikasi penggunaan kortikosteroid topical adalah swelling, inflamasi, beberapa kelainan


dengan gajala gatal pada kulit dan penyakit kulit yang berkaitan dengan reaksi autoimun.

6.

Kontraindikasi terhadap penggunaan kortikosteroid adalah pada penderita yang


hipersensitif terhadap kortikosteroid, tuberkulosis pada kulit, herpes simplek, varicela,
kelainan kulit yang disebabkan oleh jamur.

7.

Efek samping yang biasa terjadi dibagi menjadi efek samping pada bagian dalam tubuh
dan pada kulit.

Вам также может понравиться