Вы находитесь на странице: 1из 23

Bagian Radiologi

Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran

Mei 2014

Universitas Muslim Indonesia

FRAKTUR KRURIS

Oleh:
Samsidar

110 208 0143

Achmad Muflih

110 209 0094

Arwini Avissa

110 210 0065

Novi Riyadhah M. 110 210 0078


Nofianty S.

110 210 0091

Nurfadlianty M.

110 210 0134

Pembimbing Residen
dr. Evi S. Gusrah
Dosen Pembimbing:
dr. Erlin Sjahril, Sp.Rad
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014

FRAKTUR KRURIS
I. KASUS
Nama pasien/umur
:
No. Rekam Medik
:
Alamat
:
Ruang perawatan
:
Tanggal MRS
:
A. Anamnesis
Keluhan utama :
Patah tulang betis kiri.
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak 2 minggu

An. FM / 8 tahun
663789
JL. KAJENJENG DALAM V BLOK VI
Lontara 2 orto
19- 05- 2014

yang lalu sejak masuk rumah sakit setelah

mengalami kecelakaan lalu lintas pasien sedang berlari tiba tiba


ditabrak oleh sepeda motor. Sebelum dibawa ke rumah sakit Wahidin
pasien mengaku pernah dibawa ke tukang urut.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (-)
Riwayat PJK (-)
Riwayat pengobatan (termasuk obat yang sedang dikonsumsi) :
Selama sakit pasien tidak pernah mengkonsumsi obat obatan
Pasien pernah pergi ke tukang urut
B. Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum
: Sakit sedang.
Kesadaran
: Compos mentis (GCS 15, E4V5M6).
Status Gizi
: Baik.
Tanda vital
Tekanan darah
: 110/70 mmHg.
Pernapasan : 16 x/menit.
Nadi
: 82 x/menitx.
Suhu
: 36.7 0C.
Mata
Kelopak mata
: Edema (-)
Konjungtiva
: Anemia (-)
Sklera
: Ikterus (-)
Kornea
: Jernih
Pupil
: Bulat, isokor
THT
: odinofagi (-)
Disfagi (-)
Disfoni (-)
Odinofoni (-)
Otore (-)
Otalgia (-)

Tinnitus (-)
Gangguan pendengaran (-)
Mulut
Bibir
: Pucat (-), kering (-)
Lidah
: Kotor (-), hiperemis (-), kandidiasis oral (-)
Tonsil
: T1 - T1, hiperemis (+)
Faring
: Hiperemis (-)
Leher
KGB
: Tidak ada pembesaran
Dada
Inspeksi.
Bentuk
: Simetris
Sela Iga
: Dalam batas normal
Paru-paru
Palpasi
Nyeri tekan
: (-)
Massa tumor : (-)
Perkusi
Paru kiri
: Sonor
Paru kanan
: Sonor
Auskultasi
Bunyi pernapasan
: Vesikuler
Bunyi tambahan
: Rh -/-, Wh -/ Jantung
Inspeksi
:
Palpasi
:
Perkusi
:
Auskultasi
Bunyi jantung
Bunyi tambahan
Abdomen
Inspeksi
:
Auskultasi
:
Palpasi
Nyeri tekan
:
Massa tumor :
Hepar-lien
:
Perkusi
:
Ekstremitas
Akral hangat
:
Edema
:

Iktus kordis tidak tampak pembesaran


Iktus kordis tidak teraba
Pekak
: Bunyi jantung I/II murni reguler
: Bising (-)
Datar, ikut gerak napas
Peristaltik (+), kesan normal
(-)
(-)
Tidak teraba
Timpani
-/-/+

Deformitas
Tanda perdarahan
Disabilitas
Nyeri lutut

:
:
:
:

-/+
-/+
-/+
-/+

C. Radiologi

Gambar 1: Fraktur pada 1/3 medial tibia et fibula sinistra


Foto Cruris Sinistra AP/ Lateral (19/05/2014) :
-

Alignment cruris berubah, tampak dislokasi os talus ke arah

inferolateral.
Fraktur obliq incomplete 1/3 medial os tibia sinistra.
Fraktur obliq 1/3 medial os fibula dengan fragmen distal yang

displace.ke craniolateral
Tampak garis lusen pada growth plate dan epifisis distal os tibia.
Mineralisasi tulang baik.
Celah sendi genu baik.
Jaringan lunak sekitarnya kesan swelling.

Kesan : Fraktur pada 1/3 medial os tibia et fibula sinistra.


: Suspek fraktur salter harris tipe III pada distal os tibia
sinistra
: Dislokasi talotibialis joint ke inferolateral
D. Resume Klinis

Seorang anak laki - laki usia 8 tahun datang ke rumah sakit dengan
keluhan patah tulang betis kiri sejak 2 minggu yang lalu sebelum
masuk rumah sakit disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Pasien
berlari lalu ditabrak oleh sepeda motor. Pasien awalnya dibawa ke
tukang urut sebelum akhirnya dibawa ke Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo.
E. Diagnosis
Closed fracture 1/3 middle left tibia et fibula
F. Terapi
- Medikamentosa
o IVFD RL 14 tpm
- Non- medikamentosa
o Penatalaksanaan long leg back slab left lower extremity.
II. DISKUSI KASUS
A. Pendahuluan
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan
tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan
korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit
di atasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana);
kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus, keadaan ini disebut
fraktur terbuka (atau compound), yang cenderung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi.(1)
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat: (1) peristiwa
trauma tunggal; (2) tekanan yang berulang-ulang; atau (3) kelemahan abnormal
pada tulang (fraktur patologik).(1)
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan
bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi),

nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya


kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskular. Apabila gejala klasik tersebut
ada, secara klinis diagnosis fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis
konfigurasi frakturnya belum dapat ditentukan.(2)
Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menentukan jenis dan
kedudukan fragmen fraktur. Foto Roentgen harus memenuhi beberapa syarat,
yaitu letak patah tulang harus diletakkan di pertengahan foto dan sinar harus
menembus tempat ini secara tegak lurus. Bila sinar menembus secara miring,
gambar menjadi samar, kurang jelas, dan berbeda dari kenyataan. Harus selalu
dibuat dua lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus. Persendian
proksimal maupun distal harus tercakup dalam foto. Bila ada kesangsian atas
adanya patah tulang sebaiknya dibuat foto yang sama dari ekstremitas
kontralateral yang sehat untuk perbandingan. Bila tidak diperoleh kepastian
tentang adanya kelainan, seperti fissura, sebaiknya foto diulang setelah satu
minggu; retak akan menjadi nyata karena hiperemia setempat di sekitar tulang
yang retak itu akan tampak sebagai dekalsifikasi. Osteoporosis pascatrauma
merupakan tanda Roentgenologik normal pascatrauma yang disebabkan oleh
hiperemia lokal proses penyembuhan. Pemeriksaan khusus seperti CT-Scan
atau MRI kadang diperlukan, misalnya pada kasus fraktur vertebra yang
disertai gejalan neurologis.(2)
B. Epidemiologi
Fraktur tibia dan fibula merupakan fraktur tulang panjang yang paling
sering terjadi. Rata-rata insiden dari kasus ini diperkirakan terjadi sekitar 26

fraktur diaphyseal tibia dalam 100.000 penduduk per tahun. Laki-laki lebih
sering mengalami fraktur ini dibandingkan perempuan, dengan insiden lakilaki yang sekitar 41 dalam 100.000 penduduk per tahundaninsidenperempuan
sekitar 12 dalam 100.000 penduduk per tahun. Usia rata-rata pasien yang
mengalami fraktur shaft tibia adalah 37 tahun, dengan laki-laki yang memiliki
usia rata-rata 31 tahun dan wanita 54 tahun.(3)
C.

Anatomi dan Fisiologi Tulang

Gambar 2 : A. Struktur tulang panjang, B. Tahap perkembangan tulang panjang(4).

Pertengahan dari tulang panjang disebut diafisis. Bagian sebelum ujung


tulang adalah metafisis, yang meluas sampai ke lempeng epifisis. Epifisis
melibatkan ruang-ruang sendi. Pusat-pusat pertumbuhan kadang ditemukan
pada bagian tulang panjang yang tidak melibatkan ruang sendi (misalnya,
sepanjang trokanter mayor femur). Pusat-pusat ini disebut sebagai apofisis.(5)

Pertumbuhan tulang panjang terjadi terutama pada lempeng epifisis,


ketika tulang baru memperpanjang metafisis dan menjauhkan jarak ke lempeng
epifisis. Beberapa pertumbuhan terjadi sepanjang periosteum lateral sehingga
memungkinkan tulang menjadi lebih tebal seiring dengan bertambahnya usia.
Beberapa epifisis yang muncul pada saat lahir dan sebagian besar tertutup pada
usia duapuluh tahun. Ada bagian yang berbeda dari tulang panjang yang
penting, karena beberapa lesi yang khas hanya akan mempengaruhi bagianbagian tertentu dari tulang tersebut. Sebagai contoh, sarkoma ewing yang
mempengaruhi diapisis tulang panjang, tapi jarang mempengaruhi epifisis.(5)
Korteks tulang memiliki garis putih halus, yang disebut trabekula.
Terletak terutama di sepanjang garis aksentuasi dalam tulang dan merupakan
pilar-pilar penyokong. Kadang-kadang dapat terjadi cross-linking trabekula.
Pada keadaan tidak digunakan, usia tua, atau peningkatan aliran darah, kalsium
akan terbawa dari tulang dan menghilangkan cross-linking trabekula sehingga
tulang menjadi lemah dan mudah terjadi fraktur.(5)
Fungsi dari sistem rangka antar lain : (6)
1. Mendukung dan menstabilkan jaringan sekitarnya seperti otot, pembuluh
darah, saraf, lemak, dan kulit.
2. Melindungi organ vital tubuh seperti otak , sumsum tulang belakang ,
jantung , dan paru-paru dan melindungi jaringan lunak lain pada tubuh .
3. Membantu menggerakan tubuh dengan menyediakan tempat melekatnya
otot-otot.
4. Memproduksi sel-sel darah. Proses ini disebut hematopoiesis dan terjadi
terutama di sumsum tulang merah.
5. Tempat penyimpanan garam mineral , terutama fosfor dan kalsium , dan
lemak.

Beberapa yang terkait dengan tulang adalah tulang rawan, tendon dan
ligamen. Tulang rawan, jaringan ikat, adalah lingkungan tempat tulang
berkembang pada janin. Ini juga ditemukan di ujung tulang sejati dan dalam
sendi pada orang dewasa. Tulang rawan memberikan permukaan halus sebagai
tempat tulang bergerak terhadap satu sama lain. Ligamen adalah struktur
jaringan ikat yang keras yang melekatkan antar tulang. Seperti ligamen yang
melekatkan kepala femur dan acetabulum pada panggul. Tendon adalah
struktur serupa yang melekatkan otot ke tulang. (6)
D. Mekanisme Fraktur
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat: (1) peristiwa
trauma tunggal; (2) tekanan yang berulang ulang ; atau (3) kelemahan
abnormal pada tulang (fraktur patologik).(1)

a. Fraktur akibat peristiwa trauma


Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah
pada tempat yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan
(pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit diatasnya.; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. Bila terkena kekuatan
yang tidak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh

dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak ditempat
frakur mungkin tidak ada.(1)
Kekuatan dapat berupa: (1) pemuntiran, yang menyebabkan fraktur
spiral; (2) penekukan, yang menyebabkan fraktur melintang; (3) penekukan
dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang yang disertai
fragmen kupu kupu berbentuk segitiga yang terpisah ; (4) kombinasi dari
pemuntiran, penekukan, dan penekanan yang menyebabkan fraktur oblik
pendek; atau (5) penarikan, dimana tendon atau ligamen benar benar
menarik tulang sampai terpisah.(1)
b. Fraktur kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda
lain, akibat tekanan berulang ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan
pada atau fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari , dan calon tentara
yang jalan berbaris dalam jarak jauh.(1)
c. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit pager).(1)
E. POLA FRAKTUR PADA ANAK
Mekanisme dari fraktur ada anak-anak berbeda menurut usianya. Anak
yang lebih muda lebih sering terjadi fraktur oleh karena bermain dan jatuh
dengan lengan yang terulur. Sedangkan pada anak yang lebih dewasa cidera
fraktur dapat terjadi karena berolahraga, bersepeda, dan kecelakaan.
Ligamentum pada anak-anak lebih kuat dibandingkan ligamenum pada orang

dewasa, sehingga bila terjadi cidera, gaya yang timbul akibat benturan tersebut
akan menyebabkan dislokasi pada orang dewasa dan menyebabkan fraktur
pada anak oleh karena gaya yang timbul di transmisikan pada tulang. Sehingga
perlu dilakukan penilaian yang tepat ketika terjadi dislokasi pada anak-anak
yang bisa saja melibatkan terjadinnya fraktur pada tulang. Pembagian fraktur
pada anak sebagai berikut :(7)
1. Plastic deformation(7)
Tulang menekuk oleh karena melewati batas elatisnya, tetapi
gaya yang ditimbulkan oleh cidera tidak sampai menyebabkan
fraktur.
Tidak ada garis fraktur yang terlihat di radiography.
Khas untuk anak-anak.
Sering pada os ulna dan kadang-kadang pada os fibula.
2. Buckle fraktur(7)
Kompresi pada tulang yang terjadi pada perhubungan
methapisis dan diaphisis.
Sering terjadi pada distal radius.
Sifatnya stabil.
Sembuh dalam 3-4 minggu dengan pergerakan yang minimal.
3. Greenstick fraktur(7)
Tulang menjadi bengkok dan cembung.
Garis fraktur tidak mengenai sampai sisi yang konkaf pada

tulang.
Dapat menyebabkan patahnya sisi konkraf pada tulang jika
melewati batas elastisnya dan memberikan deformitas pada
tubuh.

4. Komplit fraktur(7)
Bila seluruh lingkaran tulang atau kedua permukaan korteks

terputus.
Diklasifikasikan menjadi :

Spiral fraktur disebabkan karena benturan tidak


langsung berupa rotasi, benturan dengan kecepatan

rendah.
Obliq fraktur melewati garis diagonal diaphisis tulang

dengan sudut 30 dari aksis tulang, tidak stabil.


Fraktur transversa disebabkan karena benturan langsung

yang keras.
5. Physial fraktur(7)
Fraktur ephypisis dapat melibatkan tekanan pada tulang,
pembuluh darah ephypisis dan perhubungan antara diaphisis

sampai methapisis.
Sering terjadi pada os radial ephipisis.
Dapat Sembuh dalam 3 minggu.
Di klasifikasikan oleh salter harris (SH) seperti berikut :

Gambar 3 : Klasifikasi trauma fiseal shalter-harris(7).

F. Penanganan Fraktur
Lokalisasi dari keluhan adalah gejala klinis yang sangat membantu, dan
tiga jenis gambaran radiografi biasanya diperlukan untuk memvisualisasikan
fraktur. Hiperekstensi dari lutut dicurigai sebagai penyebab fraktur tibia pada
anak.(8)
Fraktur tungkai secara umum dapat ditangani dengan plate dan screw.
Angulasi kurang dari 10 derajat ditujukan kepada anak yang lebih besar,
walaupun pada penelitian pada orang dewas menyimpulkan angulasi kurang
dari lima derajat menghasilkan perubahan degeneratif yang lebih sedikit.(8)
Remodeling angulasi Varus lebih baik daripada valgus atau angulasi
posterior. Literatur terbaru cenderung kepada intervensi yang lebih agresif, tapi
hasil dari penanganan plate dan screw oleh Shannak dijadikan penanganan high
standart. Plate dan screw biasanya digunakan di awal, namun Brown dan
Sarmiento melaporkan peningkatan hasil dengan pemakaian lebih awal,
walaupun pada fraktur yang tidak stabil. Literatur di Eropa lebih cenderung
kepada tindakan operative daripada literatur Amerika.(8)
PRINSIP PENANGANAN FRAKTUR
Pengelolaan fraktur secara umum mengikuti prinsip pengobatan
kedokteran pada umumnya, yaitu jangan mencederai pasien, pengobatan
didasari atas diagnosis yang tepat, pemilihan pengobatan dengan tujuan tertentu,
mengikuti law of nature, pengobatan yang realistis dan praktis, dan
memperhatikan setiap pasien secara individu.(9)

Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang


ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa
penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Pada anak-anak reposisi yang
dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula karena tulang
mempunyai kemampuan remodeling.(9)
Penatalaksanaan umum fraktur meliputi menghilangkan rasa nyeri,
Menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, Agar terjadi
penyatuan tulang kembali, Untuk mengembalikan fungsi seperti semula.(10)
Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan imobilisasi, (tidak
menggerakkan daerah fraktur) dan dapat diberikan obat penghilang nyeri.
Teknik imobilisasi dapat dilakukan dengan pembidaian atau gips.(1) (8) (9) Bidai
dan gips tidak dapat pempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu
diperlukan teknik seperti pemasangan traksi kontinu, fiksasi eksteral, atau
fiksasi internal.(9)
Sebuah fraktur spiral pada ekstremitas atas memakan waktu 6-8 minggu
untuk terjadinya konsolidasi. Ekstremitas bawah membutuhkan dua kali lebih
lama. Patah tulang anak-anak, tentu saja menyatu lebih cepat. Imobilisasi yang
lama akan menyebabkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Oleh karena itu
diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin. Beberapa penatalaksanaan
fraktur secara ortopedi meliputi proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi,
Imobilisasi dengan fiksasi, Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan
imobilisasi, Reposisi dengan traksi, Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan
fiksasi luar, Reposisi secara nonoperatif diikuti dengan pemasangan fiksasi

dalam pada tulang secara operatif. Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi
patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna, Eksisi fragmen fraktur dan
menggantinya dengan prosthesis.(9)
Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi digunakan pada penanganan fraktur
dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang
tidak akan menyebabkan kecacatan dikemudian hari. Contoh adalah pada
fraktur kosta, fraktur klavikula pada anak-anak, fraktur vertebrae dengan
kompresi minimal. Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar
tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi
fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa
dislokasi yang penting.(9)
Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi
dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada
fraktur radius distal. Reposisi dengan traksi dilakukan terus-menerus selama
masa tertentu, misalnya beberapa minggu, kemudian diikuti dengan imobilisasi.
Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan
terdislokasi kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot
yang kuat, misalnya fraktur femur.(9)
Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar dilakukan untuk
fiksasi fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang ditusukkan
pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan
batangan logam di kulit luar. Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara
lain fraktur dengan rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur

terbuka), dimana pemasangan internal fiksasi terlalu berisiko untuk terjadi


infeksi, atau diperlukannya akses berulang terhadap luka fraktur di sekitar sendi
yang cocok untuk internal fiksasi namun jaringan lunak terlalu bengkak untuk
operasi yang aman, pasien dengan cedera multiple yang berat, fraktur tulang
panggul dengan perdarahan hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala
fraktur dengan infeksi.(9)
Reposisi dilakukan secara non-operatif diikuti dengan pemasangan
fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur
kolum femur. Fragmen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi,
setelah tereposisi, dilakukan pemasangan prosthesis secara operatif pada kolum
femur.(9)
Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan
pemasangan fiksasi interna dilakukan, misalnya pada fraktur femur, tibia,
humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di
dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup di permukaan
tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi
sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak
diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi
pemasangan fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di reduksi kecuali dengan
operasi, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi displacement kembali
setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan (fraktur
femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi dini

bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan yang sulit
(paraplegia, pasien geriatri).(9)
Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis dilakukan
pada fraktur kolum femur. Caput femur dibuang secara operatif dan diganti
dengan prosthesis. Tindakan ini diakukan pada orang tua yang patahan pada
kolum femur tidak dapat menyambung kembali.(9)
Penanganan Fraktur Tebuka
Khusus pada fraktur terbuka, harus diperhatikan bahaya terjadi infeksi,
baik infeki umum maupun infeksi lokal pada tulang yang bersangkutan. Empat
hal penting yang perlu adalah antibiotik profilaksis, debridement urgent pada
luka dan fraktur, stabillisasi fraktur, penutupan luka segera secara definitif.(1)(10)
Penanganan Fraktur Tertutup
Pertimbangkan pertama dalam terapi umum ialah : mengobati pasien, tidak
hanya sebagian tubuhnya. Pertolongan pertama, pengangkutan, danterapi syok,
perdarahan dan cedera yang berkaitan.(1)
Pada dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi untuk memperbaiki
posisi fragmen, diikuti dengan pembebatan untuk mempertahankanya bersamasama sebelum fragmen-fragmen itu menyatu, sementara itu pergerakan sendi dan
fungsi harus dipertahankan. Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebatan
fisiologis pada tulang, sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan
penahanan beban secara lebih awal.(1)

G. Proses Penyembuhan Tulang

Proses penyembuhan fraktur terdiri atas lima stadium yaitu :(1)(4)


1. Pembentukan hematom
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam
fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan
darah, akan mati sepanjang satu atau dua milimeter.
2. Radang dan proliferasi selluler
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut distertai poliferasi
sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus.
Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan sel, yang menghubungkan tempat
fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan di absorbs dan kapiler
baru yang halus berkembang ke dalam daerah itu.
3. Pembentukan kalus
Sel yang berkembangbiak memilki potensi krondrogenik dan osteogenik:
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang
dan dalam beberapa keadaan, juga kartilago. Populaso sel sekarang juga
mencakup osteoklas (mungkin dihasilkan dari pembuluh darah baru) yang
mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal, dengan
pulau-pulau tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat
pada permukaan periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang
imatur (atau anyaman tulang) menjadi lebih paday, gerakan pada tempat
fraktur semakin berkurang dan pada empat minggu setelah cedera fraktur
menyatu.
4. Konsolidasi
Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi tulang lamelar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk
memungkinakan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan dekat di belakangnya osteoblast mengisi celah-celah yang

tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adakah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat
untuk membawa bebang yang normal.
5. Remodeling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi
dan pembentukan anak, tulang akan memperoleh bentuk yang mirip
bentuk normalnya. Kontur normal dari tulang disusun kembali melalui
proses remodeling akibat pembentukan tulang osteoblastik maupun
resorpsi osteoklastik. Keadaaan terjadi secara relatif lambat dalam periode
waktu yang berbeda tetapi akhirnya semua kalus yang berlebihan
dipindahkan, dan gambaran serta struktur semula dari tulang tersusun
kembali.

Gambar 4 : Proses penyembuhan tulang(4).

H. KOMPLIKASI FRAKTUR
1. Infeksi (osteomyelitis)
Pada osteomyelitis, mikroba masuk melalui kulit yang rusak,
meskipun dapat pula ditularkan melalui pembuluh darah. Penyembuhan
tidak akan terjadi jika masih ada infeksi yang masih berlangsung(10).

Gambar 5:
A.

Infeksi

awal

pada

metaphyseal, terdapat destruksi fokal yang minimal padadistal medial


metaphysic. B. destruksi tulang lanjut jelas kelihatan pada metaphyseal (10).

2. Non union

Penyembuhan secara non union pada tulang terjadi dalam


jangka waktu yang lama. Pada radiologis kelihatan jalur fraktur
yang persisten (10).

Gambar

6:

Non-union

pada

tibia.

Terdapat Interosseous bone grafting dan


surgical wiring. Terdapat sklerosis sekitar
garis fraktur tanpa adanya

bridging

tulang, 1 tahun setelah fraktur(10).

3.

Malunion
Terjadi proses penyembuhan fraktur yang tidak sesuai dengan posisi
anatomi(11).

Gambar 7 : Malunion pada fraktur tibia dimana telah terjadi


penyembuhan tapi terdapat angulasi pada lateral dari fragmen distal(10).

DAFTAR PUSTAKA

1. Apley Ag, Solomon L. Prinsip Fraktur. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur
Sistem. 7 ed. Jakarta: Widya Medika; 1995. p. 238 - 9.
2. Hidayat S, Dejong. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 ed.
Jakarta: EGC; 2010.
3. KJZ K, D J. Handbook Of Fractures. 3 ed: Lipinccot Williams & Wilkins;
2006.
4. Rose W. Healing Of Bones. In: W A, G A, editors. Anatomy and Physiology In
Health and Illness. 9 ed; 2001. p. 388 - 90.
5. Matter FA. Skeletal System Introduction. Essential of Radiology. 2 ed. New
Mexico: Department of Radiology, New Mexico Federal Regional Medical
Center; 2005.
6. Rizzo DC. The Skeletal System.
Physiology. USA: Delmar. p. 134.

Delmar's Fundamental Anatomy of

7. Budd L. Pediatric Fracture. Learn Pediatrics, University of Columbia British.


2012 22 April 2012.
8. Gde Rastu Adi Mahartha, Sri Maliawan, Ketut Siki Kawiyana, Manajemen
Fraktur Pada trauma Muskuloskeletal. 2011.
9. Parahita PS, Kurniyanta P. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Cedera
Fraktur Ekstremitas. Bagian SMF Ilmu Anastesi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah Denpasar. 2012.
10. S D, RP JA, JJ PR, AP WW, W P. Periosteal Reaction; Bone and Joint
Infection & Skeletal Trauma. In: YJ WR, editor. Textbook of radiology and
Imaging. 7 ed: Churchill Livingstone; 2003. p. 1155 & 371 - 3377.

Вам также может понравиться