Вы находитесь на странице: 1из 26

"Harry..

" Genggaman yang kuat dari pria berusia kurang lebih 25 tahun, tampan dan
atletis, memakai jeans dan berkemeja lengan pendek namun rapih dengan berkulit
putih dengan kulit putih dan sorot mata tajam namun ramah membuatku agak
tergagap. Tidak sangka kalau pemijat itu sedemikian ganteng.

"Fifi..", jawabku lirih.

Kami lalu duduk di ruang tamu dan perlahan susana menjadi cair, Harry ternyata
humoris dan pandai bicara membuatku merasa nyaman mengobrol sementara
suamiku tampak berbinar binar.

"Wah.. Nggak nyangka lho Mas Ridwan istrinya sedemikian cantik", Harry memujiku.
"Ah.. Pasti klien Mas Harry banyak yang lebih cantik..", kataku tersipu.
"Nggak.. Kebanyakan kan Ibu Pejabat yang sudah berumur", jawabnya dan
memandangku dengan sorot mata yang menggoda.
"Mbak Sussy mau dimana dimassagenya? Maaf, soalnya sudah larut lho..", Harry
berkata lagi.
"Di kamar saja, mari..". suamiku yang menjawab dan berdiri lalu melangkah ke
kamar kami, diikuti Harry.
"Aku ngecek anak anak dulu ya?", aku berkata, lalu melihat keadaan kedua anakku
di kamarnya masing-masing, kusempatkan berkaca memperbaiki make up tipis
yang kukenakan, sementara jantungku berdegub kencang.

Ketika masuk ke kamar kulihat mereka sudah menungguku dan kukunci pintu
kamar, aku duduk di tepi ranjang di samping suamiku, sementara Harry duduk di
kursi meja riasku.

*****

Semua ini berawal ketika pada suatu pagi seperti biasa aku bersih-bersih di ruang
kerja suamiku, sementara suamiku sudah berangkat kerja, komputer masih dalam
keadaan menyala dan ketika mousenya tersenggol secara tidak sengaja, tampak
tampilan layar yang menunjukan banyak gambar telanjang. Aku menjadi tertarik
dan penasaran. Setelah kuteliti, ternyata itu adalah file yang didownload dari
sebuah situs yang dikhususkan bagi para suami dimana istrinya melakukan
hubungan sex dengan laki-laki lain dalam segala variasinya dan semuanya atas
sepengetahuan dan persetujuan suaminya. Aku mulai membaca dan tanpa sadar,
gairahku mulai naik.
Malam itu sehabis makan malam dan suamiku tengah bersantai dengan acara TV
kesukaannya, kubawakan kopi manis lalu aku duduk di sampingnya dan dengan hati
hati aku bertanya..

"Mas, tadi pagi kok pergi komputernya masih menyala?"


"Wah.. Aku lupa matiin ya? Soalnya tadi ada rapat jadi agak terburu-buru lupa
periksa..", jawabnya.
"Terus kok isinya begituan sih?", tanyaku.
Suamiku tampak memerah wajahnya dan dengan lirih menjawab sambil bertanya,
"Mama marah..?"
"Nggak.. Cuma heran saja.., Maaf ya Mas, bukannya aku dengan sengaja
memeriksa, tapi karena terpampang begitu kan harus di off-kan, kalau sampai anakanak melihat bagaimana?", jawabku.
"Maafkan Mas ya", suamiku bekata lagi.
"Mas.. Boleh tanya?", tanyaku lagi.
"Hmm.. Masa nggak boleh?", jawab suamiku.
"Kok isinya tentang wife swinging dan sejenisnya sih..?", aku mulai berani bertanya.
"Memang kenapa..?", tanyanya.

"Kok bukan pornografi yang umum.., gitu maksudku..", tanyaku mendesak.


"Ok.. Boleh Mas terus terang..?", suamiku bertanya dengan nada khawatir.

Dengan jantung berdegub kencang aku mengangguk dan suamiku menjelaskan


bahwa selama bertahun tahun ia terobsesi pada aktifitas sex dimana seorang istri
melakukan hubungan dengan laki-laki lain atas sepengetahuan dan seijin bahkan di
depan suaminya atau melakukannya bersama-sama dengan mengundang pihak
ketiga, dan bahwa situs-situs tersebut digunakan untuk memancing gairahnya
sehingga selalu bersemangat melayaniku. Ia juga mengatakan bahwa ia selalu
berimajinasi membayangkan bagaimana kalau aku melakukan hubungan sex
dengan laki-laki lain.
Sebagai seorang istri berusia 35 tahun (dengan 2 orang anak, yang besar sudah
berusia 8 tahun sementara yang kecil 4 tahun), kesibukanku hanya terbatas pada
mengurus rumah tangga, mengantar anak sekolah, fitness, dan arisan walau dulu
aku sempat aktif waktu kuliah dan sempat bekerja sebagai customer service di
sebuah perusahaan besar, namun sejak menikah 10 tahun yang lalu, kegiatanku
hanya seputar rumah tangga, dengan pernikahan yang berjalan dengan baik,
suamiku seorang wiraswastawan yang berhasil dengan penghasilan lumayan besar.
Kami memiliki aktifitas seksual normal, dalam arti kata aku maupun suamiku samasama mampu memuaskan pasangan masing-masing hingga aku agak terkejut
bahkan agak marah dan merasa aneh, kok bisa begitu?

"Jangan-jangan Mas ingin menjebakku supaya Mas juga bebas berselingkuh sama
wanita lain. Atau Mas sudah punya simpanan lain?", aku bertanya dengan nada
agak tinggi.
"Wah kok mikir sejauh itu sih?", jawabnya.
"Coba deh Mama baca semua penjelasan yang ada, hal itu ternyata normal kok
secara psikologis, dan ada dasar ilmiahnya, bahkan pada pasangan yang terbuka
seperti itu angka perceraian hampir 0% lho", jawabnya diplomatis

Pagi harinya kucoba menelusuri seluruh isi file yang kemarin dan memang ternyata
suamiku tidak bohong, banyak sekali contoh kasus, cerita dan lainnya yang ada

disana didownload dari berbagai sumber dan tidak semuanya pornografi. Ada juga
yang sangat ilmiah, dan aku mempercayai suamiku bahwa ia memang benar
terobsesi dengan hal tersebut.

"Mas.., aku sudah memenuhi permintaan Mas untuk membaca dan mencari
informasinya, tapi masa sih.. obsesinya seperti itu.. Apa nggak ada cara supaya
jangan seperti itu..?", aku membuka percakapan tentang hal tersebut ketika kami
sedang berduaan.
"Sudahlah.. Jangan dipikirin..", jawabnya.

Tapi aku yang sekarang penasaran. Karena cerita dan lainnya yang kubaca pagi tadi
sesungguhnya mengangkat gairahku tinggi sekali. Dan kubayangkan kalau saja..

"Bukan 'gitu tapi kan aku juga mesti membantu Mas supaya hubungan kita jangan
sampai terpengaruh.., apa yang bisa kulakukan..?", ujarku setengan bertanya
setengah menjawab.
"Mama mau.. kalau..", suamiku berkata ragu-ragu.
"Mau apa..?", tanyaku.
"Kalau kita mengajak orang lain dan bermain bersama..?", tanyanya dengan lirih
dan hati-hati.
"Wah.. Gila.. Nggak ah..", jawabku dengan wajah merah, walau hatiku sebenarnya
sangat tergelitik..
"Lagian siapa yang mau dengan ibu-ibu yang sudah tua sepertiku", aku menjawab
lagi dengan sedikit memancing.
"Heh.. Siapa bilang tua.., Mama masih sangat cantik dan sexy kok", suamiku
menjawab sambil mencubit mesra.

Memang sih aku juga tahu kalau aku masih menarik, dengan tinggi 162 cm, berat
50 kg, berkulit kuning langsat, BH berukuran 36 dan tubuh yang kujaga
kesintalannya, aku masih menjadi perhatian saat berjalan di mal ataupun tempat
ramai, banyak laki-laki yang memperhatikanku.

"Atau..", suamiku tampak ingin berbicara sesuatu tapi tampak ragu.


"Atau apa.. Mas?", tanyaku sambil menyenderkan tubuhku padanya.
"Ng.. Gimana kalau kita buat percobaan.. Sekalian melihat reaksiku.. Juga reaksi
mama.., Tapi yang ringan dulu", suamiku berkata lagi.
"Maksudnya gimana sih..?", tanyaku pura-pura tak mengerti.
"Gini.. Kita panggil pemijat laki-laki.. Kan cuma sebatas memijat.., tapi minimal kita
bisa mengukur reaksi masing masing", jelas suamiku lagi.
"Ah.. Nanti orangnya nggak bersih..", kataku pura-pura mencoba menolak.., walau
sebenarnya aku anggap ide suamiku tersebut sangat baik.
"Aku tahu kok, ada temen di kantor yang pernah coba, dia cerita pengalamannya
dan diam-diam kucatat nomor telepon pemijat itu", suamiku kini mulai bersemangat
menjelaskan.
"Mau kan Ma..?", tanyanya.

Wah rupanya ide ini sudah diatur lama, pantas saja semua sudah disiapkan. Tapi
aku tidak mau tampak antusias.

"Terserah Mas saja.. Terus mau dimana pijatnya?", tanyaku asal asalan.
"Di rumah saja.. Kan anak anak sudah tidur, kutelepon dia ya?", suamiku benar
benar bersemangat kini.
"Sekarang..?", aku benar benar surprise, namun juga tak sampai hati merusak
pancaran semangat suamiku.
"Iya.. Mama mau.. kan?", tanyanya lagi seperti anak kecil.

"Ya.. Terserah Papa aja deh", jawabku seakan pasrah.


"Tapi kalau orangnya nggak cocok jangan maksa ya", aku melanjutkan.
"Jelas dong.. Masa kalau istriku tercinta nggak mau harus diperkosa?", jawabnya
dan lalu dengan sigap diambilnya HP lalu sibuklah dia bicara entah dengan siapa..
"Ma.. Jam 11.. Nanti orangnya datang..", katanya menyusulku di dapur.
"Hm..", jawabku sambil mengaduk gelas berisi kopi.
"Ya sudah sana.. biar kuselesaikan dulu pekerjaanku ini", lanjutku.

Dengan bersiul gembira suamiku beranjak ke ruang kerjanya, sementara aku lalu
mandi dan mempersiapkan diri, entah kenapa aku jadi berdandan dan mengenakan
daster sutera yang membuatku tampak sexy, dengan belahan dada yang rendah,
aku ingin tampil cantik, padahal siapa yang akan datang aku juga tidak tahu.
Ning.. Nong.., pada pukul 11 kurang sedikit bel rumah berbunyi dan suamiku
bergegas keluar menyambut tamunya, sementara pembantuku sudah pada tidur,
lagi pula sudah kupesankan kalau malam ini kami akan ada tamu tapi tidak perlu
repot karena tamu tersebut adalah teman suamiku.

"Silakan Mbak", suara Harry membuyarkan lamunanku.


"B.. Bagaimana caranya..?", tanyaku agak nervous.
"Mbak berbaring saja.. Telungkup, mohon dasternya dibuka ya..?", Harry berkata
dengan lembut, namun profesional, tegas dan tidak tampak kurang ajar.

Aku lalu melangkah ke kamar mandi di dalam kamar kami, dengan hati yang tidak
karuan karena takut, tegang namun exciting kubuka dasterku, dan mengambil
handuk yang kulilitkan di tubuhku. Aku kembali ke kamar dan langsung
menelungkupkan diri di ranjangku.

Harry duduk di sampingku dan membuka handuk yang masih terlilit, lalu handuk itu
digunakan untuk menutupi bongkahan pantatku. Aku masih mengenakan celana
dalam, dan terasa dingin ketika tangannya mulai melumuri punggungku dengan
lotion yang harum. Tangan kekar itu mulai mengurut perlahan namun mantap dan
perlahan aku mulai merasa rilex, sementara kulirik suamiku yang duduk
memperhatikan dengan wajah penuh senyum dan rasa senang.

"Hmm.. Senang olah raga ya Mbak..", tanya Harry.


"Badan Mbak kencang sekali..", katanya lagi sementara tangannya tak berhenti
memijat mulai dari bahu turun ke punggung.
"He.. Eh..", jawabku sekenanya karena aku sungguh menikmati pijatan lembut
namun bertenaga dari pria yang baru ketemu sekarang ini.

Kedua tanganku bergiliran juga diurutnya dan entah sudah berapa lama ketika
kurasakan tangan itu mengangkat handuk yang menutupi pantatku.

"Mbak celana dalamnya boleh dibuka..? Supaya mudah diurutnya", Harry berkata
dengan perlahan dan tanpa menunggu persetujuanku, celana dalamku sudah
diturunkan dan anehnya aku mengikuti dengan mengangkat perutku untuk
memudahkan turunnya celana dalamku. Lengkaplah pikirku, kini aku telanjang bulat
telungkup di ranjang dan seorang laki-laki asing yang baru ketemu belum sampai
dua jam memijati seluruh tubuhku.

"H.. Hh.. Ss..", aku mendesis ketika tangan yang sedang memijat pantatku
menyentuh anus dan terkadang menyenggol vaginaku, aku mulai 'naik'.
"Direnggangkan sedikit Mbak..?", kudengar suara Harry berkata sementara
tangannya memijat pahaku, meminta aku merenggangkan kedua kakiku.

Kini semakin sering vaginaku tersentuh ketika Harry memijat paha bagian dalam,
dan aku semakin menahan birahi yang mulai naik, dan ketika kulirik.. kulihat
suamiku memperhatikan dengan seksama, dan aku kenal sekali wajahnya kalau ia
juga agak terangsang dengan suasana yang ada ini.

"Balik Mbak..!?!", suara lembut Harry memecah kesunyian, memang bukan aku
nggak mau ngobrol tapi posisi telungkup itu membuatku susah berbicara.

Aku membalik dan kini benar benar aku telentang tanpa selembar benangpun dan
kulihat bahwa walau professional, Harry tampak menelan ludah melihat tubuh
mulusku terpampang di hadapannya. Tangannya mulai memijat payudaraku dan
tanpa dapat dicegah, putingku mengeras ketika tersentuh. Setelah kurang lebih 3
menit masingmasing payudara mendapat 'giliran', tangannya mengusap perutku
dengan lembut dan terus ke bawah.. Aku mulai menggigit bibir. Dengan penuh
konsentrasi, kulihat Harry mulai memijat paha, kaki lalu balik lagi ke paha dan mulai
memijat vaginaku..

"Uh.. Oh..", erangku lirih ketika tangannya memijat atau lebih tepat mengusap bibir
vaginaku dan sesekali jarinya 'membuka' vaginaku dan menyentuh klitorisku.

Lalu.. Jarinya mulai memasuki vaginaku yang memang sejak tadi sudah membasah.

"Hh.. Uh..", aku mencoba menahan rasa terangsang yang mulai membakar dan
tanganku mencengkeram seprai tempat tidur dan ketika suamiku maju mendekat,
kupegang tangannya yang dibalasnya dengan genggaman.

Kini jari-jari tangan Harry benar benar memainkan vaginaku dengan penuh irama
dengan jari telunjuk vaginaku di 'tusuk' dan digerakkan maju mundur sementara
jempol tangannya memainkan klitorisku dan iramanya benar benar konstan
membawaku sangat tinggi dan ketika aku hampir mencapai orgasme, tiba tiba ia
menghentikan gerakannya.
Aku agak kecewa sebenarnya karena tadi sudah sangat 'dekat' dengan orgasme
yang kukejar namun aku diam saja dan harry mulai lagi memijatku dari lutut ke
atas. Ketika tangannya mencapai vaginaku, kembali ia memainkan irama seperti
tadi dan birahiku kembali mulai merambat naik.. Semakin tinggi.. Dan aku semakin
menggelinjang menahan rasa nikmat. Kembali ia menghentikan gerakannya, namun
tidak lama aku merasakan yang lain, kini hangat dan lebih lembut, ketika mataku
kubuka..(dari tadi aku terpejam), kulihat.. Oh Tuhan.. Ia mulai menjilati vaginaku.
Tanpa sadar aku memperbaiki posisiku, sementara Harry juga mengatur posisi
menempatkan diri di tengah kedua kakiku yang kini sudah mengangkang lebar,
meletakan bantal di pantatku sehingga posisinya nyaman dan mudah untuk
menjilatiku.
Lidah hangat itu mulai menjilat, menelusuri dan sesekali menerobos liang vaginaku,
dan aku semakin tak tahan..

"Oh.. Uh.. Hh..", tanganku pun sudah tak sungkan untuk menjambak dan
memegang kepala laki-laki itu.

Aku semakin tak tahan ketika lidah itu menelusur ke belakang dan mulai menjilati,
bahkan memasuki anusku..

"Oh.."

Terlalu dahsyat sensasi yang kurasakan dan ketika lidahnya secara teratur kembali
memasuki liang vaginaku dengan irama teratur juga menjilati bahkan menyedot
klitorisku, akupun berteriak..

"Aakkhh.. Aku keluaarr.."

Dan orgasme itu benar benar membuatku terkulai, namun aku masih merasa belum
lengkap, vaginaku masih ingin.. kemaluan.. pria.. Namun orgasme tadi
menyadarkan aku bahwa ada suamiku di sini dan ketika kulihat ia tampak sangat
terangsang.

"Mbak.. Sungguh cantik.. Senang sekali bisa membantu..", suara Harry yang
memujiku kembali membuatku tersipu, dan aku segera bangkit, menyambar handuk
lalu setengah berlari menuju kamar mandi.

Aku mandi dan vaginaku masih terus berdenyut-denyut. Ketika aku selesai, kulihat
suamiku memberi tanda dan berkata..

"Ma.. Harry mau pamit.."


"Terima kasih Mas..", kataku dan mengulurkan tangan mnerima jabatannya, sempat
kulihat bagaimana selangkangan laki laki itu tampak menggembung, kasihan..,
pikirku.
"Hmm.. Bagaimana Ma..?", tanya suamiku sekembalinya ke kamar setelah
mengantar Harry ke pintu.

Aku tidak menjawab, namun langsung menerkamnya, melucutinya dan


kemaluannya langsung berada di mulutku..

"Uh..", cuma itu desahan yang kudengar dan tidak sampai dua menit mulutku sudah
penuh air mani suamiku.
"Gila.. Aku sungguh tidak tahan dari tadi, apalagi ketika Harry menjiilatimu", kata
suamiku ketika kami berbaring, menunggu dia 'recover' sementara tanganku asyik
mengelus kemaluannya yang masih setengah tidur.
"Mas nggak cemburu atau sakit hati?", tanyaku.
"Nggak.. Malah sangat terangsang.. Toh aku tahu kamu istriku dan mencintaiku",
jawabnya dan aku tak sempat menjawab karena bibirnya sudah menutup bibirku.

Malam itu kami bercinta berkali kali, dan kuakui efek dari kehadiran laki laki lain itu
sungguh sangat meningkatkan gairah kami.

"Lain kali.. Boleh kuminta yang memijatmu juga telanjang?", tanya suamiku
beberapa hari kemudian.
"Terserah Mas.. Bagimana baiknya..", aku menjawab ketika beberapa hari kemudian
kami sedang berbaring sehabis bercinta.
"Tapi.. Kalau bisa jangan Harry lagi..", kataku.
"Kenapa..?" tanya suamiku.
"Nggak ah.. Jangan sampai ada pihak lain yang nanti merasa terlalu dekat dengan
kita", jawabku lagi.

Memang aku tidak ingin rumah tanggaku terguncang karena sebenarnya aku yang
takut kalau-kalau aku jadi senang dengan laki laki lain, apalagi setampan dan se-

gentle Harry, masih terbayang betapa besar gelembung celananya ketika ia selesai
menjilatiku, dapat kubayangkan berapa besar isinya..?
Malam itu sesuai rencana kami, kembali suamiku mengundang pemijat laki-laki
dan.., heran dari mana ia memperolehnya, karena laki-laki ini sungguh tak kalah
ganteng dan bahkan lebih tampan dengan kumis tipis yang tercukur rapi.
Kali ini aku lebih siap, jadi agak santai sehingga ketika mulai dipijat aku juga jauh
lebih rileks, tapi CD tetap kupakai sampai akhirnya diminta untuk dilepaskan, persis
sama dengan tempo hari.
Ketika aku diminta berbalik, kulihat suamiku memberi kode dan aku ingat
permintaannya, sementara kulihat gelembung di selangkangan Rudy, nama pria
pemijat itu, mulai membesar melihatku telentang telanjang bulat di hadapannya.

"Rud..". kataku agak tersendat, karena aku agak malu mengatakannya.


"Masa saya sendiri sih yang telanjang begini.., yang mijat juga harus.. dong", kataku
lagi sambil menatap wajahnya.
"Kalau Mbak inginnya begitu.. Ya saya ikuti.. Kan memenuhi keinginan klien
merupakan kewajiban", katanya dengan nada bergurau, dan ia melihat ke arah
suamiku meminta persetujuan yang segera disambut dengan anggukan kepala
suamiku.
"Ya.. Ikuti saja kemauan istri saya Rud", kata suamiku menegaskan.

Agak terbelalak aku ketika melihat Rudy melangkah keluar dari kamar mandi
dimana ia menanggalkan pakaiannya. Kemaluannya belum ereksi penuh,
tergantung di antara pahanya dengan rambut kemaluan yang lebat, ukurannya jauh
lebih besar daripada milik suamiku, tubuhnya atletis, sungguh sosok yang
mempesona. Ketika ia mulai duduk di sisiku dan melanjutkan pijatannya, kulirik
kemaluannya mulai ereksi dan seiring dengan proses pemijatan yang berlangsung
terkadang kemaluannya menyentuh tubuhku hingga menimbulkan beragam sensasi
yang belum pernah kurasakan.

"Hh.. Hh.. Ss..", aku mendesis ketika tangannya mulai memijat atau lebih tepatnya
menyentuh vaginaku.

Tangannya terus 'bekerja' dan jarinya tidak lagi memijat namun sudah berani
memasuki vaginaku yang mulai basah dan berputar-putar di dalam oragn intimku
itu hingga membuatku mulai menggelinjang. Dan karena posisinya yang duduk di
sampingku, tanpa sadar tanganku memegang kemaluannya yang ternyata sudah
tegang itu, dan.. Sungguh aku kagum, jari-jari tanganku yang mungil ini tidak dapat
melingkari batang kemaluan itu secara penuh. Rudy lalu menundukan kepalanya
dan.. Ia mulai menjilati vaginaku, dengan posisi miring, karena aku masih belum
melepaskan cengkeramanku di kemaluannya itu.
Entah dorongan dari mana, kutarik kemaluan itu ke arahku dan ia mengikutiku naik
ke atas tubuhku dalam posisi berlawanan dan tahutahu kami sudah berada dalam
posisi 69, dimana ia lebih leluasa lagi melanjutkan jilatan dan hisapannya di
vaginaku. Terkadang lidahnya menyapu hingga hampir mencapai anusku,
sementara aku 'berkutat' dengan mulutku menjilat dan mencoba memasukkan
kepala kemaluan laki-laki yang baru bertemu kali ini ke dalam mulutku, namun
hanya bisa kepalanya yang masuk karena ukurannya terasa sangat besar untukku..
Aku sungguh menjadi lupa diri, bahkan lupa kalau suamiku sedang menyaksikan
dengan penuh perhatian, bahkan aku yang mengambil inisiatif membalik posisi
sehingga aku berada di atas dan dengan leluasa menghisap dan menjilat kemaluan
laki-laki lain itu, bahkan kujilati seluruh batang yang penuh urat perkasa itu, kujilat
bijinya dan terkadang jilatanku agak 'kejauhan' hingga terkena anusnya, namun aku
tak peduli, nafsu sungguh sudah menguasaiku, sementara Rudy juga tidak tinggal
diam, wajahnya yang kukangkangi bergerak terus dan lidahnya aktif sekali
'menyerang' dari semua sudut sementara tangannya terkadang ikut membantu
dengan menusukan jarinya ke dalam vaginaku, aku benar-benar 'banjir'.

"Hh.. Aku nggak tahan", rintihku, lalu kubalik posisiku dengan masih pada posisi di
atas, aku mulai mengarahkan kemaluan Rudy menuju vaginaku.
"Zz.. Ss.. Hh..", seperti orang kepedasan aku bersuara dan sungguh seret vaginaku
menerima benda bulat panjang yang keras itu namun akhirnya..

Sllep.., masuklah kepalanya dan hampir-hampir aku orgasme padahal baru


kepalanya yang masuk.. Dengan menahan napas dan memejamkan mata, kutekan
pantatku ke bawah dan.. Blless.. Masuklah kemaluan Rudy, laki-laki pertama selain
suamiku yang memasuki vaginaku yang sudah sangat basah itu, campuran cairan
kewanitaanku dan ludah Rudy ketika menjilatiku tadi. Aku mulai menggerakkan
pantatku naik turun dan kemaluan itu semakin lancar saja masuk keluar vaginaku,
dan aku tahu kalau aku takkan bertahan lama. Tiba-tiba kulihat suamiku mendekat,
juga dalam keadaan sudah telanjang bulat dan kemaluannya yang sudah sangat
tegang itu disodorkan ke mulutku yang langsung kusambut dengan lahap.

"Ak.. Kk.. U..", sangat susah aku bersuara karena kemaluan suamiku masuk keluar
mulutku dengan cepatnya, sementara aku juga masih terus bergerak teratur
dengan kemaluan Rudy keluar masuk vaginaku.
"Aahhh..", croot.., croott.., suamiku memuntahkan air maninya dalam mulutku yang
tanpa berpikir lagi langsung kutelan, sementara aku juga tak mampu lagi menahan
orgasme yang datang dan..
"Ah.. Ss.. Ahh..", sungguh dahsyat orgasme ini datang beruntun dan aku ambruk di
atas dada Rudy sementara bibirku langsung dicium dan lidahnya memasuki rongga
mulutku tanpa peduli lagi bahwa mungkin masih banyak air mani suamiku di bibir
dan mulutku.
Rudy tidak berhenti begitu saja namun membalik badanku hingga kini berada di
bawah dan tanpa memberi kesempatan langsung bergerak memompa dengan
keras namun teratur.., dan entah bagaimana, walau baru saja orgasme namun
birahiku terasa naik lagi dan aku hanya bisa merintih penuh kenikmatan.

"Ss.. Aa.. Hh.. Sszz", aku tak bisa menahan lagi orgasme yang tak kalah dahsyatnya
dengan yang pertama, melandaku kembali dan kurasakan Rudy juga mempercepat
gerakannya, kujepit pinggangnya dengan kakiku, sementara tanganku memeluknya
seerat mungkin dan..
Crrot.. crott.. crrot.., air mani yang terasa sangat hangat menyiram dinding dalam
vaginaku, tubuh kami masih bergetar beberapa saat sebelum ia berguling dari atas
tubuhku, dan kami terbaring kelelahan, suamiku juga tampak sangat puas dan
tersenyum melihatku kelelahan dan penuh kepuasan, lalu menghampiriku dan
mencium bibirku dengan mesra.

Aku duduk dengan suami di sampingku, Rudy masih berbaring. Kemaluannya


tampak melemas, dengan lendir yang membasahi hingga ke bulu kemaluannya.
Entah pikiran apa yang tersirat, tiba tiba saja aku menundukkan kepala dan
kemaluan itu masuk ke dalam mulutku, kuhisap dan kujilat, lidahku bermain di
lubang kemaluan itu, dan perlahan tapi pasti kemaluan itu mulai membesar kembali
dalam mulutku. Hebat, pikirku. Suamiku takkan secepat ini dapat bangkit kembali.

"Mhh..", laki-laki itu mulai mengerang dan aku semakin aktif menjilat dan
menghisap, tak kupedulikan lendir yang terpaksa kutelan dan tanganku ikut
membantu mengocok pangkal kemaluannya dan ternyata.. Aku menang..

Crot.. Crott.., memang tidak terlalu banyak, namun masih terhitung cukup air mani
pemijat itu memasuki mulutku dan aku juga tak memberi kesempatan padanya
hingga kutelan air mani yang dikeluarkannya itu sambil terus menghisap sampai
akhirnya kemaluan itu benar benar mengecil dan 'tertidur' baru kulepaskan dari
mulutku, lalu kupeluk suamiku yang masih berada di sampingku dan kucium
bibirnya tanpa peduli bahwa masih ada sisa air mani laki-laki lain yang menempel
dibibirku, namun ia tidak berkeberatan bahkan menyambut ciumanku dengan
antusias.

Malam itu setelah Rudy pulang dengan mengantongi uang pembayaran atas
jasanya, kami berbincang-bincang dan kembali aku melayani suamiku yang masih
belum terpuaskan sepenuhnya. Setelahnya, malam itu aku tidur sangat lelap, dan
paginya bangun dengan tubuh yang pegal namun perasaanku penuh kepuasan.
Kejadian semalam ternyata sungguh mengubah diriku.. Kalau yang mengerti,
mungkin bisa menangkap maksudku bahwa aku telah membuka 'Kotak Pandora'.
Selama beberapa minggu, kehidupan kami kembali normal, namun tiba tiba pada
suatu malam aku merasa begitu bernafsu, walaupun baru saja selesai berhubungan
intim dengan suamiku, dan entah dorongan apa yang membuatku hingga berani
'meminta'.

"Mas.. Aku.. Ingin..", kalimatku hampir tak selesai.


"Hm.. Ingin.. Apa sayang..?", tanya suamiku setengah terpejam masih menyisakan
kelelahan setelah terpuaskan.
"Ngg.. Masih ingin lagi.. Nih.., Mas.. Sih.. Gara.. Gara waktu itu.. Jadi.. Kadang
kadang tingginya.. Bukan main nih.. Nafsuku..", kataku setengah merajuk sambil
mulai meremas kemaluan suamiku yang belum menegang lagi.
"Mama.. Mau.. Di panggilin lagi?", kini suamiku juga mulai bersemangat lagi, sambil
memperbaiki sikap duduknya.
"Ng.. Kalau Mas.. Nggak keberatan..", jawabku. Suamiku tersenyum..
"OK.. Kupanggil ya.. Tapi Mas nggak ikut main ya? Masih cape nih.. Mana besok ada
rapat pagi, ntar nggak bisa fokus lagi", katanya.
"Ya.. Udah lain kali aja..", jawabku.
"Nggak apa-apa kok.. Mas senang kalau Mama puas, apalagi mau terus terang
begini..", suamiku menjawab, berpakaian dan sambil menciumku segera beranjak
menuju pesawat telepon.
"Jangan surprise ya?" katanya.

Tidak sampai dua jam, walau sudah larut (hampir jam 12.00 malam) bel rumah
berbunyi dan ketika aku keluar, di ruang tamu sudah duduk 2 orang laki-laki muda
yang sedang berbicara dengan suamiku. Kembali aku agak canggung, namun
dengan luwesnya suamiku bisa mencairkan suasana dan setelah berbasa basi
sebentar aku masuk kamar diikuti suamiku.

"Apa apaan sih.. Kok 2 orang..?", tanyaku dengan agak kesal namun juga ingin tahu.
"Nggak.. Apa apa.. Mas ingin Mama benar benar menikmati.. Mereka semua
terjamin kok, lagian makin banyak makin seru kan..?", suamiku menjawab dengan
senyum, namun matanya memandangku dengan sangat nakalnya.
"Udah.. Mau ganti baju atau langsung kusuruh masuk saja..?", tanya suamiku lagi.

Aku beranjak ke kamar mandi di dalam kamar, dan ketika keluar mengenakan
daster, mereka sudah berada di dalam kamar dan salah seorang yang bernama
Derry, bertubuh tinggi, berkulit kuning bersih dan berwajah seperti bintang sinetron,
segera menghampiri dan menyambutku, sementara temannya yang bernama
Ronald dengan postur sedikit lebih pendek kekar dan berpenampilan seperti ABRI
memandangku dengan kagum karena memang aku sempat berdandan tadi ketika
menunggu mereka. Derry segera memegang tanganku, merangkul, dan sekejap
kemudian aku sudah berada dalam pelukannya, lalu dibimbingnya aku ke ranjang
dan Ronald menyusul, lalu mereka berdua mulai mencumbuku, seakan tak peduli
dengan kehadiran suamiku yang memperhatikan dengan seksama.
Dengan lembut mereka melepaskan seluruh penutup tubuhku dan detik berikutnya
bibir mereka sudah mulai menelusuri seluruh lekuk tubuhku. Bergantian mereka
menjilatiku, kadang Derry mencium bibirku sementara Ronald menjilati payudara
dan terus menelusur ke bawah, dan ketika lidahnya naik lagi Derry yang bergerak
menjilatiku terus ke bawah sementara Ronald terus ke atas sampai kami saling
berciuman.
Sensasi demi sensasi kudapatkan dari kedua pemuda ini, yang dengan sangat
kompak bekerja sama menjilatiku dari ujung kepala sampai ujung kaki..
Malam itu aku 'habis' digumuli oleh kedua lelaki muda perkasa itu dan entah kapan
berakhirnya serta berapa kali aku mengalami orgasme, yang jelas aku sudah
tertidur pulas tanpa tahu kapan mereka pergi.

Waktu berjalan terus dan tak terasa sebulan lebih telah lewat sejak kali terakhir itu,
kulihat anak-anak sedang bermain serta menonton TV dan bergurau dengan
suamiku. Aku sempat tercenung.., salahkah aku bila mengikuti irama nafsu yang
kini seringkali melanda..? Namun suamiku sendiri tampak semakin sayang dan kami
menjadi semakin dekat dan terbuka, tidak ada lagi batasan antara kami untuk
membicarakan sesuatu, bahkan fantasi sex yang paling liar pun dapat kami
bicarakan dengan terbuka dan bahkan direalisasikan dan menyenangkan kami
berdua. Ridwan suamiku sendiri tidak berkeberatan dan bahkan sangat senang
dengan gejolak dan gelora birahiku sejak aku disentuh oleh laki-laki lain di
hadapannya dan menjadi seperti air bah yang bobol melewati bendungan, dan
hubungan sex kami memang menjadi sangat intens, boleh dikata kini tiada hari
tanpa sex antara kami berdua, tentunya kalau aku sedang 'lampu merah' ya stop
dulu, hanya itu saja.

"Hai..", aku terkejut mendengar seruan suamiku di dekat telingaku.


"Ngelamun apa Ma..?", tanyanya.
"Ah.., Nggak..", aku menjawab sekenanya karena anak-anak memperhatikan kami.
Baru setelah mereka tidur aku menceritakan kegundahanku pada suamiku yang lalu
berupaya menghiburku.
"Ma.. Kita ini kan terikat pada suatu ikatan pernikahan dengan dasar cinta yang
sangat kuat.., apa yang kita lakukan menurutku.., sepanjang kita lakukan dengan
sadar, tanpa paksaan.. ataupun keterpaksaan.. dan benar benar dapat dinikmati
oleh kita berdua.. Mengapa tidak?", katanya lagi.
"Tapi Mas.. Fifi cuma ingin tahu.. salah atau nggak sih.., kalau menikmati.. ya
memang.., kalau terpaksa nggak.. dipaksa juga nggak.. Tapi apapun juga jangan
sampai ada yang harus dikorbankan", jawabku.
"OK.. gini deh.., besok kita cari jawabannya dan yakinlah.." suamiku mengakhiri
percakapan malam itu dengan memberi kecupan mesra padaku.

Pada sore hari esoknya, suamiku pulang cepat lalu mengajakku pergi, tentu saja
anak-anak ingin ikut, namun dengan janji akhir minggu nanti akan diajak rekreasi,
mereka akhirnya tenang dan mau tetap tinggal di rumah dengan pembantu tua
yang sudah lama ikut kami. Lalu kami menuju daerah Blok M, Jakarta Selatan dan
berbelok di suatu jalan dengan pohon-pohon yang masih rindang. Suamiku
memarkir mobilnya di depan sebuah rumah besar dengan papan nama Dr.., (nama
seorang seksolog yang sangat terkenal karena kerap muncul di berbagai media
massa).
Pada awalnya aku agak sungkan untuk ikut masuk, namun suamiku berhasil
meyakinkanku dan setelah mendaftar yang ternyata suamiku sudah membuatkan
janji sebelumnya, kami segera berada di dalam kamar praktek dokter psikolog yang
selama ini hanya nama dan wajahnya saja yang kukenal lewat tulisan-tulisan dan
komentarnya di acara TV.
Dengan ramah beliau yang penampilannya persis seperti di TV menanyakan
permasalahan kami dan aku hanya bisa diam tertunduk, suamikulah yang lalu
berbicara dan menceritakan seluruh kehidupan kami dengan jelas namun singkat,
maklum dia seorang pelaku bisnis, jadi gaya bicaranya jelas dan sistematis, beda

denganku yang sering kurang fokus. Dengan senyum yang tak pernah lepas, dokter
itu lalu menjawab..

"Hmm.. Sebenarnya hal yang kalian utarakan itu adalah hal yang umum, banyak
sekali pasangan yang melakukannya, dan di negara-negara barat bahkan sudah
jauh lebih terbuka, memang di sini kadang-kadang masih memegang adab..
(dengan bisik jenaka).. Apa-apa ditabukan tapi kalau nggak ada yang lihat dilakukan
dengan semangat.." dan dengan cerdasnya beliau berbicara hingga dapat
memecahkan kebekuan suasana, bahkan aku pun jadi berani untuk ikut bertanya
juga.

"Inti dari pasangan suami istri yang sehat adalah keterbukaan dan kalian telah
memiliki hal tersebut, perihal perilaku sex, menurut saya sepanjang dikehendaki
oleh kedua pihak, tidak akan menimbulkan akibat kesehatan, dan secara nurani
dapat diterima oleh pasangan tersebut.. Ingat.. Secara nurani hanya oleh pasangan
yang bersangkutan.. Bukannya oleh masyarakat, karena yang menjalaninya adalah
kalian.. Sepanjang dapat menikmatinya.. Saya yakin tidak masalah", katanya
menegaskan.

"Namun..", lanjutnya, "Ada beberapa pasangan atau orang yang terikat penuh..
Pada adat, budaya dan mungkin juga ajaran agama.. Hingga tidak dapat berdamai
dengan dirinya dalam hal ini. Nah.. Untuk yang seperti itu.. Jangan dilakukan..
Karena akan timbul akibat psikologis yang tidak sehat, banyak orang seperti itu di
dunia ini, ingin.. Tapi.. terikat pada hal-hal tadi.., akibatnya menjadi tidak baik,
saling menyalahkan dan seterusnya yang berujung pada keretakan".

"Ada satu hal lagi pada pasangan dengan lifestyle seperti yang kalian jalani, kalau
bertengkar janganlah menggunakan alasan hubungan sex yang telah dijalani atas
kemauan bersama itu untuk mencaci maki, kalau itu dilanggar wah.. akibatnya
berat.. paham?", tanyanya dan kami seperti anak SD saja hanya dapat mengangguk
mengiyakan.

Pertemuan dengan psikolog kondang itu sungguh melegakan hatiku dan suamiku
juga tampak senang karena ternyata 'teori' yang selama ini disampaikan padaku
sejalan. Kembali waktu berjalan dengan cepatnya. Hari itu kami sedang berada di
sebuah bungalow di daerah Anyer, berlibur dengan anak-anak dan seperti
umumnya bungalow, kami juga punya 'tetangga'. Di sebelah kiri kami ditempati
sepasang suami istri dengan usia yang sebaya kami, dengan dua orang anak yang
juga sebaya dengan anak kami, dan di sebelah kanan tinggal dua orang pemuda
yang nampaknya sedang berlibur dan seharian cuma bermain jetski yang
dibawanya sendiri dengan kendaraan khusus.

[Only registered and activated users can see links] ([Only registered and activated
users can see links])

Pada hari kedua kami sudah saling akrab dengan Mas Willy dan Mbak Ratih,
tetangga di bungalow sebelah kiri yang terlihat sangat serasi. Mas Willy berkulit
putih, tinggi atletis berusia sebaya Mas Ridwan, dan istrinya juga sangat cantik,
dengan payudara yang jauh lebih besar daripada punyaku, kutaksir berukuran
sekitar 38. Aku dapat melihat dengan jelas bagaimana payudaranya berguncang
ketika ia berkejaran dengan anak-anaknya di pantai siang tadi. Sementara Firman
dan Yudi, tetangga sebelah kananku, keduanya adalah mahasiswa dari Jakarta.
Terlihat jelas mereka adalah anak orang kaya, dan yang paling mengherankanku
adalah bahwa Mas Ridwan suamiku dan Mas Willy sangat cepat menjadi akrab
seakan sudah bersahabat bertahun-tahun.

"Tok.. Tok..", suara pintu depan yang diketuk membuatku bangkit dari tempat
dudukku dan meletakkan novel yang sedang kubaca.
"Malam.., Mbak jangan tidur sore-sore.. Kita bikin barbekyu dulu di halaman
belakang..", Mas Willy yang berdiri di depan pintu sudah nyerocos menjelaskan
maksud kedatangannya.

"Ng.. Tapi kami sudah makan..", jawabku sambil melirik jam..

Wah.. Sudah jam 10 malam, memang sudah sepi, dan anak-anak sudah lelap
kecapekan bermain seharian penuh.

"Ah.. Pantang tidur sore-sore di sini", Mas Willy berkata seakan mengerti yang
kupikirkan. Dan suamiku sudah berdiri di sampingku. Entah kapan keluar dia ini.
"Ma.. Yuk.. Ah.. Nggak enak nolak undangan.. Kasihan.. Udah beli arang
segerobag..", celetuknya lalu menarik tanganku mengikuti Mas Willy yang sudah
melangkah menuju halaman belakang.
Di sana kulihat Mbak Ratih serta kedua mahasiswa itu pun sudah lebih dahulu ada
di sana, malah Mbak ratih tampak cuma mengenakan bikini saja dan dililit sehelai
kain pantai, namun payudaranya yang besar itu seakan tidak muat dalam bikini
yang kecil itu, dan jelas kulihat mata kedua mahasiswa tersebut seperti tertarik oleh
besi sembrani, dan.. eh.., ternyata suamiku juga ketularan.. Matanya tanpa malumalu melahap pemandangan tersebut, aku sih tidak marah hanya agak iri..
Barbekyu yang dihidangkan sungguh sedap, dan minuman anggur yang
menyertainya membuat suasana semakin santai dan perbincangan juga semakin
'mengarah'. Kami semua lalu sepakat untuk berenang di kolam renang di bagian
halaman belakang yang hampir berbatasan dengan pantai. Suasana agak gelap
karena sinar lampu tidak mampu menjangkau kolam tersebut, namun sinar bulan
masih cukup sebagai penerangan dan ketika aku hendak pamit untuk berganti
pakaian renang, ternyata mereka semua dengan santainya melepas semua pakaian
yang dikenakan dan masuk kolam dalam keadaan telanjang bulat. Sempat kulirik
suamiku masih mencoba 'mengincar' dengan pandangannya ke payudara Mbak
Ratih sebelum berendam di air kolam.

"Ayo..", Mbak Ratih memanggilku karena melihatku masih tertegun. Karena suamiku
juga sudah melepas pakaiannya maka apa boleh buat, aku pun melepas semua
yang kukenakan lalu masuk kolam bergabung dengan yang lain.

Pada awalnya suasana masih agak kaku, aku meringkuk di sisi suamiku yang
mendekapku, sementara Mbak Ratih juga berada di sebelah Mas Willy, namun
kedua pemuda itu, dasar ngocol segera saja mencairkan suasana dan kami pun
bercanda dengan ramai, bahkan terkadang saat berenang kami saling bertubrukan
dan seringkali entah sengaja atau tidak, saat itu digunakan oleh mereka untuk
mengelus payudaraku, bahkan entah siapa yang menyelam.. tiba-tiba aku menjerit
kaget ketika ada jari yang 'nyelonong' menyentuh vaginaku.
Kondisi ini membuat kami semua semakin asyik bercengkarama dan tanpa terasa,
tiba-tiba Yudi sudah berada di dekatku lalu memelukku dari belakang. Kurasakan
kemaluannya tegang menyentuh bongkahan pantatku, sementara Mas Willy yang
entah datang dari mana juga sudah berada di hadapanku lalu ikut memelukku.
Tangannya tanpa ragu meremas payudaraku, dan aku yang sudah terhanyut dan
sedikit mabuk oleh suasana, anggur dan lainnya juga 'membalas'-nya dengan
memegang kemaluan suami Mbak Ratih itu sementara ketika kulirik.. Wah..,
ternyata suamiku juga sudah 'nenen' di payudara Mbak Ratih yang besar itu.

Memang sejak awal melihat Mbak Ratih aku sudah sering membayangkan
bagaimana kalau seandainya suamiku bermain sex dengan wanita itu, dan
bayangan itu bukannya membuatku cemburu tetapi malah membuatku terangsang,
kini dengan melihatnya secara langsung birahiku menjadi semakin cepat naik.
Mas Willy lalu berinisiatif mendorong kami ke pinggir lalu menaikkanku duduk di
bibir kolam dan detik berikutnya, kepalanya sudah mendekam di antara pahaku
sementara lidahnya mulai menjilati vaginaku sementara Yudi juga sudah naik ke
tepi kolam lalu menghisap dan menjilati puting payudaraku. Tanganku menggapaigapai mencari 'pegangan' dan ketika kutemukan kugenggam pegangan yang
ternyata adalah kemaluan pemuda itu. Walau tidak terlalu besar tapi kemaluan Yudi
sangat keras.

Aku lalu memposisikan diriku rebah dengan kedua kaki menjuntai ke dalam kolam.
Mas Willy masih menjilatiku dengan asyiknya hingga memberiku kenikmatan yang
amat sangat karena lidahnya sungguh pandai menjilat dan menyapu, terkadang
bahkan memasuki liang vaginaku, sementara Yudi 'kutuntun' untuk berjongkok di
atasku sehingga aku bisa dengan bebas menghisap dan menjilati bijinya.

Bahkan dengan nakalnya ia menggerakkan pantatnya sehingga anusnya terjilat


olehku.. Ah.., aku tak peduli.., namun aku masih sempat melirik ke sebelah dan di
sana ternyata 'lebih parah' lagi. Kulihat suamiku berdiri dengan kemaluannya di
dalam mulut Mbak Ratih yang 'menduduki' Firman yang kemaluannya entah kapan
sudah tertanam dalam vaginanya.

Crrot.., "Ahh.. Argh..", Yudi yang tak tahan dengan hisapan dan jilatanku
menumpahkan air maninya dalam mulutku yang karena posisi kepalaku tak
memungkinkanku banyak bergerak membuatku harus menelan habis semua air
mani anak muda itu.
Yudi tergolek ke sampingku dan kemudian Mas Willy naik di atas tubuhku yang
kusambut dengan membuka kedua pahaku lebar-lebar dan bless.. Kemaluannya
sudah memasuki vaginaku dengan tidak terlalu sulit karena selain ukurannya
memang juga tidak terlalu besar, vaginaku sendiri juga sudah sangat basah dengan
lendirku bercampur air liurnya..

Mas Willy menggerakkan pantatnya dengan teratur sementara bibirnya menyatu


dengan bibirku tanpa merasa terganggu dengan bekas air mani Yudi, dan tidak
lama..

"Aahh..", crrot.., sampailah ia di puncak kenikmatan dengan mengejang dan


menekankan kemaluannya sedalam mungkin di vaginaku. Aku memeluknya dan
mencoba bergerak secepat mungkin untuk 'menyusul', namun kemaluannya keburu
menyusut hingga.. Plop, terlepas dari vaginaku.
Aku tidak berkomentar namun agak kecewa karena belum orgasme. Sungguh.. bagi
wanita yang pernah merasakannya, pasti tahu betapa tidak enaknya dalam kedaan
'menggantung' begitu. Mataku nanar melihat ke sebelah dan pada saat itu, kulihat
suamiku juga sedang memperhatikan diriku, sementara Mbak Ratih dengan mulut
yang masih menitikkan cairan putih di sudut bibirnya sedang bergerak dengan
liarnya di atas Firman, dan hampir berbarengan dengan dengusan Firman, mereka
saling memeluk melepaskan puncak kenikmatan.

Ketika aku bergerak duduk, suamiku sudah berada di sampingku.

"Kamu belum ya.." bisiknya mesra lalu ia mulai mencium bibirku.. Turun ke
payudaraku dan terus ke bawah.

Aku berusaha mencegahnya karena tahu vaginaku masih penuh dengan air mani
Mas Willy, namun tampaknya ia tidak peduli, turun ke kolam lalu berdiri di dalam air
di antara kedua kakiku dan mulai menjilati vaginaku yang sesungguhnya masih
basah kuyup itu.
Campur aduk perasaanku, antara merasa tidak enak pada suamiku, namun juga
ada kenikmatan lain yang sukar dilukiskan ketika ia melakukan itu dan akhirnya
rasa nikmat itu menang, aku bersikap rileks dan menerima gelombang kenikmatan
yang datang dari jilatan, sapuan dan hisapan suamiku pada klitorisku. Jarang aku
bisa orgasme hanya dengan dijilat, namun kali ini ledakan itu datang cukup hebat
dan..

"Hh.. Sss..", akhirnya aku menggapai kenikmatan yang tadi menggantung. Namun
rupanya itu tak berlangsung lama karena rupanya menjilati vagina istrinya yang
'bekas' dipakai orang lain justru sangat menaikan birahi suamiku, karena ia lalu naik
dari kolam dan lalu memasukkan kemaluan yang sudah sangat kukenal itu dan kami
bersetubuh dengan sangat lembut, di bawah tatapan mata kawan-kawan yang lain.

"Balik Ma.." bisik suamiku, aku mengerti lalu ia melepaskan kemaluannya dari
vaginaku, aku diposisikan seperti yang diinginkannya dan kami lalu bersetubuh
secara doggy style, ah semakin dalam dan nikmat saja hunjaman kemaluan
suamiku.

"Ss.. Ah..", aku agak kaget ketika ada perasaan asing yang datang, ternyata Mbak
Ratih ikut menyusupkan kepalanya di antara pahaku dan menjilati kemaluan
suamiku setiap tertarik dan lidahnya terkadang menyapu juga klitorisku.. Uh..,
sungguh luar biasa.

Jilatan Mbak Ratih makin tak beraturan karena rupanya ia juga sedang digarap oleh
Mas willy yang sudah berdiri lagi dan memasukkan kemaluannya, sementara ketika
kulihat kemaluan Firman yang juga sudah ikut bangun, aku memberinya isyarat dan
ia menghampiriku dengan menyodorkan kemaluannya yang jauh lebih besar
daripada kemaluan Mas Willy maupun Yudi ke mulutku.
Lengkaplah sudah malam itu, kami melanjutkan permainan itu di bungalow Yudi dan
Firman, karena di bungalow kami ada anak-anak yang sedang tidur hingga kami
kuatir mereka akan terbangun menyaksikan orang tuanya sedang berpesta.
Malam itu masih 2 kali Firman memuntahkan air maninya di mulutku dan Mas Willy
juga sekali, sementara Mbak Ratih tampak kelelahan dan berhenti terlebih dahulu
dan meringkuk di atas kursi ketiduran.
Hingga saat ini aku masih menolak ketika ada yang mencoba memasukkan
kemaluannya ke anusku. Belum.. aku belum siap, kalau hanya dijilat dan ditusuk
pakai lidah aku masih mau, enak.. Tapi kalau lebih dari itu aku masih takut.

Keesokan harinya anak-anak memuaskan hasratnya bermain, sebelum sorenya


kami berpisah dan kembali ke kehidupan rutin kami.
Kini sudah lebih dari satu setengah tahun sejak aku dipijat yang berakhir pada
kehidupan seks yang penuh hasrat, penuh kenikmatan, penuh tantangan, dan baru
kali ini aku menyadari bahwa ternyata kehidupan seks bisa begitu variatif tanpa
harus mengorbankan pernikahan.
Aku membuat kesepakatan pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan mau
berhubungan seks dengan orang lain tanpa didampingi suamiku, walau aku
membebaskan dia untuk melakukannya kalau kebetulan ingin dengan wanita lain,
asal dia menceritakan pengalamannya. Hal ini berawal pada permintaan beberapa
teman suamiku yang datang dan berunding dengan kami dan meminta tolong agar
Mas Ridwan suamiku mau 'gantian' berperan sebagai pemijat untuk istri mereka,

dan hal itu tentunya susah ditolak kan? Namun hingga saat ini belum pernah
suamiku bermain dengan wanita lain berduaan saja.

"Ngapain.., nggak seru..", katanya.


"Untuk kita kan permainan ini hanya sekedar refreshing.. Fun.. Dan rekreasi..",
katanya lagi, menjelaskan ketika ia kutanya mengapa menolak beberapa 'tawaran'
yang datang.
"Bagiku.. Melihat Mama.. bermain seks hingga puas jauh lebih menyenangkan dan
memuaskan ketimbang Mas yang main..", ia menjawab santai menjelaskan
pendapatnya.

Beruntungkah aku? Atau semua suami memang seperti itu..?

Вам также может понравиться