Вы находитесь на странице: 1из 6

Kerajaan Islam di Jawa

1. Kerajaan Demak

Kerajaan Demak berdiri bersamaan dengan melemahnya posisi raja


Majapahit. Hal ini memberi peluang kepada penguasa-penguasa di pesisir
untuk mendirikan pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah
pimpinan Sunan Ampel dan Walisongo, sepakat mengangkat Raden Fatah
menjadi raja petama kerajaan Demak.1 Ia mendapat gelar Senopati Jinbun
Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panataagama. Raden
Fatah dalam menjalankan pemerintahannya, terutama dalam berbagai
permasalahan agama dibantu oleh para wali. Sebelumnya, Demak yang
masih bernama Bintoro merupakan daerah vassal (kekuasaan) Majapahit
yang diberikan Raja Majapahit kepada Raden Fatah. Daerah ini semakin
lama semakin berkembang menjadi daerah yang ramai dan pusat
perkembangan agama Islam yang diselenggarakan para wali.
Masa kekuasaan pemerintahan Raden Fatah berlangsung kira-kira
akhir abad ke-15 M hingga awal abad ke-16 M.disebutkan bahwa Raden
Fatah adalah anak seorang Raja Majapahit dari seorang ibu muslim
keturunan Campa.2 Raden Fatah diasuh oleh Aria Damar putera Raja
Majapahit istri pertama. Setelah dewasa ia disuruh pergi berguru ke Jawa
(Jawa Timur). Disana ia mendapatkan pendidikan yang berharga, sampai
ia dinikahkan dengan puteri Raden Rahmat, baru setelah itu ia disuruh ke
Bintoro dan membangun kekuasaan di sana.3
Raden Fatah merupakan raja pertama Demak yang sangat berjasa
dalam pengembangan agama Islam di daerah kekuasaannya. Ia digantikan
oleh anaknya yang bergelar Pati Unus (Adipati Yunus) yang terkenal
dengan sebutan pangeran Sabrang Lor. Ketika ia menggantikan kedudukan
ayahnya, Pati Unus baru berumur 17 tahun pada tahun 1507 M. Setelah ia
menduduki jabatan sebagai raja, ia merencanakan suatu serangan terhadap
Malaka. Semangat perangnya semakin memuncak ketika Malaka
ditaklukkan oleh Portugis tahun 1511 M. Serangan yang dilakukannya
mengalami kegagalan karena kerasnya arus ombak dan kuatnya pasukan
Portugis sehingga akhirnya ia kembali ke Demak tahun 1513 M.

1 Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam,(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), hlm.205
2 Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm.335-336
3 Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 205

Sepeninggal Pati Unus, digantikan oleh Sultan Trenggono yang


dilantik oleh Sunan Gunungjati dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin.
Sultan Trenggono memerintah tahun 1514-1546 M. Pada masa ini agama
Islam berkembang sampai ke Kalimantan Selatan.4 Penaklukan Sunda
Kelapa berakhir tahun 1527 M yang dilakukan oleh pasukan gabungan
Demak dan Cirebon dibawah pimpinan Fadhilah Khan. Majapahit dan
Tuban jatuh ke bawah kekuasaan kerajaan Demak diperkirakan pada tahun
1527 M itu juga. Selanjutnya pada tahun 1529, Demak berhasil
menundukkan Madiun, Blora (1530), Surabaya (1531), Pasuruan (1535),
dan antara tahun 1541-1542 M. Lamongan, Blitar, Wirasaba, dan Kediri
(1544). Palembang dan Banjarmasin mengakui kekuasaan Demak.
Sementara daerah Jawa Tengah bagian selatan sekitar Gunung Merapi,
Pengging, dan Pajang berhasil dikuasai berkat pemuka Islam, Syekh Siti
Jenar dan Sunan Tembayat. Pada tahun 1546 M, dalam penyerbuan ke
Blambangan, Sultan Trenggono terbunuh. Ia digantikan adiknya, Prawoto.
Masa pemerintahannya tidak berlangsung lama karena terjadi
pemberontakan oleh adipati-adipati sekitar kerajaan Demak. Sultan
Prawoto sendiri kemudian dibunuh oleh Arya Penangsang pada tahun
1549 M. Dengan demikian kerajaan Demak berakhir, dan dilanjutkan oleh
kerajaan Pajang di bawah Jaka Tingkir yang berhasil membunuh Aya
Penangsang.5
2. Kerajaan Pajang
Kerajaan Islam Pajang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Islam
Demak. Kerajaan Pajang didirikan oleh Jaka Tingkir yang berasal dari
Pengging. Ia adalah menantu Sultan Trenggono yang diberi kekuasaan di
Pajang. Setelah ia mengambil alih kekuasaan dari tangan Arya Penangsang
pada tahun 1546 M, seluruh kebesaran kerajaan dipindahkan ke Pajang,
dan ia bergelar Sultan Hadiwijaya.
Pada masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya, ia berusaha
memperkuat wilayah kekuasaannya ke pedalaman kearah timur sampai ke
Madiun. Setelah itu ia menaklukkan Blora pada tahun 1554 M, dan Kediri
pada tahun 1577 M. Pada tahun 1581 M ia mendapat pengakuan raja di
Jawa sebagai raja Islam. Pada masa pemerintahannya kesusastraan dan
kesenian keraton yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laun

4 Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, hlm.336


5 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.211-212

dikenal pedalaman Jawa. Demikian pula juga pengaruh Islam semakin


kuat di pedalaman Jawa.
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya pada tahun 1587 M kedudukannya
digantikan oleh Aria Penggiri, anak Sunan Prawoto, sementara anak Sultan
Hadiwijaya, yaitu Pangeran Benowo diberi kekuasaan di Jipang. Akan
tetapi, ia mengadakan pemberontakan kepada Aria Pengging dengan
mendapat bantuan dari Senopati Mataram. Usahanya tersebut berhasil dan
ia mendapat tanda terima kasih dari Senopati berupa hak atas warisan
ayahnya. Akan tetapi, ia menolak tawaran tersebut dan hanya meminta
pusaka Kerajaan Pajang berada di bawah perlindungan Mataram, yang
kemudian menjadi daerah kekuasaan Mataram.6
3. Kerajaan Mataram
Awal dari Kerajaan Mataram adalah ketika Sultan Adiwijaya dari
Pajang meminta bantuan kepada Ki Pamanahan yang berasal dari daerah
pedalaman untuk menghadapi dan menumpas pemberontakan Aria
Penangsang. Sebagai hadiah atasnya, Sultan kemudian menghadiahkan
daerah Mataram kepada Ki Pamanahan yang menurunkan raja-raja
Mataram Islam kemudian.
Pada tahun 1577 M, Ki Gede Pamanahan menempati istana barunya di
Mataram. Dia digantikan oleh puteranya, Senapati, tahun 1584 M dan
dikukuhkan oleh Sultan Pajang. Senapati lah yang dipandang sebagai
Sultan Mataram pertama, setelah Pangeran Benawa, anak Sultan
Adiwijaya, menawarkan kekuasaan atas pajang kepada Senapati.
Meskipun Senapati menolak dan hanya meminta pusaka kerajaan,
diantaranya Gong Kiai Skar Dlima, Kendali Kiai Macan Guguh, dan
Pelana Kiai Jatayu, namun dalam tradisi Jawa, penyerahan benda-benda
pusaka itu sama artinya dengan penyerahan kekuasaan.
Senapati kemudian berkeinginan menguasai juga semua raja
bawahan Pajang, tetapi ia tidak mendapat pengakuan dari para penguasa
Jawa Timur sebagai pengganti Raja Demak dan kemudian Pajang. Melalui
perjuangan berat, peperangan demi peperangan, barulah ia berhasil
menguasai sebagian daripadanya.
Senapati meninggal dunia tahun 1601 M, dan digantikan oleh
puteranya Sedang Ing Krapyak yang memerintah sampai tahun 1613 M.
Sedang Ing Krapyak diganti oleh puteranya, Sultan Agung, yang
melanjutkan usaha ayahnya. Pada tahun 1619 M, seluruh Jawa Timur
6 Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, hlm.336-337

praktis sudah berada di bawah kekuasaannya. Di masa pemerintahan


Sultan Agung inilah kontak-kontak bersenjata antara kerajaan Mataram
dengan VOC mulai terjadi. Pada tahun 1630 M, Sultan Agung menetapkan
Amangkurat I sebagai putera mahkota. Sultan Agung wafat tahun 1646 M
dan dimakamkan di Imogiri. Ia digantikan oleh putera mahkota. Masa
pemerintahan Amangkurat I hampir tidak pernah reda dari konflik. Dalam
setiap konflik, yang tampil sebagai lawan adalah merekan yang didukung
oleh para ulama yang bertolak dari keprihatinan agama. Tindakan pertama
pemerintahannya adalah menumpas pendukung Pangeran Alit dengan
membunuh banyak ulama yang dicurigai. Ia yakin ulama dan santri adalah
bahaya bagi tahtanya. Sekitar 5000-6000 ulama beserta keluarganya
dibunuh (1647 M). Amangkurat I bahkan merasa tidak memerlukan titel
Sultan. Pada tahun 1677 M dan 1678 M pemberontakan para ulama
muncul kembali dengan tokoh spiritual Raden Kajoran. Pemberontakanpemberontakan seperti itulah yang mengakibatkan runtuhnya Kraton
Mataram.7
4. Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat.
Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunungjati. Diawal abad ke-16, Cirebon
masih merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan
Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan seorang juru labuhan
disana, bernama Pangeran Walangsungsang, seorang tokoh yang
mempunyai hubungan darah dengan raja Pajajaran. Dia berhasil
memajukan Cirebon ketika sudah masuk Islam. Disebutkan Tome Pires,
Islam sudah ada di Ciebon sekitar 1470-1475 M, akan tetapi orang yang
berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kerajaan adalah
Syarif Hidayatullah, pengganti Pangeran Walasungsang dan sekaligus
keponakannya. Dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan kemudian
Banten.
Setelah Cirebon resmi menjadi sebuah kerajaan Islam yang bebas
dari kekuasaan Pajajaran, Syarif Hidayatullah berusaha meruntuhkan
Kerajaan Pajajaran yang masih, mengembangkan Islam ke daerah-daerah
lain di Jawa Barat seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh) Sunda
Kelapa, Banten. Dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan kaum
muslimin di Banten diletakkan oleh sunan gunung jati tahun 1524 M atau
7 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 214-215

1525 M. Setelah syarif hidayatullah wafat, ia diganti oleh Pangeran Ratu


atau Panembahan Ratu. Dia wafat tahun 1650 M, diganti oleh puteranya
yang bergelar panembahan Gerilya. Ketuhan kerajaan Cirebon sebagai
salah satu kerajaan hanya sampai Pangeran Gerilya, sepeninggalnya sesuai
dengan kehendaknya sendiri, Cirebon dipimpinoleh dua puteranya
Martawijaya (Samsuddin) dan Kartawijaya (Badruddin).8
5. Kerajaan Banten

Kerajaan Islam Banten didirikan oleh Sunan Gunungjati. Setelah


Sunan Gunungjati menaklukkan Banten pada tahun 1525 M, ia kembali ke
Cirebon, dan kekuasaannya diserahkan kepada anaknya yaitu Sultan
Hasanuddin. Hasanuddin kemudian menikahi putri Demak dan diresmikan
menjadi Panembahan Banten pada tahun 1552 M. Ia meneruskan usahausaha ayahnya dalam meluaskan wilayah Islam, yaitu ke Lampung dan
daerah sekitarnya di Sumatera Selatan, setelah sebelumnya tahun 1527 M
menaklukkan Sunda Kelapa.
Pada tahun 1568 M, ketika kekuasaan Demak beralih ke Pajang,
Sultan Hasanuddin Memerdekakan Banten. Oleh karena itu, ia dianggap
sebagai raja Islam pertama dari Banten. Ketika ia meninggal pada tahun
1570 M, kedudukannya digantikan oleh putranya yaitu Pangeran Yusuf.
Pangeran Yusuf menaklukkan Pakuan pada tahun 1579 M, sehingga
banyak para bangsawan Sunda yang masuk Islam.
Setelah Pangeran Yusuf meninggal pada tahun 1580 M, ia
digantikan oleh puteranya, yaitu Maulana Muhammad yang masih muda.
Maulana Muhammad bergelar Kanjeng Ratu Banten. Selama ini
kekuasaan dipegang oleh Qadhi bersama empat pembesar istana lainnya.
Maulana Muhammad meninggal pada tahun1596 M dalam usia 25 tahun.
Setelah itu kedudukannya digantikan oleh anaknya yang masih kecil
bernama Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir. Ia memerintah secara
resmi pada tahun 1638 M.
Pada masa Sultan Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng
Tirtayasa terjadi beberapa kali peperangan antara Banten dengan VOC
karena Sultan Ageng Tirtayasa anti Belanda. Sikapnya yang anti Belanda
itu mendapat dukungan dari seorang alim berpengaruh, yaitu Syekh Yusuf
yang berasal dari Makassar. Peperangan itu baru berakhir dengan
8 Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 208

perdamaian pada tahun 1659 M. Sikap anti Belanda ini tidak disetujui oleh
anaknya, yaitu Abdul Kahar yang bergelar Sultan Haji, ia lebih suka
bekerja sama dengan Belanda.9

9 Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 338-339

Вам также может понравиться