Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan kayu dewasa ini semakin mendesak, baik kayu untuk pertukangan
atau bahan industri lainnya. Meningkatnya kebutuhan kayu seiring dengan bertambahnya
penduduk setiap tahun, peningkatan kebutuhan ini harus diimbangi dengan tersedianya
produksi kayu yang mencukupi dengan memperhatikan keseimbangan alam. Untuk
mengatasi hal tersebut salah satu alternatif pemecahannya yaitu dengan pengembangan
hutan tanaman industri (HTI) (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999)
Pinus merkusii adalah salah satu tanaman yang dianjurkan untuk pengembangan
HTI, pinus dalam klasifikasi suku termasuk Pinaceae. Ada tiga jenis spesies yang cukup
dikenal di Indonesia yaitu Tusam (Batak Toba dan Karo) sala dari daerah Aceh serta
yang berasal dari daerah Minang disebut susugi.
Menurut Rahayu (1999), penyakit dapat terjadi karena gangguan proses fisiologis
dari tanaman (meliputi bagian biji, bunga, buah, daun pucuk, cabang, batang dan akar)
sebagai akibat terganggunya fungsi atau bentuk jaringan atau organ tanaman oleh
penyebab penyakit. Hutan disebut sakit apabila pohon pohon yang didalamnya
mengalami tekanan secra terus menerus oleh faktor faktor biotic (hidup) atau oleh
faktor faktor abiotik (fisik dan kimia) lingkungannya sehingga menimbulkan kerugian
(Hadi, 1986). Bentuk kerugian akibat penyakit antara lain berupa kegagalan benih untuk
berkecambah, kehilangan bibit karena lodoh batang atau busuk akar, dan kehilangan bibit
sesudah tanam dilapangan. Akibat selanjutnya adalah kerugian berupa dana (uang) yang
terbuang percuma untuk menyiapkan lahan.
Pinus pada umumnya sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit
khususnya hama penggerek pucuk yang menyebabkan batang tidak tidak lurus (bengkok)
dan bercabang besar, sehingga kualitas dan kuantitasnya menjadi berkurang. Penyakit
yang sering meyerang pada tanaman pinus (pinus merkusii) adalah penyakit rebah semai,
ekor serigala (fox tall), mati pucuk, dan kanker batang.
1
e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Pinus (Pinus merkusii)
Pinus merkusii dapat dijumpai di Kalimantan dan Sumatera, terutama di
Sumatera dan Aceh dari 200 1700 mdpl, terdapat pada tanah tanah yang tak subur dan
bergerumbul. Ketinggian pohon dapat mencapai 70 meter dengan diameter 145
cm.Tajuknya sangat ringan, jenis cahaya, daun jarumnya gugur terus menerus,
meneruskan cahaya banyak sekali.
Pembuahan
Pembuahan terus menerus, terutama dalam bulan Juli sampai November. Buah
kerucut yang matang panjangnya 5 10 cm. Bila pada satu atau lebih sisinya terdapat
warna kuning, maka buah itu sedang matang dan harus dipungut. Bilamana ditunggu
lebih lama maka terdapat kemungkinan, bahwa proses matang itu telah berakhir, dan
buah itu akan pecah sehingga biji bijinya akan tersebar kemana mana oleh angina.
Perakaran
Akar kecambah lebih panjang daripada bagian bagian yang berada di atas tanah,
perakarannya dangkal dan sangat meluas dan bersimbiosa dengan mikoriza. Gagal
tidaknya tanaman dalam persemaian tergantung mikoriza ini. Oleh karena itu ditanamlah
dalam persemaian dimana terdapat tanaman tanaman pinus yang tingginya satu meter
yang berasal dari tempat tempat dimana ia tumbuh dengan baik, yang berarti bahwa
mikoriza telah ada. Dengan demikian mikoriza ini dapat menulari lainnya yang belum
ada. Dengan demikian diperoleh bibit bibit pinus yang tumbuh sehat
Habitus
Daun daun jarumnya berada dalam berkas yang terdiri dari 2 atu 3 jarum, jarang
sekali 4, tetapi biasanya 2 jarum. Ujung jarumnya lancip dan jarum yang dewasa
panjangnya maksimum 20 cm. Bunga betina dan jantan sering terdapat pada satu tunas,
kadang pada berbagai bagai tunas, batangnya sering berputar. Bauh kerucut yang muda
warnaya kuning kehijau hijauan dengan ujung yang warnanya ungu
Kegunaan
Kayu pinus apabila dipergunakan dalam rumah dan diawetkan, dapat dipakai
untuk perumahan. Kayunya sangat baik untuk kertas. Pada masa ini balsam, darimana
diperoleh terpentin dan gondorukem merupakan hasil utama. Tetapi hasilnya belum dapat
menyaingi hasil luar negeri Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990).
2
e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
Serangan patogen yang terjadi pada kecambah yang bagian hipokotilnya telah
berkayu disebut busuk akar (rot root) atau lodoh yang telah terlambat (late dumping-off).
Gejala serangan ini umumnya terjadi pada semai yang telah berumur lebih dari dua bulan.
2. Penyebab
Penyakit rembah semai disebabkan oleh beberapa jenis jamur penghuni tanah
seperti Pytium sp., Phytophtora sp., Diplodia sp., Rhizoctonia sp., dan Fusarium sp. yang
bersifat parasit fakultatif. Jamur dapat hidup sebagai sapropit di atas permukaan tanah
dan berubah menjadi parasit apabila kondisi lingkungannya memungkinkan.
3. Pengendalian
Untuk menghindari semai pinus dari penyakit rebah semai perlu dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Melakukan sterilisasi tanah (media) dengan fumigan campuran D-D dengan dosis
660 liter air untuk tiap hektar luas lahan dengan kedalaman 20 cm untuk
menekannya persentase serangan rebah semai (Post-emergence dumping-off) dan
serangan secara total (Daryono dkk, 1980).
b. Untuk mencegah pembusukan, benih perlu diperlakukan dengan fungisida Seed
dressing atau Seed protectant.
c. Biji yang digunakan harus berkualitas baik dan berasal dari pohon induk yang
sehat.
d. Apabila terdapat semai yang menunjukkan gejala serangan penyakit rebah semai
harus segera dilakukan eradikasi. Untuk mencegah meluasnya penyakit pada bak
tabur dapat dilakukan penyemprotan dengan fungisida, misalnya Camptam,
Tetraclor atau PCNB dan Ceresan.
e. Penggunaan pupuk yang dapat menaikkan pH tanah harus dihindarkan dan
penggunaan pupuk kompos yang belum jadi (belum masak) juga harus
dihindarkan.
f. Bibit yang sudah diserang dicabut dan dibakar dan tempat bekas bibit yang
diserang disemprot dengan fungisida.
g. Apabila yang diserang tanaman baru dipindahkan ke lapangan, maka setelah
tanaman yang diserang itu dimusnahkan kemudian tanaman disekelilingnya
disemprot pangkal batangnya dengan fungisida.
h. Mengingat damping off banyak terjadi pada persemaian yang terlalu lembab,
maka kelembaban dari persemaian hendaklah dijaga jangan sampai tinggi dan
usahakan adanya cukup sinar matahari yang masuk.
B. Ekor Serigala (Fox-tail)
Penyakit ekor serigala (fox-tail) dapat digolongan ke dalam gejala proliferasi
yang terjadi akibat perubahan bentuk dan salah satu bentuk organ tanaman. Gejala ini
sering terjadi pada tanaman Pinus muda (terutama P. merkusii dan P. Caribeas) pada
daerah dengan ketinggian tempat antara 400m 800m dpl. Sedangkan di daerah
pegunungan dengan ketinggian di atas 88 m dpl kalaupun terdapat gejala, namun
intensitasnya sangat rendah. Serangan penyakit ekor serigala tidak terbatas pada jenis
4
e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
Pinus merkusii, tetapi juga pada P. canariensis, P. taeda, P. tropicalis, P. cocarpa, dan
jenis-jenis pinus yang lain.
1. Gejala
Gejala serangan penyakit ekor serigala ditandai dengan tumbuhnya batang pokok
secara berlebihan dan miskin percabangan sehingga bentuknya seperti ekor serigala.
Internoida memanjang secara tidak normal, batang utama (leader shoot) tumbuh ramping
dan ujungnya terbentuk buah kerucut yang tumbuh rapat, kecil dan mengandung sedikit
biji. Serangan penyakit ekor serigala dapat mengakibatkan tanaman pinus mudah patah
dan tidak dapat tumbuh secara normal, terutama didaerah daerah yang terbuka dan
banyak angin.
2. Penyebab
Penyebab kelainan pada tanaman pinus belum diketahui secara pasti, namun
beberapa pengalaman menunjukkan bahwa gejala ini merupakan kelainan bawaan
(genetik) yang diturunkan oleh induknya. Selain itu, penanam pinus di suatu daerah yang
ketinggiannya dibawah ketinggian tempat asal benihnya cenderung terjadi serangan
penyakit ekor serigala (fox-tail)
3. Pengendalian
Gejala serangan penyakit ekor serigala (fox-tail) tidak mungkin dapat diobatai
atau disembuhkan. Oleh karena itu, pengendalian terhadap penyakit ini dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. Melakukan seleksi benih yang diambil dari induk yang sehat dan memiliki
penampilan bagus (pohon plus).
b. Pada tempat-tempat tertentu, perlu di pilih benih yang berasal dari provenans
tertentu yang cocok ditanam di lokasi tersebut.
c. Gejala penyakit ekor serigala (fox-tail) tidak dapat menular ketanaman lain.
Untuk menjaga agar tidak terjadi penyerbukan antara tanaman sakit dan tanaman
sehat lain yang dapat menghasilkan biji yang secara genetik cacat, maka tanaman
yang harus menunjukkan gejala sakit harus segera disingkirkan dan diganti
dengan tanaman yang sehat.
5
e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
Penyakit mati puncuk disebabkan oleh jamur Pestalotia sp. Jamur ini membentuk
badan buah (aservulus) berisi spora yang dapat disebarkan oleh angin. Kondisi
lingkungan yang panas dan aktivitas biokimia di dalam media semai yang tinggi
menyebabkan suhu tanah menjadi tinggi sehingga tanaman menjadi lebih retan terhadap
penyakit. Penggunaan campuran kompos untuk media semai yang memiliki C/N ratio
tinggi juga dapat perparah terjadinya penyakit.
3. Pengendalian
a. Media semai harus diusahakan berasal dari campuran bahan-bahan yang memiliki
tingkat aktivitas biokimia cukup rendah sehingga aman dan mendukung
pertumbuhan semai.
b. Di daerah yang kondisi lingkungannya panas, tertutama pada musim kemarau,
perlu dilakukan manipulasi persemaian sedemikian rupa sehingga suhu media
tanah tidak menjadi tinggi.
c. Penyiraman semai harus dilakukan secara cukup pada pagi hari (sebelum
matahari bersinar penuh) untuk menjaga agar suhu tetap stabil.
d. Tindakan eradikasi dan sanitasi dengan cara menyingkirkan semai-semai yang
sakit perlu dilakukan untuk menekan sumber inokulum jamur.
e. Jamur Pestalotia merupakan patogen lemah dan hanya menyerang inang yang
lemah pada kondisi tertentu saja. Oleh karena itu, apabila telah terjadi serangan
maka perlu dilakukan pemupukan tambahan secara proporsional untuk
meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman.
f. Penyemprotan dengan fungisida yang sesuai dapat dilakukan untuk menekan
populasi patogen.
g. Keberadaan mikorisa pada akar semai sangat diperlukan untuk meningkatkan
ketahannya terhadap hama dan penyakit.
D. Penyakit Kanker Batang
Penyakit kanker batang di luar negeri banyak terjadi pada tanaman pinus dan
jenis Pinus radiata, sedangkan di Indonesia sering terjadi pada tanaman pinus jenis Pinus
merkusii.
1. Gejala
Infeksi awal kanker batang biasanya terjadi pada batang yang masih hijau,
terutama pada pangkal percabangan dekat daun jarum. Infeksi patogen menyebabkan
bercak-bercak pada batang yang bentuknya tidak teratur yang mengeluarkan ekudat
berupa resin. Daun-daun jarum yang berdekatan dengan lokasi infeksi terlihat menguning
dan akhirnya kering (berwarna cokelat). Pada pohon yang telah dewasa, infeksi biasanya
di mulai disekeliling kerucut tajuk, kemudian berkembang beberapa meter ke atas dan
mencapai cabang. Infeksi di sekeliling cabang biasanya menghasilkan kanker yang cukup
besar.
2. Penyebab
Pada Pinus radiata, patogen penyebab penyakit diidentifikasi adalah jamur
Diplodea pinea. Jamur terebut dikenal sebagai patogen yang melakukan penetrasi lewat
luka. Jamur membentuk piknidia pada kulit, daun jarum yang kering dan pada buah
6
e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
kerucut. Konidia disebarkan oleh air hujan dan angin (Marks, dkk., 1982). Pada Pinur
merkusii, patogen penyebab penyakit di duga jamur Diploida sp. dan Phytophtora sp.
Pada P. radiata adanya stress berupa kekeringan, intensitas sinar matahari yang tinggi
dan intensitas kompetisi yang kuat dapat meningkatkan serangan penyakit kanker batang
(Marks, dkk., 1982).
3. Pengendalian
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit kanker
batang adalah sebagai berikut:
a. Melakukan monitoring sambil melakukan pekerjaan thining atau pemangkasan
tajuk secara teratur, terutama tajuk-tajuk yang kering dan menunjukkan gejala
kanker batang untuk menghilangkan dan mengurangi jumlah inokulum.
b. Pohon pohon pinus yang menunjukkan gejala terserang penyakit kanker
batang harus segera diberi pupuk untuk meningkatkan kesehatan tanaman.
c. Sanitasi dan eradikasi segera dilakukan untuk menghilangkan tanaman-tanaman
kompetitor agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu.
PENYAKIT PADA SEMAI
DAN ANAKAN TANAMAN PINUS ( Pinus merkusii)
Benih yang telah berhasil berkecambah seringkali tidak dapat berkembang
menjadi bibit karena serangan busuk atau lodoh batang yang disebabkan oleh berbagai
jamur yang berkembang dalam tanah. Setelah semai berkembang menjadi bibit, berbagai
macam penyakit juga dapat menyerang akar, batang, atau daun. Dengan demikian,
sebagian semai yang berhasil muncul di atas tanah dan bibit yang dihasilkan tidak selalu
dapat dipakai sebagai bahan tanaman karena kondisinya tidak menguntungkan utnuk
ditanam di lapangan.
Gangguan penyakit yang disebabkan oleh faktorbiotik yang umumnya terjadi di
persemaian adalah rebah semai (dumping off), embun tepung (powdery mildew) bercak
daun (leaf spot) layu (wilt), dan mati pucuk (die back). Sedangkan gangguan yang
disebabkan oleh faktor antibitik, terutama yang disebabkan oleh defisiensi unsur hara,
juga sering dialami oleh bibit semai dan anakan.
A.
Rebah Semai
Penyakit rebah semai umumnya terjadi pada bibit yang baru saja berkecambah
dan masih berada dalam masa succulent, baik pada jenis daun jarum (conifer) maupun
daun lebar (broad leaf). Penyakit ini dapat menyebabkan kerusakan yang hebat,
pembusukan,d an bahkan kematian bibit.
1.
Gejala
Gejala serangan penyakit rebah semai dapat dibagi menjadi dua, yaitu Preemergence dumping off (Kematian yang terjadi sebelum benih berkecambah dan muncul
di atas tanah) dan Post-emergence dumping off (kematian yang terjadi setelah benih
berkecambah dan muncul di atas permukaan tanah).
2.
Penyebab
Patogen penyebab penyakit rebah semai adalah beberapa jenis jamur penghuni
tanah seperti Pyhium sp, Phytophtora sp, Diplodia sp, Rhizoctonia sp. Dan Fusarium sp.
7
e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
Jamur-jamur ini bersifat parasit fakultatif,d apat hidup sebagai saprofit di atas permukaan
tanah, dan berubah menjadi parasit apabila kondisi lingkungan memungkinan .
3.
Pengendalian
Pengendalian penyakit rebah semai dapat dilakukan dnegan langkah-langkah
sebagai berikut.
a. Menghindari peggunaan tanah-tanah berat sebagai media seai. Komposisi media
semai dapat dieprbaiki dnegan pencampuran pasir, lempung, dan kompos dengan
porsi seimbang sehingga tercipta drainase yang baik yang dapat mendukung
pertumbuhan akar tanaman.
b. Apabila memungkinkan, pengecambahan dan pemacuan pertumbuhan semai
semai dilakukan di green house. Dengan demikian, suhu dan kelembapan dapat
diatur seragam sehingga pertumbuhan semai juga
c. Seluruh perlengkapan utnuk menanam didesinfeksi terlebih dahulu dan sisa-sisa
semai sakit atau rusak harus disingkirkan.
d. Melakukan fumigasi utnuk mematikan patogen-patogen yang ada di dalam tanah.
e. Menjaga kebersihan air untuk penyiraman
f. Membenamkan biji tidak terlalu dalam
g. Memperbaiki sirkulasi udara dan menghindarkan akumulasi kelembapan pada
pangkal semai dan melakukan penjarangan semai segera setelah biji
berkecambah.
h. Mempertahankan pH media semai pada kisaran antara 5- 6 dan menghindarkan
pemakaian pupuk yang dapat menaikkan pH tanah serta mencampur media semai
dengan bahan organik yang belum terdekomposisi secara sempurna.
i. Melakukan sterilisasi media semai sebelum digunakan. Sterilisasi dapat
menggunakan air panas, penggorengan media, atau penggunaan desinfektan
seperti Formaldehyde, Asam asetat, Chloropicrin, dan Methyl Bromide.
j. Menyemprot bak tabur dengan larutab fungisida seperti Captan, Teractor atau
PCNB, dan Ceresan.
k. Menyikirkan dan membinasakan semai yang menujukkan gejala serangan
penyakit
l. Meletakkan semai yang telah tumbuh di tempat terbuka yang mendapat sinar
matahari penuh
m. Mencegah terjadinya pembusukan benih dan penyakit rebah semai dengan
fungisida seed dressing atau seed protectant.
8
e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
n. Menggunakan benih yang berkualitas baik dan berpenampilan baik, dan bila
memungkinkan dilakukan sertifikasi benih terlebih dahulu.
B.
Penyakit Embun Tepung (Powdery Mildew)
Penyakit embun tepung umumnya terjadi di persemaian dan pada tanaman umur
1-2 tahun, terutama pada daun-daun muda. Jenis-jenis semai yang sering menderita
penyakit embun tepung adalah Accacia mangium (magium), A. auriculformis
(auriculformis). Samanea saman (trembesi), dan Leuzaena leucosephala (lamtoro).
Gejala, penyebab, dan cara-cara pengendalian penyakit secara rinci dapat dilihat
pada bab penyakit embun tepung pada Accacia spp.
C.
D.
F.
yang dieprlukan dalam jumlah kecil seperti magan (Mn),s eng (Zn), molybdenum (Mo),
boron (B), tembaga (Cu),d an klor (Cl). Kedua kelompok hara tersebut dsiebut sebagai
hara essensial karena berfungsi dalam metabolisme tumbuhan
Gejala defisiensi merupakan indikator adanya kekurangan unsur hara di dalam
tanah yang dapat digunakan sebagai petujuk penggunaan pupuk yang harus ditambahkan
sehingga pertumbuhan tanaman dapat menjadi baik.
BAB III
PENUTUP
Pinus pada umumnya sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit
khususnya hama penggerek pucuk yang menyebabkan batang tidak tidak lurus (bengkok)
dan bercabang besar, sehingga kualitas dan kuantitasnya menjadi berkurang. Penyakit
yang sering meyerang pada tanaman pinus (pinus merkusii) adalah penyakit rebah semai,
ekor serigala (fox tail), mati pucuk, dan kanker batang.
penyakit dapat terjadi karena gangguan proses fisiologis dari tanaman (meliputi
bagian biji, bunga, buah, daun pucuk, cabang, batang dan akar) sebagai akibat
terganggunya fungsi atau bentuk jaringan atau organ tanaman oleh penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Daryono, H., Hadi.S. dan Sugiharso. 1980. Perawatan benih dengan fungisida dan
furmigasi tanah dengan fumigant campuran D-D. Untuk penanggulangan penyakit
lodoh serta pengaruhnya pada bibit Pinus merkusii. Dalm : Laporan Lembaga
Penelitian Hutan. No. 353. Bogor.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1992. Manual Kehutanan. Koperasi Karyawan
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Koperasi
Karyawan Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.
Hadi, S.1986. Pengelolaan Hutan Tanaman Industri Dengan Penekanan Pada masalah
Upaya perlindungan Terhadap Penyakit. dalam : Wirakusumah, R.S.(ed).
Prosiding Seminar Nasional Ancaman terhadap Hutan Tanaman Industri. FMIPA
UI bekerjasama dengan Dep. Kehtanan RI. Jakarta.
Haertley, C.C.1921. Dumping off in Forest Nursery. Bureau of plant Industry.
Washington DC Bull.
Marks, G.C., Fuhrer, B.A. and N.E.M Walters. 1982. Tree diseases in viktoria. Forest
Comission Victoria. Melbourne.
11
e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara
12
e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara