Вы находитесь на странице: 1из 10

Konstitusi di Indonesia

Difinisi konstitusi adalah aturan dasar mengenai ketatanegaraan suatu negara.


Kedudukannya merupakan hukum dasar dan hukum tertinggi. Konstitusi memiliki dua
sifat yaitu kaku dan luwes. Adapun fungsi konstitusi adalah membatasi kekuasaan dan
menjamin HAM. Isinya berupa pernyataan luhur, struktur dan organisasi negara, jaminan
HAM, prosedur perubahan, dan larangan perubahan tertentu. Konstitusi yang pernah
berlaku di Indonesia terdiri dari 1. UUD 1945 (Konstitusi I), 2. KOnstitusi RIS 1949, 3.
UUDS 1950, 4. UUD 1945 Amandemen. Amandemen konstitusi terdiri dari pengertian,
hasil-hasil dan sikap yang seharusnya positif-kritis dan mendukung terhadap proses
Amandemen UUD 1945. Pelaksanaan Konstitusi di Indonesia pernah terjadi
penyimpangan, yang mana bertujuan untuk menjadi pelajaran bagi masa depan.

Sejarah Konstitusi Indonesia


Added : Saturday, November 25th 2006 at 3:20pm by palomes
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkataan konstitusi berasal dari bahasa Perancis Constituer dan Constitution, kata
pertama berarti membentuk, mendirikan atau menyusun, dan kata kedua berarti susunan
atau pranata (masyarakat)[1]. Dengan demikian konstitusi memiliki arti; permulaan dari
segala peraturan mengenai suatu Negara. Pada umumnya langkah awal untuk
mempelajari hukum tata negara dari suatu negara dimulai dari konstitusi negara
bersangkutan. Mempelajari konstitusi berarti juga mempelajari hukum tata negara dari
suatu negara, sehingga hukum tata negara disebut juga dengan constitutional law. Istilah
Constitutional Law di Inggris menunjukkan arti yang sama dengan hukum tata negara.
Penggunaan istilah Constitutional Law didasarkan atas alasan bahwa dalam hukum tata
Negara unsur konstitusi lebih menonjol.[2]
Dengan demikian suatu konstitusi memuat aturan atau sendi-sendi pokok yang bersifat
fundamental untuk menegakkan bangunan besar yang bernama Negara. Karena
sifatnya yang fundamental ini maka aturan ini harus kuat dan tidak boleh mudah berubahubah. Dengan kata lain aturan fundamental itu harus tahan uji terhadap kemungkinan
untuk diubah-ubah berdasarkan kepentingan jangka pendek yang bersifat sesaat.
B. Pendekatan
Dalam penulisan ini digunakan pendekatan historis.
BAB II

SEJARAH KONSTITUSI DAN AMANDEMEN UUD 1945


A. Sejarah Konstitusi
Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu : 1) konstitusi tertulis dan 2) konstitusi
tak tertulis. Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi
tertulis atau undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai
pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta
perlindungan hak azasi manusia.[3]
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah
Inggris dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua lembaga-lembaga
kenegaraan dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat kebiasaan dan juga tersebar
di berbagai dokumen, baik dokumen yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua
seperti Magna Charta yang berasal dari tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi
manusia rakyat Inggris.[4]Karena ketentuan mengenai kenegaraan itu tersebar dalam
berbagai dokumen atau hanya hidup dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka
Inggris masuk dalam kategori negara yang memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan berdasarkan
jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu dibentuklah
lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan terlebih
dahulu, baru kemudian dibentuk lembaga negara yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan jenis kekuasaan tertentu itu.
Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau kewenangan
itu, salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan
negara itu terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat. Ketiga
jenis kekuasaan itu adalah : 1) kekuasaan membuat peraturan perundangan (legislatif); 2)
kekuasaan melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif) dan kekuasaan kehakiman
(judikatif).
Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam
konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannya Staatsrecht over
Zee.[5] Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yaitu :1) pemerintahan (bestuur);
2) perundang-undangan; 3) kepolisian dan 4)pengadilan. Van Vollenhoven kemungkinan
menilai kekuasaan eksekutif itu terlalu luas dan karenanya perlu dipecah menjadi dua
jenis kekuasaan lagi yaitu kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kepolisian.
Menurutnya kepolisian memegang jenis kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya
hukum dan kalau perlu memaksa untuk melaksanakan hukum.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia
mendukung gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua
lagi jenis kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan untuk memeriksa
keuangan negara untuk menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.[6]

Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi
atas enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lemabaga
tersendiri yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)


kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
kekuasaan kehakiman (judikatif)
kekuasaan kepolisian
kekuasaan kejaksaan
kekuasaan memeriksa keuangan negara

B. Amandemen UUD 1945


Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi yang memuat
hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi harus memiliki
sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi jika jiwa dan
semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam konstitusi sehingga
perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar terhadap sistem
penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis berubah menjadi
otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi merupakan suatu
hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme penyelenggaraan negara
yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan
aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga mengandung ketentuan
mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian prosedurnya dibuat
sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-benar aspirasi rakyat dan
bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat sementara atau pun keinginan
dari sekelompok orang belaka.
Pada dasarnya ada dua macam sistem yang lazim digunakan dalam praktek
ketatanegaraan di dunia dalam hal perubahan konstitusi. Sistem yang pertama adalah
bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka yang akan berlaku adalah konstitusi yang
berlaku secara keseluruhan (penggantian konstitusi). Sistem ini dianut oleh hampir semua
negara di dunia. Sistem yang kedua ialah bahwa apabila suatu konstitusi diubah, maka
konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap konstitusi tersebut merupakan
amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Dengan perkataan lain, amandemen tersebut
merupakan atau menjadi bagian dari konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika
Serikat.
Menurut C.F Strong ada empat macam prosedur perubahan kosntitusi:[7]
1. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan
tetap yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan tertentu. Perubahan ini
terjadi melalui tiga macam kemungkinan.

1. Pertama, untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan


legislatif harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota
tertentu (kuorum) yang ditentukan secara pasti
2. Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat harus
dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan pemilihan
umum. Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah yang
kemudian melaksanakan wewenangnya untuk mengubah konstitusi.
3. Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua
kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan
rakyat harus mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah,
dengan syarat-syarat seperti dalam cara pertama, yang berwenang
mengubah kosntitusi.
2. Perubahan konstitusi yang dilakukan rakyat melalui suatu referendum. Apabila
ada kehendak untuk mengubah kosntitusi maka lembaga negara yang diberi
wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat melalui suatu
referendum atau plebisit. Usul perubahan konstitusi yang dimaksud disiapkan
lebih dulu oleh badan yang diberi wewenang untuk itu. Dalam referendum atau
plebisit ini rakyat menyampaikan pendapatnya dengan jalan menerima atau
menolak usul perubahan yang telah disampaikan kepada mereka. Penentuan
diterima atau ditolaknya suatu usul perubahan diatur dalam konstitusi.
3. Perubahan konstitusi yang berlaku pada negara serikat yang dilakukan oleh
sejumlah negara bagian. Perubahan konstitusi pada negara serikat harus dilakukan
dengan persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Hal ini dilakukan
karena konstitusi dalam negara serikat dianggap sebagai perjanjian antara negaranegara bagian. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat,
dalam hal ini adalah lembaga perwakilannya, akan tetapi kata akhir berada pada
negara-negara bagian. Disamping itu, usul perubahan dapat pula berasal dari
negara-negara bagian.
4. Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh
suatu lemabag negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Cara ini dapat dijalankan baik pada Negara kesatuan ataupun negara serikat.
Apabila ada kehendak untuk mengubah konstitusi, maka sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus yang tugas serta
wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari
pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang
kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara
khusus tersebut. Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan
tugas serta wewenang sampai selesai,dengan sendirinya lembaga itu bubar.
Hans Kelsen mengatakan bahwa kosntitusi asli dari suatu negara adalah karya pendiri
negara tersebut. Dan ada beberapa cara perubahan konstitusi menurut Kelsen yaitu :[8]
1.
Perubahan yang dilakukan diluar kompetensi organ legislatif biasa yang
dilembagakan oleh konstitusi tersebut, dan dilimpahkan kepada sebuah konstituante,
yaitu suatu organ khusus yang hanya kompeten untuk mengadakan perubahan-perubahan
konstitusi

2.
Dalam sebuah negara federal, suatu perubahan konstitusi bisa jadi harus disetujui
oleh dewan perwakilan rakyat dari sejumlah negara anggota tertentu.
Miriam Budiarjo mengemukakan adanya empat macam prosedur perubahan konstitusi,
yaitu :[9]
1.
Sidang badan legislatif ditambah beberapa syarat misalnya ketentuan kuorum dan
jumlah minimum anggota badan legislatif untuk menerima perubahan.
2.

Referendum atau plebisit, contoh : Swiss dan Australia

3.
negara-negara bagian dalam suatu negara federal harus menyetujui, Contoh :
Amerika Serikat
4.

musyawarah khusus (special convention), contoh : beberapa negara Amerika Latin

Dengan demikian apa yang dikemukakan Miriam Budiarjo pada dasarnya sama dengan
yang dikemukakan oleh Hans Kelsen.
Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak
Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam
delapan periode yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Periode 18 Agustus 1945 27 desember 1949


Periode 27 Desember 1949 17 Agustus 1950
Periode 17 Agustus 1950 5 Juli 1959
Periode 5 Juli 1959 19 Oktober
Periode 19 Oktober 1999 18 Agustus 2000
Periode 18 Agustus 2000 9 November 2001
Periode 9 November 2001 10 Agustus 2002
Periode 10 Agustus 2002 sampai sekarang

Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri dari :
1. Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu
Pancasila;
2. Batang Tubuh (isi) yang meliputi :
1.
2.
3.
4.
3.

16 Bab;
37 Pasal
4 aturan peralihan;
2 Aturan Tambahan.
Penjelasan

UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) pada
27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh Undangundang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia
hingga saat ini.
Hingga tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Perubahan UUD 1945 dilakukan pada :
1. Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999;
Pada amandemen ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat
(1), 7, 9 ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2) dan (3),
20 ayat (1), (2), (3) dan (4), 21 ayat (1).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
a.
Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undangundang dengan persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada
DPR.
b.
Pasal 7 berbunyi :
Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya
selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali;
Diubah menjadi : Preseiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun
dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali
masa jabatan.
c.
Pasal 14 berbunyi :
rehabilitasi

Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan

Diubah menjadi :
(1) Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung;
(2) Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
d.
Pasal 20 ayat 1 :
DPR;

Tiap-tiap Undang-udang menhendaki persetujuan

Diubah menjadi : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.


2. Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;
Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu: Pasal 18
ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1) s/d (3), 20 ayat (5),
20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3), 27 ayat (3), 28A, 28B ayat (1)
dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3), 28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1)
s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat (1) dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
e. Pasal 20 berbunyi : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan.
f.
Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan Negara
ditetapkan dengan Undang-undang
Diubah menjadi : Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia
g. Pasal 28 memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
3. Perubahan III diadakan pada tanggal 9 November 2001;
Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu: Pasal 1
ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2), (3) dan (5), 7A, 7B
ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3), 17 ayat (4), 22C ayat (1) s/d
(4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d (3), 23F ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2),
24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat (1) s/d (6).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
g. Pasal 1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR
Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
h. Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat
i. Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli;

Diubah menjadi : Calon Presiden dan wakil Presiden harus warga negara Indonesia
sejak kelahirannya
j. Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman ditambah:
1.
Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung
2.
Pasal 24C : mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD
(dan menurut amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi ditetapkan dengan
ketentuan MPR bertugas mengkaji ulang keempat amandemen UUD 1945 pada tahun
2003
4. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pada amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu: pasalpasal : 2 ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31 ayat
(1) s/d (5), 32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5),
Aturan Peralihan Pasal I s/d III, aturan Tambahan pasal I dan II.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
k. Pasal 2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongan-golongan
menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang;
Diubah menjadi : MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui
Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
l. Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus.
Diubah menjadi : Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam
Undang-undang
m.
Esa.

Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha

Pasal ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata : dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
n. Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada
17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh
Mahkamah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV terhadap UUD
1945, maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik Indonesia telah mengalami
perubahan sebagai berikut :
a.

Pasal 1 ayat (2):

MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan


rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga tertinggi Negara
lagi.
MPR, DPR, dan Presiden yang bertanggung jawab kepada rakyat melalui Pemilihan
Umum. Presiden dan Wakil Presiden yang melangar hukum tidak akan terpilih dalam
pemilihan umum yang akan datang.
b.

Pasal 2 ayat (1):

MPR terdiri dari :


1.

Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives : di Amerika Serikat)

2.

Dewan Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)

MPR merupakan lembaga yang memiliki dua badan (Bicameral) seperti di Amerika
Serikat;
Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh seluruh rakyat, sedangkan DPD dipilih
oleh rakyat di daerah (Provinsi) masing-masing. Dengan ditetapkannya DPR dan DPD
sebagai anggota MPR, maka utusan golongan termasuk TNI/POLRI dihapuskan dari
MPR.
bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di Indonesia, melainkan rakat
Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR bukan Lembaga
c.

Pasal 5 ayat (1):

Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi berkedudukan sebagai Kepala


Negara dan Kepala Pemerintahan (Lembaga Eksekutif, Pemerintahan/Pelaksana Undangundang)
d.

Pasal 6 ayat (1) dan 6A:

Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli, tetapi calon Presiden dan Wakil
Presiden harus warga Negara Indonesia sejak kelahirannya. Presdien dan Wakil Presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat (bukan secara tidak langsung oleh MPR, sedangkan
DPR dipilih rakyat)

e.

Pasal 7:

Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama paling lama 2 x 5
tahun : 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan selama lebih dari 30 tahun, bahkan
seumur hidup).
f.

Pasal 14:

Presiden memberi :
1.

Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung

Вам также может понравиться