Вы находитесь на странице: 1из 14

MODEL PENDEKATAN KONSELING

Oleh : Dra.Nelly Nurmelly, MM


( Widyaiswara Muda BDK Palembang )
Abstrak :
Di antara berbagai pendekatan yang dipelajari, Pendekatan Konseling Gestalt, Pendekatan
Konseling Behavioral, dan Pendekatan Konseling Rasional-Emotif diyakini sekolah.
memiliki nilai praktikal yang lebih tinggi, sehingga ia cukup kondusif untuk diterapkan di
sekolah.
Secara konseptual, masing-masing pendekatan akan dikaji dari komponen : (1) konsep dasar,
(2) asumsi tingkah laku bermasalah, (3) tujuan konseling, (4) deskripsi proses konseling, dan
(5) teknik-teknik konseling.
Pendekatan Konseling Behavioral akan disimulasi dengan langkah-langkah : (1) Assesment,
yaitu langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien, (2)
Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling, (3)
Technique
implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk
mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling, (4) Evaluation
termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah
dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling, dan (5)
Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan
meingkatkan proses konseling.
Pendekatan Konseling Gestalt disimulasi dengan langkah-langkah, pertama konselor
mengembangkan pertemuan konseling, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahanperubahan yang diharapkan pada klien. Kedua, konselor berusaha meyakinkan dan
mengkondisikan klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi
klien. Ketiga, konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada saat
ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada
masa lalu, dalam situasi di sini dan saat ini. Keempat, setelah klien memperoleh pemahaman
dan penyadaran tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien
memasuki fase akhir konseling.
Pendekatan Konseling Rasional Emotif akan disimulasikan dengan langkah-langkah :
(1) Mengelola Pandangan dan Pikiran Klien, yang meliputi kegiatan mengidentifikasi
masalah klien, menjelaskan dan menunjukkan bahwa masalah klien bersumber pada
keyakinan/cara berpikir yang irasional, mendiskusikan arah perubahan keyakinan/cara
berpikir irasional ke rasional, mendiskusikan tujuan konseling, dan mengkonfrontasi
keyakinan/cara berpikir irasional, (2) Mengelola Emosi dan Afeksi, yang meliputi kegiatan
membina kesepakatan ke arah perubahan klien dan memelihara suasana konseling, (3)
Melaksanakan teknik relaksasi, dan (4) Mengelola Tingkah Laku.
Kata Kunci : Konseling Gestalt, Behavioral, Konselor

PENDAHULUAN
Konseling merupakan proses bantuan untuk mengentaskan masalah yang terbangun dalam
suatu hubungan tatap muka antara dua orang individu (klien yang mengahadapi masalah
dengan konselor yang memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan). Bantuan dimaksud
diarahkan agar klien mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu tumbuh
kembang ke arah yang dipilihnya, sehingga klien mampu mengembangkan dirinya ke arah
peningkatan kualitas kehidupan sehari-hari yang efektif (effektive daily living). Hubungan
dalam proses konseling terjadi dalam suasana profesional dengan menyediakan kondisi yang
kondusif bagi perubahan dan pengembangan diri klien.
Konseling profesional merupakan layanan terhadap klien yang dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh dan dapat dipertanggungjawabkan dasar keilmuan dan teknologinya.
Penyelenggaraan konseling profesional bertitik tolak dari pendekatan-pendekatan yang
dijadikan sebagai dasar acuannya. Secara umum, pendekatan konseling hakikatnya
merupakan sistem konseling yang dirancang dan didesain berdasarkan teori-teori dan terapanterapannya sehingga muwujudkan suatu struktur performansi konseling. Bagi konselor,
penggunaan pendekatan konseling merupakan pertanggung jawaban ilmiah dan teknologis
dalam menyelenggaraan konseling.
Persoalannya adalah, dalam kondisi riil, kebanyakan praktik konseling, baik dalam setting
sekolah maupun di berbagai lembaga/instansi yang ada di masyarakat, belum dilaksanaan
secara profesional, dalam arti belum bertitik tolak dari pendekatan-pendekatan yang secara
ilmiah dan teknologis dapat dipertanggungjawabkan. Prayitno (2005 :1) menyatakan bahwa
dalam praktiknya di masyarakat, tampak ada lima tingkatan keprofesionalan konseling, yaitu
tingkat pragmatik, dogmatik, sinkretik, eklektik, dan mempribadi. Tingkat konseling
pragmatik adalah penyelenggaraan konseling yang menggunakan cara-cara yang menurut
pengalaman konselor pada waktu

terdahulu dianggap memberikan hasil yang optimal,

meskipun cara-cara tersebut sama sekali tidak berdasarkan pada teori tertentu. Dalam praktik
konseling dogmatik konselor telah menggunakan pendekatan tertentu, bahkan pendekatan
tersebut dijadikan dogma untuk segenap permasalahan dari semua klien. Dalam
penyelenggarakaan konseling sinkretik konselor telah menggunakan sejumlah pendekatan
konseling, namun penggunaan pendekatan tersebut bercampur aduk tanpa sistematika
ataupun pertimbangan yang matang.

A. TUJUAN KONSELING
1.

Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maladaptif (masalah) untuk


digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang
diinginkan klien.

2.

Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik
a. Diinginkan oleh klien
b. Konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut
c. Klien dapat mencapai tujuan tersebut

3.

Dirumuskan secara spesifik

4.

Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan


tujuan-tujuan khusus konseling.

B. DESKRIPSI PROSES KONSELING


1.

Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses


belajar tersebut

2.

Konselor aktif :
a.

Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor


dapat membantu pemecahannya atu tidak

b.

Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan


konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam
konseling

c.

Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasilhasilnya.


Deskripsi langkah-langkah konseling :

Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika


perkembangan

klien

(untuk

mengungkapkan

kesuksesan

dan

kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal,


tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor mendorong
klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada
waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau
teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin
diubah.
b

Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling.


Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor

dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam
konseling.
Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien
2) Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai
hasil konseling
3) Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien :
a) apakah

merupakan

tujuan

yang

benar-benar

dimiliki

dan

diinginkan klien
b) apakah tujuan itu realistik
c) kemungkinan manfaatnya
d) kemungkinan kerugiannya.
4) Konselor dan klien membuat keputusan apakah :
a) melanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan
dilaksanakan
b) mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai
c) melakukan referal
c

Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik


konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan
yang menjadi tujuan konseling.s

Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah


kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil
sesuai dengan tujuan konseling.

Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk


memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.

C. TEKNIK KONSELING
Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah
dipelajari (yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan
demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.
1.

Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral


a.

Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien


terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya
mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan
nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.

b.

Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.

c.

Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan


terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.

d.

Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau


model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).

e.

Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang


diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran
yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial.

2.

Teknik-teknik Konseling Behavioral


a.

Latihan Asertif
Teknik ini dugunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk
menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini
terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak
mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan
tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang
digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor.
Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.

b.

Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang
memfokuskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang
dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini
adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan
menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan
dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak
dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi
sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk
menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya
merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan
dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.

c.

Pengkondisian Aversi
1)

Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk.


Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar

mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan


kebalikan stimulus tersebut.
2)

Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan


secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak
dikehendaki

kemunculannya.

Pengkondisian

ini

diharapkan

terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan


stimulus yang tidak menyenangkan.
d.

Pembentukan Tingkah laku Model


Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada
klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini
konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat
menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang
teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah
laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran
dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

D. KERANGKA KERJA PENDEKATAN KONSELING GESTALT


A. KONSEP DASAR
1. Pendekatan konseling ini berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu
aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan
penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan
sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut.
2. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan
tingkah lakunya
3. Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi,
memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan
menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut
pendekatan konseling ini adalah : (1) tidak dapat dipahami, kecuali dalam
keseluruhan konteksnya, (2) merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat
dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu, (3) aktor bukan reaktor, (4)
berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya,
(5) dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab, (6) mampu mengatur dan
mengarahkan hidupnya secara efektif.

4. Dalam hubungannya dengan perjalanan kehidupan manusia, pendekatan ini


memandang bahwa tidak ada yang ada kecuali sekarang. Masa lalu telah pergi
dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang menentukan kehidupan
manusia adalah masa sekarang.
5. Dalam pendekatan ini, kecemasan dipandang sebagai kesenjangan antara saat
sekarang dan kemudian. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi
terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.
6. Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai
(unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan
seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa
berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu
diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak
terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar
belakang dan dibawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat
hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak
selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan
yang tak terungkapkan itu.
B.

ASUMSI TINGKAH LAKU BERMASALAH


1.

Individu bermasalah kaena terjadi pertentangan antara kekuatan top dog dan
keberadaan under dog. Top dog adalah kekuatan yang mengharuskan, menuntut,
mengancam. Under dog adalah keadaan defensif, membela diri, tidak berdaya,
lemah, pasif, ingin dimaklumi.

2.

Perkembangan yang terganggu adalah tidak terjadi keseimbangan antara apaapa yang harus (self-image) dan apa-apa yang diinginkan (self).

3.

Terjadi pertentangan antara keberadaan sosial dan biologis

4.

Ketidakmampuan individu mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan tingkah


lakunya

5.

Mengalami gap/kesenjangan sekarang dan yang akan datang

6.

Melarikan diri dari kenyataan yang harus dihadapi

7.

Spektrum tingkah laku bermasalah pada individu meliputi :


a. Kepribadian kaku (rigid)
b. Tidak mau bebas-bertanggung jawab, ingin tetap tergantung
c. Menolak berhubungan dengan lingkungan
d. Memeliharan unfinished bussiness

e. Menolak kebutuhan diri sendiri


f. Melihat diri sendiri dalam kontinum hitam-putih .
C.

TUJUAN KONSELING
1.

Tujuan utama konseling Gestalt adalah membantu klien agar berani mengahadapi
berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang harus dihadapi. Tujuan ini
mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari ketergantungan
terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya pada diri, dapat berbuat lebih
banyak untuk meingkatkan kebermaknaan hidupnya.

2.

Individu yang bermasalah pada umumnya belum memanfaatkan potensinya secara


penuh, melainkan baru memanfaatkan sebagaian dari potensinya yang
dimilikinya. Melalui konseling konselor membantu klien agar potensi yang baru
dimanfaatkan sebagian ini dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.

3.

Secara lebih spesifik tujuan konseling Gestalt adalah sebagai berikut.


a.

Membantu klien agar dapat memperoleh kesadaran pribadi, memahami


kenyataan atau realitas, serta mendapatkan insight secara penuh.

b.

Membantu klien menuju pencapaian integritas kepribadiannya

c.

Mengentaskan klien dari kondisinya yang tergantung pada pertimbangan


orang lain ke mengatur diri sendiri (to be true to himself)

d.

Meningkatkan kesadaran individual agar klien dapat beringkah laku menurut


prinsip-prinsip Gestalt, semua situasi bermasalah (unfisihed bussines) yang
muncul dan selalu akan muncul dapat diatasi dengan baik.

D.

DESKRIPSI PROSES KONSELING


1.

Fokus utama konseling gestalt adalah terletak pada bagaimana keadaan klien
sekarang serta hambatan-hambatan apa yang muncul dalam kesadarannya. Oleh
karena itu tugas konselor adalah mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan
yang ada pada dirinya serta mau mencoba menghadapinya. Dalam hal ini perlu
diarahkan agar klien mau belajar menggunakan perasaannya secara penuh. Untuk
itu klien bisa diajak untuk memilih dua alternatif, ia akan menolak kenyataan yang
ada pada dirinya atau membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi
pada dirinya sekarang.

2.

Konselor hendaknya menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak,


keinginan-keinginannya

untuk

melakukan

diagnosis,

interpretasi

maupun

memberi nasihat.
3.

Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuan agar klien menjadi
matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatn yang menyebabkan klien
tidak dapat berdiri sendiri. Dalam hal ini, fungsi konselor adalah membantu klien
untuk melakukan transisi dari ketergantungannya terhadap faktor luar menjadi
percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan dengan menemukan dan
membuka ketersesatan atau kebuntuan klien.

4.

Pada saat klien mengalami gejala kesesatan dan klien menyatakan kekalahannya
terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak
berdaya, bodoh, atau gila, maka tugas konselor adalah membuat perasaan klien
untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga potensinya dapat
berkembang lebih optimal.

5.

Deskripsi fase-fase proses konseling :


a.

Fase pertama,

konselor mengembangkan pertemuan konseling, agar

tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan


pada klien. Pola hubungan yang diciptakan untuk setiap klien berbeda,
karena masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai individu serta
memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah

yang harus

dipecahkan.
b.

Fase kedua, konselor berusaha meyakinkan dan mengkondisikan klien untuk


mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien. Ada
dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini, yaitu :
1)

Membangkitkan motivasi klien, dalam hal ini klien diberi kesempatan


untuk menyadari ketidaksenangannya atau ketidakpuasannya. Makin
tinggi kesadaran klien terhadap ketidakpuasannya semakin besar
motivasi untuk mencapai perubahan dirinya, sehingga makin tinggi
pula keinginannya untuk bekerja sama dengan konselor.

2)

Mebangkitkan dan mengembangkan otonomi klien dan menekankan


kepada klien bahwa klien boleh menolak saran-saran konselor asal
dapat mengemukakan alasan-alasannya secara bertanggung jawab.

c.

Fase ketiga, konselor mendorong klien untuk mengatakan perasaanperasaannya pada saat ini, klien diberi kesempatan untuk mengalami
kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu, dalam situasi di sini
dan saat ini. Kadang-kadang klien diperbolehkan memproyeksikan dirinya
kepada konselor. Melalui fase ini, konselor berusaha menemukan celahcelah kepribadian atau aspek-aspek kepribadian yang hilang, dari sini dapat
diidentifikasi apa yang harus dilakukan klien.

d.

Fase keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran


tentang pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien
memasuki fase akhir konseling.
Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan
integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi.
Klien telah memiliki kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan
dirinya pada saat sekarang, sadar dan bertanggung jawab atas sifat
otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan tingkah lakunya.
Dalam situasi ini klien secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan
untuk melepaskan diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan
potensi dirinya.

E.

TEKNIK KONSELING
Hubungan personal antara konselor dengan klien merupakan inti yang perlu diciptakan
dan dikembangkan dalam proses konseling. Dalam kaitan itu, teknik-teknik yang
dilaksanakan selama proses konseling berlangsung adalah merupakan alat yang penting
untuk membantu klien memperoleh kesadaran secara penuh.
Prinsip Kerja Teknik Konseling Gestalt
1.

Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor


bersedia membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor
menekankan agar klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.

2.

Orientasi Sekarang dan Di Sini, dalam

proses konseling konselor tidak

merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi memfokuskan


keadaan sekarang. Hal ini bukan berarti bahwa masa lalu tidak penting. Masa lalu
hanya dalam kaitannya dengan keadaan sekarang. Dalam kaitan ini pula konselor
tidak pernah bertanya mengapa.

3.

Orientasi Eksperiensial, konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri


sendiri

dan

masalah-masalahnya,

sehingga

dengan

demikian

klien

mengintegrasikan kembali dirinya:


a. klien mempergunakan kata ganti personal
b. klien mengubah kalimat pertanyaan menjadi pernyataan
c.

klien mengambil peran dan tanggungjawab

d. klien menyadari bahwa ada hal-hal positif dan/atau negative pada diri atau
tingkah lakunya
Teknik-teknik Konseling Gestalt
1.

Permainan Dialog
a.

Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialogkan


dua kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan top dog
dan kecenderungan under dog, misalnya :

b.

1)

kecenderungan orang tua lawan kecenderungan anak

2)

kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masabodoh

3)

kecenderungan anak baik lawan kecenderungan anak bodoh

4)

kecenderungan otonom lawan kecenderungan tergantung

5)

kecenderungan kuat atau tegar lawan kecenderungan lemah

Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada


akhirnya klien akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani
mengambil resiko. Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan
dengan menggunakan teknik kursi kosong.

2.

Latihan Saya Bertanggung Jawab


a.

Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui


dan

menerima

perasaan-perasaannya

dari

pada

memproyeksikan

perasaannya itu kepada orang lain.


b.

Dalam teknik ini konselor meminta klien untuk membuat suatu pernyataan
dan kemudian klien menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat :
...dan saya bertanggung jawab atas hal itu.
Misalnya : Saya merasa jenuh, dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan
itu Saya tidak tahu apa yang harus saya katakan sekarang, dan saya

bertanggung jawab ketidaktahuan ituSaya malas, dan saya bertanggung


jawab atas kemalasan itu.

c. Meskipun tampaknya mekanis, tetapi menurut Gestalt akan membantu


meningkatkan kesadaraan klien akan perasaan-perasaan yang mungkin
selama ini diingkarinya.
3.

Bermain Proyeksi
a. Proyeksi :
1)

Memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan yang dirinya


sendiri tidak mau melihat atau menerimanya

2)

Mengingkari perasaan-perasaan sendiri dengan cara memantulkannya


kepada orang lain

b. Sering terjadi, perasaan-perasaan yang dipantulkan kepada orang lain


merupakan atribut yang dimilikinya.
c. Dalam teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada klien untuk
mencobakan atau melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
4.

Teknik Pembalikan
a.

Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan


pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini
konselor meminta klien untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan
perasaan-perasaan yang dikeluhkannya.

b.

Misalnya : konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memainkan


peran ekshibisionis bagi klien pemalu yang berlebihan.

5.

Tetap dengan Perasaan


a.

Teknik dapat digunakan untuk klien yang menunjukkan perasaan atau


suasana

hati

yang

tidak

menyenangkan

atau

ia

sangat

ingin

menghindarinya. Konselor mendorong klien untuk tetap bertahan dengan


perasaan yang ingin dihindarinya itu.
b.

Kebanyakan klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan
menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini
konselor tetap mendorong klien untuk bertahan dengan ketakutan atau
kesakitan perasaan yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk
menyelam lebih dalam ke dalam tingklah laku dan perasaan yang ingin
dihindarinya itu.

c.

Untuk membuka dan membuat jalan menuju perkembangan kesadaran


perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya mengkonfrontasi dan
menghadapi

perasaan-perasaan

yang

ingin

dihindarinya

tetapi

membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan


perasaan yang ingin dihindarinya itu.

PENUTUP
Penyelenggaraan konseling profesioanal bertitik tolak dari pendekatan-pendekatan yang
dijadikan sebagai dasar acuannya. Secara umum, pendekatan berdasarkan teori-teori dan
terapan-terapannya sehingga mewujudkan ssuatu struktur performansi konseling. Bagi
konselor,

penggunaan pendekatan konseling, yaitu pendekatan konseling Gestalat,

Pendekatan konseling Behavioral, dan pendekatan Konseling rasional-Emotif. Masingmasing pendekatan akan ditelaah dari komponen : (1) konsep dasar, (2) asumsi tingkah laku
bermasalah, (3) tujuan konseling, (4) deskripsi proses konseling, dan (5) teknik-teknik
konseling.
Asumsi tingkah laku bermasalah menurut pendekatan konseling Behavioral adalah tingkah
laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tetap, yitu tingkah laku
yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Sehubungan dengan asumsi tersebut maka
tujuan konseling Behavioral adalah penghapus/menghilangkan tingkah laku adaptif (masalah)
untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien.
Menurut pendekatan konseling Gestalt tingkah laku bermasalah terjadi pertentangan antara
kekuatan top dog dan keberadaan under dog. Top dog adalah kekuatan yang
memgharuskan, menuntut, mengancam. Under dog adalah keadaan defensif, membela diri,
tidak berdaya, lemah, pasif, ingin dimaklumi. Tujuan utama konseling Gestalt adalah
membantu klien agar berani menghadapi berbagai macam tantangan maupun kenyataan yang
harus dihadapi. Tujuan ini mengandung makna bahwa klien haruslah dapat berubah dari
ketergantungan terhadap lingkungan/orang lain menjadi percaya diri, dapat berbuat banyak
untuk meningkatkan kebermaknaan hidupnya. Dalam persepektif pendekatan konseling
rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan
pada cara berfikir yang irrasional, dengan ciri-ciri tidak dapat dibuktikan, menimbulkan
perasaan tidak enak (kecemasan, kekhowatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu, dan
menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif.

DAFTAR PUSAKA
Corey, Gerald.2004. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Monterey,
California : Brooks/Cole Publishing Company
May Rollo. 2003. The Art of Counseling. New Jersey : Prentice Hall, Inc
Prayitno. 2005. Konseling Pancawaskita. Padang : FIP Universitas Negeri Padang
Surya, Mohamad. 2003. Teori-teori Konseling. Bandung : Pustaka Bani Quraisy

Вам также может понравиться