Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Setiap individu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan semasa
hidupnya, mulai dari janin sampai dewasa. Proses pertumbuhan dan perkembangan
individu yang satu dengan yang lain tidak sama (bervariasi), tergantung dari faktorfaktor yang mendukungnya. Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua
peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan.
Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi
tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pon,
kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik
(retensi kalsium dan nitrogen tubuh). Perkembangan adalah bertambahnya
kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil proses pematangan. Dalam hal ini
menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ,
dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya, termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah
laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. (Adriana, Dian, 2011).
Dalam siklus kehidupan, masa anak-anak merupakan fase dimana anak
mengalami tumbuh kembang yang menentukan masa depannya. Periode penting
dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita, karena masa ini pertumbuhan dasar
akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Frankenburg
dkk. (1981) melalui Denver Developmental Screening Test (DDST) mengemukakan 4
parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita
yaitu, kepribadian/tingkah laku sosial (personal social), gerakan motor halus (fine
1

motor adaptive), bahasa (language), dan pekembangan motorik kasar (gross motor).
Perkembangan moral dan dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini
sehingga setiap kelainan atau penyimpangan sekecil apapun, bila tidak terdeteksi dan
tidak ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia kelak.
(Adriana, 2011).
Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan
rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, sehingga hal ini
perlu mendapatkan perhatian. Perkembangan psiko-sosial sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tuanya atau orang dewasa lainnya.
Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan
kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya. Sementara itu, lingkungan
yang tidak mendukung akan menghambat perkembangan anak. (Adriana, 2011).
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan merupakan masalah yang sering
ditemukan oleh tenaga kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan (Glascoe FP, 1992
Jun) di Amerika Serikat (AS) tentang perkembangan anak dengan Denver II
dilakukan pada 104 anak-anak antara usia 3-72 bulan, ditemukan 17% dari anak-anak
mengalami gangguan perkembangan. Kepedulian orangtua terhadap perkembangan
anak serta diikuti pemeriksaan skrining perkembangan merupakan cara untuk
mendeteksi masalah perkembangan secara dini dan selanjutnya dapat melakukan
intervensi secara tepat. (Hartawan & Soetjiningsih, 2008).
Tujuh puluh persen anak dengan keterlambatan tidak teridentifikasi tanpa
skrining, sedangkan 70-80% anak dengan keterlambatan perkembangan teridentifikasi
dengan skrining perkembangan yang baik. American Academy of Pediatrics (AAP)
menyarankan skrining secara rutin dengan menggunakan instrumen yang valid dan
reliabel. Penelitian di Amerika Serikat (AS) mendapatkan hanya 23% dari 646 dokter

spesialis anak melakukan skrining perkembangan dan Instrumen yang paling umum
digunakan adalah Denver II. (Hartawan & Soetjiningsih, 2008).
Berdasarkan sensus demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, jumlah anak
usia dini (0-6 tahun) sebanyak 26,09 juta. Dari jumlah tersebut 12,6 juta diantaranya
berusia antara 4-5 tahun dan sekitar 7,2% anak usia 4-5 tahun mengalami
keterlambatan perkembangan personal sosial, dan sebanyak 10.700 orang (5,0%)
orang mengalami masalah kecerdasan interpersonal. Jumlah anak usia dini (0-6 tahun)
tahun 2012 di Provinsi Bali sebanyak 35.130 orang dari jumlah tersebut sebanyak
13.010 orang (37,1%) orang diantaranya berusia antara 4-5 tahun dan sekitar 1054
orang (8,1%) anak usia 4-5 tahun mengalami keterlambatan perkembangan personal
sosial. (Dinkes Provinsi Bali, 2012).
Undang-undang no 20 tahun 2003 yang dikeluarkan oleh kementrian
pendidikan nasional tentang sistem pendidikan nasional mengatakan dengan tegas
bahwa perlunya penanganan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang ditujukan pada
anak usia 0-6 tahun. Pendidikan Anak Usia Dini yang memberikan jasa pendidikan
pada anak usia 0-6 tahun di Indonesia dapat diselenggarakan melalui jalur formal
(Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal) dan jalur nonformal (Taman Penitipan Anak,
Kelompok Bermain, dan bentuk lainnya yang sederajat).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rista Apriana tahun 2009
mengatakan bahwa sebanyak 13 responden (40,6%) dari 32 responden yang memiliki
IQ rata-rata (everage) mengikuti program PAUD dan 19 responden lainnya (59,4%)
tidak mengikuti program PAUD. Semua responden yang memiliki IQ dibawah ratarata (low normal) tidak mengikuti PAUD. Terdapat hubungan yang signifikan antara
pendidikan anak usia dini dengan perkembangan kognitif anak usia prasekolah.
Penelitian diatas didukung juga oleh penelitian yang dilakukan Maimon, dkk tahun
2013, dari hasil analisis diperoleh bahwa mengikuti kelompok bermain berpengaruh
pada luaran. Dari 172 subyek, subyek dengan perkembangan advanced lebih banyak
3

terdapat pada kelompok bermain 20,9%, sedangkan yang tidak mengikuti kelompok
bermain 9,3%. Pencapaian perkembangan anak lebih baik pada kelompok anak yang
mengikuti kelompok bermain dibandingkan dengan anak yang tidak mengikuti
kelompok bermain (p=0,003). Maka ada hubungan kelompok bermain dengan
pencapaian perkembangan anak dan bermanfaat untuk perkembangan anak.
Dampak seorang balita yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan
akan menimbulkan akibat yang kurang menguntungkan pada perkembangan konsep
diri anak sehingga akan timbul gangguan mental dan perilaku bermasalah.
(Sukmawati, 2014). Perilaku bermasalah anak pada aspek personal sosial menyangkut
beberapa permasalahan yaitu pendiam, pemalu, minder, citra diri yang negatif, egois,
sulit berteman (bersosialisasi), menolak realitas (suka membuat kegaduhan) bersikap
kaku (tidak objektif) dan membenci guru tertentu. (Nirwana,dkk, 2014). Untuk
menghindari hal tersebut diatas maka perlu dilakukan stimulasi pada anak sejak dini.
Stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak yang datangnya dari
luar individu anak agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Salah satu
stimulasi yang dapat meningkatkan perkembangan personal sosial adalah Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD). (Sukmawati, 2014).
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani anak. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menyediakan
lingkungan yang kaya akan stimulasi, dimana dalam lembaga Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) secara tidak sengaja telah terjadi interaksi yang sangat intens antara
anak didik, guru, dan orang tua. Pola interaksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk
mengarahkan tumbuh kembang anak sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah, sehingga

anak didik akan terjauh dari gangguan mental dan perilaku bermasalah. (Nirwana,dkk,
2014).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Desa Dangin Puri
Kaja kecamatan Denpasar Utara terdapat anak usia prasekolah 244 anak. Peneliti
melakukan observasi perkembangan pada 10 anak dengan menggunakan lembar
Denver II, dimana 5 anak mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan
5 lainnya tidak mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Diperoleh
data perkembangan berbeda-beda antara anak yang satu dengan anak yang lain. Data
observasi pada 5 anak yang mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
4 diantaranya dengan perkembangan normal, hanya 1 dengan perkembangan suspect.
Sedangkan pada 5 anak yang tidak mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), terdapat 2 anak dengan hasil perkembangan suspect, 1 anak dengan
perkembangan untestable, dan 2 anak dengan perkembangan normal.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang Pengaruh PAUD terhadap perkembangan personal
sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin Puri Kaja, Denpasar Utara guna
mengetahui seberapa pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap
perkembangan personal sosial anak usia prasekolah.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu masalah penelitian yaitu:
Apakah ada Pengaruh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) terhadap
perkembangan personal sosial anak usia prasekolah di Desa Dangin
Puri Kaja Denpasar Utara?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah Mengetahui
Pengaruh

Pendidikan

Anak

Usia

Dini

(PAUD)

terhadap

perkembangan personal sosial anak usia prasekolah di Desa


1.3.2

Dangin Puri Kaja Denpasar Utara?


Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi tingkat perkembangan personal sosial anak usia
prasekolah yang mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di
Desa Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara.
2. Mengidentifikasi tingkat perkembangan personal sosial anak usia
prasekolah yang tidak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
di Desa Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara.
3. Mengidentifikasi perbedaan tingkat perkembangan personal sosial anak
usia prasekolah yang mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
dan yang tidak mengikuti Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di
Desa Dangin Puri Kaja Denpasar Utara.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Teoritis
1.4.1.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi ilmiah dalam bidang
keperawatan khususnya keperawatan anak mengenai hubungan PAUD
terhadap perkembangan personal sosial anak usia prasekolah.
1.4.1.2 Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan penelitian ini memberikan informasi bagi

profesi

keperawatan khususnya pada ranah keperawatan anak dalam pengukuran


perkembangan personal sosial anak dengan menggunakan tes Denver II.
1.4.2

Praktis
1.4.2.1 Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan bagi penyelenggara Pendidikan Anak Usia Dini
supaya dalam pembelajaran tetap memperhatikan teori-teori tumbuh
kembang anak prasekolah.
6

1.4.2.2 Bagi peneliti lain


Sebagai dasar acuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti
perkembangan personal sosial anak.
1.5 Keaslian Penelitian
Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul penelitian ini
adalah :
1.5.1 Ridwan Fatoni (2010) dalam penelitian yang berjudul Hubungan
Pola Asuh Ibu Dengan Tingkat Perkembangan Personal Sosial
Anak Usia Pra Sekolah Di TK PDHI

Banguntapan Bantul

Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan rancangan metode


survey analitik dengan pendekatan waktu yang digunakan adalah
cross sectional. Sampel yang digunakan 31 pasang ibu dan anak
dengan analisa data menggunakan Chi Kuadrat. Hasil penelitian
pola asuh dan perkembangan personal sosial menunjukkan
kategori pola asuh otoritatif 51,6%, permisif 22,8%, otoriter
25,8%. Perkembangan personal sosial normal 51,6% dan
terlambat 48,4%. Sebagian besar pola asuh ibu di TK PDHI
Banguntapan Bantul Yogyakarta menggunakan pola asuh
otoritatif (51,6%) dengan perkembangan personal sosial
normal(51,6%). Maka dapat disimpulkan ada hubungan antara
pola asuh ibu dengan tingkat perkembangan personal sosial
anak usia pra sekolah di TK PDHI Banguntapan Bantul
Yogyakarta 2010. Persamaan penelitian tersebut dengan
penelitian yang dilakukan adalah variabel terikat sama-sama
menggunakan

perkembangan

personal

sosial

anak

usia

prasekolah. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian


yang dilakukan terletak pada rancangan penelitian.
1.5.2 Rista Apriana (2009) dalam penelitian yang berjudul Hubungan Pendidikan
Anak Usia Dini dengan perkembangan kognitif anak usia prasekolah di
Kelurahan Tinjomoyo Kecamatan Banyumanik Semarang. Metode Penelitian
yang digunakan adalah cross sectional yang dilakukan terhadap 54 responden
dengan analisa data menggunakan uji Chi Square. Sebanyak 13
responden (40,6%) dari 32 responden yang memiliki IQ rata-rata (everage)
mengikuti program PAUD dan 19 responden lainnya (59,4%) tidak mengikuti
program PAUD. Semua responden yang memiliki IQ dibawah rata-rata (low
normal) tidak mengikuti PAUD. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan anak usia dini dengan
perkembangan kognitif anak usia prasekolah. Persamaan penelitian
tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel
bebas sama-sama menggunakan Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang
dilakukan terletak pada rancangan penelitian dan jumlah
responden.
1.5.3 Nirwana, La Ode Asfilayly, M.Askar (2014) dalam penelitian Hubungan
keikutsertaan dalam Play Group terhadap tingkat perkembangan anak usia
prasekolah di TK Aisyiyah Busthanul Athfal VI Antang Makassar. Penelitian
ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan cross sectional.
Sampel diperoleh dengan menggunakan purposive sampling dengan jumlah 39
responden. Hasilnya diolah menggunakan uji Chi-Square. Hasil bivariat
menunjukkan bahwa keikutsertaan dalam play group memiliki hubungan yang
8

bermakna terhadap perkembangan personal sosial (p=0,003), perkembangan


motorik

kasar

(p=0,029),

perkembangan

motorik

halus

(p=0,013),

perkembangan bahasa (p=0,000), dan perkembangan anak secara umum


(p=0,000). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara
Persamaan

penelitian

tersebut

dengan

penelitian

yang

dilakukan adalah variabel bebas sama-sama menggunakan


Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Perbedaan penelitian
tersebut dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
rancangan penelitian dan jumlah responden.
1.5.4 Adi Aprihantara (2012) dalam penelitian yang berjudul Hubungan PAUD
dengan perkembangan bahasa anak usia prasekolah di Desa Sumerta Kaja.
Penelitian ini merupakan deskriptif korelasional, Pengambilan sampel di sini
dilakukan dengan cara non probability sampling dengan teknik purposive
sampling, diperoleh sampel 30 anak dimana 15 anak yang mengikuti PAUD
dan 15 yang tidak mengikuti PAUD. Menggunakan uji koefisien contingansy.
Menunjukkan

terdapat

hubungan

yang

signifikan

PAUD

dengan

perkembangan bahasa anak usia prasekolah. Hasil tingkat perkembangan


bahasa pada anak yang mengikuti PAUD sebagian besar 66,7% (10 anak)
memiliki skor advance, dan hanya 33,3% (lima anak) dengan skor normal.
Sedangkan pada anak yang tidak mengikuti PAUD sebagian besar 53.3%
(delapan anak) memiliki skor normal, 40% memiliki skor caution, pada
responden yang tidak mengikuti PAUD juga terdapat skor delayed yaitu 6,7%
(satu anak). Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian
yang

dilakukan

adalah

variabel

bebas

sama-sama

menggunakan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan jumlah


9

responden berjumlah 30 anak. Perbedaan penelitian tersebut


dengan penelitian yang dilakukan terletak pada rancangan
penelitian dan variabel terikat yaitu perkembangan personal
sosial.

10

Вам также может понравиться