Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobular hepatik
normal dengan fibrosis, dan dengan destruksi sel-sel parenkim beserta
regenerasinya berbentuk nodul-nodul. Penyakit ini mempunyai periode laten yang
panjang,
biasanya
diikuti
dengan
pembengkakan
dan
nyeri
abdomen,
Anatomi Hati
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, berkontribusi sekitar 2% dari
total berat badan atau sekitar 1,5 kg pada orang dewasa. Hati merupakan organ
plastis lunak dan tercetak oleh struktur disekitarnya. Permukaan superior
berbentuk cembung dan terletak dibawah kubah kanan diafragma dan sebagian
kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap ginjal
kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan
kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fissura
segmentalis yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial
dan lateral oleh ligamentum falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum
falsiforme berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen.
Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa
ligamentum yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati.
Dibawah peritoneum terdapat jaringan penyambung padat yang dinamakan
kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan organ; kapsula ini melapisi
mulai dari hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke
1
dalam massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteri
hepatika, dan saluran empedu. [3,4]
Histologi Hati
Setiap
terbagi
lobus
menjadi
hati
struktur-
struktur
yang
dinamakan
lobulus,
yang
merupakan
unit
mikroskopis
fungsional
organ.
dan
Setiap
atas
lempeng-
lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di
antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid, tang
merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain,
sinosoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem
monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing
lain dalam darah. Hanya sumsum tulang yang mempunyai massa sel monositmakrofag yang lebih banyak daripada yang terdapat dalam hati, jadi hati
merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan
organ toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria hepatika yang
melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran
empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang
dinamakan kanalikuli, berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang
dibentuk dalam hepatosit diekskresi ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk
saluran empedu yang semakin lama semakin besar (duktus koledokus). [3,4]
Vaskularisasi Hati
Hati memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa
melalui vena porta, dan aorta melalui arteria hepatika. Sekitar sepertiga darah
yang masuk adalah darah arteria dan sekitar dua pertiga adalah darah dari vena
porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menit adalah 1.500 ml dan
dialirkan melalui vena hepatika dekstra dan sinistra, yang selanjutnya bermuara
pada vena kava inferior. [3]
Vena porta bersifat unik karena terletak antara dua daerah kapiler, satu
dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta
bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini
kemudian mempercabangkan vena interlobularis yang berjalan di antara lobuluslobulus. Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan diantara
lempengan hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari
beberapa lobulus membentuk vena sublobularis yang selanjutnya kembali
menyatu dan membentuk vena hepatika. Cabang-cabang terhalus dari arteria
hepatika juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid, sehingga terjadi campuran
darah arteria dari arteria hepatika dan darah vena dari vena porta. Peningkatan
tekanan dalam sistem ini sering menjadi manifestasi gangguan hati dengan akibat
serius yang melibatkan pembuluh-pembuluh darimana darah portal berasal.
Beberapa lokasi anastomosis portakaval memiliki arti klinis yang penting. Pada
obstruksi aliran ke hati, darah porta dapat dipirau ke sistem vena sistemik. [3]
Fisiologi Hati
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperanan pada
hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan khususnya bertanggung jawab atas
lebih dari 500 aktivitas berbeda. Untunglah hati memiliki kapasitas cadangan
yang besar, dan hanya dengan 10-20% jaringan yang berfungsi, hati mampu
mempertahankan kehidupan. Destruksi total atau pembuangan hati mengakibatkan
kematian dalam 10 jam. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi. Pada
sebagian besar kasus, pengangkatan sebagian hati, baik karena sel sudah mati atau
sakit, akan diganti dengan jaringan hati yang baru. [3]
Fungsi
Pembentukan dan ekskresi empedu
Metabolisme garam empedu
Metabolisme pigmen empedu
Metabolisme karbohidrat
Glikogenesis
Glikogenolisis
Glukoneogenesis
Metabolisme protein
Sintesis protein
Pembentukan urea
Penyimpanan protein (asam amino)
Metabolisme lemak
Ketogenesis
Sintesis kolesterol
Penyimpana lemak
Penyimpanan vitamin dan mineral
Metabolisme steroid
Detoksifikasi
Ruang penampung dan fungsi
penyaring
Etiologi
Secara konvensional, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan sebagai
makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm), mikronodular (besar nodul kurang
dari 3 mm), atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga
diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan morfologis. [2]
Patofisiologi
Gambaran patologi hati biasanya mengerut, berbentuk tidak teratur, dan
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dna
lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran
nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau
parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. [2]
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan
adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata
mempunyai peranan dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
proses degradasi. Pembenrukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus menerus maka
fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal
akan digantikan oleh jaringan ikat. [2]
Gejala Sirosis
Stadium awal sirosis sering kali dijumpai tanpa gejala (asimptomatis)
sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan
rtin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah
lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi
mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.. Mungkin disertai
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tidak begitu tinggi
Pemeriksaan Fisik
10
11
Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat
resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. [2]
Pemeriksaan Penunjang
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi amino transferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil peptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. [2]
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glumatil oksaloasetat
transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil
piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak terlalu tinggi. AST lebih
meningkat
daripada
ALT,
namun
bila
transaminase
normal
tidak
12
dengan
trombositopenia,
leukopenia,
dan
neutropenia
akibat
13
a Algoritma untuk evaluasi tes fungsi hati abnormal. Pada pasiendengan dugaan
penyakit hati, pendekatan yang tepat untuk evaluasi adalah pemeriksaan awal
fungsi hati rutin, seperti bilirubin, albumin, alanin aminotransferase (ALT),
aspartat aminotransferase (AST) dan alakaline pohospatase (ALP). Hasil ini
(kadang disertai dengan pemeriksaan -glutamyl transpeptidase , GGT) akan
menunjukkan apakah pola kelainan yang ada merupakan hepatik, kolestatik, atau
campuran. Sebagai tambahan, durasi dari gejala akan memberikan gambaran
apakah penyakit tersebut akut atau kronik. Jika penyakit tersebut adalah akut dan
jika
menunjukkan sebuah diagnosis, biopsi hati merupakan langkah yang tepat untuk
menegakkan diagnosis. Kalau penyakit tersebut kronik, biopsi hati dapat
bermanfaat bukan hanya untuk diagnosis, tetapi juga untuk menilai aktivitas dan
staging perjalanan penyakit. Pendekatan ini sebagian besar berlaku pada pasien
tanpa penurunan kekebalan tubuh. Pada pasien dengan infeksi HIV atau setelah
14
Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas
hidup
pasien
sirosis
diperbaiki
dengan
pencegahan
dan
penanganan
15
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada
penurunan filtrasi glomerulus. [2]
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20 sampai
40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan.
Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam
waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini
dengan berbagai cara. [2]
Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi
hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya
dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom
hepatopulmonal terdapat hydrothorax dan hipertensi portopulmonal. [2]
Tabel 2. Grade ensefalopati hepatik [8]
Penatalaksanaan
Sekali diagnosis Sirosis hati ditegakkan, prosesnya akan berjalan terus
tanpa dapat dibendung. Usaha-usaha yang dapat dilakukan hanya bertujuan untuk
mencegah timbulnya penyulit-penyulit. Membatasi kerja fisik, tidak minum
alcohol, dan menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan
suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang
mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. [2]
Penatalaksanaan sirosis kompensata
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk
mengurangi
progresi
kerusakan
hati.
Terapi
pasien
ditujukan
untuk
17
asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan
pemberian albumin. [2]
Ensefalopati hepatik, Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. [2]
Varises esophagus, Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan
obat -blocker. Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau
oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. [2]
Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. [2]
Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sirkulasi darah hati, mengatur
keseimbangan garam dan air. [2]
Transplantasi hati, terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata.
Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu. [2]
Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. [2]
Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang
akan manjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari
Child A, B, dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan angka kelangsungan
hidup selama satu tahun pada pasien. Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun
untuk penderita sirosis dengan Child-Pugh A, B, dan C diperkirakan masingmasing 100, 80, dan 45% [2]
Faktor
Serum bilirubin
3
> 51
bKlasifikasi Child-Pugh dihitung dengan menjumlahkan skor dari lima faktor dan dapat bernilai dari 5 sampai 15. Klasifikasi Child-Pugh
kelas A (5-6), B (7-9), atau C (10 atau lebih). Keadaan dekompensasi mengindikasikan cirrhosis dengan skor Child-Pugh 7 atau lebih (kelas
B). [8]
18
Serum albumin
Prothrombin
time
Ascites
Hepatic
encephalopathy
mg/dL
g/L
g/dL
Detik pemanjangan
INR
< 2,0
> 35
> 3,5
04
< 1,7
Tidak ada
Tidak ada
2,03,0
3035
3,03,5
46
1,7-2,3
Dapat
dikontrol
Minimal
> 3,0
< 30
< 3,0
>6
> 2,3
Tidak dapat
dikontrol
Berat
19
Daftar Pustaka
1. Raymon T. Chung, Daniel K. Podolsky. Cirrhosis and its complication. In: Kasper DL et.al,
eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA : Mc-Graw Hill; 2005. p.
1858-62
2. Nurdjanah S. Sirosis hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS, Setiati S, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 443-6.
3. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. In Wijaya C, editor. Patofisiologi
konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: ECG; 1994. p. 426-63.
4. Guyton AC, Hall JE. The liver as an organ. In Textbook of medical physiology. 11th ed.:
Elsevier; 2006. p. 859-64.
5. Netter FH, Machade CAG. Interactive atlas of human anatomy [Electronic Atlas].:
Saunders/Elsevier; 2003.
6. Amiruddin R. Fisiologi dan biokimia hati. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K. MS,
Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 415-9.
7. Porth CM. Alterations in hepatobiliary function. In Essentials of pathophysiology: concepts of
altered health states. 2nd ed.: Lippincott Williams & Wilkins; 2004. p. 494-516.
8. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. In Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison's principles of internal
medicine. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 1808-13.
20