Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PT Z menerbitkan 200 lbr saham dg nilai par Rp 100.000/lbr untuk memperoleh sebidang
tanah dengan nilai pasar Rp 30.000.000
Tanah
30.000.000
Saham
20.000.000
Agio saham
10.000.000
Metode Biaya
Metode Ekuitas
100.000.000
100.000.000
b. Laba ditahan.
Biaya jenis modal ini (laba ditahan) biasanya diasumsikan identik dengan tingkat
pengembalian yang diharapkan oleh pemegang saham biasa. Alasannya adalah
laba ditahan diinvestasikan kembali dalam perusahaan dan biaya peluang
(opportunity cost) pemilik perusahaan atau pemegang saham setidaknya harus
sebesar ekuitas awal. Jika tidak, dana ini akan didistribusikan sebagai deviden.
c. Dana penyusutan.
Dana yang disisihkan sebagai cadangan penyusutan biasanya ditahan dan
digunakan dalam sebuah usaha. Dana ini dapat diinvestasikan kembali dan
menjadi sumber modal internal penying untuk mendanai proyek baru. Sebagai
akibatnya dana penyusutan memberikan dana investasi yang terus berputar yang
dapat digunakan untuk menghasilkan keuntungan dengan demikian dana tersebut
merupakan sebuah sumber modal penting untuk mendanai usaha baru perusahaan.
Jelas bahwa penyusutan harus dikelola dengan baik sehingga tersedia modal yang
diperlukan untuk menggantikan kembali peralatan penting ketika waktu
penggantian tiba.
PENGERTIAN DIVIDEN
Pengertian atau definisi dividen menurut Pajak Penghasilan terdapat dalam penjelasan
Pasal 4 Ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh). Di bagian
tersebut ditegaskan bahwa dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham
atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh
anggota koperasi. Ditegaskan pula bahwa termasuk dalam pengertian dividen juga adalah:
1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam
bentuk apapun;
2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus
yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
4. pembagian laba dalam bentuk saham;
5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam
tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu
adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai
penebusan tanda-tanda laba tersebut;
9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan
sebagai biaya perusahaan.
Nampak sekali bahwa pengertian dividen ini sifatnya sangat luas tidak terbatas pada
pembagian dividen yang sifatnya formal saja. Apalagi di bagian terakhir penjelasan Pasal 4
ayat (1) huruf g ini juga ditambahkan pengertian dividen terselubung yang pada intinya ada
pembagian laba namun mengambil bentuk lain supaya tidak terlihat seperti dividen.
Contoh dividen terselubung misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor
penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang
melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang
dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen.
Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai
biaya oleh perseroan yang bersangkutan.
Dampak dari distribusi laba (distributing dividen)
Distribusi laba pada setiap pemegang saham disebut juga deviden. Pembagian
deviden dapat dilakukan dengan empat bentuk : Uang tunai atau kas, harta selain kas, surat
utang, dan saham perusahaan itu sendiri. Kebanyakan distribusi deviden menyebabkan
jumlah saldo laba, pengecualian terhadap pengurangan dimaksud berlaku untuk :
a. Deviden saham dalam bentuk pemecahan saham,
b. Deviden likuidasi (pembagian aktiva kepada seluruh persero untuk mengembalikan seluruh
atau sebagian modal resmi perusahaa), dan
c. Pembagian lain yang bukan merupakan devuden dalm pengertian akuntansi komersial,
tetapi diperlakukan seperti itu dalam ketentuaan perpajakan. Untuk tujuan pajak, pengertian
deviden yang lebih luas adalah penjelas pada pasal 4 ayat 1 poin (g) UU PPh 1984
memasukkan enam elemen dalam pengertian deviden, yaitu :
a. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa persetujuan,
b. Penerima atau perolehan dari pembelian kembali sebagaian atau seluruh saham yang
disetor,
c. Pembayaran kembali sebagian atau seluruh penyetoran modal, sepanjang terdapatb laba
dari tahun lampau, kecuali dalam pengecilan modal statue,
d. Pembayaran kepada atau penerbitan tanda-tanda laba,
e. Laba yang dinbahikan kepda pemegang obligasi yang berpartisipasi dalm laba,
f. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi persero yang dibebankan sebagai biaya
perusahaan.
Selain itu setiap transaksi bisnis antara perusahaan dan persero dengan harga yang
kurang wajar terdapat elemen yang dapat dikarakteristikan sebagi deviden. Demikian juga
penghapusan piutang kepada pemegang saham. Dalam pembagian deviden terdapat tiga
tanggal untuk dipertimbangkan, yaitu tanggal pengumuman, pendaftaran dan pembayaran.
Deviden resmi terutang oleh badan saat secar resmi dilakukan pengumuman pembagian
deviden. Untuk tujuan pemajakan sesuai dengan ketentuan pasal 23 dan pasal 26,
denganterutangnya deviden itu terutang pula PPh pasal 23 dan 26.
Adakalanya deviden dibagikan dalam bentuk barang (selain kas) misalnya sekuritas
(perusahaan lain). Secara komersial, terdapat dua alternatif penilaianm barang yang dibagikan
perusahaan itu, yaitu menurut nilai buku dan nilai pasar (mungkin dengan penilaian dan
penyesuaian). Apabila dinilai, menurut harga pasar akan menimbulkan laba rugi bagi
perusahaan. Dalam ketentuan perpajakan disebutkan nilai yang dipakai adalah harga pasar.
Dengan alasan likuiditas perusahaan dapat membagikan deviden dalam bentuk obligasi,
promes atau surat utang (scrip dividend). Apabila atas utang scrip dividend dibayar
bungga ,masa pembayaran itu merupakan biaya perusahaan. Scrip dividend juga
menimbulkan permasalahan PPh 23 dan 26 sama seperti dalam kasus deviden barang.
Demikian juga kalau porusahaan membagi deviden saham (scrip dividend), akan
memunculkan kasus PPh 23 dan 26. Saham yang dibagi dapat berasal dari:
a. Saham dapat portepel,
b. Pencetakan baru,
c. Treasuri stok.
Pada umumnya deviden tidak dibagikan pada pemegang treasury stock yang berupa
perusahaan sendiri, melainkan dapat dibagikan sebagai deviden kepada persero. Perkiraan
saldo laba di debit dengan nilai pasar merupakan agio (disagio) transaksi treasury stock.
Apabila deviden dibayarkan untuk pengecilan salda laba maka muncul deviden likuidasi
untuk tujuan pemajakan. deviden likuidasi yang melebihi setoran dikenakan pajak
penghasilan yang juga harus dipotong oleh perusahaan pewmbagi deviden kecuali deviden itu
dibagikan kepada perseroan terbatas, koperasi, perusahaan dan organisasi sejenis.
Deviden Terselubung
Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi dari nilai sisa buku atau
lebih tinggi dari harga atau nilai perolehan, selisih harga tersebut merupakan keuntungan.
Dalam hal penjualan harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya, harga
jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan keuntungan dari penjualan tersebut
adalah harga pasar.
Misalnya, PT S memiliki sebuah mobil yang digunakan dalam kegiatan usahanya
dengan nilai sisa buku sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Mobil tersebut
dijual dengan harga Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). Dengan demikian,
keuntungan PT S yang diperoleh karena penjualan mobil tersebut adalah Rp 20.000.000,00
(dua puluh juta rupiah). Apabila mobil tersebut dijual kepada salah seorang pemegang
sahamnya dengan harga Rp 55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah), nilai jual mobil
tersebut tetap dihitung berdasarkan harga pasar sebesar Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah). Selisih sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) merupakan keuntungan
bagi PT S dan bagi pemegang saham yang membeli mobil tersebut selisih sebesar Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah) merupakan penghasilan.
PENGAKUAN DIVIDEN
1. Deviden/bagian laba yang bukan objek pajak.
Pasal 4 (3) f dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat :
a. berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang
menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
Pasal 4 (3) I bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer
yang
modalnya
tidak
terbagi
atas
saham-saham,
persekutuan,
pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam
bentuk apapun;
Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus
yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
Pembagian laba dalam bentuk saham;
Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam
tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu
adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai
(1) Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen
wajib menyetor Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat
(1) ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri
Keuangan, dengan tu ggut jatuh tempo penyetoran paling lama tanggal l0
(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
(2) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ber.tepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutrya
Pasal 5
(1) Pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen
wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal4 paling lama 20
(dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
(2) Dalam hal bahs akhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)bertepatan dmgan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasionat
pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikuhrya.
(3) Penyampaian laporan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)dilakukan
dengan
menggunakan
Surat
Pemberitahuan
Masa
Paiak