Вы находитесь на странице: 1из 8

>>>>

HOME

POSTS RSS

COMMENTS RSS

EDIT

DANANG KUMARA HADI FTP 09 UNEJ.


Hasil Kerja Beberapa Praktikum. Semoga Bisa Membantu :) Follow me @danangkumara
Search here...

Translate
Lencana Facebook

d'Nunk Kumara Hadi

Buat Lencana Anda

2012 (12)

2011 (35)

Chat Box
Blog Archive

November (1)

June (3)

May (31)

Gula dan Asam

Evaporasi

Pendinginan

Blanching

Pengupasan

Penggaraman

Pengemasan

Proses Pengolahan Teh

Proses Pengolahan Kopi

Proses Pengolahan Kakao

Analisa Vitamin C & Betacaroten

Analisa Lipid

KSLD (Kurva Standar Limit Deteksi)

Analisa Karbohidrat

Analisa Kalibrasi

Kadar Air

Kadar Abu

Sanitasi Bahan Pangan Segar

Sanitasi Pekerja

Hukum Beer-Lambert

Spektrofotometri

Minimal Processing buah

Etilen

JENIS-JENIS PENGEMAS

Peralatan Mikrobiologi

Mikrobiologi

PERSIAPAN MEDIA DAN LARUTAN PENGENCER

Potensiometri

pendinginan dan Chilling Injury

Mekanisme Arang Aktif

mekanisme karbit dalam proses pematangan buah

Followers
About Me

Danang Kumara Hadi


View my complete profile
Powered by Blogger.

Kadar Abu
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sering kali kita mengalami kesulitan untuk menentukan kandungan mineral suatu
bahan hasil pertanian secara langsung dari bahan aslinya seperti apa yang ada di dalam bahan
pangan tersebut. Oleh karena itulah, perlu dicari suatu alternatif untuk menganalisis
kandungan mineral yang ada dalam bahan hasil pertanian yaitu dengan cara pengabuan.
Pengabuan merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi
selama beberapa waktu sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik
berwarna putih keabu-abuan yang disebut abu. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil
pembakaran bahan organik. Kadar abu dari suatu bahan dapat menunjukkan kandungan
mineral yang ada dalam bahan tersebut.
Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik
sehingga terjadi perubahan radikal organik dan segera terbentuk elemen logam dalam bentuk
oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif.
Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara
pengabuan yang digunakan. Ada dua macam cara pengabuan, yaitu cara kering (langsung)
dan cara basah (tidak langsung). Kedua cara pengabuan tersebut memiliki keunggulan dan
kekurangan masing-masing. Cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik
pada suhu 500-600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Sedangkan cara
basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada bahan yang diabukan sepeti
gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat.

Penentuan kadar abu total yang dilakukan terhadap bahan hasil pertanian bertujuan
untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang
digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.
Oleh karena begitu pentingnya peranan abu untuk menganalisis kandungan komponen
mineral yang terdapat dalam bahan hasil pertanian, maka perlu kiranya untuk melakukan
kegiatan praktikum penetapan kadar abu.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui berbagai cara penetapan kadar abu bahan pertanian
2. Untuk mengukur kadar abu bahan hasil pertanian dengan cara langsung dan cara tidak
langsung
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan
abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan.
Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut. Ada dua
macam garam mineral yang terdapat dalam bahan, yaitu:
1. Garam organik : garam asam malat, oksalat, asetat, pektat
2. Garam anorganik : garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitrat
Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan.
Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan dengan
menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat
menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan
radikal organik dan terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan
ion-ion negatif (Anonim, 2008:10).
Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses
pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi
bahan makanan.
Dalam proses pengabuan suatu bahan, ada dua macam metode yang dapat dilakukan,
yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak langsung (cara basah). Cara kering dilakukan
dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500-600 oC kemudian melakukan
penimbangan zat-zat tertinggal. Pengabuan cara kering digunakan untuk penentuan total abu,
abu larut, tidak larut air dan tidak larut asam. Waktu pengabuan lama, suhu yang diperlukan
tinggi, serta untuk analisis sampel dalam jumlah banyak. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam melakukan pengabuan cara kering, yaitu mengusahakan suhu pengabuan
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kehilangan elemen secara mekanis karena penggunaan
suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya penguapan beberapa unsur, seperti K,
Na, S, Ca, Cl, dan P.
Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada bahan
yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat. Pengabuan cara basah
dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu pengabuan relatif cepat, suhu yang
dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen
kimia yang sering berbahaya sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.
Jumlah sampel yang akan diabukan bergantung pada keadaan bahannya. Dalam hal
ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Bahan-bahan yang kering biasanya 2-5 gram,

seperti biji-bijian dan pakan ternak. Untuk bahan yang kandungan airnya tinggi, jumlah
bahan yang diabukan adalah cukup tinggi sekitar 10-50 gram karena saat dipanaskan maka
air dalam bahan akan menguap dan bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila
sampel yang dianalisis terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan ditimbang
tidak ada sehingga analisis bisa terganggu.
Bahan yang mengandung kadar air tinggi perlu dioven terlebih dahulu sebelum
diabukan agar proses pengabuan tidak berlangsung terlalu lama. Bahan yang berlemak
banyak dan mudah menguap harus diabukan menggunakan suhu mula-mula selama beberapa
saat lalu baru dinaikkan ke suhu pengabuan agar komponen volatil bahan tidak cepat
menguap dan lemak tidak rusak karena teroksidasi. Sedangkan untuk bahan yang dapat
membuih perlu dikeringkan dalam oven terlebih dahulu dan ditambahkan zat antibuih, seperti
olive atau parafin lalu bisa mulai diabukan. Hal ini dilakukan karena timbulnya banyak buih
dapat menimbulkan potensi ledakan yang cukup membahayakan (Apriantono, 1989).
Bahan yang akan diabukan dimasukkan ke dalam wadah yaitu krus baik dari porselen,
quartz, silika ataupun nikel. Penggunaan wadah bergantung pada jenis bahan dan cara
pengabuan yang digunakan. Ukuran wadah mulai dari 15mL sampai 100mL. Dengan
demikian, bahan-bahan yang banyak mengandung senyawa-senyawa yang bersifat asam
sangat dianjurkan menggunakan wadah yang terbuat dari porselen yang dilapisi silika bagian
pernukaan dalam wadah, seperti saat menganalisis kadar abu buah-buahan.
Untuk mengetahui kandungan abu yang dapat larut dan tidak dapat larut, perlu
dilakukan tindakan berupa melarutkan sisa pengabuan dalam aquades, kemudian disaring.
Endapan yang terdapat di kertas saring merupakan abu yang tidak dapat larut. Sedangkan
yang ada dalam air merupakan abu yang mudah larut. Untuk mengetahui jenis mineral yang
terkandung di dalamnya, dapat dilakukan dengan menggunakan metode titrasi atau serapan
panjang gelombang dengan spektrofotometer ( Fauzi, 1994: 8).
Tepung maizena mengandung komposisi 14 gram kadar air, 343 kalori, 0,3 gram protein, 85
gram karbohidrat, 20 mg Ca, 30 mg phospor, 1.5 mg Fe (Krisno, 2001:111).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- krus porselen
- eksikator
- neraca analitik
- tanur pengabuan (muffle)
- penjepit krus
3.1.2 Bahan
- Tepung maizena
3.2 Skema Kerja
Krus porselen dioven 15
Didinginkan 30 (dalam eksikator)

Ditimbang (a gram)
Bahan kering: langsung

Ditambah 3 gram bahan halus


(tepung maizena) Bahan Ka>30%: dioven
( b gram)

Dimasukkan dalam tanur pengabuan 3 jam


I=30300oC (sampai asap habis)
II=80800oC (sampai alarmmatikan)
Dibiarkan dalam tanur sehari

Dimasukkan dalam eksikator 30


Ditimbang krus + abu
(c gram)
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
Sampel

Bahan

a (gram)

Tepung
1
8.278
Maizena
2
9.549
Keterangan :
a : berat krus porselen kosong (gram)
b : berat bahan awal (gram)
c : berat bahan setelah dieksikator (gram)
4.2 Hasil Perhitungan
Sampel
Bahan
1
Tepung Maizena
2

b (gram)

c (gram)

3.012
3.014

8.279
9.555

Kadar Abu %
0.0332 %
0.1991 %

BAB 5. PEMBAHASAN
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Pengabuan
merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama beberapa waktu
sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik berwarna putih keabuabuan yang disebut abu. Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan
dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar
mineral dalam bahan tersebut.

Pengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan.
Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan dengan
menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat
menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan
radikal organik dan segera terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa
dengan ion-ion negatif.
Penentuan abu total dilakukan dengan tujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses
pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi
bahan makanan.
Ada dua macam metode pengabuan, yaitu cara kering (langsung) dan cara tidak
langsung (cara basah). Cara kering dilakukan dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada
suhu 500-600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Pengabuan cara kering
digunakan untuk penentuan total abu, abu larut, tidak larut air dan tidak larut asam. Waktu
pengabuan lama, suhu yang diperlukan tinggi, serta untuk analisis sampel dalam jumlah
banyak. Sedangkan cara basah dilakukan dengan menambahkan senyawa tertentu pada bahan
yang diabukan sepeti gliserol, alkohol asam sulfat atau asam nitrat. Pengabuan cara basah
dilakukan untuk penentuan elemen mineral. Waktu pengabuan relatif cepat, suhu yang
dibutuhkan tidak terlalu tinggi, untuk analisis sampel dalam jumlah sedikit, memakai reagen
kimia yang sering berbahaya sehingga perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan.
Jumlah sampel yang akan diabukan bergantung pada keadaan bahannya. Dalam hal
ini, kandungan abunya dan kadar air bahan. Untuk bahan yang kandungan airnya tinggi,
jumlah bahan yang diabukan adalah cukup tinggi karena saat dipanaskan maka air dalam
bahan akan menguap dan bahan menjadi mengalami susut berat sehingga apabila sampel
yang dianalisis terlalu sedikit, kemungkinan sisa zat tertinggal yang akan ditimbang tidak ada
sehingga analisis bisa terganggu.
Pada kegiatan praktikum kali ini, kami melakukan kegiatan penetapan kadar abu yang
dilakukan dengan menggunakan cara kering/cara langsung. Sampel bahan yang akan
ditetapkan kadar abunya adalah tepung maizena. Tepung maizena mengandung komposisi 14
gram kadar air, 343 kalori, 0,3 gram protein, 85 gram karbohidrat, 20 mg Ca, 30 mg phospor,
1.5 mg Fe
Penentuan kadar abu tepung maizena pada kegiatan praktikum kali ini dilakukan dengan
menggunakan cara kering yaitu dengan mengoksidasikan zat-zat organik pada suhu 500600oC kemudian melakukan penimbangan zat-zat tertinggal. Prosedur kerja dimulai dari
langkah pertama yaitu menyiapkan wadah berupa krus porselen . Digunakan krus porselen
karena cepat mencapai berat konstan dan murah biayanya walaupun mudah pecah. Langkah
selanjutnya adalah mengoven krus porselen selama15. Tujuannya adalah menghilangkan
(menguapkan) air yang terdapat atau menempel pada krus porselen sehingga tidak
mengganggu ketepatan analisis. Lalu didinginkan dalam eksikator selama 30. Penggunaan
eksikator bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif (RH) krus dengan kelembapan
udara/lingkungan sehingga krus tidak mudah menarik air dari udara/lingkungan yang
nantinya akan dapat mengganggu ketepatan analisis. Hal ini perlu dilakukan karena krus yang
baru saja dioven, pori-porinya akan membesar/bersifat porous sehingga akan bersifat
higroskopis (mudah menarik air dari lingkungan) dan akan dapat mempengaruhi berat saat
penimbangan. Akibatnya data yang diperoleh tidak akurat. Setelah itu krus porselen

ditimbang sebagai a gram (sebagai berat krus porselen kosong). Setelah itu, ditambahkan 3
gram bahan halus yaitu tepung maizena (sampel yang akan dianalisis) ke dalam krus
porselen. Untuk bahan kering, maka bahan langsung dapat dimasukkan ke dalam krus
porselen, sedangkan jika bahan mengandung kadar air lebih dari 30%, maka bahan harus
dioven terlebih dahulu agar saat bahan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan tidak
membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk menjadi abu (bahan cepat menjadi abu). Lalu
krus yang berisi sampel ditimbang sebagai b gram (sebagai berat bahan awal). Kemudian
krus berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan selama 3 jam.
Proses pengabuan di dalam tanur berlangsung dalam dua tahapan, yaitu tahap I
berlangsung pada suhu 300oC dan tahap II berlangsung pada suhu 800 oC. Pada tahap
I yangberlangsung pada suhu 300oC terjadi penguapan bahan-bahan organik sekaligus
kandungan airnya. Tahap ini berlangsung sampai asap habis. Pada tahap II yang berlangsung
pada suhu 800oC terjadi proses pengabuan semua bahan-bahan organik sehingga
dihasilkanlah bahan anorganik sisa pembakaran yaitu abu yang berwarna putih keabu-abuan.
Tahap ini berlangsung sampai tanda alarm berbunyi dan alarm segera dimatikan karena
porses sudah selesai. Setelah itu bahan dibiarkan dalam tanur selama sehari agar suhu abu
stabil, pembentukan abu bisa berlangsung lebih sempurna dan menurunkan suhu yang terlalu
tinggi agar abu tidak bersifat terlalu higroskopis. Kemudian krus berisi abu dimasukkan ke
dalam eksikator selam 30. Hal ini bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif (R H)
krus dengan kelembapan udara/lingkungan sehingga krus tidak mudah menarik air dari
udara/lingkungan yang nantinya akan dapat mengganggu ketepatan analisis. Hal ini perlu
dilakukan karena krus yang baru saja dioven, pori-porinya akan membesar/bersifat porous
sehingga akan bersifat higroskopis (mudah menarik air dari lingkungan) dan akan dapat
mempengaruhi berat saat penimbangan. Akibatnya data yang diperoleh tidak akurat. Setelah
itu krus porselen berisi abu ditimbang sebagai c gram (sebagai berat bahan setelah
dieksikator). Penentuan kadar abu (% abu) dilakukan dengan perhitungan berat abu dibagi
berat bahan lalu dikalikan 100%.
Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa kadar abu untuk tepung maizena pada
ulangan pertama adalah sebesar 0.0332%. Sedangkan kadar abu tepung maizena untuk
ulangan kedua adalah sebesar 0.01991%. Kadar abu dari tepung maizena sangat kecil sekali,
hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral tepung maizena cukup sedikit karena
kandungan abu dapat menunjukkan seberapa besar kandungan mineral yang terkandung
dalam bahan.
Kadar abu dari ulangan pertama ternyata menunjukkan hasil yang berbeda dengan
kadar abu ulangan kedua. Seharusnya kadar abu dari kedua ulangan tersebut adalah sama
karena sampel yang digunakan sama-sama tepung maizena dengan berat awal yang sama,
bedanya hanya berat krus porselen yang digunakan. Penyimpangan ini dapat terjadi karena
kesalahan saat penimbangan atau abu ada yang menyerap air karena dibiarkan di udara
terbuka terlalu lama saat menunggu ditimbang sehingga abu akan menarik air dan
mempengaruhi berat saat ditimbang. Akibatanya kan mempengaruhi ketepatan analisis.
BAB. 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari kegiatan praktikum kali ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengabuan merupakan suatu proses pemanasan bahan dengan suhu sangat tinggi selama
beberapa waktu sehingga bahan akan habis terbakar dan hanya tersisa zat anorganik
berwarna putih keabu-abuan yang disebut abu.
2. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik
3. Kandungan abu dalam suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan.
4. Ada dua macam metode penentuan abu, yaitu cara kering dan cara basah.
5. Pada tahap I (suhu 300oC) terjadi penguapan bahan-bahan organik sekaligus kandungan
airnya (sampai asap habis).
6. Pada tahap II (suhu 800oC) terjadi proses pengabuan semua bahan-bahan organik menjadi
abu (sampai tanda alarm dimatikan).
7. Pengovenan berguna untuk menguapkan air yang terdapat atau menempel pada krus
porselen sehingga tidak mengganggu analisis.
8. Eksikator bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif (RH) krus dengan
kelembapan udara/lingkungan sehingga krus tidak mudah menarik air dari
udara/lingkungan dan tidak mengganggu ketepatan analisis.
9. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa kadar abu untuk tepung maizena
pada ulangan pertama adalah sebesar 0.0332%. Sedangkan kadar abu tepung maizena
untuk ulangan kedua adalah sebesar 0.01991%.
10. Semakin kecil kadar abu yang diperoleh, maka kandungan mineral dalam bahan juga
akan semakin kecil.
6.2 Saran
Maaf kalau kelompok kami sering melakukan kesalahan saat praktikum kemarin
(rame, banyak salah, tidak kompak, koordinasi antar sesama praktikan kurang, dll yang bikin
asisten sebel). Terima kasih atas bimbingannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Buku Petunjuk Praktikum Analisa Pangan dan Hasil Pertanian I. Jember:
Jurusan THP FTP UNEJ
Apriantono, Fardiaz dan Puspitasari. 1989. Analisa Pangan. Bogor: IPB.
Fauzi, Mukhammad. 1994. Analisa Hasil Pangan (Teori dan Praktek). Jember: UNEJ
Krisno, Budiyanto, Agus. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM Press
Sunday, May 29, 2011
0 Comments

0 comments to Kadar Abu


Leave a Reply:
Newer PostOlder PostHome

Danang Kumara Hadi FTP 09 UNEJ. | designed by Coupons


Blogger Templates by Blogger Template Place | supported by One-4-All

Вам также может понравиться