Вы находитесь на странице: 1из 25

OBAT ANTIDISRITMIA JANTUNG

Disritmia jantung dapat terjadi pada saat operasi,manifestasi yang paling sering terjadi adalah
atrial fibrilasi dan disritmia ventrikel saat pembedahan jantung. (Atlee, 1997; Craswell, dkk, 1993).
Penggunaan obat-obatan antidisritmia untuk pengobatan dan pencegahan disritmia dibatasi oleh
potensial obat tersebut untuk menekan kontraksi ventrikel kiri dan tergantung dari awal disritmia.
(Ben-David dan Zipes, 1993) (Lih. Bag. Efek Prodisritmia). Peningkatan harapan hidup untuk pasienpasien pengguna alat implan defibrilator jantung, dibandingkan dengan obat-obat antidisritmia, telah
menjadi alternatif paradikma pengobatan untuk pasien-pasien dengan disritmia ventrikel (Zipes, 2001).
Demikian juga pengobatan tehnik ablasi cateter lebih disukai untuk berbagai disritmia supraventikuler,
termasuk fibrilasi atrium (Morady, 1999). Untuk alasan ini, pengobatan secara farmakologik disritmia
jantung pada prinsipnya digunakan untuk menghilangkan fibrilasi atrium dan fluter atrium yang tidak
respon terhadap penggunaan ablasio kateter dan untuk pasien-pasien dengan penggunaan alat implant
cardio-defibrilator dimana frekuensinya dapat diterima tetapi memerlukan shock elektrik.
Pengobatan secara farmakologi dari dysritmia jantung dan gangguan konduksi dari impuls
jantung dengan obat-obatan anti disritmia jantung dan gangguan konduksi dari impuls jantung dengan
obat-obat anti disritmia didasari pada pemahaman/pengetahuan dari dasar elektrofisiologi abnormalitas
dan aksi mekanik dari terapi obat yang digunakan (Atlee dan Bosnjak, 1990; Altee, 1977). Dua
mekanisme fisiologi utama yang menyebabkan disritmia jantung ektopik adalah reentery dan
mempertinggi otomatisasi. Faktor-faktor mendasar dari disritmia jantung berhubungan dengan
mekanisme lainnya termasuk hipoksemia arteri, elektrolit dan abnormalitas asam basa, iskemia
myocardia, perubahan aktivitas sistem saraf simpatik, bradikardia dan penggunaan obat-obat tertentu.
Hal ini umumnya tidak disadari bahwa alkalosis selalu lebih mungkin daripada asidosis dalam memicu
disritmia jantung. Hipokalemia dan hipomagnesia menyebabkan disritmia ventrikel dan dapat
dimungkinkan pada pasien-pasien yang diobati dengan diuretik. Peningkatan aktivitas sistem saraf
simpatik lebih rendah dari batas ambang fibrilasi ventrikel, sebuah fenomena yang diturunkan oleh
betabloker dan stimulasi fagal. Bradikardia dapat menunjukkan disritmia ventrikuler yang disebabkan
pembauran temporal dari periode refrakter diantara serabut purkinje, terbentuknya gradien elektrik
diantara sel yang berdekatan. Pembesaran dari ukuran sel myocard ventrikel kiri secara individual dan
dapat menginduksi disritmia jantung. Penurunan volume ventrikel kiri oleh obat-obat digitalis, diuretik
atau vasodilator membantu untuk mengontrol disritmia jantung yag dipercepat oleh mekanisme ini.
Pada beberapa pasien, koreksi dari kasus-kasus yang teridentifikasi secara tepat tidak mampu
untuk menekan disritmia ektopik jantung, dan walupun obat-obat antidisritmia jantung spesifik dapat
digunakan. Obat-obat yang dianjurkan untuk menekan lama dari gangguan ringan disritmia jantung
untuk ketidaksesuaian penelitian dari anestesia dan dapat dilanjutkan ke fase induksi anestesia (Atlee,
1

1997; Lucas et al, 1990). Disritmia yang sering terjadi saat anestesia tidak memerlukan pengobatan.
Disritmia jantung yang memerlukan pengobatan ketika :
1. tidak dapat mengkoreksi faktor penyebab
2. fungsi hemodinamik didalam ambang batas
3. diduga gangguan lebih besar untuk terjadinya disritmia jantung yang lebih serius
Selama periode sebelum operasi, obat-obat disritmia jantung lebih sering diberikan secara intravena.
Mekanisme dari disritmia jantung mungkin berbeda dengan atau tanpa anestesia. Sebagai
contoh : disritmia jantung yang berhubungan dengan anestesia dianggap menyebabkan karakteristik
aktifitas pace-meker abnormal oleh penekanan pada Sinoatrial node, dengan kegawatan dari pemacu
laten dan atau tanpa jaringan aterioventrikuler. (Alte dan Bosnjak, 1990) Selanjutnya, pekembangan
dari siklus-siklus reentery sangat penting pada mekanisme dari disritmia jantung yang terjadi saat
anestesia. Pada dasarnya, semua obat anestesia, sebagian obat-obat anestesi volatil, memiliki efek pada
sistem konduksi khusus dari impuls jantung.
MEKANISME AKSI
Obat-obat antidisritmia jantung memberikan efek farmakologis melalui blokade chanel ion
sodium, potasium dan calsium pada jantung (lih. Gb. 47-1). Potensial aksi jantung adalah resultante
dari banyaknya arus ion tertentu, masuk dan keluar melalui respon chanel ion spesifik untuk setiap fase
dalam 5 fase. Waktu setiap fase dari beda potensial aksi pada atrium berbanding dengan konduksi
miokardium ventrikel dan sistem-sistem khusus untuk membedaan impuls jantung pada densitas
chanel ion. Ion-ion chanel adalah glikoprotein membran besar yang mengatur membran sel melintasi
jalur untuk menghantarkan ion. Saluran ion berada pada keadaan yang berbeda (terbuka, tidak aktiv,
tertutup). Pada keadaan tidak aktiv, saluran ion tidak responsif untuk meneruskan stimulasi yang ada
atau stimulasi baru. Pada keadaan istirahat, lebih sering terjadi selama sistolik, pada fase aktiv terjadi
saat fase plateu dari repolarisasi.
Efek dari obat-obat antidisritmia jantung pada periode potensial aksi dan periode refrakter
efektif dari potensial aksi jantung menjelaskan efek klinis dari obat tersebut. Obat blokade primer
aliran ion sodium akan memperlambat konduksi dan hasil akhir engan menekan kecepatan maksimum
(Vmax) dari potensial aksi jantung. Obat blokade saluran potasium memperpanjang repolarisasi
dengan memperpanjang durasi potensial aksi jantung dan menghasilkan refraksi efektif pada
perpanjangan interval QTc pada EKG. Saluran calsium ada pada sel jantung, dan sub unit alpha pada L
dan T saluran ion calsium adalah sebagian aksi obat antidisritmia jantung.
KLASIFIKASI
Obat antidisritmia jantung secara umum diklasifikasikan dalam 4 kelompok berdasarkan
kemampuan utama dari obat untuk mengontrol disritmia dengan menghambat saluran ion spesifik dan
2

alian-aliran selama potensial aksi jantung (Tabel. 17-1 dan 17-2)(Langberk dan deLugrio, 1999;
Wiliams, 1970). Beberapa obat antidisritmia menunjukkan efek hanya pada saluran ion jantung dan
karakteristik lainnya termasuk dampak pada aktivitas sistemsyaraf otonom dan kontraktilitas myocard
mungkin lebih penting secara klinis. Obat anti disritmia berbeda secara farmakokinetik dan
kemampuan mengobati type spesifik dari aritmia jantung (Tabel. 17-3 dan 17-4)(Lucas et al, 1990)
Tabel 17-1
KLASIFIKASI OBAT ANTI DISRITMIA JANTUNG
CLASS I (Penghambat saluran ion Sodium cepat)
CLASS IA
Quinidine
Procainamide
Disopyramide
Moricizine
CLASS IB
Lidocaine
Tocainide
Mexiletine
CLASS IC
Flecainide
Propafenone
CLASS II (Menurunkan kecepatan depolarisasi)
Esmolol
Propranolol
Acebutolol
CLASS III (Penghambat saluran ion potasium)
Amiodarone
Sotatol
Ibutilide
Dofetilide
Bretylium
CLASS IV (Penghambat saluran ion Calsium lambat)
Verapamil
Diltiazem

Obat-obat Kelas I
Obat kelas I menghambat saluran sodium cepat selama depolarisasi (phase O) dari potensial
aksi jantung dengan penurunan resultante pada kecepatan depolarisasi dan kecepatan konduksi (Gbr.
17-1)(Langberg and DeLugrio, 1999).
Obat-obat kelas IA
Obat-obat kelas IA (Quinidine, procainamide, disopyramide, moricizine) memperpanjang
keduanya, durasi potensial aksi dan periode refrakter efektif, yang menyebabkan inhibisi saluran
sodium dan perpanjangan repolarisasi blokade saluran potasium.
Obat-obat Kelas IB
3

Obat-obat kelas IB (lidokain, mexiletine, tocainamide, phenotoin) tidak sekuat blok saluran
sodium dan tidak seperti obat-obat kelas IA, lebih pendek durasi potensial aksi dan periode refrakter
pada otot ventrikel jantung normal. Pada jaringan ischemia, lidokain dapat selalu memblok saluran
dependent ATP, yang menyebabkan perlindungan pemendekan media ischemik dari depolarisasi
ventrikel.
Obat-obat Kelas IC
Obat-obat kelas IC (flecainamide, propafenone) adalah blok saluran sodium sodium yang
poten dan penurunan nyata rata-rata pada depolarisasi phase O dan kecepatan konduksi dari impulsimpuls jantung. Obat-obat ini mempunyai efek sedikit pada durasi potensial aksi jantung dan periode
refrakter efektif pada sel-sel myocard jantung tetapi terjadi pemendekan durasi dari potensial aksi pada
serabut purkinje. Ketidaksamaan efek ini pada kecepatan depolarisasi jantung menambah perlambatan
dari konduksi jantung yang mungkin menyebabkan efek prodisritmia dari obat-obat ini.

Tabel : 17-2
EFEK ELEKTROCARDIOGRAFI DAN ELEKTROFISIOLOGI OBAT ANTI DISRITMIA

Kecepatan

Class IA

Class IB

menurun

Tidak

depolarisasi

JANTUNG
Class IC

Class II

Class III

Menurun

Menurun

Class IV

berefek

(fase 0)
Kecepatan

menurun

konduksi
Periode

Sangat

Menurun

Meningkat

Menurun

Sangat

refrakter efektf
Durasi

meningkat
Meningkat

Menurun

Meningkat

Meningkat

meningkat
Sangat

Potensial aksi
Otomatisasi

Menurun

Menurun

Menurun

Menurun

meningkat
Menurun

Durasi P-R

Meningkat

Meningkat

Durasi QRS

Meningkat

Sangat

Meningkat

Durasi QTc

Sangat

meningkat
Meningkat

meningkat

menurun

menurun

Sangat
meningkat

Obat-obat kelas II
Obat-obat kelas II diwakili oleh antagonis beta-adrenergic. Antagonis beta-adrenergic
meningkatkan kecepatan dari depolarisasi pase 4 spontan yang menghasilkan penurunan aktifitas
system saraf otonom yang penting pada penatalaksanaan disritmia ventrikuler selama iskemia miokard
dan reperfusi. Induksi obat yang memperlambat heart rate dengan efek menurunkan kebutuhan oksigen
myocard, diperlukan pada pasien dengan penyakit arteria coronaria. Antagonis beta-adrenergik
memperlambat kecepatan konduksi dari impuls jantung melalui jaringan atrium, sehingga terjadi
perpanjangan interval P-R pada EKG, dimana durasi aksi dari potensian aksi jantung dari myocard
ventrikel tidak dirubah. Obat ini efektif menurunkan insiden dari morbiditas dan mortalitas disritmia
relatif walaupun mekanisme pasti untuk menjelaskan efek menguntungkan ini tidak jelas.
4

Obat-obat kelas III


Obat-obat kelas III (amiodarone, sotatol, bretylium) memblok saluran ion potasium yang
menyebabkan perpanjangan depolarisasi jantung, durasi potensial aksi, dan periode refrakter efektif.
Efek ini menguntungkan dalam pencegahan disritmia jantung dengan menurunkan jumlah dari siklus
jantung dimana sel-sel myocard di rangsang dan oleh karenannya mempermudah aktifasi. Tachicardi
re-enteri dapat ditekan jika durasi potensial aksi menjadi lebih panjang dari panjang siklus lintasan
tachikardia.
Tambahan untuk efek kelas III, amiodarone memperlihatkan blokade saluran sodium (kelas I),
bete-bloker (Kelas II) dan blokade saluran sodium (kelas IV). Sotatol adalahresemic mixture dari
levorotator (L) dan isomer extrorotator (D) yang memiliki kesamaan efek kelas III. Tambahan, Lisomer dari sotatol bertindak sebagai antagonis beta-adrenergik dimana D-isomer dapat meningkatkan
mortalitas pada pasien-pasien dengan disfungsi ventrikel dan infark myocard baru. Insiden rendah efek
prodisritmia diperlihatkan pada pengobatan dengan amiodarone atau resemic sotatol yang
dihubungkan dengan efek keuntungan kelas II.
Obat-obat kelas IV
Obat-obat kelas IV (veravamil, diltiazem) bekerja melalui penghambatan masuknya ion
calsium lambat, yang memberi pengaruh terjadinya takhikardia ventrikel. Sehingga obat ini digunakan
untuk pengobatan takhikardia ventrikel.
EFEK PRODISRITMIA
Efek prodisritmia membuat bradidisritmia atau takhidisritmia yang menggambarkan disritmia
jantung baru yang berhubungan dengan pengobatan disritmia kronis (Ben-David dan Zipes, 1993).
Tipe prodisritmia termasuk Torsade de pointes, takikardia ventrikel tak putus-putus dan ritme ventrikel
compleks yang lebar (Langberg dan DeLugrio, 1999).
Torsade de Pointes
Torsade de pointes (takhikardia vetrikuler polymorfis dan fibrilasi ventrikel) adalah
kebanyakan prodisritmia dan dipicu ole depolarisasi awal-akhir pada pengaturan oleh keterlambatan
repolarisasi dan meningkatnya durasi dari manifestasi refraktori seperti prolong dari interval QTc pada
EKG. Kelas IA (Quinidine dan disopyramide) dan obat kelas III (amiodarone) prolong interval QTc
melalui blokade saluran potasium memberikan pengaturan untuk torsade de pointes. Induksi obat
torsade de pointes sering dihubungkan dengan bradikardia, sebab interval QTc lebih panjang saat
perlambatan Heart Rate. Faktor pendukung seperti hipokalemia, hipomagnesia, penurunan fungsi
ventrikel kiri dan sesuai dengan pemberian dari obat prolong QT lainnya, adalah faktor-faktor
predisposisi penting dalam perkembangan prodisritmia ini.
Incessant Ventricular tachycardia
5

IVT dapat dipercepat oleh obat-obat antidisritmia jantung dimana konduksi lambat dari
impuls-impuls jantung (Obat kelas IA dan Kelas IC) cukup untuk membuat siklus takhikardia
ventrikuler berulang (reenteri). IVT lebih mungkin terjadi dengan dosis tinggi obat-obat kelas IC dan
pada pasien dengan riwayat takhikardia ventrikuler dan fungsi ventrikel kiri yang lemah. Takhikardia
ventrikuler oleh karena mekanisme ini umumya lebih lambat disebabkan efek obat tetapi mungkin
resisten terhadap obat-obat atau terapi elektrik. Prodisritmia sering dihubungkan dengan obat-obat
kelas IB, dimana memiliki efek blok lebih lemah pada saluran sodium.
Wide complex ventrikuler Rhythm
WCVR sering dihubungkan dengan obat-obat antidisritmia jantung klas IC yang membentuk
penyakit jantung struktural. Konsentrasi plasma yang berlebihan

dari obat antidisritmia atau

perubahan penghancuran dosis dapat menyebabkan prodisritmia ini. WCVR dipikirkan untuk reflek
takhikardia reenteri dan degenerasi awal untuk fibrilasi ventrikel.
PENGGUNAAN DAN HASIL PENGOBATAN DENGAN OBAT ANTIDISRITMIA JANTUNG
Supresi ventrikel ektopik dengan obat-obat antidisritmia tidak melindungi selamanya terhadap
acaman disritmia dan dapat meningkatkan martalitas (Langberg dan DeLugrio, 1999). Faktanya,
pasien yang diobati dengan obat antidisritmia klas IC, menunjukkan tingginya insiden serangan henti
jantung yang merefleksikan efek prodisritmia obat tersebut. Sebaliknya, antagonist beta-andrenergik
yang tidak secara khusus menekan disritmia ventrikel menunjukkan penurunan mortalitas dan resiko
ancaman disritmia ventrikel. Pada pasien dengan riwayat infark miokard dan disritmia ventrikuler,
mortalitas meningkat pada yang mendapat pengobatan obat kelas IA dan IC, dimana mortalitas
diturunkan dengan amiodarone dan antagonist beta-adrenergik (Kennedy dkk, 1994). Pasien yang
selamat dari henti jantung memiliki resiko lebih besar terjadi fibrilasi ventrikel berulang dan
pengobatan pasien ini dengan amiodarone menghasilkan lebih sedikit kejadian ancaman jantung.
Prodisritmia dan efek inotropik negatif dari obat-obat antidisritmia klas IA dan klas IC tidak termasuk
pemberian pada pasien dengan congestif heart failure. Pada pasien ini pemberian amiodarone lebih
aman dan dapat menekan prodisritmia.
TERAPI PROFILAKSIS ANTIDISRITMIA
Lidokain tidak disarankan sebagai pengobatan profilaksis pada stadium awal infark miokard
akut dan tanpa ventrikuler malignant ektopik (Teo et al, 1993). Kenyataannya, lidokain tidak
menurunkan dan mungkin meningkatkan mortalitas karena peningkatan pada kejadian bradidisritmia
fatal dan asistole.
Antagonis chanel calsium tidak disarankan untuk pengobatan rutin pada pasien dengan akut
miokard infark sebab mortalitas tidak ditingkatkan oleh obat ini. Blokade chanel calsium
6

direkomendasikan pada pasien yang menderita infark miokard menetap yang diobati dengan aspirin,
heparin, nitroglyserin dan antagonis beta-adrenergik.
Magnesium dikaitkan dengan pada banyak reaksi enzimatik dan menghasilkan vasodilatasi
coroner dan sistemik, menghambat agregasi platelet dan meningkatkan reperfusi luka miokard. Data
pada kemampuan magnesium untuk menurunkan mortalitas pada infark miokard masih kontrofersial
(Schechter dll, 1995). Pengobatan dengan magnesium diindikasikan pada pasien yang menderita infark
miokard akut dimana takhikardia ventrikuler torsade de pointes berkembang (Ryan dkk, 1999).
KEPUTUSAN UNTUK PENGOBATAN DISRITMIA JANTUNG
Obat untuk disritmia jantung tidak tidak secara seragam efektif dan sering menyababkan efek
samping (lihat bagian pada prodisritmia) (Atle, 1997; Roden, 1994). Keuntungan obat-obat
antidisritmia adalah paling bersih ketika menghasilkan terminasi intermediet pada ancaman
takhikardia. Tidak ada keraguan pada terminasi takhikardia dengan lidokain atau takhikardia
supraventrikuler dengan adenosin atau verapamil adalah keuntungan tetap untuk pengobatan
antidisritmia. Selanjutnya, pada waktu terbatas, efek samping sedikit disukai. Kenyataannya, adalah
sulit untuk mendemonstrasikan bahwa obat antidisritmia mengurangi gejala yang berhubungan dengan
disritmia jantung kronis, keadaan dimana resiko efek samping lebih besar. Peningkatan pada mortalitas
jangka panjang dihubungkan dengan obat antidisritmia jantung yang nyata (Cardiac arritmia
suppresion Trial/CAST dan trial lainnya) mencapai kemungkinan bahwa beberapa hasil obat
antidisritmia pada sensitisasi miokardium untuk faktor-faktor pencetus intercurren (iskhemia miokard,
aktifasi neurohumoral, stretch miokard, proses perjalanan lambat setelah infark miokard) yang
kemudian mengurangi disritmia jantung (Roden, 1994). Mekanisme dimana antagonist beta-adrenergik
menurunkan mortalitas setelah infark miokard akut tidak diketahui.
Nilai dari monitoring konsentrasi obat plasma dalam meminimalkan resiko yang berhubungan
dengan terapi antidisritmia tidak memuaskan. Kenyataannya, banyak efek samping yang ada
tergantung oleh banyak keadaan alami dan keberadaan penyakit jantung yang mendasari pada
peningkatan konsentrasi plasma darah (Roden, 1994).
QUINIDINE
Quinidine adalah obat kelas IA yang efektif pada pengobatan disritmia supraventrikuler akut
dan kronis. (Gbr. 17-1)(Grace and Camm, 1998). Quinidine sering diindikasikan untuk mencegah
kekambuan dari takhidisritmia supraventrikuler atau untuk menkan kontraksi ventrikel pemature.
Contoh : quinidine sering digunakan untuk memperlambat atrial rate pada arterial fibrilasi.
Kenyataannya : kira-kira 25% pasien dengan atrial fibrilasi akan menjadi sinus ritme normal ketika

diobati dengan qunidine. Takhidisritmia supraventrikuler berhubungan dengan sindroma W-P-W,


sangat efektif dengan quinidine.
Secara umum sebelum memberikan digitalis ketika mengobati fibrilasi atrium dengan
quinidine karena hambatan pasien akan manifestasi meningkatnya paradoksial dalam jumlah respon
ventrikuler ketika menggunakan quinidine. Kemudahannya adalah hambatan pasien yang konsentrasi
plasma stabil sebelumnya oleh peningkatan digoksin, secara dramatik ketika diberikan quinidine
secara cepat menambah untuk regimen pengobatan (Leahey dkk, 1980). Rupanya, qunidine
menyebabkan perpindahan digoxin dari miokardium dan jaringan perifir. Korelasi peningkatan kadar
digoxin pada sekresi ginjal disebabkan oleh karena peningkatan digoxin pada sekresi tubulus ginjal.
Quinidine sering sekali diberikan secara oral dengan dosis 200-400 mg empat kali sehari.
Quinidine diabsorbsi cepat per oral, dengan konsentrasi puncak plasma dicapai dalam 60-90 menit dan
t eliminasi antara 5-12 jam. Kadar terapeutik dalam darah dari quinidine adalah 1,2-4,0 g/mL.
Injeksi IM tidak dianjurkan karena nyeri pada tempat penyuntikan. Quinidine dapat diberikan secara
IV (50-75 mg per jam) kalau pemberian oral tidak memungkinkan. Pemberian quinidine per IV
dibatasi karena dapat terjadi depresi miokard dan vasodilatasi perifir.
Mekanisme Aksi
Quinidine adalah dextroisomer dari qunine, sama seperti quinine, memiliki efek anti malaria
dan antipiretik. Tidak seperti quinine, quinidine memiliki efek pada jantung. Contoh : quinidine
menurunkan slope depolarisasi fase IV, yang menjelaskan keefektifannya dalam menekan disritmia
jantung oleh meningkatnya otomatisasi. Quinidine meningkatkan ambang fibrilasi pada atrium dan
ventrikel. Induksi lambat quinidine pada konduksi impuls-impuls jantung melalui serabut normal dan
abnormal yang memberikan respon sebagai kemampuan quinidine mengubah atrial fluter atau atrial
fibrilasi menjadi irama sinus normal. Obat ini dapat meniadakan disritmia reentery melalui
perpanjangan konduksi impuls jantung pada daerah injury, yang menyebabkan perubahan blokade
konduksi satu arah menjadi blokade dua arah. Penurunan pada arterial rate selama fibrilasi atau fluter
atrium dapat mengakibatkan perlambatan kecepatan konduksi, perpanjangan periode refrakter efektif
pada atrium atau keduannya.
Metabolisme Dan Ekskresi
Quinidine di hidrolisa dihati menjadi metabolit inaktif dan diekskresikan melalui urine. Kirakira 20% quinidine diekskresikan dalam bentuk tak berubah melalui urine. Enzim menginduksi secara
signifikan pemendekan durasi aksi dari quinidine. Pada pemberian penitoin, phenobarbital atau
rifampisin dapat menurunkan kadar darah quinidine dengan mempertinggi bersihan hati. Oleh karena
quinidine tergantung pada eksresi ginjal dan metabolisme hati untuk mengeluarkan dari tubuh,
akumulasi quinidine atau metabolitnya dapat menyebabkan kerusakan organ. Kira-kira 80-90%

quinidine dalam plasma terikat pada albumin. Quinidine terakumulasi secara cepat pada semua
jaringan kecuali otak.
Efek Samping
Quinidine memiliki ratio terapi rendah dan efek samping dapat diperkirakan jika konsentrasi
plasma berlebihan. Pada peningkatan konsentrasi plasma lebih dari 2 g/mL dapat terjadi
perpanjangan interval P-R, kompleks QRS dan interval QTc pada EKG, oleh karena itu perlu
monitoring EKG pada pasien yang diobati dengan quinidine. Peningkatan 50% durasi QRS kompleks
memerlukan penurunan dosis quinidine atau dapat terjadi blok jantung. Kadang-kadang pasien-pasien
yang dirawat dengan quinidine rentan terjadi syncope atau sudden death walaupun konsentrasi obat
dalam plasma rendah (Morganroth dan Goin, 1991). Syncope Quinidine munkin merefleksikan
terjadinya disritmia ventrikule oleh karena kegagalan konduksi intra ventrikuler dari impuls jantung.
Orang dengan preexisting prolong dari interval QTc atau kejadian blok jantung arterioventrikuler pada
gambaran EKG seharusnya tidak diobati dengan quinidine. Takikardia ventrikuler paradok dapat
terjadi berkali-kali dan sering didahului oleh prolong interval QTc.
Quinidine dapat menyebabkan hipotensi bermakna, teristimewa jika diberikan secra IV.
Respon ini sering disebabkan vasodilatasi perifir dari blok alpha-adrenergik. Pada beberapa pasien,
kombinasi terapi dengan quinidine dan verapamil dapat menyebabkan hipertensi, dimana
dimungkinkan paduan dari blokade aktivitas dari reseptor alpha-adrenergik oleh kedua obat tersebut
(Maisel dkk, 1985) Konsentrasi plasma yang tinggi mendepresi kontraksi miokard, dimana diperberat
oleh hiperkalemia.
Pasien dengan irama sinus normal yang diobati dengan quinidine memperlihatkan
peningkatan detak jantung, hal ini mungkin disebabkan oleh aktivitas antikolinergik dan atau aktivasi
sistem saraf simpatik. Aksi atropine-like dari quinidine bertolak belakang dengan aksi depresi
langsung pada nodus sinoartrial dan atrioventrikuler.
Reaksi alergi termasuk drug rash atau drug fever yang kadang dihungkan dengan leukositosis.
Trombositopenia kadang terjadi yang disebabkan oleh kompleks obat-platelet yang menimbulkan
produksi antibodi. Penghentian pemberian quinidine dapat mengembalikan jumlah platelet menjadi
normal dalam 2-7 hari. Nausea, vomitus dan diare dapat terjadi pada 1/3 pasien yang diobati.
Seperti alkaloid cinchona dan salisilat, quinidine dapat menyebabkan cinchonism. Tanda dari
cinchonism termasuk tinitus, pendengaran yang menurun, penglihatan kabur, dan gangguan
gastrointestinal. Pada beberapa kasus dapat menyebabkan nyeri perut dan gangguan mental.
Karena quinidine adalah obat blok alpha-adrenergik, dapat berinteraksi dengan bahan additiv
pada obat yang menyebabkan vasodilatasi. Contoh : nitrogliserin dapat menyebabkan bertambah berat
hipotensi ortostatik pada pasien yang diobati dengan quinidine.

Quinidine bercampur dengan transmisi neuromuskuler normal dan dapat menunjukkan efek
obat blok neuromuskuler. Paralisis otot sekeletal berulang pada periode segera setelah operasi telah
diteliti dalam hubungannya dengan penggunaan quinidine (Way dkk, 1967).
PROCAINAMIDE
Procainamide sama efektifnya dengan quinidine untuk mengobati disritmia ventrikuler tapi
tidak efektif menghilangkan takhidisritmia. Kontraksi ventrikuler premature dan takhikardia
ventrikuler paroxysmal ditekan pada banyak pasien dalam beberapa menit setelah pemberian
intravena. Pada keadaan gawat (takhikardia ventrikuler, takhicardia atrial, yang berasal dari jalur
accesori) dimana memerlukan kadar terapi dalam darah secara cepat, procainamide dapat diberikan
secara intravena dengan dosis 100 mg setiap 5 menit sampai disritmia jantung terkontrol atau total
dosis mencapai kira-kira 15 mg/kgBB. Ketika disritmia terkontrol, dapat digunakan procainamide
untuk terapi pemeliharaan melalui drip infus (2-6mg/menit). Tekanan darah dan EKG (QRS kompleks)
dimonitor secara terus menerus selama infus ini. Level terapi dalam darah dari procainamide adalah 48 g/mL. Walaupun procainamide dan quinidine memiliki spektrum lebih luas terhadap antidisritmia
daripada lidokain (digunakan pada pengobatan disritmia jantung ventrikuler dan supraventrikuler),
jarang digunakan selama anestesi sebab memiliki kecenderungan terjadi hipotensi.
Mekanisme Aksi
Procainamide adalah analog dari anestesi lokal procain. Procainamide memiliki aksi
elektrofisiologik mirip dengan quinidine tetapi memiliki sedikit efek prolong dari interval QTc pada
EKG. Hasilnya, takhikardia vebtrikuler paradoksal jarang terjadi pada terapi procainamide.
Procainamide tidak menyebabkan efek vagal dan adapat digunakan pada pasien dengan fibrilasi atrium
untuk menekan iritabel ventrikuler tanpa meningkatkan frekuensi ventrikel. Seperti quinidine,
procainamide memperpanjang QRS complek dan menyebabkan perubahan gelombang ST-T pada
EKG.
Metabolisme dan Ekskresi
Procainamide dieliminasi oleh ekskresi ginjal dan metabolisme hati. Pada manusia 40%-60%
dari procainamide diekskresi dalam bentuk tak berubah oleh ginjal. Dosis procainamide dapat
diturunkan ketika fungsi ginjal tidak normal. Procainamide sebelum diekskresi ginjal dalam bentuk tak
berubah, diasetilasi menjadi N-acetyl procainamide (NAPA) oleh hati dan dieliminasi oleh ginjal.
Metabolit ini adalah cardioaktiv dan mungkin memberikan kontribusi pada efek antidisritmia
procainamide. Pada kasus gagal ginjal, konsentrasi plasma dari NAPA dapat mencapai level
berbahaya. Akhirnya, 90% dosis procainamide yang diberikan diperoleh sebagai obat yang tidak
berubah dan metabolitnya.

10

Aktivitas enzim N-acetyltransferase untuk acetylasi procainamide ditentukan secara genetik.


Pada pasien yang diasetilator berulan, half-time eliminasi dari procainamide adalah 2,5 jam dibanding
5 jam dengan acetylator lambat.
Tidak seperti analognya, procain, procaoinamid memiliki resistensi tinggi untuk hidrolisa oleh
cholinesterase plasma. Pengalaman dari resistensi ini faktanya bahwa hanya 2-10% pemberian dosis
procainamide yang dianjurkan ditemukan kembali dalam bentuk tak berubah dalam urine seperti asam
paraaminobenzoat.
Hanya kira-kira 15% procainamide larut dalam protein plasma. Walaupun kelarutan dalam
plasma sedikit, procainamide gampang sekali larut dalam jaringan protein dengan pengecualian pada
otak.
Efek Samping
Insiden efek samping tinggi ketika procainamide digunakan sebagai obat antidisritmia.
Hipotensi yang dihasilkan dari procainamide lebih banyak disebabkan oleh depresi miokard langsung
daripada vasodilatasi perifir. Tentu saja injeksi intravaskuler berulang dari procainamide dihubungkan
dengan hipotensi dimana tingginya konsentrasi plasma memperlambat konduksi impuls jantung
melalui nodus atrioventrikuler dan sistem konduksi intraventrikuler.
Ventrikuler asystole atau fibrilasi dapat terjadi ketika procainamide diberikan pada pasien
blok jantung, seperti hubungannya dengan keracunan digitalis. Depresi miokard langsung yang terjadi
saat konsenterasi procainamide plasma tinggi, diperberat oleh hiperkalemia. Seperti quinidine,
disritmia ventrikuler dapat menyertai konsentrasi plasma yang berlebihan dari procainamide.
Penggunaan procainamide yang lama dapat dihubungkan dengan sindroma mirip SLE.
Serositis, arthritis, pleuritis atau pericarditis dapat meningkat, tapi tidak seperti SLE, vasikulitis tidak
sering terjadi. Pasien dengan sindroma SLE sering menigkatkan antibodi antinuklear. Gejala hilang
ketika procainamide dihentikan.
Sama seperti obat lainnya procainamide dapat menyebabkan drug fever atau reaksi alergi.
Walupun agranulositosis jarang terjadi, leukopenia dan trombositopenia sering tampak setelah
procainamide digunakan secara lama. Selalu dihubungkan dengan sindroma lupus-like, dampak awal
yang umum dari procainamide diluar komplikasi jantung adalah gangguan gastrointestinal, termasuk
mual dan muntah.
DISOPYRAMIDE
Disopyramide sebanding dengan quinidine dalam efektifitas menekan takhidisritmia atrium
dan ventrikuler (Gb. 17-3). Absorbsi per oral disopyramide hampir lengkap, kadar puncak dalam darah
tercapai dalam 2 jam setelah pemberian. Konsentrasi plasma terapi disopyramide adalah 2-4 g/mL.

11

Kira-kira 50% obat diekskresi dalam bentuk tidak berubah oleh ginjal. Hasilnya, half-time eliminasi
adalah 8-12 jam, diperpanjang pada keadaan renal disfungsi.
Dealkalisasi metabolit lebih sedikit dibanding antidisritmia dan aktivitas atropine-like
daripada jumlah obat asli kira-kira 20% dari eleminasi obat.
Efek Samping
Efek samping yang paling umum dari disopyramide adalah dry mouth dan gangguan urine,
keduanya disebabkan oleh aktivitas obat anticholenergik. Pada pasien yang mendapat disopyramide
selalu merasakan pandangan kabur atau nausea. Pemanjangan interval QTc pada EKG dan takhikardia
ventrikuler paradoks (seperti quinidine) dapat terjadi. Untuk alasan ini, disopyramide seharusnya
diberikan secara terus-menerus jika pasien diketahui memiliki efek konduksi jantung. Disopyramide
memiliki signifikansi efek depresi miokardial, khususnya pada pasien dengan dugaan disfungsi
ventrikuler kiri dan menimbulkan kegagalan jantung kongestiv dan hipotensi. Potensial depresi
miokard langsung, khususnya pada pasien dengan kemungkinan terjadi disfungsi ventrikel kiri, sama
besarnya dengan obat ini dibanding quinidine dan procainamide.
MORICIZINE
Moricizine adalah derivat phenothiazine dengan kemampuan sederhana pada pengobatan
disritmia ventrikuler terus-menerus. Pada pengamatan efek prodisritmia ini, obat ini digunakan untuk
pengobatan disritmia ventrikuler yang mengancam hidup. Tidak efektif pada pengobatan atrial
disrtmia. Moricizine menurunkan kecepatan ion sodium dan selalu menurun secara otomatis.
Efek Samping
Efek prodisritmia terjadi pada 3-15% pasien yang mendapatkan pengobatan yang lama
dengan moricizine. Pasien dengan fungsi ventrikuler kiri yang lemah ditoleransi oleh moricizine dan
sedikit meningkatkan tekanan darah sistemik dan detak jantung dapat menyertai terapi. Konsentrasi
plasma dari theophiline dapat meningkat pada pasien yang diobati dengan moricizine.
LIDOCAINE
Lidokaine digunakan umum untuk menekan disritmia ventrikuler, memiliki efek minimal
pada takhidisritmia supraventrikuler (lih. Bag. 7). Obat ini biasanya efektif dalam menekan reentery
disritmia, seperti kontraksi ventrikel premature dan tachikardia ventrikuler. Kegunaan terapi lidokaine
propilaksi untuk mencegah fibrilasi ventrikel awal setelah infark miokard acute tidak bermanfaat dan
tidak dianjurkan. Kenyataannya, lidokain tidak menurunkan dan mungkin meningkatkan mortalitas
sebab peningkatan kejadian fatal yaitu bradikardia dan asystol.
Pada pasien dewasa dengan cardiak output normal, fungsi hepar normal dan aliran darah
hepar normal, pemberian dosis awal lidokain 2 mg/kg intravena, diikuti dengan infus drip 1-4
12

mg/menit, dapat memberikan konsentrasi lidokain plasma terapi 1-5g/mL. Penurunan cardiak output
dan atau hepatik blood flow, seperti manipulasi anestesia, infark myokardial akut atau congestif heart
failure dapat menurunkan 50% atau lebih dosis awal dan infus lidokain rata-rata penting untuk
pemeliharaan kadar terapi obat dalam plasma.
Pemberian koncomitan obat seperti propranolol dan cimetidine dapat memberikan penurunan
bersihan hepar dari lidokain. Keuntungan lidokain dibanding dengan quinidine atau procainamide
adalah lebih cepat onsetnya dan efeknya cepat hilang ketika infus dihentikan. Pemberian infus sedikitdemi sedikit penting untuk mendapatkan efek disritmia. Pemberian lidokain intravena berbeda dengan
penggunaan untuk anestesi lokal, sebab tidak terdapat bahan pengawet. Lidokain diserap secara baik
setelah pemberian peroral, tetapi subjektiv untuk matabolisme first-pass hepar luas. Hasilnya, kira-kira
1-3 dari dosis oral lidokain mencapai sirkulasi. Absorbsi intramuskuler dari lidokain hampir komplit.
Pada situasi emergensi lidokain 4-5 mg/kg intramuskuler akan memebrikan konsentrasi plasma terapi
kira-kira 15 menit, level ini dipertahankan kira-kira 90 menit.
Mekanisme Aksi
Lidokain memperlambat kecepatan depolarisasi phase 4 spontan dengan mencegah atau
mengurangi penurunan secara bertahap pada permeabilitas ion potasium yang secara normal terjadi
pada fase ini. Keefektivan lidokain dalam menekan kontraksi ventrikel premature menyebabkan
kemampuan untuk menurunkan kecepatan depolarisasi phase 4 secra spontan. Ketidak-efektivan
lidokain melawan takhidisritmia supraventrikuler agaknya merefleksikan ketidak mampuan merubah
kecepatan depolarisasi phase 4 spontan pada sel atrium jantung.
Pada dosis terapi umumnya, lidokain diberikan sebagai obat terapi antidisritmia memiliki efek
tidak signifikan pada interval QRS atau QTc pada EKG atau pada konduksi arterioventrikuler. Pada
dosis tinggi, walaupun lidokain dapat menurunkan konduksi pada AV node, sama baiknya pada serabut
His-purkinje.
Metabolisme dan Ekskresi
Lidokain dimetabolisme di hati dan hasil metabolitnya dapat memiliki aktivitas antidisritmia
jantung (lihat Bag 17).
Efek Samping
Lidokain pada dasarnya tidak memiliki efek pada EKG atau system kardiovaskuler ketika
konsentrasi plasma < 5g/mL. Berbeda dengan quinidine dan procainamide, lidokain tidak merubah
durasi QRS komplek pada EKG dan aktivitas sistem saraf simpatik tidak berubah. Lidokain
menurunkan kontraktilitas jantung lebih sedikit dibandingkan dengan obat antidisritmia lainnya yang
digunakan untuk menekan disritmia ventrikuler. Konsentrasi plasma toksik dari lidokain (>5-10
g/mL) menyebabkan vasodilatasi perifir dan menekan miokard langsung sehingga menghasilkan

13

hipotensi. Tambahan, perlambatan dari konduksi impuls jantung dapat menyebabkan bradikardia,
perpanjangan interval P-R dan pelebaran QRS kompleks pada EKG.
Prinsip efek samping dari penggunaan lidokain untuk mengobati disritmia jantung adalah
neurologis. Stimulasi pada SSP terjadi pada dose-related manner, dengan terjadi gejala ketika
konsentrasi lidokain > 5g/mL. Kejang dapat terjadi pada konsentrasi plasma 5-10 g/mL. Depresi
SSP, apnue dan henti jantung dapat terjadi pada konsentrasi plasma lidokain > 10 g/mL. Ambang
kejang untuk lidokain diturunkan saat hipoksemia arterial, hyperkalemia atau asidosis, sehingga
memerlukan monitoring parameter tersebut saat infus drip lidokain pada pasien untuk menekan
disritmia ventrikuler.
TOCAINIDE
Tocainide, seperti mexiletine, adalah analog amine yang efektif per oral dari lidokain yang
digunakan untuk menekan takhidisritmia ventrikel jantung (Gb. 17-4). Efek sampingnya menyerupai
mexiletine, tapi pada beberapa pasien obat ini dapat menyebabkan depresi sumsum tulang (leukopenia,
anemia, trombositopenia) dan fibrosis paru (Chabel dkk, 1992). Dosis pada dewasa 400-800 mg
diberikan tiap 8 jam. Seperti mexiletine, kombinasi tocainide dengan blokade beta-adrenergik atau
obat antidisritmia lainnya memberikan efek sinergis.
MEXILETINE
Mexiletine adalah analog amine yang efektif secara oral dari lidocain yang digunakan untuk
menekan takhikardia ventrikel jantung (gbr. 17-5). Kombinasi dengan betabloker atau obat
antidisritmia lainnya seperti qunidine atau procainamide menghasilkan efek sinergis yang dapat
menurunkan dosis dari mexiletine dan dapat menurunkan kejadian efek samping. Secara
elektrofisiologi mexiletine sama dengan lidokain. Tambahan pada group amine memungkinkan
mexiletine mempengaruhi secara bermakna metabolisme first-pass hepatik yang membatasi efektifitas
lidokain yang diberikan secara oral. Dosis dewasa 150-200 mg setiap 8 jam. Mexiletine efektif
mengurangi nyeri neuropatik untuk pasien dimana obat alternatif nyeri telah tidak memadai (Chabel
dkk, 1992)
Efek Samping
Nyeri epigastrik dapat terjadi dan dapat dikurangi dengan pemberian bersama makanan. Efek
samping neurologis termasuk tremulousnes, diplopia, vertigo dan kadang-kadang gangguan bicara.
Efek samping kardiovaskuler menyerupai lidokain. Peningkatan enzim hati terjadi khususnya pada
pasien dengan manifestasi gagal jantung kongestif. Gangguan darah kadang terjadi. Efek prodisritmia
dapat terjadi pada pasien yang diobati. Efek toksik dapat meningkat pada konsentrasi plasma sedikit
diatas level terapi.
14

PHENYTOIN
Phenitoin efektif secara baik menekan disritmia ventrikuler dihubungkan dengan aktivitas
digitalis (lih. Bag. 30). Obat ini efektif, walaupun lebih lemah dibanding quinidine, procainamide dan
lidokain dalam mengobati disritmia ventrikuler yang diebabkan oleh berbagai kasus. Phenitoin
mungkin berguna pada pengobatan takhikardia ventrikuler paradoksal atao torsade de pointes yang
dihubungkan dengan prolong interval QTc pada EKG. Pengobatan takhidisritmia atrium dengan
phenitoin tidak terlalu efektif.
Phenitoin dapat digunakan secara oral atau intravena. Pemberian intra muskuler sangat tidak
realistik untuk mengobati disritmia jantung. Dosis intravena adalah 100 mg (1,5 mg/kg) setiap 5 menit
sampai disritmia jantung terkontrol atau 10-15 mg/kg (maximum 1000 mg) dapat diperbolehkan.
Karena phenitoin dapat menggumpal bersama dekstrosa 5% dalam air, jadi lebih baik obat diberikan
melalui infus normal salin. Injeksi intravena lambat ke vena besar atau vena sentral dianjurkan untuk
meminimalkan kemungkinan tidak nyaman atau trombosis ditempat injeksi. Konsentrasi darah plasma
terapi berkisar antara 10-18 g/mL.
Mekanisme Aksi
Efek dari phenitoin pada otomatisasi dan kecepatan konduksi impuls jantung menyerupai
lidokain. Phenitoin memiliki efek lebih besar pada EKG interval QTc dibanding lidokain, dan
pemendekan interval QTc lebih dari obat-obatan antidisritmia lainnya. Phenitoin tidak memiliki efek
signifikan pada gelombang ST-T atau QRS kompleks. Tidak signifikan menekan miokardium pada
dosis umumnya, tetapi dapat jika diberikan dengan dosis tinggi secara cepat. Konduksi impuls jantung
melalui AV node ditingkatkan tapi aktivitas SA node mungkin ditekan. Kemampuan beberapa anestesi
volatil dalam menekan SA node perlu dipertimbangkan jika pemberian phenitoin direncanakan saat
general anestesi.
Metabolisme dan Ekskresi
Phenitoin dihidrolisa dan kemudian konyugasi dengan asam glusamine untuk dikeluarkan
dalam urine. Eliminasi half-time kira-kira 24 jam. Karena phenitoin dimetabolisme hati, kerusakan
fungsi hati dapat menyebabkan kadar obat dalam darah meningkat dibanding normal. Kadar obat
phenitoin dalam darah dapat diturunkan oleh obat-obat seperti barbiturat, yang mempertinggi laju
metabolisme. Warfarin, phenilbutason dan isoniazid dapat menghambat peningkatan fraksi bebas dari
phenitoin relatif pada partisi plasma bebas.

Efek Samping

15

Toksisitas phenitoin secara umum sering terjadi seperti gangguan SSP, khususnya gangguan
serebelum. Tanda-tandanya : ataxia, nystagmus, vertigo, gangguan bicara, sedasi dan gangguan mental.
Tanda serebelum berhubungan dengan kadar obat dalam daral lebih dari 18 g/mL. Disritmia jantung
yang tidak dapat ditekan pada konsentrasi ini tidak mungkin dapat merespon baik untuk lebih
meningkatkan dosis phenitoin. Phenitoin sebagian menghambat sekresi insulin dan mungkin
meningkatkan kadar glukosa darah pada pasien yang hiperglikemia. Leukopenia, granulositopenia dan
trombositopenia dapat menyebabkan manifestasi drug-induced depresi sumsum tulang. Nausea, skin
rash dan anemia megaloblastik dapat terjadi.
FLECAINIDE
Flecainide adalah analog anestesi lokal terfluorisasi dari procainamide yang lebih efektif
menekan impuls ventrikel premature dan takhikardia ventrikel dibanding quinidine dan disopyramide
(gbr. 17-6). Flecainide efektif untuk pengobatan takhidisritmia atrium. Karena penghambatan konuksi
pada by-pass tract, flecainamide dapat efektif untuk mengobati takhidisritmia yang disebabkan
mekanisme reentery dihubungkan dengan sindroma WPW. Pengobatan dalam waktu lama disritmia
ventrikuler dengan flecainamide setelah infark miokard tidak dianjurkan sebab meningkatkan angka
kejadian kematian mendadak pada pasien tersebut (Echt dkk, 1991). Flecainamide dapat diresepkan
untuk mengobati disritmia yang mengancam hidup.
Absorbsi peroral flecainamide sangat baik, dan panjang half-time (kira-kira 20 jam) cukup
diberikan 2 kali sehari dosis 100-200 mg. Kira-kira 25% flecainamide diekskresi dalam bentuk tidak
berubah oleh ginjal dan sisa metabolitnya masih aktif selama 1 minggu. Eliminasi flecainamide
menurun pada pasien dengan gangguan jantung kongestif dan gangguan ginjal. Flecainamide
kompetisi dengan jalur metabolik oleh obat-obat lain dan menghasilkan peningkatan konsentrasi
plasma digoxin dan propranolol. Pemberian bersama flecainamide dan amiodarone dapat
meningkatkan konsentrasi plasma flecainamide dua kalinya. Phenitoin dengan obat lainnya yang
menstimulasi enzim p-450 hepar dapat mempercepat eliminasi dari flecainamide. Konsentrasi plasma
terapi dari flecainamide antara 0,2-1,0 g/mL. Flecainide memiliki efek inotropik negatif moderat dan
efek prodisritmia khususnya pada pasien dengan penurunan preexiting fungsi ventrikel kiri. Vertigo
dan kesulitan akomodasi visual adalah efek samping dosis umum dari terapi flecainide.
Efek Samping
Efek prodisritmia terjadi pada jumlah signifikan pada pasien yang diobati, khususnya
pemberian pada disfungsi ventrikel kiri. Flecainide memperpanjang QRS komplek dengan 25% atau
lebih dan lebih sedikit terjadi prolong interval P-R pada EKG. Perubahan ini diduga

karena

kemungkinan blok konduksi intra nodal atau arterioventrikuler dari impuls jantung. Flecainide dapat
menekan fungsi SA node seperti pada blok chanel-kalsium dan antagonist beta-adrenergik. Untuk
16

alasan ini, flecainide tidak diberikan pada pasien dengan blok jantung arterioventrikuler derajat II dan
III. Ambang pacu ditingkatkan, penggunaan perlu perhatian khusus obat ini pada pasien dengan
pemacu jantung artifisial.
PROPAFENONE
Propafenone sama dengan flecainide adalah obatantidisritmia yang efektif untuk menekan
takhidisritmia atrial dan ventrikel. Obat ini memiliki efek blokade calsium dan beta-adrenergik yang
lemah. Profapenone mungkin bersifat prodisritmia, khususnya pada pasien takhikardia ventrikuler
menetap dan fungsi ventrikel kiri yang lemah.
Absorbsi setelah pemberian lokal baik, dan konsentrasi terapi dalam plasma tercapai dalam 3
jam. Kecepatan metabolisme secara umum, kira-kira 90% pasien dapat memetabolisme propafenone
secara efisien dihati. Dasar metabolit dimana metabolisme obat secara berulang efektif secara
farmakologi dan sebanding dengan potensi antidisritmia untuk obat injeksi. Karena metabolit
tambahan, aviabilitas propafenone mungkin bermakna pada peningkatan gangguan fungsi liver.
Efek Samping
Efek prodisritmia lebih mnyerupai yang terjadi pada pasien dengan prexiting disritmia
ventrikuler. Propafenone mendepresi miokard dan dapat menyebabkan abnormalitas konduksi seperti
perlambatan SA node, blok AV dan blok bundel-branch. Dosis rendah quinidine menghambat
metabolisme propafenone, mengingat propafenone bercampur dengan metabolit dari propranolol dan
metoprolol menghasilkan peningkatan konsentrasi plasma dari blokade ini. Obat ini selalu
meningkatkan konsentrasi plasma dari warfarin dan dapat memperpanjang protrombine time. Vertigo,
gangguan pengecapan dan gangguan penglihatan adalah efek samping biasa terjadi. Nausea, vomitus
dapat terjadi dan jarang hepatitis kholestatik atau manifestasi asma.
ANTAGONIS BETA-ADRENERGIK
Antagonis beta-adrenergik efektif untuk pengobatan disritmia jantung yang berhbungan dengan
peningkatan

aktivitas

dari

sistem

saraf

simpatik

(stress

perioperatif,

thirotoxicosis,

pheochromasitoma). Propranolol dan esmolol efektif untuk mengontrol kecepatan respon ventrikel
pada pasien dengan atrial fibrilasi dan atrial fluter (lih. Bag. 14). Tachikardia atrial multifokal berespon
terhadap esmolol atau metoprolol tapi pengobatan terbaik dengan amiodaron. Perbandingan dosis
metoprolol (5-15 mg Intravena lebih dari 20 menit, berakhir 5-7 jam) menghasilkan efek antidisritmia
sama dengan propranolol dalam potensial terjadinya efek samping. Acebutolol efektif dalam
mengontrol kontraksi ventrikel premature. Antagonis beta-adrenergik, khususnya propranolol efektif
dalam mengontrol torsade de pointes pada pasien dengan prolong interval QTc. Acebutolol,
propranolol dan metoprolol digunakan untuk mencegah sudden death pada infark miokard. Contoh :
17

obat antidisritmia klas I, propranolol, menurunkan sudden death secara nyata sama baiknya dengan
jumlah re infark pada tahun pertama setelah akut miokard infark (Teo dkk, 1993).
Mekanisme Aksi
Efek antidisritmia dari antagonis beta-adrenergik kebanyakan mirip reflek blokade pada
reseptor beta pada jantung untuk stimulasi sistem saraf simpatik, efeknya sama baiknya pada sirkulasi
katekolamine. Hasilnya, jumlah depolarisasi phase IV spontan diturunkan dan jumlah gangguan SA
node diturunkan. Jumlah konduksi impuls jantung melalui AV node diperlambat, ditandai dengan
prolong interval P-R pada EKG. Obat ini memiliki efek kecil pada gelombang ST-T, walupun lebih
pendek dari interval QTc. Antagonis beta-adrenergik dapat menekan miokard tidak hanya oleh blokade
beta tapi dapat melalui efek depresi langsung pada otot jantung. Tambahan blokade beta-adrenergik
obat ini menyebabkan perubahan aktivitas elektrik sel miokard. Efek membran sel ini mungkin sangat
respon untuk beberapa efek antidisritmia dari antagonis beta-adrenergik. Memang, dextropropranolol,
dimana kekurangan aktivitas antagonis beta-adrenergik adalah antidisritmia jantung yang efektif.
Dosis oral yang umum dari propranolol untuk menekan disritmia ventrikuler adalah 10-80 mg
setiap 6-8 jam. Total dosis harian ditetapkan oleh efek patofisiologi dari propranolol pada detak
jantung dan tekanan darah sistemik. Blokade beta efektif derung diberikan pada orang normal ketika
detak jantung saat istirahat adalah 50-60 kali permenit. Untuk menekan efek emergensi dari disritmia
jantung pada orang dewasa, propranololdapat diberikan intravena dengan dosis 1 mg per menit (3-6
mg). Onset aksi setelah pemberian intravena adalah antara 2-5 menit, efek puncak pada AV node
adalah 10-15 menit dan durasi aksi 3-4 jam. Pemberian dengan interval 1 menit diharapkan
meminimalkan efek farmakologis berlebihan pada konduksi impuls jantung. Pada pasien dengan
tekanan darah normal normal atau disfungsi ventrikuler kiri, pemberian jumlah obat yang diperlukan
umtuk memperlambat dan membatasi dosis total sampai kurang dari 3 mg.
Metabolisme dan Ekskresi
Pemberian propranolol secara oral secara luas dimetabolisme di hepar, dan efek first-pass hepar
direspon secara bervariasi pada konsentrasi plasma, konsentrasi plasma terapi dari propranolol
bervariasi dari 10-30 ng/mL. Propranolol dapat melintasi barier darah-otak. Metabolit utama
propranolol adalah 4-hydroksipropanolol dimana menghasilkan aktivitas antagonis beta-adrenergik
sangat lemah. Metabolit aktiv sebagian besar memberi kontribusi terhadap aktivitas antidisritmia
setelah pemberian propranolol per oral. Eliminasi half-time dari propranolol adalah 2-4 jam, walaupun
aktivitas antidisritmia umumnya menetap selama 6-8 jam.
Efek Samping
Bradikardia, hipotensi, depresi myokard dan bronchospasme adalah efek samping antagonis
beta-adrenergik yang merefleksikan kemampuan obat ini untuk mengambat aktivitas sistem saraf
simpatik. Pasien dengan kongestif heart disease semua derajad sangat tergantung pada peningkatan
18

aktivitas sistem saraf simpatik sebagai mekanisme kompensasi. Penurunan dari mekanisme respon
kompensasi dapat meningkatkan kongestif heart failure. Tambahan, efek depresi secara langsung
propranolol pada kontraksi miokard dapat meningkatkan kejadian kongestif heart failure. Penggunaan
propranolol pada pasien dengan blok jantung arterioventrikuler preexisting tidak direkomendasikan.
Propranolol dapat menyebabkan drug fever, reaksi alergi atau nausea dan dapat peningkatan refluk
oesophagal.

Ekstremitas dingin dan reynauld disis yang buruk dapat terjadi. Intreraksi dengan

metabolisme glukosa dapat terjadi hipoglikemia pada pasien dalam pengobatan diabetes militus. Efek
samping pada sistem saraf pusat adalah depresi metal dan fatigue. Alopesia reversibel dapat terjadi.
Peningkatan regulasi reseptor beta-adrenergik terjadi pada penggunaan yang lama dari antagonis betaadrenergik seperti yang terus-menerus diberikan pada pengobatan dapat meningkatkan takhikardia
supraventrikuler terjadi pada pasien dengan penyakit arteria coranaria. Peningkatan bertahap dosis
antagonis beta-adrenergik akan mencegah respon withdrawal.
AMIODARONE
Amiodarone adalah obat antidisritmia yang poten dengan aktivitas spektrum luas melawan
takhidisritmia suprafentrikuler refrakter dan takhidisritmia ventrikuler. Pada takhikardia ventrikuler
dan fibrilasi yang resisten terhadap defibrilasi elektrik, amiodarone 300 mg intravena disarankan.
Lidokain atau prokainamide direkomendasikan

saat resusitasi kardiopulmonary hanya saat

amiodarone tidak efektif. Pemberian secara oral preoperatif dari amiodarone menurunkan insiden
fibrilasi aterial setelah bedah jantung (Daoud dkk, 1997). Obat ini efektif untuk menekan
takhidisritmia yang berhubungan dengan sindroma WPW karena menekan konduksi AV node dan
traktus accesorry bypass. Sama seperti beta bloker dan tidak seperti obat kelas I, amiodarone
menurunkan mortalitas setelah infark miokard (Nademanee dkk, 1993).
Setelah dosis oral inisial, penurunan takhidisritmia terjadi dalam 72 jam. Dosis perawatan
secara umum diturunkan sampai 400 mg per hari untuk menekan takidisritmia ventrikuler dan 200 mg
per hari untuk menekan takhidisritmia supraventrikuler. Pemberian intravena lebih dari 2-5 menit, pada
dosis 5 mg/kg menghasilkan efek antidisritmia yang berlangsung lebih dari 4 jam. Konsentrasi dalam
darah terapi dari amiodarone adalah 1,0-3,5 g/mL. Setelah penghentian terapi oral yang lama, efek
farmakologi amiodaron menetap dalam waktu lama (lebih dari 60 hari), merefleksikan prolong
eliminasi half-time dari obat ini.
Mekanisme Aksi
Amiodarone derivat benzofluran adalah 37% iodine dengan berat dan struktur mirip thiroxine
(Gbr. 17-7). Prolong periode refrakter pada semua jaringan jantung, termasuk sistem SA node, AV
node, his-purkinje, ventrikel dan dalam kasus sindroma WPW, traktus accesorry bypass. Amiodarone
memiliki efek antiadrenergik (blokade nonkompetitif dari reseptor alpha dan beta) dan efek minor
19

inotropic negatif, dimana dapat di ganti oleh piranti vasodilatasi poten (Gottlieb dkk, 1994). Kasiat
Amiodarone sebagai obat antiangina dengan mendilatasi arteria koronaria dan meningkatkan koronari
blood flow.
Metabolisme dan Ekskresi
Amiodarone memiliki prolong eliminasi half-time (29 hari) dan volume distribusi yang besar
(Gbr. 17-8)(Kannan dkk, 1982). Obat ini memiliki ketergantngan minimal pada ekskresi ginjal seperti
pengalaman dari ketidakhadiran pada eliminasi half-time tak berubah pada fungsi ginjal (Kannan dkk,
1982). Metabolit utama, desethylamiodarone, aktif secara farmakologik dan eliminasi half-time lebih
panjang dari obat, menghasilkan akumulasi metabolit ini dengan terapi jangka lama. Protein binding
dari amiodarone luas dan obat ini tidak mudah dipindah pada hemodialisis. Ada hubungan tidak
konsisten antara konsentrasi plasma amiodarone dan efek farmakologisnya. Kenyataannya, batas
konsentrasi obat di miokardium adalah 10-50 kali yang ada di plasma.
Efek Samping
Efek samping pada pasien yang diobati lama dengan amiodarone umumnya, khusus ketika
dosis pemeliharaan melebihi 400 mg (Mason, 1987).
Toxisitas Paru
Efek samping serius amiodarone adalah alveolitis paru (pneumonitis)(Dusman dkk, 1990;
Martin dan Rosenaw, 1989). Semua insiden amiodarone menginduksi toxisitas paru diperkirakan 515% dari pasien yang diobati, dengan laporan mortalitas 5-10%. Kasus drug-induce toksisitas paru
tidak diketahui tapi mungkin merefleksikan kemampuan amiodarone untuk merubah produksi dari
radikal bebas oksigen di paru yang merubah oksidasi protein selular, membran lemak, dan asam
nulkeat. Hal ini memacu bahwa konsentrasi oksigen yang tinggi dapat mempercepat reaksi ini (Key
dkk, 1988). Alasannya, hal ini harus hati-hati untuk memembatasi konsentrasi oksigen pada pasien
yang mendapatkan amiodarone dan dibawah anestesia umum untuk kemampuan level terendah
pemeliharaan oksigenasi siatemik yang adekuat (Herndon dkk, 1992). Kenyataanya, edema pulmo
post operasi telah dilaporkan pada pasien yang telah dirawat lama dengan amiodarone (Herndon dkk,
1992). Kemudian, pengalaman ini bahwa pasien dengan pengalaman prexisting dari toksisitas paru
induksi-amiodarone meningkatkan resiko sindrome distress respirasi paru pada orang dewasa setelah
operasi yang memerlukan kardiopulmonary bypass (Kupferschmid dkk, 1989; Nalos dkk, 1987). Ini di
rekomendasikan walaupun tidak ada model binatang yang telah dicobakan pada kasus dah hubungan
efek antara pemberian amiodarone peroral dan toksisitas paru termasuk oksigen kedua.
Ada dua type yang jelas dari presentasi pasien dengan toksisitas pulmonary induksi
amiodarone. (Martin dan Rosenow, 1998). Bentuk umum toksisitas pulmonary menentukan onset
lambat daro dispnue progesif, batuk, kehilangan berat badan dan infiltrat paru pada ronget torak.
Bentuk kedua toksisitas pulmo memiliki lebih banyak onset akut dari dispnue, batuk, hipoksemia
20

arterial, dan demam yang menandakan pneumonia terinfeksi. Edema pulmo pos opertif menandakan
toksisitas pulmonary induksi amiodarone yang merepleksikan onset bentuk akut ini.
Cardiovaskuler
Sama seperti quinidine dan dysopyramide, amiodarone dapat memperpanjang interval QTc
pada EKG, dimana dapat meningkatkan kejadian takhidisritmia ventrikuler termasuk torsade de
pointes (efek prodysritmia). Denyut jantung yang selalu lambat dan resisten untuk pengobatan dengan
atropin. Kemampuan merespon katekolamine dan stimulasi sistem saraf sipatik diturunkan sehingga
dihasilkan hambatan induksi obat dari reseptor alpha dan beta-adrenergik. Efek depresi langsung
miokard diperkirakan menjadi minimal (macKinnon dkk, 1983). Pemberian amiodarone intravena
menghasilkan hipotensi, sebagian besar merefleksikan efek vasodilatasi perifir dari obat ini. Blok
jantung arterioventrikuler dapat selalu terjadi ketika obat diberikan secara intravena. Efek inotropik
negativ dari amiodarone dapat diubah pada anestesia umum, bloker beta-adrenergik dan bloker chanel
calsium. Obat-obat yang menghambat otomatisasi SA node (lidokain) dapat meningkatkan efek dari
amiodarone dan meningkatkan angka kejadian henti sinus.
Ocular, Dermatologik, Neurologik dan Hepatik
Mikrodeposite corneal dapat terjadi pada semua pasien dengan terapi amiodarone tapi
gangguan penglihatan tidak nyata. Photosensitif dan rash berkembang lebih dari 10% pasien. Toxisitas
neurologik dapat terjadi seperti neuropati perifir, tremor, gangguan tidur, sakit kepala atau kelemahan
otot skeletal proximal. Peningkatan konsentrasi transaminase plasma dapat terjadi dan infiltrasi fatty
liver telah diobservasi.
Pharmakokinetik
Amiodarone menghambat enzim P-450 menghasilkan peningkatan konsentrasi plasma digoxin,
procainamide, quinidine, warfarin dan cyclosporine. Amiodarone selalu berbeda dari sisi proteinbinding dari digoksin. Dosis digoxin dapat menurun sampai 50% jika diberikan bersama amiodarone.
Amiodarone meningkatkan konsentrasi plasma quinidine, procainamide dan pehitoin. Efek
antikoagulan warfarin berpotensiasi, sebab amiodarone dapat secara langsung menekan faktor
pemebekuan tergantung vitamin K.
Endocrin
Amiodarone mengandung iodine dan mempunyai efek pada metabolisme thiroid, masingmasing hypotiroidism atau hipertiroidism pada 2% - 4% pasien.
SOTATOL
Sotatol digunakan untuk pengobatan takhikardia ventrikuler menetap atau fibrilasi ventrikuler.
Obat ini selalu digunakan untuk penobatan takhidisritmia atrial termasuk fibrilasi atrial pada berah
jantung. Sotatol adalah obat antagonis beta-adrenergik non selektif dalam dosis rendah, pada dosis
21

tinggi, memperpanjang potensial aksi jantung di atria, ventrikuler dan jalur bypass accessoria. Sotatol
tidak boleh diberikan pada pasien asma, dysfungsi ventrikel kiri dan abnormalitas konduksi jantung
termasuk perpanjangan interval QTc pada EKG. Karena efek prodisritmia ini, obat ini sering dibatasi
penggunaan pada pasien dengan dysritmia ventrikel mengancam-hidup.
Efek Samping
Efek samping yang berbahaya dari adalah torsade de pointes, merefleksikan perpanjangan
interval QTc pada EKG. Torsade de pointes dihubungkan dengan kejadian 0,5% pasien yang mendapat
80 mg sotatol perhari dan 5,8% yang mendapat lebih ari 320 mg perhari. Efek beta-bloking dari sotatol
menghasilkan pengurangan kontraksi miokard, bradkardia dan konduksi delayed dari impuls jantung
melalui AV node. Efek samping lain dari sotatol termasuk fatigue, dyspepsia, vertigo, dan nausea.
DOFETILIDE
Dofetilide efektif untuk mengubah atrial fibrilasi dan atrial flutter yang baru terjadi manjadi
sinus ritme normal, sama baiknya untuk maintenance sinus ritme normal pada pasie yang sudah
kardioversi. Absorbdi oral lebih dari 90% dan 80% obat diekskresi lewat urine. Dosis yang sesuai
diinsikasikan berdasarkan fungsi ginjal. Trimethropine, cimetidine, dan proklorperazine bisa
menginhibisi renal clearance dari dofetilide. Efek predisritme dari dofetilide bisa terjadi sewaktu
pemberian bersama-sama dengan Ca channel blocker. Dofetilide tidak mendepresi kontraksi miokard.
Torsades de pointes terjadi pada dosis, khususnya pada pasien dengan preexisting disfungsi ventrikel
kiri.
BRETILIUM
Bretilium tidak direkomendasikan lagi sebagai obat untuk ventricular fibrilasi selama
resusitasi kardiopulmoner karena kurang efektif disbanding dengan amiodarone dan lebih banyak efek
sampingobat ini secara langsung menyebabkan pengeluaran norepinefrine dari akhiran saraf
adrenergic. Sehingga adanya bretilium pada akhiran saraf adrenergic menyebabkan pengeluaran
norepinefrine dan mengakibatkan hipotensi orthostatic dan bradikardi. Bretilium juga berpotensiasi
dengan norepinefrine dan epinephrine pada reseptor afrenergik dengan menginhibisi uptake
katekolamine.
Bretilium tidak mudah didapatkan untuk penggunaan klinis dan kalaupun tersedia hanya
untuk pemberian IM dan IV. Dosis biasanya 5-10 mg/kg IV diberikan setiap 10 sampai 30 menit dan
dosis maksimum 30 mg/kg (Atlee, 1997). Mual dan hipotensi (akibat vasodilitasi perifer) terjadi
setelah pemberian IV secara cepat. Sebaliknya karena pengeluaran pertama norepinefrine, dapat terjadi
transient hipertensi dan meningkatkan iritabilitas ventrikel pada pemberian dosis pertama, terutama
pada pasien yang mendapatkan terapi digitalis. Waktu paruh bretilium adalah 8-10 jam di mana
berhubungan secara langsung dengan renal clearance. Dalam hal ini dosis bretilium harus diturunkan
22

untuk pasien dengan disfungsi renal untuk mencegah efek kumulatif obat. Sekitar 50% obat
diekskresikan melalui urin tanpa mengalami perubahan bentuk pad a24 jam pertama dan dalam 48 jam
98% obat yang disuntikkan bisa dikeluarkan tanpa berubah melalui urine. Bretilium tidak
dimetabolisme di hepar.
VERAPAMIL DAN DILTIAZEM
Diantara Ca channel blocker, verapamil dan diltiazem merupakan yang paling efektif untuk
mengatasi kardiak disritmia (Atlee,1997)(lihat BAB 18). Verapamil paling efektif untuk mengatasi
paroksimal supraventrikuler takikardi, reentrant takikardi yang selalu melibatkan nodus AV. Obat ini
uga efektif untuk mengontrol ventrikel pada pasien dengan atral fibrilasi atau flutter. Verapamil juga
mempunyai efek depresan pada traktus asesorius dan tidak memperlambat respon denyut ventrikelpada
pasien dengan sindroma Wholff-Parkinson-White. Kenyataannya verapamil menyebabkan aktifitas
reflek sistem saraf simpatis yang meningkatkan konduksi impuls jantung melewati traktus asesorius
dan ini meningkatkan respon denyut ventrikel sama dengan digitalis. Verapamil juga mempunyai efek
untuk terapi detak oktopik ventrikel. Dosis verapamil untuk menekan paroksimal supraventrikuler
takikardi adalah 5-10 mg IV (75-150g/kg) selama 1-3 menit diikuti infuse sekitar 5 g/kg setiap
menit untuk memelihara efek ters menerus. Pemberian calcium glukonat 1g IV selama 5 menit
sebelum pemberian verapamil dapat memnrunkan hipotensi akibat verapamil tanpa mempengaruhi
efek antidisritmia(Salerno dkk, 1987). Pengobatan jangka panjang verapamil 80-160 mg setiap 6-8 jam
sehari mungkin berguna untk mencegah paroksimal supraventrikular takikardi. Dan untuk mengontrol
respon denyut ventrikel pada atral fibrilasi atau atrial flutter. Diltizem 20mg mempunyai efek
antidisritmia sama dengan diazepam, demikian juga efek sampingnya sama.
Mekanisme aksi
Verapamil dan Ca channel blocker lainnya menginhibisi influk ion kalsium melewati channel
lambat pada otot polos vaskuler dan otot jantung. Efek ini menurunkan fase 4 depolarisasi. Verapamil
mempunyai efek depresan pada nodus SA. Efek inotropik negatif dari obat ini pada otot jantung
menghasilkan derajat sedang vasodilatasi dar arteri koronaria dan arteri sistemik.
Metabolisme dan ekskresi
Sekitar 70% dari verapamil yang disuntikkan akan dieliminasi melalui ginjaldan sekitar 15%
ditemukan di empedu. Metabolitnya yaitu norverapamil bisa menghasilkan efek antidisritmia. Dosis
oral yang diperlukan besar karena obat akan mengalami efek first-pass hepatik.
Efek samping
Efek samping verapamil diperlukan untuk mengobati kardiak disritmia menunjukkan efek
influk ion kalsium ke dalam sel. AV blok dapat terjadi pada pasien dengan defek preexisting pada
konduksi impuls jantung. Mendepresi jantung secara langsung dan menurunkan kardiak output banyak
23

terjadi pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang terganggu. Vasodilatasi perifer menyebabkan
hipotensi. Berpotensiasi dengan obat-obatan anestetik mendepresi miokard, dan mempunyai efek
neuro muskuler blok.
Denga menurunkan aliran darah hepatik cimetidine bisa meningkatkan konsentrasi plasma
verapamil. Seperti quinidine, verapamil meningkatkan konsentrasi plasma digoksin dari 50% menjadi
70%. Bradikardi yang berat bisa terjadi sewaktu pemberian secara bersamaan antara verapamil dengan
propanolol.
OBAT ANTIDISRITMIA LAINNYA
Digitalis
Preparat digital seperti digaksin efektif untuk antidisritmia jantung untuk stabilisasi aktivitas
listrik atriumdan pengobatan serta mencegah atrial takidisritmia (lihat BAB 13). Karena efek
vagolitikobat ini juga memperlambat konduksi impuls jantung termasuk nodus AV dan memperlambat
respon ventrikel pada pasien dengan atrial fibrilasi. Sebaliknya preparat digitalis meningkatkan
konduksi impuls jantung melewati traktus asesorius dan meningkatkan respon ventrikel dan
membahayakan pada pasien dengan Wolff-Parkinson-White sindroma. Dosis digoksin adalh 0,5-1 mg
dalam dosis terbagi dalam 12-24 jam. Toksisitas digitalis adalah resiko dan bermanivestasi sebagai
cardiak disritmia (biasanya atrial takikardi dengan blok).
Adenosine
Adenosine adalah nukleosid endogen yang menurunkan konduksi impuls jantung sampai ke
nodus AV, sehingga efektif untuk mengatasi paroksimal supraventrikuler takikardi selain dengan Ca
channel bloker. Termasuk juga konduksi menuju traktus asesorius pada pasien dengan Wolff-Parkinson
White sindrom (Lerman dan Belardinelli, 1991). Obat ini tidak efektif untuk mengatasi atrial fibrilasi,
atrial flutter atau ventrikuler takikardi. Dosis adenosine adalah 6mg IV diikuti dengan pengulangan 612 mg IV setelah 3 menit kemudian.
Adenosine digunakan untuk mengatasi nyeri karena efeknya pada reseptor obat ini. Agonis
adenosin menghasilkan blokade nosiseptif akut dan mengurangi hipersensitifitas terhadap stimulasi
panas dan mekanis pada sensitisasi setelah inflamasi perifer atau luka saraf. Respon ini seperti aksi
pada reseptor G protein couple ekstraseluleryang terdapat pada perifer maupun CNS terutama pada
medula spinalis. Pemberian intratekal dari adenosine menghasilkan inhibisi secara selektif
hipersensitifitas diakibatkan oleh sensitisasi pusat (Eisenach dkk, 2002).
Mekanisme aksi
Adenosine mempunyai efek kardiofisiologi sama dengan Ca channel blocker Verapamil dan
Diltiazem (Atlee, 1997). Ini menstimulasi reseptor adenosine 1 meningkatkan masuknya ion Natrium
dan memperpendek durasi aksi potensial, hiperpolarisasi membran sel jantung. Hasilnya adenosine
24

menurunkan konsentrasi siklik adenosine monofosfat. Ini efek terhadap jantung yang pendek (waktu
paruh 10 detik) karena uptake seluler termediasi dan metabolisme inosine oleh adenosine deaminase.
Methilxantine menginhibisi aksi adenosine dengan menikat ke reseptor adenosine 1. sebaliknya
dipiridamole ( adenosine uptake inhibitor) dan transplantasi jantung (hipersensitifitas denervasi )
berpotensiassi dengan efek adenosine.
Efek samping
Efek samping dikarenkan pemberian IV secara cepat seperti flushing, nyeri kepala, dispnue,
nyeri dada, dan mual. Adenosine juga bisa menjadi penyebab transien atrioventrikuler blok.
Bronkospasme juga bisa terjadi pada pemberian IV meskipun tidak ada wheezing sebelumnya
(Aggarwal dkk, 1993; Bennet Guerrero dan Young, 1994). Direkomendasikan pemberian adenosine
secara hati-hati, terutama pasien dengan wheezing. Banyak teori menyebutkan adenosine mempunyai
efek bronkokonstriktor meliputi aktivasi reseptor adenosine pada otot polos bronchial, degranulasi sel
mast, dan stimulasi formasi prostaglandin bronkokonstriktor (Crimi dkk, 1989). Efek farmakologi dari
adenosine antagonis metilxantine (teofiline dan kafein) dan potensiasi dengan dipiridamole.

25

Вам также может понравиться

  • KMK No. 1778 TTG Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU Di RS
    KMK No. 1778 TTG Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU Di RS
    Документ21 страница
    KMK No. 1778 TTG Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU Di RS
    Ujang Kasep
    80% (5)
  • Egdt PD-BA-IF-FR
    Egdt PD-BA-IF-FR
    Документ35 страниц
    Egdt PD-BA-IF-FR
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Lapsus CCRA Sutrisno UNS
    Lapsus CCRA Sutrisno UNS
    Документ8 страниц
    Lapsus CCRA Sutrisno UNS
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Egdt PD-BA-IF-FR
    Egdt PD-BA-IF-FR
    Документ35 страниц
    Egdt PD-BA-IF-FR
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • MONITORING Hemodialisa
    MONITORING Hemodialisa
    Документ7 страниц
    MONITORING Hemodialisa
    Andrye D'gembel Ngebut Benjut
    Оценок пока нет
  • Koma
    Koma
    Документ14 страниц
    Koma
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • BAB IIapp PDF
    BAB IIapp PDF
    Документ18 страниц
    BAB IIapp PDF
    Putri Yuma Amelia
    Оценок пока нет
  • WjBab 25 Diuretics
    WjBab 25 Diuretics
    Документ8 страниц
    WjBab 25 Diuretics
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Modul 33 Pacu
    Modul 33 Pacu
    Документ22 страницы
    Modul 33 Pacu
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Resusitasi Cairan PD Shock
    Resusitasi Cairan PD Shock
    Документ23 страницы
    Resusitasi Cairan PD Shock
    Rahmat Nugroho
    Оценок пока нет
  • Wjbab 20 Prostaglandins
    Wjbab 20 Prostaglandins
    Документ10 страниц
    Wjbab 20 Prostaglandins
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • SOP Nyeri
    SOP Nyeri
    Документ2 страницы
    SOP Nyeri
    fachrizalrikardi
    100% (3)
  • Manajemen SAB Pada Pediatrik
    Manajemen SAB Pada Pediatrik
    Документ29 страниц
    Manajemen SAB Pada Pediatrik
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • MODUL 3 Ketramp DSR Anest III
    MODUL 3 Ketramp DSR Anest III
    Документ23 страницы
    MODUL 3 Ketramp DSR Anest III
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • OSAS
    OSAS
    Документ15 страниц
    OSAS
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Hipotermia Hipertermia
    Hipotermia Hipertermia
    Документ18 страниц
    Hipotermia Hipertermia
    Sandi Jhelly
    Оценок пока нет
  • LAPARAS
    LAPARAS
    Документ13 страниц
    LAPARAS
    fachrizalrikardi
    100% (2)
  • Alpha Fetoprotein
    Alpha Fetoprotein
    Документ15 страниц
    Alpha Fetoprotein
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Agonis Dan Antagonis Opioid
    Agonis Dan Antagonis Opioid
    Документ33 страницы
    Agonis Dan Antagonis Opioid
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Modul27 Bedah Darurat
    Modul27 Bedah Darurat
    Документ10 страниц
    Modul27 Bedah Darurat
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Ppt. Obesity
    Ppt. Obesity
    Документ54 страницы
    Ppt. Obesity
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Modul THT 1
    Modul THT 1
    Документ21 страница
    Modul THT 1
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • OSAS
    OSAS
    Документ15 страниц
    OSAS
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Icu
    Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Icu
    Документ31 страница
    Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Icu
    fachrizalrikardi
    100% (1)
  • Anticholinergic Drugs
    Anticholinergic Drugs
    Документ10 страниц
    Anticholinergic Drugs
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Blok Paraservikal
    Blok Paraservikal
    Документ39 страниц
    Blok Paraservikal
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • The Operating Room
    The Operating Room
    Документ12 страниц
    The Operating Room
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Obat Parkinson's
    Obat Parkinson's
    Документ13 страниц
    Obat Parkinson's
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет
  • Pengunaan Dosis Rendah Bupivacain Poster HEP (Dr. Hendi Prihatna)
    Pengunaan Dosis Rendah Bupivacain Poster HEP (Dr. Hendi Prihatna)
    Документ2 страницы
    Pengunaan Dosis Rendah Bupivacain Poster HEP (Dr. Hendi Prihatna)
    fachrizalrikardi
    Оценок пока нет