Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Diagnosis
dan
Penatalaksanaan
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
PPOK
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
PPOK
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB I
DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang
dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel, bersifat progresif dan berhubungan dengan
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun /
berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat
berat penyakit.
Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh
gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan
kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu.
PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat merokok dalam
waktu yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang
bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi komorbid lainnya.
Dampak ppok pada setiap individu tergantung derajat keluhan (khususnya
sesak dan penurunan kapasitas latihan), efek sistemik dan gejala komorbid
lainnya. Hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh derajat keterbatasan
aliran udara.
Bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena:
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB II
PERMASALAHAN DI INDONESIA
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit
tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Penyebabnya antara lain meningkatnya usia harapan hidup dan semakin
tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang diduga
berhubungan dengan kejadian PPOK; semakin banyaknya jumlah perokok
khususnya pada kelompok usia muda; serta pencemaran udara di dalam
ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan tahun 1990 PPOK
menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia, dan
tahun 2002 menempati urutan ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker (WHO, 2002). Di negara Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar
18 miliar US$ setahun untuk penatalaksanaan PPOK dan biaya tak
langsung sebesar 14 miliar US$, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta
orang dan lebih dari 100 ribu orang meninggal.
The Asia Pacific COPD Round Table Group memperkirakan, jumlah
penderita PPOK sedang hingga berat dinegara-negara Asia pasifik tahun
2006 mencapai 56,6 Juta penderita dengan prevalensi 6,3 %. Angka
prevalensi berkisar 3,5 6,7%, seperti : China dengan angka kasus
mencapai 38,160 juta jiwa, Jepang (5,014 juta jiwa) dan Vietnam (2,068
juta jiwa) sementara di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita
dengan prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin
banyaknya jumlah perokok karena 90 % penderita PPOK adalah perokok
atau mantan perokok.
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada
Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik
dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan
terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992
menunjukkan angka kematian karena asma, bronchitis kronik dan
emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian
di Indonesia.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM & PL di
5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan
PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakaitan (35%),
diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%)
(Depkes RI, 2004).
Berdasarkan hasil SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun
2001, sebanyak 54,5 % penduduk laki-laki dan 1,2% perempuan
merupakan perokok, 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya
merokok di dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lainnya,
dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan
perokok pasif (BPS, 2001). Jumlah perokok yang berisiko menderita
PPOK atau kanker paru berkisar antara 20-25%. Hubungan antara rokok
dengan PPOK merupakan hubungan dose response, lebih banyak batang
rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut
maka risiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar.
.....Masukan dari Pneumobile.....Prof Faisal......
Seiring dengan majunya tingkat perekomian dan industri otomotif, jumlah
kendaraan bermotor meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Selain
mobil-mobil baru, mobil tua yang mengeluarkan gas buang yang banyak
dan pekat, banyak beroperasi di jalanan. Gas buang dari kendaraan
tersebut menimbulkan polusi udara. Tujuh puluh sampai delapan puluh
persen pencemaran udara berasal dari gas buang kendaraan bermotor,
sedangkan pencemaran udara akibat industri 20-30%. Dengan
meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagai faktor risiko
terhadap penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) maka diduga jumlah
penyakit tersebut juga akan meningkat. Usia Harapan Hidup (UUH) di
Indonesia pada tahun 1990 meningkat dari 60 tahun menjadi 68 tahun
pada tahun 2006, dan apabila PPOK tidak dapat ditanggulangi dengan
baik, maka UHH di Indonesia akan menjadi menurun karena perjalanan
PPOK bersifat kronik dan progresif
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut, yaitu :
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun
1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an
Industrialisasi
Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di
pertambangan
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
BAB III
FAKTOR RISIKO
Identifikasi faktor risiko merupakan langkah penting dalam pencegahan
dan penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor risiko
PPOK dalam banyak hal masih belum lengkap, diperlukan pemahaman
interaksi dan hubungan antara faktor-faktor risiko sehingga memerlukan
investigasi lebih lanjut.
Beberapa studi longitudinal telah mengikuti populasi hingga 20 tahun,
termasuk periode pra-dan perinatal yang penting dalam membentuk masa
depan individu yang berisiko PPOK. Pada dasarnya semua risiko PPOK
merupakan hasil dari interaksi lingkungan dan gen. Misalnya, dua orang
dengan riwayat merokok yang sama, hanya satu yang berkembang
menjadi PPOK, karena perbedaan dalam predisposisi genetik untuk
penyakit ini, atau dalam berapa lama mereka hidup.
Status sosial ekonomi dapat dihubungkan dengan berat badan lahir anak
yang dapat berdampak pada pertumbuhan dan pengembangan paru.
Dengan demikian beberapa hal yang berkaitan dengan risiko timbulnya
PPOK sampai saat ini dapat disimpulkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Risiko PPOK
1. Asap rokok
2. Polusi udara
Dalam ruangan
Diluar ruangan
3. Stres oksidatif
4. Gen
5. Tumbuh kembang paru
6. Sosial ekonomi
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
1.
Asap rokok
Kebiasaan merokok adalah satu-satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Asap
rokok mempunyai prevalensi yang tinggi sebagai penyebab gejala
respirasi dan gangguan fungsi paru. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa terdapat rerata penurunan VEP1.
Angka kematian pada perokok mempunyai nilai yang bermakna
dibandingkan dengan bukan perokok. Perokok dengan pipa dan
cerutu mempunyai morbiditi dan mortaliti lebih tinggi dibandingkan
bukan perokok, tetapi masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
perokok sigaret. Tipe lain dari jenis rokok yang populer di berbagai
negara tidak dilaporkan.
Risiko PPOK pada perokok tergantung dari dosis rokok yang
dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun dan
lamanya merokok ( Indeks Brinkman )
Tidak semua perokok berkembang menjadi PPOK secara klinis,
karena dipengaruhi oleh faktor risiko genetik setiap individu.
Perokok pasif (atau dikenal sebagai environmental tobacco smokeETS) dapat juga memberi kontribusi terjadinya gejala respirasi dan
PPOK, dikarenakan terjadinya peningkatan jumlah inhalasi pertikel
dan gas. Merokok selama kehamilan dapat berisiko terhadap janin,
mempengaruhi tumbuh kembang paru di uterus dan dapat
menurunkan sistem imun awal.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a.
Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
b.
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu
perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari
dikalikan lama merokok dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : > 600
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
10
Polusi udara
Berbagai macam partike dan gas yang terdapat di udara sekitar dapat
menjadi penyebab terjadinya polusi udara. Ukuran dan macam
partikel akan memberikan efek yang berbeda terhadap timbulnya dan
beratnya PPOK. Agar lebih mudah mengidentifikasi partikel
penyebab, polusi udara terbagi menjadi :
11
Stres oksidatif
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan
endogen timbul dari sel fagosit dan tipe sel lainnya sedangkan
oksidan eksogen dari polutan dan asap rokok.
Oksidan intraseluler (endogen) seperti derivat elektron mitokondria
transpor termasuk dalam mekanisme seluler signaling pathway.
Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang berkembag secara
sistem enzimatik atau non enzimatik.
Ketika keseimbangan antara oksidan dan antioksidan berubah
bentuk, misalnya ekses oksidan dan atau deplesi antioksidan akan
menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif tidak hanya
menimbulkan efek kerusakan pada paru tetapi juga menimbulkan
aktifitas molekuler sebagai awal inflamasi paru.
Jadi, ketidakseimbangan antara oksidan dan anti oksidan memegang
peranan penting pada patogenesi PPOK.
3.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
12
Sosial ekonomi
Sosial ekonomi sebagai faktor risiko terjadinya PPOK belum dapat
dijelaskan secara pasti. Pajanan polusi di dalam dan luar ruangan,
pemukinan yang padat, nutrisi yang jelek, dan faktor lain yang
berhibungan dengan status sosial ekonomi kemungkinan dapat
menjelaskan hal ini.
Peranan nutrisi sebagai faktor risiko tersendiri penyebab
berkembangnya PPOK belum jelas. Malnutrisi dan penurunan berat
badan dapat menurunkan kekuatan dan ketahanan otot respirasi,
karena penurunan masa otot dan kekuatan serabut otot. Kelaparan
dan status anabolik/katabolik berkembang menjadi empisema pada
percobaan binatang. CT scan paru perempuan dengan kekurangan
nutrisi akibat anoreksia nervosa menunjukkan seperti empisema.
5.
6.
Asma
Asma kemungkinan sebagai faktor risiko terjadinya PPOK,
walaupun belum dapat disimpulkan. Pada laporan The Tucson
Epidemiological Study didapatkan bahwa orang dengan asma 12
kali lebih tinggi risiko terkena PPOK daripada bukan asma meskipun
telah berhenti merokok. Penelitian lain 20% dari asma akan
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
13
Gen
PPOK adalah penyakit poligenik dan contoh klasik dari interaksi
gen-lingkungan. Faktor risiko genetik yang paling sering terjadi
adalah kekurangan alpha-1 antitrypsin sebagai inhibitor dari protease
serin. Sifat resesif ini jarang, paling sering dijumpai pada individu
origin Eropa Utara. Ditemukan pada usia muda dengan kelainan
emphysema panlobular dengan penurunan fungsi paru yang terjadi
baik pada perokok atau bukan perokok dengan kekurangan alpha-1
antitripsin yang berat. Banyak variasi individu dalam hal beratnya
emfisema dan penurunan fungsi paru.
Meskipun kekurangan -1 antitrypsin yang hanya sebagian kecil dari
populasi di dunia, hal ini menggambarkan adanya interaksi antara
gen dan pajanan lingkungan yang menyebabkan PPOK. Gambaran di
atas menjelaskan bagaimana faktor risiko genetik berkontribusi
terhadap timbulnya PPOK.
Risiko obstruksi aliran udara yang di turunkan secara genetik telah
diteliti pada perokok yang mempunyai keluarga dengan PPOK berat.
Hasil penelitian menunjukkan keterkaitan bahwa faktor genetik
mempengaruhi kerentanan timbulnya PPOK. Telah diidentifikasi
kromosom 2q7 terlibat dalam patogenesis PPOK, termasuk TGF-1,
mEPHX1dan TNF.
Gen-gen di atas banyak yang belum pasti kecuali kekurangan alpha1 antitrypsin.
Faktor risiko PPOK mungkin juga dihubungkan dengan cara yang lebih
kompleks, karena harapan hidup manusia yang menjadi lebih lama,
memungkinkan terjadinya paparan seumur hidup yang lebih besar
terhadap berbagai faktor risiko.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
14
BAB IV
PATOGENESIS DAN PATOLOGI
Inhalasi asap rokok dan partikel berbahaya lainnya menyebabkan
inflamasi di saluran napas dan paru seperti yang terlihat pada pasien
PPOK. Respon inflamasi abnormal ini menyebabkan kerusakan jaringan
parenkim yang mengakibatkan emfisema), dan mengganggu mekanisme
pertahanan yang mengakibatkan fibrosis saluran napas kecil. Perubahan
patologis menyebabkan udara perangkap dan keterbatasan aliran udara
progresif.
Sebuah gambaran singkat berikut memperlihatkan perubahan patologis
dalam PPOK, mekanisme mereka seluler dan molekuler, dan bagaimana
mendasari kelainan fisiologis dan gejala karakteristik penyakit.
PATOGENESIS
Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon
inflamasi normal akibat iritasi kronis seperti asap rokok. Mekanisme untuk
amplifikasi ini belum dimengerti, kemungkinan disebabkan faktor genetik.
Beberapa pasien menderita PPOK tanpa merokok, respon inflamasi pada
pasien ini belum diketahui. Inflamasi paru diperberat oleh stres oksidatif
dan kelebihan proteinase. Semua mekanisme ini mengarah pada
karakteristik perubahan patologis PPOK.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
15
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
16
Mediator inflamasi
Berbagai macam mediator inflamasi yang telah terbukti meningkat pada
pasien PPOK menarik sel inflamasi dari sirkulasi (faktor kemotaktik),
menguatkan proses inflamasi (sitokin pro inflamasi), dan mendorong
perubahan struktural (faktor pertumbuhan).
Tabel 3. Mediator inflamasi dalam PPOK
Faktor kemotaktik:
Lipid mediator: misalnya, leukotriene B4 (LTB4) menarik neutrofil
dan limfosit T
Kemokin: misalnya, interleukin-8 (IL-8) menarik neutrofil dan
monosit.
Sitokin proinflamasi: misalnya tumor necrosis factor- (TNF-),
IL-1, dan IL-6 memperkuat proses inflamasi dan berkontribusi
terhadap efek sistemik PPOK.
Faktor pertumbuhan: misalnya, TGF- dapat menyebabkan
fibrosis pada saluran napas perifer.
(Dikutip dari Gold 2010)
Stres oksidatif
Stres oksidatif dapat menjadi mekanisme penguatan penting dalam PPOK.
Biomarker stres oksidatif (misalnya, peroksida hidrogen, 8-isoprostan)
meningkat dalam dahak, kondensat hembusan napas dan sirkulasi
sistemik pada pasien PPOK. Stres oksidatif lebih lanjut meningkat pada
eksaserbasi.
Oksidan yang dihasilkan oleh asap rokok dan partikulat yang dihirup
lainnya yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi ( seperti makrofag dan
neutrophil ) diaktifkan. Mungkin juga ada penurunan antioksidan endogen
pada pasien PPOK.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
17
Peningkatan Protease
Serin protease
Neutrofil elastase
Cathepsin G
Proteinase 3
Penurunan Antiprotease
Alpha-1 antitrypsin
Alpha-1 antichymotrypsin
Sekretori leukoprotease inhibitor
Elafin
Sistein proteinase
B Cathepsins, K, L, S
Cystatins
Ketidakseimbangan protease-Antiprotease
Ada bukti kuat mengenai ketidakseimbangan protease dan antiprotease
pasien PPOK, yaitu protease yang memecah komponen jaringan ikat dan
antiproteases yang melindunginya. Beberapa protease, berasal dari sel
inflamasi dan sel epitel, yang meningkat pada pasien PPOK. Proteasemediated perusakan elastin, komponen jaringan utama penghubung dalam
parenkim paru-paru, adalah faktor penting dari emphysema dan
kemungkinan tidak dapat diubah
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
18
PATOLOGI
Perubahan patologis karakteristik PPOK ditemukan di saluran napas
proksimal, saluran napas perifer, parenkim dan vascular paru. Perubahan
patologis akibat inflamasi kronis terjadi karena peningkatan sel inflamasi
kronis di berbagai bagian paru yang menimbulkan kerusakan dan
perubahan struktural akibat cedera dan perbaikan berulang. Secara umum,
perubahan inflamasi dan struktural saluran napas akan tetap berlangsung
sesuai dengan beratnya penyakit walaupun sudah berhenti merokok.
Tabel 5. Perubahan patologis pada PPOK
Saluran napas proksimal (trakea, bronkus diameter > 2 mm)
Sel inflamasi: makrofag , limfosit T CD8 + (sitotoksik) , sedikit neutrofil atau eosinofil
Perubahan struktural: sel goblet , pembesaran kelenjar submukosa (keduanya
menyebabkan hipersekresi lendir) metaplasia sel epitel skuamosa
Saluran napas perifer (bronkiolus diameter < 2 mm)
Sel inflamasi: makrofag, limfosit T (CD8 +> CD4 +), limfosit B, folikel limfoid,
fibroblas, sedikit neutrophils atau eosinofil.
Parenkim paru (bronchioles pernapasan dan alveoli)
Sel inflamasi: makrofag, limfosit T CD8+ .
Perubahan struktural: kerusakan dinding alveolus, apoptosis sel epitel dan endotel
Emfisema sentrilobular: dilatasi dan kerusakan bronkiolus; paling sering terlihat pada
perokok
Emfisema panacinar: perusakan alveolus dan bronkiolus; paling sering terlihat pada
kekurangan -1 antitrypsin
Pembuluh darah paru
Sel inflamasi: makrofag, limfosit T
Perubahan struktural: penebalan intima, disfungsi sel endotel, penebalan otot polos
(hipertensi pulmonal).
(Dikutip dari Gold 2010)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
19
PATOFISIOLOGI
Saat ini telah diketahui dengan jelas tentang mekanisme patofisiologis
yang mendasari PPOK sampai terjadinya gejala yang karakteristik.
Misalnya penurunan FEV1 yang terjadi disebabkan peradangan dan
penyempitan saluran napas perifer, sementara transfer gas yang menurun
disebabkan kerusakan parenkim yang terjadi pada emphysema.
20
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
21
Hipertensi Paru
Hipertensi paru ringan sampai sedang mungkin terjadi pada PPOK akibat
proses vasokonstriksi yang disebabkan hipoksia arteri kecil pada paru
yang kemudian mengakibatkan perubahan struktural yang meliputi
hiperplasia intimal dan kemudian hipertrofi otot polos / hiperplasia.
Respon inflamasi dalam pembuluh darah sama dengan yang terlihat di
saluran udara dengan bukti terlihatnya disfungsi sel endotel. Hilangnya
kapiler paru pada emfisema juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru sehingga terjadi. pulmonary hypertension yang
bersifat progresif dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kanan dan
akhirnya gagal jantung kanan (cor pulmonale).
Gambaran Dampak Sistemik
Dari beberapa laporan penelitian, ternyata pasien PPOK memberikan pula
beberapa gambaran dampak sistemik, khususnya pada pasien dengan
penyakit berat, hal ini berdampak besar terhadap kualitas hidup dan
penyakit penyerta.
Kakeksia umumnya terlihat pada pasien dengan PPOK berat. Disebabkan
karena hilangnya massa otot rangka dan kelemahan sebagai akibat dari
apoptosisyang meningkat dan / atau tidak digunakannya otot-otot
tersebut.Pasien dengan PPOK juga mengalami peningkatan proses
osteoporosis, depresi dan anemia kronis.
Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF- IL-6, dan
radikal bebas oksigen dengan keturunannya, dapat beberapa efek sistemik.
Peningkatan
risiko penyakit kardiovaskuler, berkorelasi dengan
peningkatan protein C-reaktif (CRP).
Berikut ini adalah gambar tentang POOK dengan berbagai penyakit yg
bisa berkolerasi.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
22
Dikutip dari: Lusuardi et.al, Monaldi Arch Chest Dis, 2008,69[1]: 11-7)
Eksaserbasi
Eksaserbasi merupakan amplifikasi lebih lanjut dari respon inflamasi
dalam saluran napas pasien PPOK, dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau
virus atau oleh polusi lingkungan. Mekanisme
inflamasi yang
mengakibatkan eksaserbasi PPOK, masih banyak yang belum diketahui.
Dalam eksaserbasi ringan dan sedang terdapat peningkatan neutrophil,
beberapa studi lainnya juga menemukan eosinofil dalam dahak dan
dinding saluran napas. Hal ini berkaitan dengan peningkatan konsentrasi
mediator tertentu, termasuk TNF-, LTB4 dan IL-8, serta peningkatan
biomarker stres oksidatif.
Pada eksaserbasi berat masih banyak hal yang belum jelas, meskipun salah
satu penelitian menunjukkan peningkatan neutrofil pada dinding saluran
nafas dan peningkatan ekspresi kemokin. Selama eksaserbasi terlihat
peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya udara, dengan aliran
ekspirasi berkurang, sehingga terjadi sesak napas yang meningkat.
Terdapat juga memburuknya abnormalitas VA / Q yang mengakibatkan
hipoksemia berat.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
23
BAB V
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan
sampai ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru.
Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul tanda dan gejala yang
secara rinci diterangkan pada tabel 5 berikut:
Tabel 6. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK
Gejala
Sesak yaitu:
Keterangan
Progresif (sesak bertambah berat seiring
berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persistent (menetap sepanjang hari)
Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai
"Perlu usaha untuk bernapas,"
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk Kronik
Asap rokok.
Debu dan bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri, jika salah satu indikator
ini ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan
diagnostik pasti, tetapi keberadaan beberapa indikator kunci meningkatkan
kemungkinan diagnosis PPOK. Spirometri diperlukan untuk memastikan
diagnosis PPOK.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
24
Pemeriksaan Fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup /
mencucu)
Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
vena jugularis di leher dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
Suara napas vesikuler normal, atau melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas
biasa atau pada ekspirasi paksa
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
25
Ekspirasi memanjang
Bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed-lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan rongki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer
Pursed-lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulutmencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yangterjadi pada gagal napas
kronik.
Pemeriksaan rutin
1.
Faal Paru
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
26
Evaluasi
Pengukuran spirometri dievaluasi dengan membandingkan hasil
pengukuran terhadap nilai acuan yang tepat berdasarkan usia, tinggi
badan, jenis kelamin dan ras
Nilai VEP1 pasca bronkodilator < 80% prediksi serta nilai VEP 1/KVP
<0,70 memastikan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
27
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak
ada gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai
VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <20% nilai
awal dan <200 ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
Uji harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari
infeksi pernapasan.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
28
2.
Laboratorium darah
Hb, Ht, Tr, Lekosit
Analisis Gas Darah
3.
Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Diafragma mendatar
Normal
Sgaw meningkat
Jentera (treadmill)
3.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
29
4.
5.
Radiologi
6.
Elektrokardiografi (EKG)
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P pulmonal
dan hipertrofi ventrikel kanan
7.
Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
8.
Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk
memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulang
merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK
di Indonesia
9.
Kadar -1 antitripsin
Kadar antitripsin -1 rendah pada emfisema herediter (emfisema
pada usia muda), defisiensi antitripsin -1 jarang ditemukan di
Indonesia
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
30
BAB VI
DIAGNOSIS BANDING
Tabel 9. Diagnosis banding PPOK
Diagnosis
PPOK
Gejala
Onset pada usia pertengahan.
Gejala progresif lambat.
Lamanya riwayat merokok.
Sesak saat aktivitas
Sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel.
Asma
Gagal Jantung
kongestif
Bronkiektasis
Tuberkulosis
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
31
Diagnosis
Bronkiolitis obliterans
Panbronkiolitis
diffusa
Gejala
Onset pada usia muda, bukan perokok.
Mungkin memiliki riwayat rheumatoid arthritis atau
pajanan asap.
CT-scan toraks pada ekspirasi menunjukkan daerah
hypodense
Lebih banyak pada laki-laki bukan perokok.
Hampir semua menderita sinusitis kronis.
Foto toraks dan HRCT toraks menunjukkan nodul opak
menyebar kecil di centrilobular dan gambaran
hiperinflasi
Gejala gejala diatas ini sesuai karakteristik penyakit masing-masing, tetapi tidak
terjadi pada setiap kasus. Misalnya, seseorang yang tidak pernah merokok dapat
menderita PPOK (terutama di negara berkembang di mana faktor risiko lain
mungkin lebih penting daripada merokok); asma dapat berkembang di usia
dewasa dan bahkan pasien lanjut usia.
(Dikutip dari: Gold, 2010)
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberkulosis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada
penderia pascatuberkulosis dengan lesi paru yang minimal
Pneumotoraks
Gagal Jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal :
bronkiektasis, destroyed lung
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosid yang tepat harus ditegakkan
karena terapi dan prognosisnya berbeda.
Perbedaan antara Inflamasi PPOK dan Asma.
Meskipun PPOK dan asma berhubungan dengan inflamasi kronis saluran
napas namun terdapat perbedaan dalam hal sel inflamasi dan mediator
yang terlibat di dalamnya, yang akan menyebabkan perbedaan dalam efek
fisiologis, gejala, dan respon terhadap terapi. Terdapat kemiripan
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
32
inflamasi antara asma berat dan PPOK. Beberapa pasien PPOK memiliki
gambaran seperti asma dan mungkin memiliki pola inflamasi yang
ditandai dengan peningkatan eosinofil. Sebaliknya, pasien asma yang
merokok memiliki gambaran patologis mirip dengan PPOK.
Tabel 10. Perbedaan sel inflamasi asma dan PPOK
Sel
Mediator kunci
Stres oksidatif
Lokasi
Dampak anatomis
Respons terapi
PPOK
Neutrophils ++
Macrophages +++
CD8+ T cells (Tc1)
Asma
Eosinophils ++
Macrophages +
CD4+ T cells (Th2)
IL-8
TNF-_, IL-1_, IL-6
NO +
+++
Saluran napas
perifer
Parenkim paru
Pembuluh darah
paru
Metaplasia
skuamosa
Metaplasia mukosa
Fibrosis saluran
napas kecil
Destruksi parenkim
Remodelling
pembuluh darah
paru
Eotaxin
IL-4, IL-5, IL-13
NO +++
+
Saluran napas
proksimal
Kurang respon
terhadap
bronkodilator
Kurang respons
terhadap steroid
Respon baik
terhadap
bronkodilator
Respon baik
terhadap steroid
Asma berat
Neutrophils +
Macrophages
CD4+ T cells (Th2),
CD8+
T cells (Tc1)
IL-8
IL-5, IL-13
NO ++
+++
Saluran napas
proksimal
Saluran napas
perifer
Kurang respon
terhadap
bronkodilator
Kurang respon
terhadap steroid
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
33
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
34
BAB VII
KLASIFIKASI
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderia, oleh
sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin
tidak bisa diprediksi dengan VEP1.
Tabel 11. Klasifikasi PPOK
Gold 2010
Derajat
Derajat I :
PPOK
Ringan
Derajat II :
PPOK
Sedang
Derajat III
PPOK
Berat
Derajat IV:
PPOK
Sangat
Berat
Klinis
Faal Paru
Gejala klinis
(batuk, produksi sputum)
Normal
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
35
BAB VIII
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK mencakup beberapa komponen yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Mengurangi gejala
Mencegah progresifitas penyakit
Meningkatkan toleransi latihan
Meningkatkan status kesehatan
Mencegah dan menangani komplikasi
Mencegah dan menangani eksaserbasi
Menurunkan kematian
7.
DERAJAT II**
VEP1/KVP < 70%
50 % < VEP1< 80 %
prediksi
DERAJAT III
VEP1 /KVP 70%
30 % VEP1 50 %
prediksi
DERAJAT IV
VEP1 /KVP < 70%
VEP1 < 30 %
prediksi
Tambahkan
pemberian
oksigen jangka
panjang kalau
terjadi gagal
napas kronik
Lakukan
tindakan
operasi bila
diperlukan
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
36
Edukasi
Berhenti merokok
Obat-obatan
Rehabilitasi
Terapi oksigen
Ventilasi mekanik
Nutrisi
1.
Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi
pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel
dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan
aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda
dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus
dan memperbaiki derajat penyakit adalah inti dari edukasi atau
tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
37
Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan
ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu
diagnosis PPOK ditegakkan
Penggunaan obat-obatan
Macam obat dan jenisnya
Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau
nebuliser)
Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan selang
waktu tertentu atau kalau perlu saja)
Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
Penggunaan oksigen
Kapan oksigen harus digunakan
Berapa dosisnya
Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
38
Berhenti merokok
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling
efektif dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan
memperlambat progresivitas penyakit (Bukti A).
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5A:
a.
Ask (Tanyakan)
Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b.
Advise (Nasihati)
Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti merokok.
c.
Assess (Nilai)
Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam 30
hari ke depan).
d.
Assist (Bimbing)
Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling
praktis,
merekomendasikan
penggunaan
farmakoterapi.
e.
Arrange (Atur)
Buat jadwal kontak lebih lanjut.
2.
Obat-Obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi,
nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
39
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
40
KARAKTERISTIK
Semua derajat
REKOMENDASI PENGOBATAN
Derajat I :
PPOK Ringan
Derajat II :
PPOK Sedang
Derajat III:
PPOK Berat
Derajat IV:
PPOK Sangat
Berat
Simptomatik
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
bronkodilator:
Simptomatik
PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
bronkodilator:
Pengobatan komplikasi
PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi
respirasi)
3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas
4. Ventilasi mekanis noninvasif
5. Pertimbangkan terapi pembedahan
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
41
Golongan Obat
Dosis
Tanpa gejala
Tanpa obat
Gejala intermiten
(pada waktu
aktivitas)
Agonis 2
Bila perlu
Gejala terus
menerus
Antikolinergik
kerja singkat
Ipratropium bromida
20 gr
2 4 semprot
3 4 x / hari
Antikolinergik
kerja lama
Tiotropium bromida
80 gr
1 hisap
1 x / hari
Inhalasi Agonis
2 kerja cepat
Fenoterol
100 gr/ semprot
salbutamol
100 gr / semprot
Terbutalin
0,5 mgr/ semprot
Prokaterol
10 gr/ semprot
2 4 semprot
3 4 x/ hari
2 4 semprot
3 4 x/hari
2 4 semprot
4 x/ hari
2 4 semprot
3 x/hari
Kombinasi terapi
Indicaterol
Ipratropium bromida
20 gr + salbutamol
100 gr per semprot
1 hisap, 1x/hari
2 4 semprot
3 4 x/ hari
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
42
Gejala
Golongan Obat
Dosis
Pasien memakai
inhalasi agonis 2
kerja singkat rutin
Inhalasi Agonis
2 kerja lama`
(tidak dipakai
untuk eksaserbasi)
Formoterol
6 gr, 12 gr/ semprot
1-2 semprot
2 x / hari
tidak melebihi 2 x/
hari
Indacaterol
1x sehari
Salmeterol
25 gr/ semprot
1-2 semprot
2 x/ hari
tidak melebihi 2 x/
hari
Atau
timbul gejala pada
waktu malam atau
pagi hari
Teofilin
Indicaterol
Teofilin lepas lambat
Teofilin/ aminofilin
150 mg x 3-4x/hari
1 hisap, 1x/hari
400 800 mg / hari
3 4 x/ hari
Anti oksidan
N asetil sistein
600 mg/ hr
Kortikosteroid
oral
( uji
kortikosteroid )
Prednison
Metil prednisolon
30 40 mg/ hr
selama 2 mg
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
43
IDT
*/ISK *
( ugr )
Nebulizer
(mg)
Oral (mg)
40 80
18
0,25 0,50
68
24
0,5 2,0
2,5 5.0
5 10
0,03 0,05
24
2,5 - 5
0,25 0,5
46
46
46
68
12
24
12
48
48
4,5 12
150 300
50 100
200 + 20
75 + 15
50/125 +
25
80/160 +
4,5
2,5 + 0,5
Vial
injeksi
Lama
kerja
( jam )
12
12
200
100 - 400
240
46
Bervarias,
bisa
sampai
24 jam
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
44
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti
uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
Digunakan pada PPOK stabil mulai derajat III dalam bentuk
glukokortikoid, kombinasi LABACs dan PDE-4.
Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat eksaserbasi. Antibiotik yang
digunakan (lihat di halaman 52, tentang penatalaksanaan
eksaserbasi)
Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian
yang rutin
Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous (misalnya ambroksol,
erdostein). Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis
kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
Antitusif
Diberikan dengan hati-hati.
Phosphodiesterase-4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV
dan memiliki riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronik.
Phosphodiesterase-4 inhibitor, roflumilast dapat mengurangi
eksaserbasi, diberikan secara oral dengan glukokortikosteroid.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
45
3.
Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi letihan
dan memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang
dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
46
Latihan fisis
Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem
transportasi oksigen. Latihan fisis yang baik akan
menghasilkan :
Peningkatan VO2 max
Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
Peningkatan cardiac output dan stroke volume
Peningkatan efisiensi distribusi darah
Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Latihan jasmani pada PPOK terdiri dari dua kelompok :
Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot
pernapasan
Endurance exercise
Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan:
Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang
mengalami kelelahan otot pernapasannya sehingga tidak dapat
menghasilkan tekanan inspirasi yang cukup untuk melakukan
ventilasi maksimal yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot
pernapasan akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan
ventilasi maksimal, memperbaiki kualiti hidup dan
mengurangi sesak napas.
Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan
endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya.
Apabila kedua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh
penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk
latihan pada penderita PPOK bersifat indivudual. Apabila
ditemukan kelelahan otot pernapasan, maka porsi latihan otot
pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2
darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan
maka latihan endurance yang diutamakan.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
47
Endurance exercise
Respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada
pendrita PPOK. Bertambahnya cardiac output maksimal dan
transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat.
Latihan jasmani pada penderita PPOK berakibat meningkatnya
toleransi latihan karena meningkatnya kapasiti kerja maksimal
dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi
latihan merupakan resultante dari efisiensinya pemakaian
oksigen di jaringan dan toleransi terhadap asam laktat.
Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan
penderita PPOK menghentikan latihannya, faktor lain yang
mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK
berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang
dominan untuk menghentikan latihannya.
Berkurangnya aktiviti kegiatan sehari-hari akan menyebabkan
penurunan fungsi otot skeletal. Imobilisasi selama 4-6 minggu
akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat
otot, penyimpangan energi dan aktiviti enzim metabolik.
Berbaring di tempat tidur dalam jangka waktu yang lama
menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan kontrol
kardiovaskuler.
Latihan fisis bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua
tempat :
Di rumah
*
Latihan dinamik
*
Menggunakan otot secara ritmis, misal : jalan,
jogging, sepeda
Rumah sakit
Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari
per minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan
denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat.
Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting
dari pada hasil pemeriksaaan subyektif atau obyektif.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
48
49
4.
Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun
organ-organ lainnya.
Manfaat oksigen:
Mengurangi sesak
Memperbaiki aktiviti
Mengurangi vasokonstriksi
Mengurangi hematokrit
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
50
Nasal kanul
Sungkup venturi
Sungkup rebreathing
Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu harus dilakukan secara hati-hati, disesuaikan
dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada
waktu tersebut. Pemberian okisgen yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan peningkatan kadar CO2. Bila terdapat kenaikan PCO2
dipilih sungkup nonrebreathing.
5.
Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau
pada pasien PPOK derajat berat dengan gagal napas kronik.
Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau
di rumah.
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
51
52
Henti nafas
Barotrauma
Kesukaran weaning
Kesukaran dalam proses weaning dapat diatasi dengan
Nutrisi seimbang
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
53
6.
Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi
yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni
menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan
menambah mortaliti PPOK karena berkorelasi dengan derajat
penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.
Malnutrisi dapat dievaluasi dengan:
Antropometri
Hipophospatemi
Hiperkalemi
Hipokalsemi
Hipomagnasemi
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan
pemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yaitu porsi kecil
dengan waktu pemberian yang lebih sering.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
54
Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gafal napas kronik
Mencegah eksaserbasi
Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai
evaluasi berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang
stabil dan mencegah eksaserbasi.
Penatalaksaan rawat jalan di poliklinik meliputi :
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
55
Terapi oksigen
Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada PPOK
derajat sedang dan berat. Pada PPOK derajat sedang oksigen
hanya digunakan bila timbul sesak yang disebabkan
pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang
menggunakan terapi oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau
terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis
oksigen tidak lebih dari 2 liter
Rehabilitasi
- Menyesuaikan aktiviti
- Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff cough)
pursed-lips breathing
- Latihan ekstremiti atas dan otot bantu napas
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
56
B.
Sesak bertambah
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
57
Menambahkan mukolitik
Menambahkan ekspektoran
Bila dalam 2 hari tidak ada perbaikan penderita harus segera ke
dokter.
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan
secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di :
Ruang rawat
Ruang ICU
Penatalaksanaan di poliklinik rawat jalan
Indikasi :
Terdapat komplikasi
58
Rehabilitasi awal
59
Mencegah kematian
Prinsip penatalaksanaan PPOK pada eksaserbasi akut adalah
mengatasi segeran eksaserbasi yang terjadi dan mencegah terjadinya
gagal napas. Bila telah terjadi gagal napas segera atasi untuk
mencegah kematian. Beberapa hal harus diperhatikan meliputi :
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
60
Purulensi sputum
Penelitian pada pasien PPOK eksaserbasi rawat jalan
menunjukkan hubungan antara purulensi sputum dengan
terdapatnya bakteri. Antibiotik dapat diberikan pada pasien
yang memiliki satu dari dua gejala kardinal (sesak napas yang
bertambah atau jumlah sputum) namun kriteria PPOK
eksaserbasi tersebut belum tervalidasi pada penelitian lain.
Pada sebuah penelitian PPOK ekaserbasi menggunakan
ventilasi mekanis yang tidak diberikan antibiotik akan
meningkatkan mortalitas dan meningkatnya angka kejadan
pneumonia nosokomial. Antibiotik diberikan pada:
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
61
62
Kelompok B
Kelompok C
Definisi
Eksaserbasi ringan
Tidak memiliki faktor
risiko untuk prognosis
buruk
Ekserbasi sedang
Memiliki faktor risiko
untuk prognosis buruk
Kuman patogen
H. influenza
S. pneumonia
M. catarrhalis
Chlamydia pneumonia
Virus
Kuman pathogen
kelompok A + pathogen
resisten (-lactamase
producing penicillinresistant S. pneumonia),
enterobactericeae
(E.coli, protus,
enterobacter)
Kelompok B dengan P
aeruginosa
Eksaserbasi berat
Dengan faktor risiko P.
aeruginosa
(Dikutip dari: Priyanti dkk, Pola Kuman PPOK RS Persahabatan 2007)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
63
Kelompok A
Kelompok B
Alternatif pengobatan
oral
-lactam/lactamase inhibitor
(co-amoxyclav)
Makrolid
(azitromisin,
claritromisin)
Sefalosporin
generasi 2 dan 3
Ketolid
(telitromisin)
Pengobatan
perenteral
Flurokuinolon
(gemifloxacin,
levofloxacin,
moxifloksasin)
-lactam/lactamase
inhibitor
(coamoxyclav,
ampisilin/sulbakta
m)
Sefalosporin
generasi 2 dan 3
Fluorokuinolon
(ciprofloxacin,
levofloxacin dosis
tinggi)
Kelompok
Pasien dengan risiko
Fluorokuinolon
C
infeksi pseudomonas:
(ciprofloxacin,
fluorokuinolon
levofloxacin
(ciprofloxacin,
dosis tinggi)
levofloxacin
dosis
-lactam dengan
tinggi
aktivitas
P.
aeruginosa
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
64
Streptococcus pyogenes
: 37.5%
Steptococcus pneumonia
: 18.8%
S. haemolyticus
: 15.6%
Pseudomonas aeruginosa
: 14.6%
Klebsiela penumoniae
: 7.8%
Acinobacter baumanii
: 6.25%
Penelitian mengenai pola kuman pada PPOK eksaserbasi yang
dilakukan di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi (2008) dengan jumlah 69 patogen yang berhasil
diisolasi memiliki pola kuman sebagai berikut:
Klebsiela pneumonia
: 26.1%
Pseudomonas aeruginosa
: 14.5%
Staphylococcus aureus
: 14.5%
Enterobacter aerogenes
: 11.5%
Streptococcus pneumonia
: 1.2%
Berdasarkan hasil diatas, sebagian besar pasien PPOK
eksaserbasi memiliki pola kuman Gram negatif (dengan
prognosis risiko buruk) dengan pengobatan oral adalah:
Pengobatan perenteral :
- Sefalosporin generasi 2 dan 3
- Fluorokuinolon (ciprofloxacin, levofloxacin dosis
tinggi)
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
65
Bronkodilator
Bila rawat jalan -2 agonis dan antikolinergik harus
diberikan dengan peningkatan dosis. Inhaler masih cukup
efektif bila digunakan dengan cara yang tepat, nebuliser
dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati
dengan penggunaan nebuliser yang memakai oksigen sebagai
kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10 liter untuk
menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2.
Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan
bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat
otot diafragma. Dalam perawatan di rumah sakit,
bronkodilator diberikan secara intravena dan nebuliser,
dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat terhadap
timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator.
Pengobatan yang efektif untuk PPOK eksaserbasi adalah
inhalasi bronkodilator (terutama inhalasi 2-agonis dengan
atau tanpa antikolinergik) dan glukokortikosteroid oral (Bukti
A).
Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi.
Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30
mg/hari selama 1-2 mingg, pada derajat berat diberikan
secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak
memberikan manfaat yang lebih baik, tetapi lebih banyak
menimbulkan efek samping.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
66
Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaserbasi berat
akan mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki
simptom. Dahulukan penggunaan NIPPV, bila gagal
dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan intubasi.
Ventilasi mekanik noninvasif pada PPOK eksaserbasi akan
memperbaiki asidosis respiratorik, meningkatkan pH,
mengurangi kebutuhan untuk intubasi endotrakeal dan
menurunkan PaCO2, menurunkan frekuensi napas, beratnya
sesak, lama rawat dan kematian (Evidence A).
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
67
3.
TERAPI PEMBEDAHAN
Bertujuan untuk :
Bulektomi
Transplantasi paru
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
68
BAB IX
KOMPLIKASI
PPOK merupakan penyakit progresif, fungsi paru memburuk dari waktu
ke waktu, bahkan dengan perawatan yang terbaik. Gejala dan perubahan
obstruksi saluran napas harus dipantau untuk menentukan modifikasi
terapi dan menentukan adanya komplikasi. Pada penilaian awal saat
kunjungan harus mencakup gejala khususnya gejala baru atau perburukan
dan pemeriksaan fisik.
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang
progresif dan tidak sepenuhnya reversibel seperti:
Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Infeksi berulang
Kor pulmonal
Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH
normal, penatalaksanaan :
Bronkodilator adekuat
Antioksidan
Demam
Kesadaran menurun
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
69
Infeksi berulang :
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang,
pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal:
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai
gagal jantung kanan
Pemantauan timbulnya komplikasi
1.
Fungsi paru
Penurunan fungsi paru dapat diketahui melalui pengukuran
spirometri secara berkala. Spirometri harus dilakukan jika
ditemukan peningkatan gejala atau komplikasi. Uji fungsi paru
lainnya, seperti loop flow-volume, pengukuran DLCO, kapasitas
inspirasi dan pengukuran volume paru tidak rutin dikerjakan tetapi
mampu memberikan informasi tentang dampak keseluruhan dari
penyakit ini dan dapat berharga dalam menyelesaikan ketidakpastian
diagnostik dan penilaian toleransi operasi.
2.
3.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
70
5.
6.
Hematokrit.
Polisitemia (hematokrit > 55%) dapat terjadi oleh karena hipoksemia
arteri terutama pada perokok. Nilai hematokrit yang rendah
menunjukkan prognosis yang buruk pada pasien PPOK dan
memerlukan pengobatan oksigen jangka panjang. Anemia juga
ditemukan pada penderita PPOK.
7.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
71
8.
Sleep studies.
Sleep studies dapat diindikasikan bila terdapat hipoksemia atau
gagal jantung kanan ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang
relatif ringan atau ketika pasien memiliki gejala-gejala sleep apnea.
9.
Uji latih
Beberapa jenis uji latih untuk mengukur kapasitas latihan antara lain
treadmill dan sepeda statis (cycle ergometry) di laboratorium atau uji
jalan enam menit, tetapi ini terutama digunakan bersama dengan
program rehabilitasi paru
10.
Pemantauan pengobatan
Penentuan terapi yang sesuai dengan derajat penyakit setiap
kunjungan harus dipantau mencakup rejimen terapi saat ini, dosis
obat, kepatuhan, teknik penggunaan obat hirup, efektivitas
pengendalian gejala dan pemantauan efek samping pengobatan.
11.
12.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
72
BAB X
KONDISI KHUSUS
Pertimbangan Khusus
Tindakan bedah pada pasien PPOK
Komplikasi pada organ paru pascaoperasi harus dipertimbangkan seperti
komplikasi pada organ jantung pascaoperasi. Faktor potensi utama
penyebab timbulnya risiko antara lain rokok, status kesehatan, usia,
obesitas dan derajat PPOK. Komplikasi paru pascabedah mencakup
pneumonia, atelektasis dan peningkatan obstruksi aliran udara. Semua
berpotensi mengakibatkan gagal napas akut dan perburukan penyakit
penyerta.
Peningkatan risiko terjadinya komplikasi paru pascabedah pada pasien
PPOK sesuai dengan derajat PPOK. Lokasi pembedahan merupakan
prediktor yang paling penting, sebagai indikator adalah diafragma, operasi
yang paling dekat dengan diafragma seperti misalnya abdomen bagian atas
dan toraks mempunyai risiko yang lebih besar. Anestesi epidural atau
spinal memiliki risiko yang lebih rendah daripada anestesi umum,
meskipun hasilnya tidak benar-benar seragam
Faktor risiko pembedahan diperkirakan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, ronsen toraks dan uji faal paru. Meskipun uji faal paru
masih diperdebatkan dalam reseksi paru ada kesepakatan bahwa semua
pasien PPOK yang akan menjalani reseksi paru harus dilakukan
pemeriksaan spirometri disertai uji bronkodilator, volume statis paru,
kapasitas difusi dan analisis gas darah arteri pada saat istirahat. Kontra
indikasi pembedahan bila ditemukan hasil fungsi paru yang buruk.
Beberapa penelitian yang dilakukan pada pasien PPOK yang dilakukan
pneumonektomi akan mengalami risiko gagal napas pascaoperasi apabila
memiliki nilai VEP1 praoperasi < 2 lt atau 50% prediksi dan / atau DLCO
< 50% prediksi. Pasien PPOK dengan derajat berat memiliki risiko tinggi,
oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan faal paru lebih lanjut,
misalnya uji perfusi paru (lung perfussion scannning) dan kapasitas
latihan.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
73
Pasien PPOK stabil yang masih memiliki gejala klinis dan keterbatasan
aktivitas sebelum pembedahan harus mendapatkan terapi maksimal untuk
mencegah komplikasi paru pascabedah. Pembedahan harus ditunda jika
timbul eksaserbasi.
Pembedahan pada pasien dengan PPOK yang bertujuan untuk
meningkatkan fungsi paru dan menurunkan gejala PPOK adalah
bulektomi, pembedahan pengurangan volume paru (LVRS) dan
transplantasi paru.
Terapi Oksigen Pada Penerbangan
Pasien dengan gagal napas kronik yang menjalani terapi oksigen jangka
panjang, diinstruksikan untuk meningkatkan aliran dengan 1-2 L / menit
selama penerbangan. Idealnya, pasien yang terbang harus mampu
mempertahankan PaO2 dalam penerbangan minimal 50 mmHg (6,7 kPa).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal ini dapat dicapai pada
mereka dengan hipoksemia sedang dan berat dengan oksigen tambahan 3
lt/menit (kanula hidung) atau masker ventury 31%.
Mereka dengan PaO2 beristirahat di permukaan laut dari> 9,3 kPa (70 mm
Hg) kemungkinan aman untuk terbang tanpa oxygen tambahan, walaupun
hal tersebut penting untuk menekankan bahwa PaO2 beristirahat> 9,3 kPa
(70 mm Hg) di atas permukaan laut belum tentu tidak terjadi hipoksemia
parah ketika bepergian melalui udara (Bukti C). Hati-hati bila ada
komorbiditas yang dapat mengganggu pengiriman oksigen ke jaringan
(misalnya, gangguan jantung, anemia). Selain itu, berjalan sepanjang
lorong pesawat sangat mungkin memperburuk hipoksemia.
Alat Ventilasi
Ventilasi non invasif (baik menggunakan perangkat tekanan negatif atau
positif) kini banyak digunakan untuk menangani eksaserbasi akut PPOK
(lihat Komponen 4). ventilasi tekanan negatif tidak diindikasikan untuk
pengelolaan kronis/ PPOK derajad 4 (Sangat berat), dengan atau tanpa
retensi CO2, terbukti tidak berpengaruh pada sesak napas, toleransi latihan,
gas darah arteri, kekuatan otot pernafasan, atau kualitas hidup pada pasien
PPOK dengan gagal pernapasan kronis. Meskipun studi pendahuluan
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
74
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
75
Lokasi operasi
Intratorasik
Ekstratorasik
Abomen atas atau bawah
Organ lain misalnya, optalmologi, ortophedi, urologi,
ginekologi, kolorektal atau kardiovakuler
Teknik anastesi
Teknik operasi
Bronkodilator maksimal
Atasi ko-morbid yang lain misal : gagal jantung kanan atau kor
pulmonale
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
76
Sesak napas
Sianosis
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
77
BAB XI
RUJUKAN KE SPESIALIS PARU
Rujukan ke spesialis paru dapat berasal dari spesialis bidang lain atau dari
pelayanan kesehatan primer, yaitu pelayanan kesehatan oleh dokter umum
(termasuk juga puskesmas)
PPOK yang memerlukan pelayanan bidang spesialis adalah :
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
78
BAB XII
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN
PPOK DI PUSKESMAS DAN PELAYANAN
KESEHATAN PRIMER
Ada bukti bahwa manajemen PPOK umumnya tidak sesuai dengan
pedoman, oleh karena itu penyebaran pedoman dan penatalaksanaan yang
efektif mengenai PPOK sangat dibutuhkan. Di banyak negara, praktisi
kesehatan primer mengobati sebagian besar pasien PPOK dan aktif terlibat
dalam kampanye kesehatan masyarakat yang membawa pesan tentang
mengurangi pajanan faktor-faktor risiko terhadap pasien dan masyarakat.
Rekomendasi yang diberikan buku ini mendefinisikan diagnosis,
pemantauan dan pengobatan PPOK yang dapat digunakan oleh praktisi
kesehatan primer karena memiliki hubungan yang erat dengan pasien dan
dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan.
Gejala kronis PPOK adalah sesak napas, batuk dan produksi dahak. Sesak
napas adalah gejala yang paling mengganggu kehidupan pasien seharihari, oleh karena itu penting untuk menyelidiki dampak sesak napas pada
kegiatan sehari-hari yaitu: pekerjaan, kegiatan sosial, dan memberikan
pengobatan yang sesuai. Jika proses ini tidak menghasilkan kejelasan,
dapat digunakan kuesioner singkat seperti British Medical Research
Council (MRC) questionnaire yang mengukur dampak sesak pada
kegiatan sehari-hari, Clinic COPD questionnaire (CCQ), yang mengukur
gejala PPOK terkait status fungsional dan kesehatan mental, atau
International Primary Care Airways Group (IPAG) questionnaire yang
mengukur gejala PPOK terkait dan faktor risiko (http://www.ipag.org).
PPOK seringkali over diagnosis ataupun under diagnosis di banyak
negara. Untuk menghindari ini, diperlukan penggunaan dan ketersediaan
spirometri. Pemeriksaan spirometri pada pelayanan kesehatan primer
memungkinkan, dengan syarat dilakukan pelatihan ketrampilan untuk
petugas agar dapat melakukan sesuai prosedur operasi yang benar.
Diagnosis dini dan pengobatan terutama ditujukan untuk berhenti
merokok guna mencegah atau menunda timbulnya hambatan aliran udara
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
79
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
80
81
2.
Pemeriksaan fisis:
a.
Secara umum
ekspirasi memanjang
3.
Pemeriksaan penunjang
a.
Jalan 6 menit, dapat dilakukan modifikasi cara evaluasi fungsi
paru atau analisis gas darah sebelum dan sesudah pasien
berjalan selama 6 menit atau 400 meter. Untuk di Puskesmas
dengan sarana yang terbatas, evaluasi yang digunakan adalah
keluhan lelah yang timbul atau bertambah sesak
b.
Pemeriksaan darah Hb, leukosit
c.
Foto toraks
d.
Fungsi paru dengan PFR bila memungkinkan
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan di Puskesmas
1.
Mengurangi laju beratnya penyakit
2.
Mempertahankan PPOK yang stabil
3.
Mengatasi eksaserbasi ringan
4.
Merujuk ke spesialis paru atau rumah sakit
5.
Melanjutkan pengobatan dari spesialis paru atau rumah sakit rujukan
Untuk memudahkan penatalaksanaan di Puskesmas terbagi menjadi :
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
82
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
83
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
84
meningkatkan
motivasi
untuk
berhenti
merokok
dan
mengidentifikasi kebutuhan obat/ farmakologi yang mendukung. Hal
ini sangat penting untuk menyelaraskan saran yang diberikan oleh
praktisi individu dengan kampanye kesehatan publik.
Nutrisi
Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat
diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Kekurangan kalori dapat
menyebabkan meningkatnya derajat sesak.
Rehabilitasi
1.
Latihan bernapas dengan pursed-lips
2.
Latihan ekspektorasi
3.
Latihan otot pernapasan dan ektremiti
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi
Eksaserbasi PPOK terbagi menjadi derajat ringan, sedang dan berat.
Penatalaksanaan derajat ringan diatasi di poliklinik rawat jalan.
Derajat sedang dapat diberikan obat-obatan perinjeksi kemudian
dilanjutkan dengan peroral. Sedangkan pada eksaserbasi derajat
berat obat-obatan diberikan intra vena untuk kemudian bila
memungkinkan dirujuk ke rumah sakit yang lebih memadai setelah
kondisi daruratnya teratasi.
Obat-obatan pada eksaserbasi akut
1.
Penambahan dosis bronkodilator dan frekuensi pemberiannya.
Bila terjadi eksaserbasi berat obat diberikan secara injeksi,
subkutan, intravena atau per drip, misal :
85
2.
3.
4.
5.
86
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
ATS Statement. Standards for the diagnostic and care of patient with
chronic obstructive disease. Am J Respir Crit Care Med 1995; 152: S77120.
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
87
________________________________________________________________________
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Diagnosis & Penatalaksanaan
88