Вы находитесь на странице: 1из 44

BAB I

PENDAHULUAN

TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah pembelajaran modul ini selesai, mahasiswa diharapkan dapat me nyebutkan penyakitpenyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut, menjelaskan gejala-gejala
klinis, penyebab, patomekanisme, cara-cara diagnosis, penatalaksanaan/terapi, komplikasi dan
aspek epidemiologi penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada muka dan perut .
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah pembelajaran dengan modul ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Menyebut penyakit-penyakit yang menyebabkan muka dan perut bengkak!
2. Menjelaskan tentang patomekanisme terjadinya penyakit-penyakit yang menyebabkan
pembengkakan pada muka dan perut:
2.1.

Menguraikan struktur anatomi, histologi dan histofisologi dari sistim


uropoetika,

2.2.

Menyebutkan fungsi masing-masing bagian dari nefron, fungsi sel-sel


JGA dalam renin angiotensin system,

2.3.

Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi GFR, prinsip hukum


Starling pada filtrasi ginjal, dan dapat menghitung GFR,

2.4.

Menjelaskan mekanisme dan proses reabsorbsi dan sekresi di tubulus,


mengapa ada zat yang mempunyai Tmax, peranan hormon aldosteron dan
ADH pada reabsorbsi, pengaturan reabsorbsi dan sekresi di tubulus,
counter current mechanism, proses reabsorbsi dan sekresi pada keadaan
tertentu seperti dehidrasi dan overhidrasi,

2.5.

Menjelaskan biokimia urine dan kompensasi ginjal dalam keseimbangan


asam basa,

2.6.

Menjelaskan tentang penyebab penyakit-penyakit yang menyebabkan


pembengkakan muka dan perut.,

2.7.

Menjelaskan hubungan antara penyebab, respon dan perubahan jaringan


pada patogenesis terjadinya penyakit yang menyebabkan pembengkakan
muka dan perut,

2.8.

Menyebut penyebab dari penyakit yang menyebabkan pembengkakan


muka dan perut.,

3. Menjelaskan tentang gejala-gejala klinik dari penyakit-penyakit yang menyebabkan


pembengkakan muka dan perut,
4. Menjelaskan tentang cara-cara diagnosis dari penyakit-penyakit yang menyebabkan
pembengkakan muka dan perut:
4.1.
Menjelaskan tentang cara anamnesis terarah pada penderita penyakitpenyakit yang menyebabkan pembengkakan muka dan perut,

5.

4.2.

Menjelaskan tentang cara pemeriksaan fisik penderita penyakit-penyakit


yang menyebabkan pembengkakan muka dan perut,

4.3.

Menggambarkan perubahan histopatologi penyakit-penyakit di atas,

4.4.

Menjelaskan fase pre-analitik, analitik & post analitik dari prosedur


tes/Lab pada penyakit-penyakit di atas,

4.5.

Menganalisa hasil laboratorium pada penderita penyakit-penyakit di atas

4.6.

Menjelaskan gambaran Rontgen dari saluran kemih yang normal, kelainan


kongenital dan kelainan karena infeksi

Menjelaskan tentang penatalaksanaan dari penyakit-penyakit yang menyebabkan


pembengkakan muka dan perut:
5.1.
Menyebutkan obat-obatan yang dipakai,
5.2.

Menjelaskan farmakodinamik
digunakan,

dan

farmakokinetik

obat-obat

yang

5.3.

Menjelaskan protokol/macam-macam cara yang dipakai pada SN yang


sensitif terhadap kortikosteroid (sesuai ISKDC, 1967),

5.4.

Menjelaskan paling kurang 8 istilah yang berhubungan dengan pengobatan


pada SN,

5.5.

Menjelaskan asuhan nitrizi penderita dengan gejala pembengkakan pada


wajah dan perut.

6. Menjelaskan tentang prognosis dari penyakit-pebyakit tersebut.


7. Menjelaskan tentang aspek epidemiologi penyakit-penyakit yang tersebut

BAB II
PEMBAHASAN
Skenario
Seorang anak laki-laki, umur 12 tahun, datang ke Puskesmas dengan bengkak pada
wajah dan perut. Keadaan ini dialami sejak 3 minggu yang lalu, dan saat ini semakin
bertambah. Tidak ada demam dan tanda infeksi lain.
Kalimat/kata kunci

Anak laki-laki 12 tahun

Bengkak pada wajah, perut dan kedua tungkai

Semakin lama makin bertambah/berat

Tidak ada demam dan tanda infeksi yang lain

Pertanyaan
1. Jelaskan fungsi anatomi dari system urogenital!
2. Jelaskan fisiologi dari system urogenital!
3. Jelaskan biokimia dari system urogenital!
4. Jelaskan histologi dari system urogenital!
5. Sebutkan dan jelaskan penyakit-penyakit yang menyebabkan pembengkakan pada wajah,
perut, dan kedua tungkai!
6. Jelaskan patofisiologi bengkak pada scenario!
7. Mengapa pada scenario tidak terjadi demam dan tanda-tanda infeksi tidak ditemukan?
Jelaskan!
8. Jelaskan alur diagnosis pada scenario!
9. Jelaskan hormone yang berkaitan dengan scenario!
10. Jelaskan DD pada scenario
Argha Yudiansya (2013730126)
1.Jelaskan anatomi dari system system urogenital!
4

Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan
urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter, kandung kemih, dan uretra.
A. Ginjal

Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada


kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen.

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal
ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas
(superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).
Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang
melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga
L3. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi
tempat untuk hati.

1) Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua
ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang
membantu meredam goncangan.
-

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai
bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah
dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin.

LAPISAN GINJAL

setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa jaringan fibrus berwarna
ungu tua
lapisan ginjal terbagi atas :
lapisan luar (yaitu lapisan korteks / substantia kortekalis)
lapisan dalam (yaitu medulla (substantia medullaris)
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut
medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia
dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul.
Ginjal dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.

UNIT FUNGSIONAL GINJAL

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta
buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air
dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan
lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut
urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau
badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).
Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang
berada dalam kapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri
aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau
penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari
glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong
plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang
telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang mengalirkan
filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian
selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang digunakan
untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak mitokondria yang
7

menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor aktif untuk menyerap kembali
glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat
masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui osmosis.
Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang terdiri
dari:
Tubulus penghubung
Tubulus kolektivus kortikal
Tubulus kloektivus medularis
Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus
juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular
adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin. Cairan menjadi makin kental di
sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk urin, yang kemudian dibawa ke
kandung kemih melewati ureter.
B. URETER

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi,
reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang
terletak
retroperitoneal,
masing-masing
satu
untuk
setiap
ginjal.
Syntopi ureter
Ureter kiri

Ureter kanan
8

Anterior

Posterior

Kolon sigmoid
a/v. colica sinistra
a/v. testicularis/ovarica

Duodenum pars descendens


Ileum terminal
a/v. colica dextra
a/v.ileocolica
mesostenium
M.psoas major, percabangan a.iliaca communis
Laki-laki: melintas di bawah lig. umbilikal lateral dan ductus
deferens
Perempuan: melintas di sepanjang sisi cervix uteri dan bagian
atas vagina

Laki-laki: melintas di bawah lig. umbilikal lateral dan ductus deferens


Perempuan: melintas di sepanjang sisi cervix uteri dan bagian atas vagina
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu
menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior
di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria.
Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung
kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis
renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat
seperti
ini
sering
terbentuk
batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis,
a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan
inferior.
C. VESIKA URINARIA

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk
menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra
dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di
9

lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi,
bagian
usus
halus,
serta
pembuluh-pembuluh
darah,
limfatik
dan
saraf.

Syntopi vesica urinaria


Vertex
Lig. umbilical medial
Infero-lateral
Os. Pubis, M.obturator internus, M.levator ani
Superior
Kolon sigmoid, ileum (laki-laki), fundus-korpus
vesicouterina (perempuan)
Infero-posterior
Laki-laki: gl.vesiculosa, ampula vas deferens,rektum
Perempuan: korpus-cervis uteri, vagina

uteri,

excav.

Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian
yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan
inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular).
Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae
merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan
collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam
keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan,
a.vesicalis
inferior
digantikan
oleh
a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis.
Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus
lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang
berperan
sebagai
sensorik
dan
motorik.
D. URETRA

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan
luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki
10

panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar
prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. Selain itu, Pria memiliki dua
otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat
involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan
pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat
volunter).

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa dan pars
spongiosa.
Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek superior
kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut
dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian
ini
dapat
lebih
dapat
berdilatasi/melebar
dibanding
bagian
lainnya.
Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian ini
menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot
polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter
(somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari pars
membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus
spongiosum
di
bagian
luarnya.

11

Mustika Dinna Wikantari (2013730156)


2. Jelaskan Fisiologi sistim Urogenital !
Sistem uropoetika merupakan sistem yang berperan dalam pengaturan konsentrasi cairan
yang berupa urin tersebut di dalam tubuh. Uropoetika terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria,
uretra.
Ginjal, berkerja sama dengan masukan hormonal dan saraf yang mengontrol fungsinya,
adalah organ yang terutama berperan dalam mempertahankan stabilitas volume, komposisi
elektrolit, dan osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) CES. Dengan menyesuaikan jumlah air dan
berbagai konstituen plasma yang dipertahankan di tubuh atau di keluarkan di urin, ginjal dapat
mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit dalam kisaran yang sangat sempit yang
memungkinkan kehidupan, meskipun pemasukan dan pengeluaran konstituen-konstituen ini
melalui saluran lain sangat bervariasi. Ginjal tidak hanya melakukan penyesuaian terhadap
12

beragam asupan air (H2O), garam dan elektrolit lain tetapi juga menyesuaikan pengeluaran
abnormal melalui keringat berlebihan, muntah, diare atau perdarahan.
Ketika CES (cairan ekstrasel) mengalami kelebihan air atau elektrolit tertentu misalnya
garam (NaCl) maka ginjal dapat mengeluarkan kelebihan tersebut melalui urin. Jika terjadi
defisit maka ginjal tidak dapat menambahkan konstituen tersebut sampai yang bersangkutan
dapat memasukkan bahan yang kurang tersebut ke dalam tubuhnya. Karena itu, ginjal lebih
efisien melakukan kompensasi terhadap kelebihan daripada kekurangan. Pada kenyataannya,
pada sebagian hal ginjal tidak dapat secara sempurna menghentikan terbuangnya suatu bahan
yang bermanfaat melalui urin, meskipun tubuh mungkin kekurangan bahan tersebut. Contohnya
adalah kasus defisit H2O. Bahkan jika seseorang tidak mengkonsumsi H2O apapun, ginjal tetap
harus mengeluarkan sekitar setengah liter H2O melalui urin setiap hari untuk melaksanakan tugas
besar lain sebagai pembersih tubuh.
Selain peran regulatorik penting dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit, Ginjal juga merupakan rute utama untuk mengeluarkan bahan-bahan sisa metabolik
yang berpotensi toksik dan senyawa asing dari tubuh.
Ginjal melakukan 3 proses dasar dalam melaksanakan fungsi regulatorik dan ekstretoriknya :
1.

Filtrasi glomerulus, perpindahan nondiskriminitif plasma bebas protein dari darah ke dalam
tubulus.

2.

Reabsorpsi tubulus, pemindahan selektif konstituen-konstituen tertentu difiltrat kembali ke


dalam darah kapiler peritubulus.

3.

Sekresi tubulus, perpindahan sangat spesifik bahan-bahan spesifik dari darah kapiler
peritubulus ke dalam cairan tubulus.
FILTRASI GLOMERULUS
Sewaktu darah mengalir melalui gromerulus, plasma bebass protein tersaring melalui
kapiler glomerulus ke dalam kapsul bowman. Dalam keadaan normal, 20% plasma yang masuk
ke gromerulus tersaring. Proses ini, dikenal sebagai filtrasi glomerulus, adalah langkah pertama
dalam pembentukan urin. Secara rerata 125 ml filtrat glomerulus (cairan yang difiltrasi)
terbentuk secara kolektif dari seluruh glomerulus setiap menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter
(sekitar 47,5 galon) setiap hari. Dengan mempertimbangkan bahwa volume rarata plasma pada
orang dewasa 2,75 liter, maka hal ini berarti ginjal menyaring keseluruhan volume plasma sekitar
13

65 kali sehari. Jika semua yang difiltrasi keluar sebagai urin, semua plasma akan menjadi urin
dalam waktu kurang dari setengah jam. Namun, hal ini tidak terjadi karena tubulus ginjal dan
kapiler peritubulus berhubungan erat di seluruh panjangnya, sehingga bahan-bahan dapat
dipertukarkan antara cairan di dalam tubulus dan darah di dalam kapiler peritubulus.
REABSORPSI TUBULUS
Sewaktu filtrasi mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh
dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahan-bahan dari bagian dalam
tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi tubulus. Bahan-bahan yang
direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui urin tetapi dibawa kapiler peritubulus ke sistem vena
dan kemudian ke jantung untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar
178,5 liter di reabsorpsi. Sisa 1,5 liter ditubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal untuk
dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang diperlu dihemat oleh tubuh secara
selektif direabsorpsi, sementara bahan-baha yang tidak dibutuhkan dan harus dikeluarkan tetap
berada di urin.
SEKRESI TUBULUS
Merupakan proses ginjal ketiga, sekresi tubulus adalah pemindahan selektif bahanbahan dari kaplier peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan rute kedua bagi
masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah, sedangkan yang pertama adalah melalui
filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui kapiler glomerulus
difiltrasi ke dalam kapsul bowman; sisa 80% mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler
peritubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan dari plasma
secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma yang tidak
terfiltrasi di kapiler pertubulus dan memindahkannya ke bahan yang sudah ada ditubulus sebagai
hasil filtrasi.
EKSKRESI URIN
Merupakan pengeluaran bahan-bahan dari tubuh ke dalam urin. Ini bukan merupakan
proses terpisah tetapi merupakan hasil dari tiga proses pertama diatas. Semua konstituen plasma

14

yang terfiltrasi atau disekresikan tetapi tidak direabsorpsi akan tetap ditubulus dan mengalir ke
pelvis ginjal untuk disekkresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari tubuh.

Aulia Ariesta (2013730127)


3. Jelaskan biokimia urin dan kompensasi ginjal dalam keseimbangan asam basa.
Fungsi ginjal:
Fungsi Ekskresi:
Ginjal mengeksresi senyawa-senyawa yang tidak berguna, seperti urea, kreatinin dan
asam urat.
Fungsi Homeostasis :
Ginjal bersama paru dalam keadaan normal mempertahankan pH darah 7,4
dengan cara mempertahankan ratio NaHCO3/H2CO3 sebesar 20/1
Mempertahankan cairan intravaskuler dengan cara mereabsorpsi air di tubuli
distal, dibawah pengaruh hormone vasopressin (ADH).
Fungsi Hemostasis:
Ginjal mensitesis dan mensekresi eritropoetin, untuk pembentukan sel darah merah.
Fungsi Metabolisme:
Di dalam sel-sel ginjal berlangsung proses glukoneogenesis yaitu sintesis glukosa dari
zat-zat nonkarbohidrat, seperti gliserol, laktat, asam amino glikogenik/
Fungsi Endokrin:
Ginjal berfungsi untuk mengaktifkan vitamin D.
15

Proses pembentukan urin:

Filtrasi glomerulus (Glomerular Flitration Rate/GFR : 120 ml/menit)


Reabsorbsi tubulus
Reabsorbsi obligatorik di tubuli proksimal. 80% filtrat direabsorbsi oleh tubuli
proksimal; filtrat masih isosmotic
Reabsorbsi fakultatif
Pada bagian desendens ansa henle terjadi reabsorbsi air saja. Filtrate menjadi
hiperosmotik (hipertonk)
Pada bagian asendens ansa henle terjadi reabsorbsi NaCl dan urea tanpa
reabsorbsi air. Filtrat tubuli menjadi hipotonik
Reabsorbsi air di tubuli distal tergantung aktivitas ADH
Aktivitas ADH rendah; reabsorbsi air sedikit; urin banyak dan encer
Aktivitas ADH tinggi; urin sedikit dan pekatoleh karena reabsorbsi air di tubuli
distal labih besar

Ph urin normal 6.0 (4.7 8.0)


Ph > 8.0 akan mengakibatkan kalsium fosfat mengendap dan menjadi batu
Ph < 4.7 akan mengakibatkan sel sel rusak dan asam urat mengendap dan menjadi batu
Dalam keadaan normal
Urea : 50% zat padat total dalam urin
NaCl : 25% zat padat total dalam urin
Bila urin disimpan tanpa zat pengawet, akan terjadi peningkatan ph karena bakteri mengubah
urea menjadi ammonia sehingga urin menjadi bersifat basa. Pada sintetis ph urin akan naik
akibat proses tersebut
Zat-zat anorganik dalam urin:

Sulfat: Belerang (sulfur) dalam urin terdapat tiga bentuk.


o Sulfat anorganik: berasal dari protein. Pada diet tinggi protein, rasio urea/
sulfat adalah 5/1
o Sulfat etereal: merupakan konjugasi sulfat dengan fenol, kresol.
o Belerang (sulfat) netral: belerang yang tidak mengalami oksidasi seperti
belerang yang berasal dari sistein, taurine dan tiosianat.
16

Fosfat: Dalam urin, fosfat berada dalam bentuk natrium fosfat, kalium fosfat, kalsium
fosfat, magnesium fosfat. Fosfat dalam urin ini berasal dari protein dan kerusakan sel.
Oksalat: oksalat ini dalam urin meningkat jika banyak mengkonsumsi sayur-sayuran.

Urin abnormal:

Glikosuria: terdapatnya glukosa dalam urin. Terdapat pada diabetes mellitus oleh karena
kadar glukosa darah tinggi melalui ginjal melampaui renal threshold renal glikosuria oleh
karena reabsopsi glukosa oleh tubuli ginjal terhambat.
Ketonuria: terjadi pada diabetic ketoasidosis
Proteinuria: terdapat protein dalam urin. Terjadi pada gagal ginjal dan sindroma nefrotik.
Proteinuria fisiologis: terjadi pada kerja fisik yang berat, berdiri terlalu lama, dengan
syarat kadar protein dalam urin <0,5%.

Elfa Rizky (2013730140)


4. Jelaskan histologi system urogenital!
Sistem urogenital terdiri dari dua buah ginjal, dua buah ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal
penting untuk kehidupan dan menghasilkan urine yang turun ke ureter, terus ke kandung kemih
untuk disimpan sementara dan akhirnya secara periodik dikeluarkan melalui uretra.
Fungsi ginjal adalah :
1. Membuang bahan sisa ( terutama senyawa nitrogen seperti urea dan kreatinin, yang
dihasilkan dari metabolisme makanan oleh tubuh ), bahan asing, dan produk sisanya.
2. Ginjal mengatur keseimbangan air dan elektrolit dan mempertahankan keseimbangan
asam basa.
3. Ginjal mensekresi renin, yang mengatur tekanan darah dan kadar ion natrium dan
eritropoietin, yang berhubungan dengan produksi eritrosit oleh sumsum tulang.
GINJAL
Ginjal manusia berbentuk seperti kacang merah dengan panjang 10 12 cm, tebal 3.5 5 cm,
terdapat di bagian posterior abdomen bagian atas, pada masing masing sisi vertebra lumbal
17

atas. Ginjal dibungkus oleh simpai jaringan fibrosa yang tipis yang dapat dilepaskan dengan
mudah dari parenkim di bawahnya. Pada sisi medial terdapat cekungan yaitu hilus, tempat keluar
masuknya pembuluh darah dan keluarnya ureter.
Bagian atas ureter melebar mengisi hilus ginjal. Bagian ini disebut pelvis terbagi menjadi kaliks
mayor dan minor. Biasanya ada dua kaliks mayor dan 8 12 kaliks minor. Setiap kaliks minor
meliputi tonjolan jaringan ginjal berbentuk kerucut yang disebut papila renalis yang berlubang lubang, karena bermuaranya 10 25 buah duktus koligens. Setiap papila renalis merupakan
puncak daerah piramid yang meluas dari hilus sampai kekapsula yang dalam keadaan segar
tampak pucat dan bergaris garis.
Daerah ini disebut piramid medula, dan gambaran garis garis itu karena adanya tubulus lurus
dan pembuluh darah sejajar. Substansia medula meluas ke dalam korteks sebagai berkas radier
yang halus yang disebut prosesus Ferreini. Diantara piramid medula, terdapat perluasan substansi
korteks yang disebut kolumna renalis Bertini. Gambaran granular korteks disebabkan adanya
badan bulat yaitu korpuskel ginjal dan tubulus uriniferus kontortus.
TUBULUS URINIFERUS
Ginjal dapat dianggap sebagai kelenjar tubulosa kompleks yang mensekresi urine, masing
masing ginjal mengandung sejumlah besar tubulus uriniferus. Setiap tubulus terdiri dari dua
bagian yaitu nefron yang panjangnya kira kira 30 40 mm dan duktus koligens panjangnya
hampir 20 mm. Nefron berfungsi mensekresi urine dan duktus koligens merupakan saluran
keluar yang mengalirkan urin ke pelvis ginjal.
PENDARAHAN GINJAL
Masing masing ginjal mendapat cabang langsung dari aorta abdominal yaitu arteri renalis dan
pada umunya darah melalui glomerulus sebelum mendarahi bagian ginjal lain. Pada hilus, arteri
renalis terbagi menjadi 3 cabang utama, dua cabang kedepan dan satu cabang ke belakang pelvis
ginjal dan masing masing cabang dapat bercabang cabang lagi. Setiap cabang utama
bercabang cabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan di antara piramid medula. Pada
perbatasan korteks medula, arteri interlobaris bercabang menjadi beberapa arteri arkuata yang
meninggalkan pembuluh asalnya hampir tegak lurus, menelusuri dasar piramid medula dan
berjalan sejajar terhadap permukaan ginjal. Dari sini bercabang - cabang secara radier ke tepi
korteks. Pembuluh ini adalah arteri interlobularis yang berjalan di antara lobulus.
Dari sini terdapat banyak cabang samping yang memasuki substansia korteks sebagai arteri
intralobularis dan selanjutnya bercabang menjadi satu atau lebih arteriol aferen yang mendarahi
glomerulus. Arteriol eferen berjalan keluar dari glomerulus untuk mendarahi bagian terbesar
nefron yang sama, yang kemudian membentuk kapiler interlobular korteks. Sementara arteriol
eferen dari glomerulus yukstamedular berjalan ke piramid medular dan mendarahinya. Arteriol
arteriol eferens ini berjalan lurus dalam arah sentripetal dan disebut arteriol rekta spuria.
18

Pembuluh ini menembus medula secara radier, membuat lengkungan dan kemudian kembali ke
korteks sebagai vena rekta untuk bermuara ke vena arkuata.
Dari sini terdapat banyak cabang samping yang memasuki substansia korteks sebagai arteri
intralobularis dan selanjutnya bercabang menjadi satu atau lebih arteriol aferen yang mendarahi
glomerulus. Arteriol eferen berjalan keluar dari glomerulus untuk mendarahi bagian terbesar
nefron yang sama, yang kemudian membentuk kapiler interlobular korteks. Sementara arteriol
eferen dari glomerulus yukstamedular berjalan ke piramid medular dan mendarahinya. Arteriol
arteriol eferens ini berjalan lurus dalam arah sentripetal dan disebut arteriol rekta spuria.
Pembuluh ini menembus medula secara radier, membuat lengkungan dan kemudian kembali ke
korteks sebagai vena rekta untuk bermuara ke vena arkuata.
NEFRON
Didalam setiap ginjal terdapat satu juta atau lebih nefron. Bagian pertama nefron terdapat dalam
korteks, bersifat buntu, menggelembung dan dilapisi oleh epitel yang sangat tipis. Bangunan ini
disebut korpuskel ginjal atau korpus Malpighi. Bagian yang melebar disebut kapsula Bowman
dan jumbai kapiler dikenal sebagai Gromerulus. Yang berhubungan dengan korpus Malpighi
adalah tubulus kontortus proksimal. Yang berhubungan dengan segmen tebal pars desendens
Ansa Henle, Dan selanjutnya berhubungan dengan tubulus kontortus distal.
Trabekula yang merupakan lanjutan dari selubung fibrosa, terdiri atas serat-serat kolagen, elastin
dan serat otot polos dan menyusun rangka bagian dalam yang padat. Ruangan diantara rangkarangka tersebut dilapisi oleh selapis tipis sel endotel dan merupakan sinus-sinus darah.Susunan
trabekula tersebut sedemikian rupa, sehingga ruang-ruang kavernosa terbesar terdapat di daerah
tengah dari tiap korpus kavernosum penis dan berangsur-angsur mengecil dibagian tepi. Tunika
albuginea korpus spongiosum penis lebih tipis daripada tunika albuginea korpora kavernosa
penis, dan mengandung banyak serat elastin dan serat otot polos. Trabekulanya juga lebih tipis
dan lebih elastis daripada yang terdapat pada korpora kavernosa penis. Ruang-ruang
kavernosanya kecil-kecil, ukurannya hampir sama dan secara lambat laun akan bermuara
kedalam ruang venosa kecil disekitar uretra.
KORPUS MALPIGHI
Korpus Malpighi adalah kapiler gomerulus yang diliputi oleh pars parietal kapsula Bowman
dan pars viseral kapsula Bowman. Di antara pars parietal kapsula Bowman dan pars viseral
kapsula Bowman terdapat ruang Bowman. Korpus Malpighi mempunyai polus vaskular,tempat
arteriol aferen masuk dan arteriol eferen keluar.dan tempat lapisan parietal kapsula Bowman
membalik untuk melapisi pembuluh darah sebagai lapisan viseral kapsula Bowman. Korpus
Malpighi mempunyai polus urinarius pada sisi sebelahnya tempat ruang kapsula Bowman
berhubungan dengan lumen tubulus kontortus proksimal dan tempat epitel pars parietal kapsula
Bowman yaitu epitel selapis gepeng melanjutkan diri menjadi epitel selapis kuboid dari tubulus
kontortus proksimal.
19

Lapisan viseral kapsula Bowman melekat erat pada kapiler Glomerulus dengan inti sel selnya
pada sisi kapsula lamina basal. Sel ini disebut podosit dan pada dasarnya berbentuk bintang,
dengan badan selnya terpisah 1 2 mikrometer dari lamina basal kapiler glomerulus. Dari badan
sel, beberapa prosesus mayor meluas dari perikarion menuju kesatu atau lebih lengkung kapiler.
Dari prosesus primer meluas banyak sekali prosesus sekunder yang kecil atau pedikel, yang
melekat pada permukaan luar lamina basal kapiler. Pedikel podosit yang berdekatan saling
berselang seling yang di sebut celah filtrasi atau slit pores di antara pedikel.
Celah celah ini pada akhirnya semua mengalir ke rongga Bowman dan kemudian ke lumen
tubulus kontortus proksimal. Endotel kapitel glomerulus memiliki banyak pori atau tingkap
( fenestrata ) yang berdiameter sekitar 80 mikrometer. Glomerulus adalah masa kapiler yang
berbelit belit sepanjang perjalanan arteriol, dengan sebuah arteriol aferen memasuki
glomerulus dan sebuah arteriol eferen meninggalkan glomerulus. Diameter arteriol aferen lebih
besar dari diameter arteriol eferen. Akibatnya glomerulus merupakan sebuah sistem yang
bertekanan relatif tinggi, membantu pembentukan cairan jaringan dalam jalinan kapiler.
Epitel parietal kapsula Bowman yaitu podosit mengelilingi sekelompok kecil kapiler dekat
arteriol aferen dan eferen, terdapat tangkai dengan daerah bersisian dengan lamina basal kapiler
yang tidak di lapisi endotel. Pada daerah itu terdapat sel Mesangial. Sel ini berbentuk bintang
mirip perisit dengan cabang sitoplasma yang meluas di antara endotel dan lamina basal. Sel
mesangial berfungsi menyingkirkan protein besar dari lamina basal. Sel mesangial dapat
mengkerut bila dirangsang oleh angiotensin , dengan akibat mengurangnya aliran darah dalam
kapiler glomerulus. Mesangial menyokong kapiler, bersifat fagositik, dan akan bermitosis untuk
berproliferasi pada beberapa penyakit ginjal.
SEL YUKSTA GLOMERULAR
Berdekatan dengan glomerulus, sel sel otot polos dalam tunika media arteriol aferen bersifat
epiteloid, intinya bulat, sitoplasmanya mengandung granula. Sel ini disebut sel yuksta
glomerular. Sel yuksta glomerular berhubungan erat dengan makula densa, yaitu suatu bagian
khusus dari tubulus kontortus distal di mana sel- selnya tersusun rapat dengan inti saling
berdekatan sehingga tampak lebih gelap atau lebih padat. Makula densa tidak mempunyai lamina
basal dan berhubungan dengan sel yang bergranula dan pucat yang disebut sel Lacis atau sel
mesangial ekstraglomerular.
Diduga makula densa menghasilkan eritropoietin yaitu hormon yang merangsang eritropoiesis di
dalam sumsum tulang. Makula densa diduga berperan sebagai sensor osmolaritas cairan di dalam
tubulus distal.
Sel yuksta glomerular menghasilkan enzim yang disebut renin. Didalam darah, renin
mempengaruhi angiotensinogen untuk menghasilkan angiotensin I. angiotensin I akan diubah
menjadi angiotensin II oleh sekresi enzim konversi yang terdapat dalam paru. angiotensin II
merangsang pelepasan aldosteron yang akan mempengaruhi tubulus distal ginjal untuk
20

menambah reabsorpsi natrium, klorida dan air, yang menambah volume plasma. Angiotesin II
adalah suatu vasokonstriktor kuat.
SAWAR GINJAL
Sawar ginjal adalah bagian yang memisahkan darah kapiler glomerulus dari filtrat dalam rongga
Bowman. Sawar itu meliputi endotel bertingkap kapiler darah, lamina basal kapiler darah dan sel
podosit, dan pedikel podosit yang dihubungkan oleh membran celah (slit membran). Satu
satunya lapisan yang utuh dari ketiga lapisan itu hanya lamina basal yang di anggap sebagai
saringan utama yang mencegah lewatnya molekul besar. Filtrasi halus melalui sawar tergantung
pada tekanan hidrostratik darah dalam kapiler glomerulus yaitu biasanya kira-kira 75 mm Hg.
Pada manusia, jumlah filtrat glomerulus dalam 24 jam berkisar antara 170 - 200 liter. 99%
darinya akan di resorpsi oleh tubulus uriniferus sebanyak1,5 2 liter yang di keluarkan sebagai
urin.
TUBULUS KONTORTUS PROKSIMAL
Dindingnya dibatasi oleh epitel selapis kuboid. Sel selnya bersifat eosinofilik dan memiliki
brush border. Batas sel tidak jelas. Bagian pertama Tubulus Kontortus Proksimal menuju ke
medula menjadi segmen tebal pars desendens Ansa Henle. Fungsi Tubulus Kontortus Proksimal
ialah mengurangi isi filtrat glomerulus sebanyak 80-85%. Hal ini terlaksana melalui transpor dan
pompa natrium aktif ke ruang ekstrasel. Glukosa, asam amino dan protein seperti juga bikarbonat
akan diresorpsi.
ANSA HENLE
Segmen tebal pars desenden Ansa Henle terdapat di medula, dindingnya di batasi oleh epitel
selapis kuboid, dan melanjutkan diri menjadi segmen tipis Ansa Henle. Segmen tipis Ansa Henle
terdapat di medula, dindingnya di batasi oleh epitel selapis gepeng, dan melanjutkan diri menjadi
segmen tebal pars asenden Ansa Henle. Segmen tebal pars asenden Ansa Henle terdapat di
medula, dindingnya di batasi oleh epitel selapis kuboid, berjalan menuju ke korteks dan
melanjutkan diri menjadi tubulus kontortus distal.
TUBULUS KONTORTUS DISTAL
Terdapat di korteks ginjal, sebagai lanjutan dari segmen tebal pars asendens Ansa Henle.
Dindingnya dibatasi oleh epitel selapis kuboid, bersifat basofilik, batas sel agak jelas.
Selanjutnya Tubulus Kontortus Distal akan dihubungkan dengan duktus koligens.
DUKTUS KOLIGENS
Duktus Koligens bukan merupakan bagian dari nefron. Duktus Koligens berjalan menuju ke
medula. Dindingnya di batasi oleh epitel selapis kuboid sampai epitel selapis silindris. Batas sel
teratur dan jelas. Duktus koligens berfungsi menyalurkan urin dari nefron ke pelvis ureter dengan
21

sedikit absorpsi air yang di pengaruhi oleh hormon anti diuretik (ADH). Di bagian medula yang
menuju ke tengah, beberapa duktus koligens bersatu untuk membentuk duktus yang lebih besar
yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus papilaris Bellini, yang berdiameter
100 200 mikrometer atau lebih. Muara kepermukaan papila tersebut sangat besar, sangat
banyak dan sangat rapat, sehingga tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa).
PELVIS DAN URETER
Ujung atas ureter yang melebar (pelvis) terletak dalam hilus ginjal dan terbelah menjadi kaliks
mayor dan minor. Setiap kaliks minor melingkupi papila medula. Dinding pelvis lebih tipis dari
dinding ureter. Panjang ureter 25-30 cm , terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneumm, dan berakhir dengan menembus dinding kandung kemih secara serong. Mukosa
pelvis dan ureter terdiri dari epitel transisional yang di sokong oleh lamina propria. Epitel terdiri
dari 2- 3 lapis sel pada bagian pelvis dan 4-5 lapis sel pada ureter.
Epitel terletak di atas lamina basal tipis dan di bawahnya ada lamina propria yang merupakan
jaringan fibrosa yang relatif padat dengan banyak serat elastin. Pada lamina propria tidak
terdapat kelenjar. Di bawah lamina propria, terdapat tunika muskularis tebal yang terdiri berkas
sel otot polos yang dipisahkan oleh berkas jaringan ikat. Otot polos di susun oleh lapis dalam
yang longitudinal dan lapis luar yang sirkular. Lapisan ini tidak berbatas jelas. Pada bagian
bawah ureter, terdapat lapisan ketiga yaitu lapis serong atau longitudinal luar.
Pada bagian pelvis, ototnya disusun melingkar mengitari papila dan berfungsi sebagai sfingter,
yang memeras papila, dan mengeluarkan urin dari duktus papilaris Bellini. Pada bagian bawah
ureter, tidak terdapat otot polos melingkar, tetapi kedua lapis otot memanjang sekarang tidak
dipisahkan oleh lapis sirkular. Di sebelah luar lapisan otot terdapat tunika adventisia yang
mengandung jaringan ikat fibroelastis.
KANDUNG KEMIH (VESIKA URINARIA)
Epitelnya transisional terdiri atas 6 8 lapis sel pada kandung kemih kosong. Pada kandung
kemih penuh, epitelnya hanya setebal 2 3 lapis. Di bawah epitel terdapat tunika muskularis
mukosa yang tidak utuh, yang di bentuk oleh serat serat otot kecil yang tidak beraturan. Di
dalam lamina propria terdapat kelenjar kecil yang terdiri atas sel sel bening penghasil mukus
dengan saluran keluar tunggal atau bercabang. Lamina propria tebal dengan lapis luar yang
longgar di sebut submukosa, yang memungkinkan mukosa ini berlipat pada kandung kemih
kosong.
Di luarnya terdapat tunika muskularis yang terdiri dari otot polos tiga lapis. Lapis sirkular tengah
membentuk sfingter tebal di sekitar muara uretra dalam, dan tidak begitu tebal di sekitar muara
ureter. Di luarnya terdapat tunika adventisia yang terdiri atas jaringan fibroelastis. Bagian akhir
saluran keluar yang menghubungkan kandung kemih dengan dunia luar adalah uretra.
22

URETRA
URETRA PRIA
Panjang uretra pria antara 15-20 cm dan dibagi dalam 3 bagian:
1. Uretra pars prostatika:
Bagian pertama uretra yang berjalan menurun dari muara uretra dalam kandung
kencing menembus kelenjar prostat. Pada uretra ini bermuara dua duktus
eyakulatorius dan saluran keluar kelenjar prostat. Epitelnya transisional.
2.

Uretra pars membranase:


Bagian kedua uretra, hanya pendek, dan berjalan dari puncak prostat di antara otot
rangka pelvis, menembus membran perineal dan berakhir dalam bulbus korpus
kavernosum uretra. Epitel berlapis atau bertingkat silindris.

3.

Uretra pars kavernosa atau pars spongiosa:


Bagian ujung uretra menembus korpus spongiosum dan bermuara pada glans
penis. Ujung uretra bagian penis yang melebar yaitu fosa navikularis, dibatasi
oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Terdapat sedikit sel Goblet
penghasil mukus. Kelenjar tubular Littre yang bercabang lebih banyak terdapat
pada permukaan dorsal uretra. Kelenjar memiliki epitel berlapis gepeng tanpa
lapisan tanduk dan menghasilkan mukus.

URETRA WANITA
Uretra wanita jauh lebih pendek daripada uretra pria. Panjangnya hanya 4 cm.
Epitelnya adalah epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Lamina proprianya
adalah jaringan ikat fibrosa longgar yang ditandai oleh banyaknya sinus venosus,
mirip jaringan kavernosa. Tunika muskularisnya terdiri atas dua lapis otot polos,
longitudinal dibagian dalam dan sirkuler di bagian luar, yang diperkuat oleh
sfingter otot rangka pada muaranya.
PENIS
Penis berfungsi:
1. Sebagai saluran keluar air kemih
2. Sebagai saluran keluar cairan semen
3. Sebagai alat sanggama
23

Penis disusun oleh tiga bangunan erektil berbentuk silinder sepasang di bagian dorsal yaitu
korpora kavernosa penis, dan satu di bagian sentral yaitu korpus kavernosum uretra atau
korpus spongiosum uretra, yang membungkus uretra pars kavernosa. Pasangan korpora
kavernosa penis terpisah satu sama lain dibagian proksimal oleh septum pektiniformis (septum
penis mediana), tetapi kemudian bersatu lagi di bagian bawah sudut pubis, untuk kemudian
berjalan bersama-sama ke depan.
Kulit yang membungkus penis, tipis dan lembut dan ujungnya akan berlipat disebut prepusium.
Pada glans penis dan permukaan dalam prepusium, terdapat sejumlah kelenjar sebasea yang
telah mengalami modifikasi yaitu kelenjar Tyson. Tiap korpus kavernosum penis dibungkus
oleh selubung fibrosa tebal yaitu tunika albuginea. Serat kolagen yang terdapat di sebelah luar
longitudinal dan yang di sebelah dalam sirkular. Di antara kedua korpus kavernosum penis
terdapat septum pektiniformis yang ditembus oleh celah-celah terbuka, sehingga ruang-ruang
kavernosa dikedua sisi dapat berhubungan satu sama lain.
Trabekula yang merupakan lanjutan dari selubung fibrosa, terdiri atas serat-serat kolagen,
elastin dan serat otot polos dan menyusun rangka bagian dalam yang padat. Ruangan diantara
rangka-rangka tersebut dilapisi oleh selapis tipis sel endotel dan merupakan sinus-sinus darah.
Susunan trabekula tersebut sedemikian rupa, sehingga ruang-ruang kavernosa terbesar terdapat
di daerah tengah dari tiap korpus kavernosum penis dan berangsur-angsur mengecil dibagian
tepi. Tunika albuginea korpus spongiosum penis lebih tipis daripada tunika albuginea korpora
kavernosa penis, dan mengandung banyak serat elastin dan serat otot polos. Trabekulanya juga
lebih tipis dan lebih elastis daripada yang terdapat pada korpora kavernosa penis. Ruang-ruang
kavernosanya kecil-kecil, ukurannya hampir sama dan secara lambat laun akan bermuara
kedalam ruang venosa kecil disekitar uretra.

24

Shella Arditha (2013730178)


5. sebutkan dan jelaskan penyakit yang menyebabkan edema
Pembentukan Edema pada Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik adalah kelainan glomerulus dengan karakteristik proteinuria (kehilangan
protein melalui urin >3,5g/hari), hipoproteinemia, edema dan hiperlipidemia. Pasien sindrom
nefrotik juga mengalami volume plasma plasma yang meningkat sehubungan dengan defek
intrinsik ekskresi natrium dan air. Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik berhubungan dengan
kehilangan protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotik yang menyebabkan perpindahan
cairan intravaskular ke interstitium dan memperberat pembentukan edema. Pada kondisi tertentu,
kehilangan protein dan hipoalbumin dapat sangat berat sehingga volume plasma menjadi
berkurang yang menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang juga merangsang retensi natrium
dan air.
Ada 2 mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik :
Mekanisme underfilling. Pada mekanisme underfilling, terjadi edema yang disebabkan
rendahnya rendahnya kadar albumin serum yang mengakibatkan rendahnya tekanan osmotik
plasma, kemudian akan diikuti peningkatan transudasi cairan dari kapiler ke ruang interstisial
sesuai dengan hokum Starling, akibatnya volume darah yang beredar akan berkutang
(underfilling) yang selanjutkan mengakibatkan perangsangan sekunder sistem renin-angiotensinaldosteron yang meretensi natrium dan air pada tubulus distalis. Hipotesis ini menempatkan
albumin dan volume plasma berperan penting pada proses terjadinya edema.

25

Mekanisme overfilling. Pada beberapa pasien sindrom nefrotik terdapat kelainan yang bersifat
primer yang mengganggu ekskresi natrium pada tubulus distalis, sebagai akibatnya terjadi
peningkatan volume darah, penekanan sistem renin-angiotensin dan vasopresin. Kondisi volume
darah yang meningkat (overfilling) yang disertai dengan rendahnya tekanan osmotik plasma
mengakibatkan transudasi cairan dari kapiler ke interstisial sehingga terjadi edema.
Pembentukan Edema pada Gagal Jantung Kongesif
Gagal jantung kongesif ditandai kegagalan pompa jantung, saat jantung mulai gagal memompa
darah, darah akan terbendung pada system vena dan saat yang bersamaan volume darah pada
arteri mulai berkurang. Pengurangan pengisian arteri ini akan direspons oleh reseptor volume
pada pembuluh darah arteri yang memicu aktivasi system saraf simpatis yang mengakibatkan
vasokonstriksi sebagai usaha untuk mempertahankan curah jantung yang memadai. Akibat
vasokonstriksi maka suplai darah akan diutamakan ke pembuluh darah otak, jantung dan paru,
sementara ginjal dan organ lain akan mengalami penurunan aliran darah. Akibat VDAE akan
berkurang dan ginjal akan menahan natrium dan air.
Kondisi gagal jantung yang sangat berat, juga akan terjadi hiponatremia, ini terjadi karena ginjal
lebih banyak menahan air dibandingkan dengan natrium. Pada keadaan ini ADH akan meningkat
dengan cepat dan akan terjadi pemekatan urin. Keadaan ini diperberat oleh tubulus proksimal
yang juga menahan air dan natrium secara berlebihan sehingga produksi urin akan sangat
berkurang. Di pihak lain, ADH juga merangsang pusat rasa haus, menyebabkan peningkatan
masukan air.
Pembentukan Edema pada Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis ditandai oleh fibrosis jaringan hati yang luas dengan pembentukan nodul. Pada
sirosis hepatis, fibrosis hati yang luas yang disertai distorsi struktur parenkim hati menyebabkan
peningkatan tahanan system porta diikuti dengan terbentuknya pintas portosistemik baik intra
maupun ekstra hati. Apabila perubahan struktur parenkim semakin berlanjut, pembentukan pintas
juga semakin berlanjut, vasodilatasi semakin berat menyebabkan tahanan perifer semakin
menurun. Tubuh akan menafsirkan seolah-olah terjadi penurunan VDAE. Reaksi yang
dikeluarkan untuk melawan keadaan itu adalah meningkatkan tonus saraf simpstis adrenergik.
Hasil akhirnya adalah aktivasi sistem vasokonstriktor dan anti diuresis yakni sistem rennin26

angiotensin-aldosteron, saraf simpatis dan ADH.peningkatan kadar ADH akan menyebabkan


retensi air, aldosteron akan menyebabkan retensi garam sedangkan sistem saraf simpatis dan
angiotensin akan menyebabkan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan meningkatkan
reabsorbsi garam pada tubulus proksimal.

Mundri Nur Afsari (2013730155)


6. Jelaskan patofisiologi edema pada scenario !
Edema adalah meningkatnya cairan dalam ruang jaringan interstisial. Selain itu bergantung pada
lokasinya, pengumpulan cairan dalam rongga tubuh yang berbeda diberi sebutan yang beragam,
seperti hidrotoraks, hidroperikardium, atau hidroperitoneum / asites.
Anasarka adalah suatu edem berat dan menyeluruh disertai pembengkakan hebat pada jaringan
subkutan.
Edema subkutan dapat mempunyai sebaran yang berbeda bergantung pada penyebabnya. Edema
ini dapat bersifat difus, atau dapat lebih mencolok pada daerah bertekanan hidrostatik tertinggi.
Pada daerah tersebut, distribusi edema dipengaruhi oleh gravitasi, dan diberi istilah terkait.
Edema pada bagian tubuh terkait ( misalnya, tungkai saat berdiri, panggul saat berbaring )
merupakan gambaran mencolok gagal jantung, terutama pada ventrikel kanan. Edema yang
disebabkan oleh disfungsi ginjal atau sindroma nefrotik pada umumnya lebih berat daripada
edema jantung dan mempengaruhi semua bagian tubuh secara sama. Namun edema awalnya
dapat muncul pada jaringan dengan matriks jaringan ikat yang longgar seperti palpebral, yang
menyebakan edema periorbital. Tekanan jari tangan pada jaringan subkutan yang mengalami
edema secara bermakna akan memindahkan cairan interstisial dan meninggalkan suatu cekungan
berbentuk jari tangan disebut edema pitting.
Faktor yang mempengaruhi laju difusi adalah:
-

peningkatan perbedaan konsentrasi substansi

peningkatan permeabilitas

peningkatan luas permukaan difusi

berat molekul substansi

jarak yang ditempuh untuk difusi.

Secara umum efek berlawanan antara tekanan hidrostatik vascular dan tekanan osmotic koloid
plasma merupakan factor utama yang mengatur pergerakan cairan antara ruang vascular dan
27

interstisial. Biasanya keluarnya cairan ke dalam interstisial dari ujung arteriol mikrosirkulasi
hamper diimbangi oleh aliran masuk pada ujung venula. Kelebihan cairan interstisial yang tersisa
dalam jumlah yang kecil dialirkan melalui saluran limfe. Meningkatnya tekanan kapiler ataupun
berkurangnya tekanan osmotic koloid plasma pada akhirnya akan mencapai suatu keseimbangan
yang baru , dan air kembali memasuki venula. Cairan edema interstisial yang berlebihan dibuang
melalui saluran limfe, kembali terutama ke dalam aliran darah melalui duktus torasikus.
Sumbatan saluran limfe dapat pula mengganggu drainase cairan dan menyebabkan edema.
Akhirnya suatu retensi primer natrium dan air pada penyakit ginjal juga menimbulkan edema.

Penurunan Tekanan Osmotik Plasma


Keadaan ini dapat disebabkan oleh kehilangan yang berlebihan atau penurunan sintesis albumin,
yaitu suatu protein serum yang paling berperan untuk mempertahankan tekanan osmotic koloid.
Penyebab penting kehilangan albumin adalah syndrome nefrotik yang ditandai oleh kebocoran
dinding kapiler glomerulus dan edema umum. Penurunan sintesis albumin terjadi pada keadaan
penyakit hati difus atau sebagai akibat malnutrisi gizi protein. Dalam setiap kasus, penurunan
tekanan osmotic plasma menyebabkan pergerakan cairan ke dalam jaringan interstisial dan
mengakibatkan penurunan volume plasma. Dengan penurunan volume intravascular dapat
diperkirakan bahwa akan terjadi hipoperfusi ginjal disertai dengan aldosteronisme sekunder.
Sayangnya retensi natrium dan air tidak dapat memperbaiki kekurangan volume plasma karena
masih terdapat gangguan primer protein serum yang rendah.

28

Bayu Setyo (2013730130)


7. Mengapa pada scenario tidak terjadi demam dan tanda-tanda infeksi tidak ditemukan?
Jelaskan!
Demam adalah respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan
masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri,
parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga
disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan,
alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun.
Demam terjadi ketika mikroorganisme patogen masuk ke dalam tubuh. Sebagai respon
terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel Kupffer mengeluarkan
suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1(interleukin 1), TNF (Tumor
Necrosis Factor ), IL-6 (interleukin6), dan INF (interferon) yang bekerja pada pusat
termoregulasi

hipotalamus

untuk

meningkatkan

patokan

termostat.

Hipotalamus

mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu normal. Sebagai contoh,
pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 38,9 C, hipotalamus merasa bahwa suhu
normal prademam sebesar 37 C terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme
respon dingin untuk meningkatkan suhu tubuh (Ganong, 2002). Pirogen endogen ini akan
bekerja pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang
dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus preoptik, hipotalamus anterior, dan septum
palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis
prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2
(cyclooxygenase 2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam.
Mekanisme demam dapat juga terjadi melalui jalur non prostaglandin melalui sinyal
aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal MIP-1 (machrophage inflammatory
protein-1) ini tidak dapat dihambat oleh antipiretik.

29

Tidak ada demam dan tanda-tanda infeksi. Ada 2 kemungkinan hal yang dapat
terjadi:
Pernah ada demam, tapi pasien telah konsumsi obat.
Belum adanya tanda-tanda infeksi sekunder
Pada kasus dalam skenario tidak ada mikroorganisme patogen yang masuk ke dalam tubuh
sehingga tidak ada rangsangan pada termoreseptor di hipotalamus untuk meningkatkan suhu
tubuh. Serta tidak ada pengeluaran sel-sel infalamasi seperti histamine sehingga tidak ada tandatanda infeksi. Jadi kemungkinan edema yang ditimbulkan bukan karena peningkatan
permeabilitas dinding kapiler. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori- pori kapiler yang
dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi. Sehingga dapat diketahui bahwa
kasus edema pada scenario bukan disebabkan oleh adanya infeksi atau cidera.

30

Vanessa Ully (2013730185)


8. Jelaskan alur diagnosis pada skenario!

I.

ANAMNESIS DAN RIWAYAT PENYAKIT


Daftar keluhan (simptom) sistem urogenitalia
Nyeri
Keluhan miksi

Perubahan warna urine


Keluhan berhubungan dengan
gagal ginjal

Organ reproduksi

II.

Ginjal/ureter, Buli-buli, Perineam, Testis


Gejala storage (iritasi)
Frekuensi/poliuria, Nokturia, Disuria
Gejala voiding (obstruksi):
Hesitansi, kencing mengedan, pancaran lemah,
pancaran kencing bercabang, waktu kencing
prepusium melembung, pancaran kencing
terputus
Gejala pasca miksi
Akhir kencing menetes, kencing tidak puas,
terasa ada sisa kencing
Inkontinensia, enuresis
Hematuria (bloody urine), pyuria, cloudy urine,
warna coklat
Oliguria, poliuria, aoreksia, mual, muntah,
cegukan (hiccup), insomnia, gatal, bruising,
edema, urethral or vaginal discharge

Disfungsi seksual / ereksi, buah zakar tak teraba,


buah zakar membengkak, penis bengkok

PEMERIKSAAN FISIS
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pemeriksaan Ginjal
Pemeriksaan Buli-buli
Pemeriksaan genitalia eksterna
Pemeriksaan skrotum dan isinya
Colok Dubur (Rectal toucher)
Pemeriksaan neurologi
31

III.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

IV.

Urinalisis
Pemeriksaan Darah
Analisis semen
Analisis Batu
Kultur urine
Sitologi urine
Histopatologi

PEMERIKSAAN RADIOLOGI (PENCITRAAN)


1. Foto polos abdomen
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
3. Sistografi
4. Uretrografi
5. Pielografi Retrograd (RPG)
6. Pielografi Antegrad
7. USG (Ultrasonografi)
8. Computed tomography (CT)
9. Magnetic resonance imaging (MRI)
10. Sintigrafi
11. Angiografi

Ayu Devita (2013730128)


9. Jelaskan hormon yang berperan pada penyakit sistem urogenital dalam skenario !
32

Jawaban

A.

Hormon yang secara fisiologis bekerja pada ginjal :

1.

Hormon anti diuretik (ADH atau vasopressin)

Merupakan peptida yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior; hormone ini
meningkatkan reabsorpsi air pada duktus kolektivus.
2.
Aldosteron
Merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh korteks adrenal; hormon ini
meningkatkan reabsorpsi natrium pada duktus kolektivus.
3.
Peptidanatriuretik (NP)
Diproduksi oleh sel jantung dan meningkatkan eksresi natrium pada duktus kolektivus.
Dihasilkan oleh dinding atrium,bila distensi atrium (karena volume plasma meningkat)
menyebabkan diuresis dan natriuresis.
4.
Hormon paratiroid
Merupakan protein yang diproduksi oleh kelenjar paratiroid; hormon ini meningkatkan
eksresi fosfat, reabsorpsi kalsium, dan produksi vit D pada ginjal.
B.

Hormon yang secara fisiologis dihasilkan oleh ginjal :

1.
Renin
Merupakan protein yang dihasilkan oleh apparatus jukstaglomerular (disekresikan oleh sel
granular) ;hormon ini menyebabkan pembentukan angiotensin II. Angiotensin II bekerja
langsung pada tubulus proksimal dan bekerja melalui aldosterone pada tubulus distal
untuk meningkatkan retensi natrium.Hormon ini juga merupakan vasokontriktor kuat.
2.
Vitamin D
Merupakan hormon steroid yang di metabolisme ginjal menjadi bentuk aktif 1,25dihidroksikolekalsiferol, yang terutama berperan meningkatkan absorpsi kalsium dan
fosfat dari usus.
3.
Eritropoetin
Merupakan protein yang diproduksi di ginjal; hormon ini meningkatkan pembentukan sel
darah merah di sumsum tulang.
C.

Peran hormon pada patofisiologi edema dalam kasus skenario :

-Penurunan aliran darah ginjal


Penurunan Volume darah arteri efektif (VDAE) akan mengaktifasi reseptor
33

Volume pada pembuluh darah besar termasuk low-pressure baroreceptors, intrarenal


receptors sehingga terjadi peningkatan tonus simpatis yang akan menurunkan aliran darah
pada ginjal. Jika aliran darah ke ginjal berkurang akan dikompensasi oleh ginjal dengan
menahan natrium dan air melalui mekanisme sebagai berikut :
1.
Peningkatan reabsorpsi garam dan air di tubulus proksimalis.
Penurunan aliran darah ke ginjal dipersepsikan oleh ginjal sebagai penurunan tekanan
darah

sehingga

terjadi

kompensasi

peningkatan

sekresi

renin

oleh

apparatus

jukstaglomerulus. Renin akan meningkatkan pembentukan angiotensin II, angiotensin II


ini akan menyebabkan kontriksi arteriol eferen sehingga terjadi peningkatan fraksi filtrasi
(rasio laju glomerulus terhadap aliran darah ginjal) dan peningkatan tekanan osmotik
kapiler glomerulus. Peningkatan tekanan osmotik ini akan menyebabkan peningkatan
reabsorpsi air pada tubulus proksimalis.
2.
Peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubulus distalis.
Angiotensin II akan merangsang kelenjar adrenal melepaskan aldosterone, aldosterone ini
akan menyebabkan retensi natrium pada tubulus kontortus distalis.
-Sekresi hormon anti diuretic (ADH)
Penurunan VDAE akan merangsang reseptor volume pada pembuluh arteri besar
hipotalamus aktivasi reseptor ini akan merangsang pelepasan ADH yang kemudian
mengakibatkan ginjal menahan air. Pada kondisi gangguan ginjal, komposisi cairan tubuh
pada beberapa kompartemen tubuh akan terganggu dan menyebabkan edema. Penyebab
umum edema :
a)
Penurunan tekanan osmotik
Sindrom nefrotik
Sirosis hepatis
Malnutrisi
b)
Peningkatan permeabilitas vaskular terhadap protein
Angioneurotik edema
c)
Peningkatan tekanan hidrostatik
Gagal jantung kongestif
Sirosis hepatis
d)
Obstruksi aliran limfe
Gagal jantung kongestif
e)
Retensi air dan natrium
Gagal ginjal
Sindrom nefrotik
34

-Pembentukan edema pada sindrom nefrotik


Sindrom nefrotik adalah kelainan glomerulus dengan karakteristik proteinuria
(kehilangan protein melalui urin >3,5 gram/hari), hipoproteinemia, edema dan
hyperlipidemia. Pasien sindrom nefrotik juga mengalami volume plasma yang meningkat
sehubungan dengan defek intrinsic eksresi natrium dan air. Hipoalbuminemia pada
sindrom nefrotik berhubungan dengan kehilangan protein sehingga terjadi penurunan
tekanan osmotic menyebabkan perpindahan cairan intavaskular ke interstitium dan
memperberat pembentukan edema. Pada kondisi tertentu, kehilangan protein dan
hipoalbumin dapat sangat berat sehingga volume plasma menjadi berkurang yang
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang juga merangsang retensi natrium dan air.
Ada 2 mekanisme yang menyebabkan terjadinya edema pada sindrom nefrotik :
1.
Mekanisme underfilling
Pada mekanisme underfilling, terjadinya edema disebabkan karena rendahnya kadar
albumin serum yang mengakibatkan rendahnya tekanan osmotik plasma, kemudian akan
diikuti peningkatan transudasi cairan dari kapiler keruangan interstitial sesuai dengan
hukum starling, akibatnya volume darah yang beredar akan berkurang (undefilling) yang
selanjutnya mengakibatkan perangsangan sekunder sistem renin-angiotensi-aldosteron
yang meretensi natrium dan air pada tubulus distalis. Hipotesis ini menempatkan albumin
dan volume plasma berperan penting pada proses terjadinya edema.
2.

Mekanisme overfilling

Pada beberapa pasien sindrom nefrotik terdapat kelainan yang bersifat primer yang
mengganggu eksresi natrium pada tubulus distalis, sebagai akibatnya terjadi peningkatan
volume darah, penekanan sistem renin-angiotensin dan vasopressin. Kondisi volume darah
yang meningkat (overfilling) yang disertai dengan rendahnya tekanan osmosis plasma
mengakibatkan transudesi cairan dari kapiler ke interstitial sehingga terjadi edema.

35

Shandy Seta

(2013730177)

Shilla Rubianti (2013730179)


10 . Jelaskan Differensial Dignosis sesuai scenario!
SINDROM NEFROTIK
Diagnosis Esensial dan Penemuan Umum
a.
b.
c.
d.
e.

Edema
Proteinuria >3,5 g/hari
Hipoalbuminemia <3 g/dL
Hiperlipidemia: kolesterol >300 mg/100 mL
Lipiduria: lemak bebas, oval fat bodies dan fatty casts

Karena pengobatan dan prognosis yang bervariasi dengan penyebab terjadinya sindrom nefrotik,
maka biopsi renal menjadi penting untuk dilakukan. Mikroskop cahaya, mikroskop elektron, dan
identifikasi imunofluoresensis dari mekanisme imunitas paling sering digunakan dalam
mendiagnosis penyebab terjadinya nefrotrik.
Penyakit glomerular yang berkaitan dengan terjadinya nefrotik, adalah sebagai berikut:
Lesi Minimal Glomerulus

36

Perubahan minimal nefropati (nil disease) yang terjadi berkisar 20% kasus nefrosis pada orang
dewasa dan 90% kasus pada anak-anak. Tidak ditemukan tanda abnormal melalui pemeriksaan
material biopsi dengan mikroskop cahaya. Menggunakan mikroskop elektron, perubahan GBM,
dengan penipisan proses ujung lapisan epitel, hal tersebut lebih jelas terlihat. Belum terdapat
kejelasan terhadap penyakit imunitas dengan penelitian imunofluoresensi. Respon terhadap
pengobatan menggunakan kortikosteroid menunjukkan hasil yang baik, tetapi beberapa pasien
mengalami kekambuhan menggunakan pengobatan steroid atau mengalami resistensi steroid,
penggunaan cyclophosphamide atau chlorambucil dapat menyebabkan remisi yang
berkepanjangan. Pasien yang tidak menunjukkan respon terhadap pemberian agen-agen tersebut,
menunjukan suatu respon yang baik terhadap cyclosporine atau tacrolimus. Dan biasanya fungsi
renal akan tetap dalam kondisi stabil.
Glomerulosklerosis Fokal
Glomerulosklerosis Fokal merupakan penyebab kedua tersering terjadinya sindrom nefrotis
pada anak-anak dan akan meningkat pada orang dewasa. Diagnosis dasar menggunakan
mikroskop cahaya untuk menemukan segmen hialinosis dan sclerosis yang berkaitan dengan
proses penipisan lapisan ujung pada penggunaan mikroskop elektron. Glomerulosklerosis fokal
kebanyakan terjadi karena idiopatik, tetapi dapat pula dikaitkan dengan adanya infeksi HIV dan
penggunaan heroin. Bentuk sekunder dari glomerulosklerosis tanpa perubahan difus pada proses
ujung kemungkinan terjadi pada pasien dengan ginjal soliter, sindrom hiperfiltrasi, dan refluks
nefropati. Terdapat laporan dari variasi famili. Respon terapi glomerulosklerosis idiopatik
adalah suboptimal. Terapi berkepanjangan kortikosteroid menghasilkan remisi sekitar terhadap
40% pasien. Penggunaan di atas 10 tahun, sekitar 50 % pasien akan mengalami gagal ginjal
kronik. Glomerulosklerosis fokal idiopatik mengalami kekambuhan sebanyak 25% pada mereka
yang telah melakukan transplantasi ginjal.
Nefropati Membranosa
Uji material biopsi menggunakan mikroskop cahaya menunjukkan penebalan sel glomerulus,
tetapi tidak terjadi poliferasi sel. Menggunakan mikroskop elektron, deposit irreguler yang
kental nampak di antara membran basemen dan sel epitel tersebut, dan material membran
basemen baru menonjol dari GBM berbentuk lancip atau seperti kubah. Penelitian
imunofluoresensi menunjukkan deposit glanular difus dari Ig (terutama IgG) dan komplemen
(C3 komplemen). Seperti penebalan membran, glomeruli menjadi tersklerosi dan terhialinisi.
Patogenesis dari banyak kasus nefropati membranosa pada manusia terlihat jelas. Beberapa
mekanisme telah disarankan. Mereka memasukkan penangkapan sirkulasi imun kompleks atau
mengikat sebuah antibodi untuk disebar antigen glomerulus.
Terdapat kontroversi besar mengenai keefektifan terapi menggunakan steroid atau agen
imunosupresan. Terapi yang sering digunakan pada pasien mempunyai risiko tinggi terhadap
37

peningkatan gagal ginjal berdasarkan kriteria: proteinuria >5/day, hipertensi dan peningkatan
kadar kreatinin serum.
Glomerulonefritis Membranoprolifetif Tipe I dan Tipe II
Pada tipe I GNMP (MPGN), pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan terjadinya
penebalan kapiler glomerulus, disertai dengan poliferasi mesangial dan oblirasi glomeruli. Pada
penggunaan mikroskop elektron, dibuktikan terjadinya deposit subendotelial dan mesangium
berkembang pada dinding-dinding kapiler. Penelitian imunofluoresensi menunjukkan kehadiran
komponen C3 komplemen dan jarang pada Ig. Penyebab paling umum dari GNMP tipe I adalah
infeksi virus hepatitis C kronis. Kondisi ini sering dihubungkan dengan tingginya nilai IgG/
IgM. Cryoimmunoglobulin mungkin nampak baik normal atau sedikit terjadinya penurunan
nilai komplemen. Belum diketahui keefektifan pengobatan.
GNMP tipe II dikategorikan oleh terlihatnya deposit padat menggunakan mikroskop elektron
dan penemuan yang rendah pada penelitian imunofluoresensi. Hasil pengobatan kurang
memuaskan dan terdapat tingkat kekambuhan yang tinggi setelah melakukan transplantasi ginjal
pada kasus ini.
Penyakit miscellaneous
Banyak penyakit medis yang dikarenakan gangguan metabolik, autoimun atau infeksi, seperti
penyakit neoplastik dan reaksi terhadap obat-obatan dan substansi toxik lainnya yang dapat
menghasilkan penyakit glomerular.
Temuan Klinis pada Nefrosis
a. Simptom dan tanda
Edema mungkin timbul tanpa disadari dan meningkat perlahan atau timbul secara tiba-tiba dan
berakumulasi secara cepat. Gejala lainnya berkaitan dengan efek mekanisme edema yang tidak
luar biasa.
Pada pemeriksaan fisik, edema perifer yang masif terlihat nyata. Tanda hidrothoraks dan asites
umum ditemukan. Wajah pucat sering ditandai terjadinya edema, striae pada umumnya terjadi.
b. Penemuan laboratorium
Urin yang mengandung banyak protein, 4-10 g/ 24 jam atau lebih. Terdapat hubungan yang baik
antara protein urin terhadap rasio kreatin dan dalam waktu 24 jam, proteinuria. Sebagai contoh,
rasio pada kelebihan dari 3:1 urine sering berhubungan terhadap 3 g proteinuria 24 jam.
Sedimen tersebut mengandung casts, termasuk karakteristik lemak dan variasi wax; sel renal
tubular, beberapa di antaranya mengandung droplet lemak (oval fat bodies); dan variasi nilai
eritrosit. Anemia normokromik ringan merupakan temuan yang umum terjadi, tetapi anemia
38

mungkin bisa lebih parah jika kerusakan renal besar. Retensi nitrogen bervariasi dengan
keparahan pada fungsi renal yang rendah. Plasma kadang lipemic, dan kolesterol darah sering
terjadi peningkatan yang besar. Protein plasma banyak berkurang. Fraksi albumin mungkin jatuh
hingga kurang dari 2 g/dL. Komplemen serum sering menurun saat aktivitas penyakit.
Konsentrasi elektrolit serum sering ditemukan dalam keadaan normal, walaupun sodium serum
mungkin sedikit rendah; total kalsium serum dapat ditemukan rendah, dalam keadaan tersebut
terjadi keadaan hipoalbuminemia dan peningkatan terhadap ikatan protein pada bagian kalsium.
Selama masa edema, ekskresi sodium urin lebih rendah dan ekskresi aldosteron urin terjadi
peningkatan. Jika insufisiensi renal terjadi, temuan darah dan urin sering mengalami perubahan.
Biopsi renal kadang penting dilakukan untuk menegakkan diagnosis antara kondisi penyebab
yang bervariasi dan indikasi prognosis.
Diagnosis Diferensial
Sindrom nefrotik (nefrosis) mungkin dihubungkan dengan variasi primer penyakit ginjal atau
kemungkinan sekunder pada suatu proses sistemik: penyakit kolagen vaskuler (disaminated
lupus erythematosus, poliarteritis), diabetik nefropati, penyakit amyloid, trombosis vena renal,
myxedema, myeloma multipel, malaria, sifilis, reaksi toksin terhadap metal berat, reaksi obatobatan, dan perikarditis konstriktif.
Pengobatan
Diet yang adekuat dengan membatasi asupan sodium (0,5 1 g/d) dan pengobatan segera
selama infeksi merupakan terapi dasar. Diuretik mungkin diberikan tetapi memberikan efek
yang kurang efektif. Albumin bebas garam dan agen onkotik lain dapat sedikit membantu, dan
mereka mempunyai efek berisfat transien. Kortikosteroid telah ditunjukkan sebagai pengobatan
yang bermakna pada pengobatan sindrom nefrotik ketika ... perubahan minimal glomerulosis
segmental fokal, sistemik lupus eritematosus, atau proliferatif dan glomerulonefritis kresentik.
Steroid kadang keefektifannya rendah dalam pengobatan penyakit membranosa dan lesi
membranopoliferatif glomerulus.
Agen alkilasi, azathioprine, mycophenolate mofetil, cyclosporine, dan tacrolimus, telah
digunakan dalam pengobatan sindrom nefrotik. Pengungkapan hasil terkini telah dilaporkan
anak-anak dan orang dewasa dengan proliferatif atau lesi membranosa dan dengan sistemik
lupus eritematosus. Hal tersebut diketahui bahwa persentase dari pasien-pasien tersebut dapat
diharapkan memperoleh keuntungan dari obat-obatan tersebut.
Pengobatan dengan kortikosteroid dan agen cytotoxic sering dikaitkan dengan efek samping
yang serius. Saat ini, bentuk terapi ini seharusnya dikembangkan terhadap pasien tersebut
dimana penyakit ini telah dibuktikan secara bias terhadap rejimen pengobatan yang mapan.

39

Pengurangn pada proteinuria dan perbaikan pada edema nefrotik telah dilaporkan melalui diet
rendah protein dan angiotensin-converting enzim (ACE) inhibitor atau angiotensin reseptor
bloker (ARBs). Penelitian terbaru telah menunjukkan perbaikan dengan obat penurun kadar
lipid.
Prognosis
Pengobatan dan prognosis bergantung pada penyebab terjadinya sindrom nefrotik. Pada
kebanyakan anak-anak dengan nefrosis (sering berubah menjadi nefropati), penyakit tersebut
muncul dalam keadaan jinak bila pengobatan dilakukan dengan benar dan meninggakan gejala
sisa yang tidak signifikan. Sisanya, berlanjut pada insufisiensi renal. Pada orang dewasa dengan
nefrosis mempunyai prognosis yang kurang baik, dimana dapat pula mengalami hipertensi,
proteinuria berat, dan disfungsi renal.

GLOMERULONEFRITIS
DEFINISI
Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit yang sering dijumpai dalam praktik klinik sehari-hari.
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, GN dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis
primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri, sedangkan GN sekunder apabila
kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritomatosus
sistemik (LES), mieloma multipel, atau amiloidosis. Manifestasi klinis GN sangat bervariasi
mulai dari kelainan urin seperti proteinuria atau hematuri saja sampai dengan GN progresif
cepat.
GEJALA KLINIS
Edema
Merupakan gejala yang paling sering dan umumnya paling pertama timbul dan menghilang
pada akhir minggu pertama. Paling sering terjadi di muka terutama daerah periorbital
(palpebra), disusul oleh tungkai. Jika terjadi retensi cairan yang hebat, bisa timbul asites dan
edema genitalia eksterna yang menyerupai sindrom nefrotik. Kadang-kadang terjadi pula edema
laten yaitu edema yang tidak tampak dar luardan batu diketahui setelah terjadi diuresis dan
penurunan berat badan.
Hematuria
Hematuria makroskopis terdapat pada 30-70% kasus,sedangkan hematuria mikroskopis
dijumpai pada hampir semua kasus. Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh tua,
air cucian daging atau seperti coca-cola. Hematuria makroskopis biasanya timbul dalam minggu
pertama dan berlangsung beberapa hari tetapi bisa pula berlangsung sampai beberapa minggu.
40

Hematuria mikroskopis berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan.
Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopis dan proteinuria walaupun secara klinis
sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopis bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan
proteinuria sudah menghilang.keadaan ini disebut hematuria persisten dan merupakan indikasi
untuk biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis kronik.
Hipertensi
Hipertensi yang terjadi umumnya tidak berat. Timbul terutama dalam minggu pertama dan
umumnya menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada
kebanyakan kasus dijumpai hipertensi. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan hypertensive
encephalopathy yaitu hipertensi yang disertai gejala sereberal seperti sakit kepala, muntahmuntah, kesadaran yang menurun, dan kejang-kejang. Sampai sekarang terjadinya hipertensi
belum jelas. Diduga karena hipovolemia akibat ekspansi cairan ekstraseluler.
Oliguria
Tidak sering dijumapi, 5-10% kasus. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut. Seperti gejala-gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam
minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir mnggu
pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus
yang beratdengan prognosis jelek.
Gejala-gejala lain
Kadang-kadang dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia.gejala pucat
mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau hematuria makroskopis yang
berlangsung lama.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Urin

Proteinuria
Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negative sampai ++, jarang terjadi +++. Bila
terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya gejala sindrom nefrotik. Hilangnya
proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejala-gejala klinik sebab lamanya
proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik
menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bisa lebih dari 6 bualn masih terdapat proteinuria disebut
proteinuria persisten yang menunjukkan kemungkinan suatu glomerulonefritis kronik.
Darah

BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali

ASTO > 100 Kesatuan Todd

Komplemen C3 < 50 mg/dL pada 4 minggu pertama

Hipergamaglobulinemia, terutama IgG

Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat


Ultrasonografi Ginjal
41

Biopsi Ginjal
Diperlukan untuk menegakkan diagnosis secara histopatologi dan dapat digunakan sebagai
pedoman pengobatan. Biopsi ginjal terbuka dilakukan dengan operasi dan memerlukan anestesi
umum sedangkan biopsi jarum perkutan cukup dengan anestesi lokal. Biopsi ginjal tidak
dilakukan apabila ukuran ginjal kurang dari 9 cm yang menggambarkan proses kronik.
Pemeriksaan Histopatologi
Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada
korteks. Mikroskopis tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga
mengakibatkan lumen kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula
infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleardan monosit. Pada pemeriksaan
mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan
humps di subepitelium mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen
Streptococcus.

PENGOBATAN
Pengobatan spesifik pada GN ditujukan terhadap penyebab sedangan non-spesifik untuk
menghambat progresivitas penyakit. Pemantauan klinik yang reguler, kontrol tekanan darah dan
proteinuria dengan penghambat enzim konversi angiotensin (angiotensin converting enzym
inhibitors, ACE-i) atau antagonis reseptor angiotensin II (angiotensin II receptor antagonists,
AIIRA) terbukti bermanfaat. Pengaturan asupan protein dan kontrol kadar lemak darah dapat
membantu menghambat progresivitas GN.
Efektivitas penggunaan obat imunosupresif GN masih belum seragam. Diagnosis GN, faktor
pasien, efek samping dan faktor prognostik merupakan pertimbangan terapi imunosupresif.
Kortikosteroid efektif pada GN karena dapat menghambat sitokin proinflamasi seperti IL-1
atau TNF- dan aktivitas transkripsi NFkB yang berperan pada patogenesis GN. Siklofosfamid,
klorambusil, dan azatioprin mempunyai efek antiproliferasi dan dapat menekan inflamasi
glomerulus. Siklosporin walaupun sudah lebih dari 20 tahun digunakan pada transplantasi ginjal
tetapi belum ditetapkan secara penuh untuk pengobatan GN. Imunosupresif lain seperti mofetil
mikofenolat, takrolimus, dan sirolimus juga belum diindikasikan secara penuh untuk
pengobatan GN. Pemberian prednison dosis 0,5-1 mg/kg berat badan/hari selama 6-8 minggu
kemudian diturunkan secara bertahap dapat digunakan untuk pengobatan pertama.
Kortikosteroid dapat diberikan dengan dosis yang sama sampai 6 bulan dan dosis diturunkan
setelah 3 bulan pengobatan. Prednisolon diturunkan setengah dosis satu minggu setelah remisi
untuk 4-6 minggu kemudian dosis diturunkan bertahap selama 4-6 minggu agar pengobatan
steroid mencapai 4 bulan. Pada GN yang resisten terhadap steroid atau relaps berulang,
siklofosfamid atau siklosporin merupakan pilihan terapi. Mofetil mikofenolat dapat digunakan
sebagai alternatif terapi pada GN resisten steroid atau relaps berulang. Kortikosteroid masih
efektif untuk pegobatan anak tetapi tidak pada pasien dewasa.
KOMPLIKASI
42

Hipertensi Ensefalopati
Edema paru
Syok hipoalbuminemia
Gagal ginjal

PROGNOSIS
Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi
sehingga sering digolongkan dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang bisa kambuh
kembali (recurrent).
Pada anak 85-95% kasus GN sembuh sempurna, sedangkan pada dewasa 50-75%. Pada kasuskasus tertentu, dapat berlangsung kronis baik secara klinis maupun histologis atau laboratorik..
pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk dalam proses kronik sedangkan pada anak 510%. Walaupun prognosis baik, kematian bisa terjadi teruatama dalam fase akut akibat gagal
ginjal akut, edema paru akut atau hipertensi ensefalopati.
BAB III
KESIMPULAN
Dari data yang telah kelompok kami dapatkan baik yang berasal dari skenario maupun hasil
refrensi-refrensi yang ada. Kami menyimpulkan perlu adanya pemeriksaan laboratorium terlebih
dahulu sebagai syarat untuk menunjang dalam penegakan diagnosis kerja pada pasien tersebut,
namun kami telah membuat dua buah diagnosis banding yaitu sindrom nefrotik dan
glomerulonefritis yang didasari pada perbandingan antara gejala yang kami temukan pada
skenario dengan refrensi dan diskusi bersama. Dari kedua diagnosis tersebut, kami lebih
cenderung mengarahkan diagnosis pada sindrom nefrotik dengan alasan terdapat kemiripan pada
etiologi, gejala klinis dan insidensi, dimana pada insidensi hasil hipotesa kami menekan pada
tiga aspek:
1. Anak-anak lebih sering dibanding orang dewasa
2. Laki-laki lebih sering dibandingkan perempuan
3. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak di bawah 1 tahun

43

DAFTAR PUSTAKA

Lauralee, Sherwood. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta : EGC
Leeson, C Roland. 2012. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwel VW. Biokimia harper. 27th Ed. Jakarta: EGC;
2006
Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
Ocallaghan, Chris. At a Glance SISTEM GINJAL Ed.IIterj.ElizabethYasmine. Jakarta
Erlangga.
Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA Davis Company;
2007.
Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. dkk. Buku Ajar IlmuPenyakitDalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta: IPD FKUI. 2009. Hal:947-948.
Tanagho, Emil A., Jack W. McAninch.2008.Smiths General Urology.USA:McGraw-Hill
Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.
http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/anatomi-ginjal-dan-saluran-kemih/

44

Вам также может понравиться