Вы находитесь на странице: 1из 15

TUGAS KELOMPOK PRODUK ALAMI P2K

Araceae Semen

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 :


Daisy Cynthia Dewi E. (10334715)
Alin Nailul Muna (12334748)
Nur Fitriani

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA
2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan nikmat-Nya makalah ini
dapat terselesaikan. shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, pejihad yang berjuang di jalan Allah, dan para pengikutnya. Semoga terlimpahkan
kepada kita semua segala kebaikan dan kebenaran untuk selalu tetap berada di jalan-Nya.
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga makalah ini
terselesaikan tepat pada waktunya. Pihak-pihak tersebut adalah :
1. Dr. Tiah Rachmatiah, M.Si., Apt. selaku dosen mata kuliah Produk Alami Jurusan
Farmasi Fakultas MIPA Institut Sains dan Teknologi Nasional yang telah memberikan
arahan dan bimbingan hingga makalah ini dapat terselesaikan.
2. Orang tua penyusun yang telah memberikan dukungan, motivasi, semangat, baik materil
maupun spiritual.
3. Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan kerja sama hingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Tak ada gading yang tak retak, masih
sangat disadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu masukan-masukan yang
konstruktif sangat diharapkan demi perbaikan ke depannya.

20 Oktober 2013

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Tujuan............................................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................2
2.1 Pinang............................................................................................................. 2
2.1.1
Taksonomi Tumbuhan................................................................................................2
2.1.2
Nama Lain.................................................................................................................2
2.1.3
Morfologi Tumbuhan.................................................................................................2
2.1.4
Habitat........................................................................................................................3
2.1.5
Kandungan Kimia......................................................................................................3
2.1.6
Struktur Kimia Zat Berkhasiat..................................................................................3
2.1.7
Khasiat dan Cara Pemakaian.....................................................................................4
2.1.8
Kontraindikasi............................................................................................................4
2.1.9
Peringatan..................................................................................................................4
2.1.10 Efek yang Tidak Diinginkan......................................................................................4
2.1.11 Interaksi Obat.............................................................................................................4
2.1.12 Toksisitas...................................................................................................................5
2.2 Cacingan.......................................................................................................... 5
2.3 Cacing (parasit)..................................................................................................................6
2.3.1
Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides).......................................................... 6
2.3.2
Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)......................7
2.3.3
Infeksi Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)......................................................7
2.3.4
Cacing Pita (Taenia)..................................................................................................8
BAB III PEMBAHASAN................................................................................................................9
3.1 Penelitian (Jurnal).............................................................................................. 9
3.1.1
Uji Efek Antelmintik Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca catechu) Terhadap
Cacing Ascaris lumbricoides dan Ascaridia galli Secara In Vitro........................9
3.1.2
Efek Antelmintik Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L.) Terhadap Ascaris sp9
In Vitro...................................................................................................... 9
3.2 Pembahasan.................................................................................................... 10
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................................11
4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................12

ii

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit infeksi merupakan salah satu penyakit yang menjadi permasalahan utama di
negara- negara berkembang seperti di Indonesia. Salah satu infeksi yang paling umum tersebar di
dunia yaitu infeksi cacing. Penyakit cacing merupakan salah satu penyakit rakyat umum dan
diperkirakan lebih dari 60% menyerang anak-anak di Indonesia (Tjay dan Rahardja, 2002).
Cacing yang termasuk dalam kelompok soil-transmitted helminths yang banyak
ditemukan pada masyarakat antara lain cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk
(Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Necator americanus), dan Ancylostoma duodenale.
Laporan terakhir memperkirakan infeksi Ascaris lumbricoides sebesar 1,221 miliar, Trichuris
trichiura 795 juta dan cacing tambang 740 juta. (De silva NR et al., 2003)
Prevalensi infeksi cacing yang tinggi berdampak buruk bagi kesehatan. Walaupun
jarang menyebabkan kematian, namun infeksi cacing berdampak terhadap gizi, pertumbuhan
fisik, mental, kognitif dan kemunduran intelektual, khususnya bagi anak-anak. (Crompton DW,
1999)
Pengobatan dengan menggunakan tanaman berkhasiat obat merupakan salah satu
alternatif yang dipilih untuk memperkecil adanya efek samping karena pemberian obat sintetis.
Telah banyak diketahui tanaman obat yang berkhasiat sebagai anti cacing / antelmintik yang
pernah dan masih digunakan hingga saat ini. Biji pinang dikenal sebagai obat tradisional yang
berkhasiat sebagai antelmintik. Obat antelmintik digunakan untuk mengurangi atau membunuh
cacing dalam tubuh manusia atau hewan.
1.2

Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan Araceae
Semen, seperti taksonomi, nama lain, morfologi tumbuhan serta manfaatnya, khususnya sebagai
antelmintik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pinang
2.1.1 Taksonomi Tumbuhan
Tabel 1 Klasifikasi Tumbuhan Pinang

Kerajaan
Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
2.1.2

Plantae
Magnoliophyta
Liliopsida
Arecales
Arecaceae
Areca
Areca catechu L.

Nama Lain
Sinonim
Areca Catechu Burman, A. faufel Gaertner, A. hortensis Loureiro, A. himalayana H.
Wendland, A. nigra H. Wendland (Staples, 2006).
Nama Daerah
Sumatera: Pineng, pineung, pianang, batang mayang, batang bangkah, batang pingang,
pining, boni; Jawa: Jambe, penang, wohan; Kalimantan: Gahat, gehat, kahat, taan,
pinang; Nusa Tenggara: Buah jambe, gua, winu, pua, wenji, keu, ua, ehu, glok, wua,
tilade (Anonim, 1989).
Nama Asing
Inggris: Betel nut, amaska, areca catechu, areca quid, areca nut; Perancis: Arquier;
Jerman: Pinang palmae (Gruenwald, 2004).
Bagian Tanaman yang Digunakan
Biji (Arecae Catechu Semen)

2.1.3

Morfologi Tumbuhan
Deskripsi
Tanaman
Tumbuhan berhabitus pohon dengan batang tegak, tinggi dapat mencapai 25 m, tajuk
pohon tidak rimbun. Pelepah daun berbentuk tabung, panjang 80 cm; tangkai daun
pendek; helaian daun panjang 80 cm; anak daun berukuran 85 x 5 cm, dengan ujung
terbelah. Karangan bunga majemuk tongkol dengan seludang sebagai daun pelindung,
panjang dan mudah gugur, tongkol bunga muncul di bawah helaian daun, panjang
tongkol bunga 75 cm, ibu tangkai tongkol bunga pendek dan bercabang-cabang sampai
2

ukuran 35 cm, dengan 1 bunga betina pada pangkal cabang ibu tangkai tongkol bunga,
di atasnya tersusun bunga jantan dalam 2 baris; bunga jantan panjang 4 mm, putih
kuning; benang sari 6; bunga betina panjang 1,5 cm, hijau; bakal buah beruang 1. Buah
buni (keras), bulat telur terbalik memanjang, merah jingga jika masak, panjang 3-7 cm
dengan dinding buah (endokarpium) keras dan berserabut; biji 1 berbentuk telur, dengan
alur-alur yang tidak begitu jelas.
Simplisia
Biji pinang merupakan biji yang keras, utuh atau berupa irisan. Biji utuh berupa kerucut
pendek dengan ujung membulat, jarang, berbentuk setengah bulatan, bagian pangkal
agak datar dengan suatu lekukan dangkal, panjang 15-30 mm, permukaan luar berwarna
kecoklatan sampai coklat kemerahan, agak berlekuk-lekuk menyerupai jala dengan
warna yang lebih muda. Pada pangkal biji sering terdapat bagian dari kulit buah
berwarna putih. Pada bidang irisan biji tampak perisperm berwarna coklat tua dengan
lipatan-lipatan tidak beraturan menembus endosperm yang berwarna agak keputihputihan. Biji pinang mempunyai bau lemah, rasa kelat dan agak pahit.
2.1.4

Habitat
Tanaman pinang ditanam di seluruh daerah di Indonesia. Tanaman ini didapati mulai
ketinggian permukaan laut sampai 1400 m dpl dan curah hujan 1500-5000 mm.

2.1.5

Kandungan Kimia
Biji mengandung 0,3-0,6% alkaloid, seperti arekolin, arekolidine, arekain, guvakolin,
guvasine dan isoguvasine. Selain itu juga mengandung red tanin 15%, lemak 14%
(palmitic, oleic, stearic, caproic, caprylic, lauric, myristic acid), kanji dan resin. Biji
segar mengandung kira-kira 50% lebih banyak alkaloid, dibandingkan biji yang telah
diproses.

2.1.6

Struktur Kimia Zat Berkhasiat

Gambar 1 Rumus Bangun Arekolin (C8H13NO2)

2.1.7

Khasiat dan Cara Pemakaian


Mengatasi Cacingan
3

Bahan
Pemakaian

: Serbuk biji pinang 30 g, air 2 gelas.


: Serbuk biji pinang direbus dengan 2 gelas air, didihkan perlahanlahan selama 1 jam. Setelah dingin disaring, minum sekaligus
sebelum makan pagi

2.1.8

Kontraindikasi
Hindari penggunaan pada masa kehamilan dan menyusui. Jangan diberikan pada anakanak. Penderita kanker esofagus, lambung, esofagitis dan penyakit ginjal harus
menghindari penggunaan pinang.

2.1.9

Peringatan
Biji pinang mengandung arekolin yang memiliki efek parasimpatomimetik
menyebabkan peningkatan saliva dan pada dosis tinggi mengakibatkan bradikardia,
tremor, refleks eksitabiliti, spasme dan paralisis sementara. Biji pinang mengandung
alkaloid yang beracun. Tanda-tanda keracunan adalah keluar keringat, pusing dan mual.
Untuk sementara penderita dapat ditolong dengan diberi air gula dan air kelapa serta
diberi obat penyebab muntah. Penggunaan produk ini harus disertai olahraga teratur dan
diet rendah kalori dan rendah lemak.

2.1.10

Efek yang Tidak Diinginkan


Mengunyah biji pinang secara berlebihan dapat juga menyebabkan mual, muntah, diare,
kram perut, dan kejang. Studi di Bangladesh, pinang juga dapat menyebabkan kejadian
tremor secara klinik.

2.1.11 Interaksi Obat


Efek obat antikolinergik dapat menurun jika dikombinasikan dengan biji pinang atau
konstituennya, arekolin. Penggunaan bersama-sama obat kolinergik akan menyebabkan
toksisitas. Biji pinang dapat memperlambat atau mempercepat denyut jantung sehingga
mengaburkan efek obat-obat yang berkaitan dengan hal tersebut seperti beta bloker,
penghambat saluran kalsium, atau digoksin. Biji pinang dapat mempengaruhi kadar gula
darah, meningkatkan efek obat-obat inhibitor monoamin oksidase, ACE inhibitor,
fenotiazin, obat-obat penurun kolesterol, stimulansia dan obat-obat tiroid.

2.1.12 Toksisitas
Dosis toksik pada manusia adalah 8-10 g. Atropin diberikan sebagai antidot.
Mengunyah biji dapat menyebabkan saponifikasi ester alkaloid menghasilkan arekaidin
yang menyebabkan euforia. Pinang bersifat toksik pada masa kehamilan karena
memiliki aktivitas sitotoksis dan genotoksik.
4

2.1.13

Penyimpanan
Simpan di tempat sejuk dan kering, dalam wadah tertutup rapat, jauh dari jangkauan
anak-anak.

2.2

Cacingan
Kecacingan atau cacingan dalam istilah sehari-hari, adalah kumpulan gejala gangguan
kesehatan akibat adanya cacing parasit di dalam tubuh. Cacing masuk ke dalam tubuh manusia
lewat makanan atau minuman yang tercemar telur-telur cacing. Umumnya, cacing perut memilih
tinggal di usus halus yang banyak berisi makanan. Meski ada juga yang tinggal di usus besar.
Tanda dan gejala yang sering ditemui pada penderita cacingan antara lain adalah: perut buncit,
badan kurus, rambut seperti rambut jagung, lemas, cepat lelah, pucat dan mata belekan.
Penularan penyakit cacing dapat melalui berbagai cara, telur cacing bisa masuk dan
tinggal di dalam tubuh manusia. Telur cacing bisa masuk lewat makanan atau minuman yang
dimasak menggunakan air yang tercemar. Jika air yang telah tercemar itu dipakai untuk
menyirami tanaman, telur-telur itu naik ke darat. Begitu air mengering, mereka menempel pada
butiran debu. Telur yang menumpang pada debu itu bisa menempel pada makanan dan minuman
yang dijajakan di pinggir jalan atau terbang ke tempat-tempat yang sering dipegang manusia.
Mereka juga bisa berpindah dari satu tangan ke tangan lain.
Ketika seseorang mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi parasit cacing atau telur
cacing, maka larva yang ada di dalamnya akan menjadi cacing di dalam perut manusia. Cacing
ini akan menyebabkan seseorang merasa lemah, letih dan kekurangan vitamin B12 yang
menyebabkan terjadinya kekurangan darah, terkadang bisa menyebabkan munculnya penyakit
pada syaraf otak, contohnya disfungsi syaraf pusat. Larva-larva pada sebagian keadaan bisa
mencapai otak dan menyebabkan terjadinya sawan atau naiknya tekanan dalam syaraf, pusing
yang sangat, atau bahkan bisa menyebabkan lumpuh.
Cacing dapat berkembang di usus 12 jari manusia. Ketika cacing ini sampai di usus 12
jari, maka akan keluar larva yang sangat banyak setelah 4 atau 5 hari dan kemudian masuk ke
dalam dinding lambung dan masuk ke dalam darah, lalu masuk ke sebagian besar jaringan organ
tubuh. Larva kemudian berjalan di persendian dan menjadi besar. Orang yang mengalami hal
tersebut akan menderita sakit seperti nyeri otot yang sangat. Terkadang penyakit itu berkembang
hingga terjadi disfungsi kerja otak, disfungsi otot jantung dan paru-paru, ginjal, syaraf pusat dan
terkadang penyakit ini bisa menyebabkan kematian.
2.3
Cacing (parasit)
Cacing parasit adalah cacing yang hidup sebagai parasit pada organisme lain, baik
hewan atau manusia. Mereka hidup dan makan dari tubuh inangnya (menyerap nutrisi tubuh
inang) serta menerima makanan dan perlindungan. Penyerapan nutrisi oleh cacing ini
menyebabkan tubuh menjadi lemah dan menyebabkan penyakit.
Cacing parasit umumnya merupakan anggota Cestoda, Nematoda, dan Trematoda.
Beberapa cacing parasit hewan / manusia:
Cacing gelang (Ascaris), penyebab askariasis.
5

Cacing hati (Fasciola), menghuni organ hati hewan ternak (terutama sapi dan babi).
Cacing kremi (Enterobius), menghuni usus manusia dan menyebabkan gatal di sekitar
dubur.
Cacing pipih darah, penyebab skistosomiasis (Schistosomia).
Cacing pita (Taenia).
Cacing tambang, penyebab ankilostomiasis (Ancylostoma duodenale dan Necator
americanus).
Cacing penyebab filariasis, seperti Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori,
Loa loa, Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus, Dracunculus medinensis,
Mansonella perstans, dan Mansonella ozzardi

2.3.1.

Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)


Cacing gelang (Ascaris) adalah cacing yang paling umum menginfeksi manusia. Cacing
gelang dewasa berukuran 1030 cm dengan tebal sebesar pensil dan dapat hidup hingga 1 sampai
2 tahun.

Gambar 2 Ascaris lumbricoides

2.3.2

Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)


Cacing tambang adalah cacing parasit (nematoda) yang hidup pada usus kecil, inangnya
manusia. Ada dua spesies cacing tambang yang biasa menyerang manusia, Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus.

Gambar 3 Cacing Tambang

2.3.3

Infeksi Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)


Cacing kremi atau cacing kerawit hanya menginfeksi manusia. Telur cacing kremi dapat
menempel pada tangan melalui kotoran manusia. Ketika tangan yang tercemar masuk ke mulut,
telur dapat masuk ke dalam tubuh, menetas dalam usus kecil dan bergerak turun ke usus besar.
Di sinilah cacing kremi melekat pada dinding usus dan makan.
Ketika mereka siap bertelur, cacing pindah dan bertelur pada kulit berlipat di sekitar
dubur. Saat itulah penderita mungkin curiga terkena cacingan karena merasakan gatal-gatal di
sekitar anus (pruritus) yang biasanya lebih intens di malam hari. Cacing kremi dewasa berukuran
3-10 mm sehingga bisa dilihat dengan mata telanjang. Telur cacing kremi dapat bertahan hidup
hingga tiga minggu. Karena bentuknya yang sangat kecil, maka tidak dapat terlihat sehingga bisa
tanpa sengaja tertulari ketika menggunakan baju, kasur, bantal, mainan anak, uang kertas,
peralatan makan, atau peralatan mandi/toilet.

Gambar 4 Cacing Kremi

2.3.4

Cacing Pita (Taenia)


Cacing pita adalah parasit manusia dan hewan ternak. Cacing pita dibedakan menjadi
tiga jenis berdasarkan tempat hidupnya yaitu : cacing pita yang hidup pada sapi, babi dan ikan.
Ukurannya sekitar 10 cm untuk cacing dewasa. Bersenjata dengan pengisap kuat dan gigi. cacing
ini hidup di saluran pencernaan manusia, ternak atau binatang lain dan terdapat dalam daging
7

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penelitian (Jurnal)
3.1.1 Uji Efek Antelmintik Ekstrak Etanol Biji Pinang (Areca catechu) Terhadap Cacing
Ascaris lumbricoides dan Ascaridia galli Secara In Vitro
Telah dilakukan penelitian oleh Debra Tiwow dkk untuk mengetahui daya antelmintik
ekstrak etanol biji pinang terhadap cacing Ascaris lumbricoides dan Ascaridia galli, serta
8

mengetahui konsentrasi efektif dari ekstrak etanol biji pinang sebagai antelmintik. Penelitian ini
bersifat eksperimental in vitro. Pengujian menggunakan ekstrak etanol biji pinang dengan
konsentrasi 10%, 20%, dan 30%. Persentasi kematian dan paralisis cacing dinilai setiap jam
sampai batas waktu penelitian dan selanjutnya data dianalisis menggunakan ANOVA. Analisis
regresi dilakukan untuk mengetahui PC50 (Paralisis Concentration 50%) dan LC50 (Lethal
Concentration 50%). Hasil pengujian menunjukkan ekstrak etanol biji pinang mempunyai daya
antelmintik terhadap cacing Ascaris lumbricoides dan Ascaridia galli secara in vitro. Dari hasil
pengujian didapatkan nilai PC50 pada cacing Ascaris lumbricoides sebesar 27,12 %. dan LC50
sebesar 27,11 % pada cacing Ascaridia galli selama 12 jam.
Sumber :
PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT, Vol. 2 No. 02 Mei 2013, ISSN 2302 2493
Debra Tiwow, Widdhi Bodhi, Novel S.Kojong
(Program Studi Farmasi Fakultas MIPA UNSRAT Manado)

3.1.2 Efek Antelmintik Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu L.) Terhadap Ascaris sp
In Vitro
Yuri (2006) telah melakukan penelitian ini untuk mengetahui efek antelmintik dari
ekstrak biji pinang terhadap Ascaris sp secara in vitro. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental laboratorik dengan rancangan penelitian purposive sampling. Hewan uji yang
digunakan adalah cacing Ascaris suum sebanyak 30 ekor yang diperoleh dari Pusat
Penyembelihan Babi di Jagalan, Surakarta. Sedangkan ekstrak biji pinang diperoleh dari Balai
Penelitian Obat, Karang Anyar. Untuk membuktikan adanya efek dari perlakuan, peneliti
memberikan perlakuan kepada subjek penelitian dan observasi. Teknik pengujian efek
antelmintik yang digunakan adalah efek perendaman. Hasil analisis dengan uji anava didapatkan
hasil bahwa Fo > Ft, sehingga dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference). Hasil
analisis uji LSD menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol
negatif dengan kelompok kontrol positif maupun dengan kelompok uji. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah, ekstrak biji pinang (Areca catechu L) mempunyai efek antelmintik yang
bermakna terhadap Ascaris sp in vitro.
Sumber : Yuri Novaga, 2006 (Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta).
3.2

Pembahasan

Biji pinang memiliki kandungan alkaloid seperti arekolin, arekolidine, arekain,


guvakolin, guvasine dan isoguvasine; saponin, tanin, lemak, kanji dan resin. Arekolin bersifat
racun (toksik) pada sistem saraf cacing yang disebut ganglionated circumenteric ring serta dapat
memberantas parasit seperti cacing dalam tubuh manusia. Kandungan arekolin terbanyak
terdapat pada bagian biji pinang. Biji pinang yang diperas juga mengeluarkan senyawa orekolin
yang bermanfaat mengeluarkan cacing dari dalam tubuh. Senyawa saponin yang terkandung
dalam buah pinang akan mengiritasi membran mukosa saluran pencernaan cacing sehingga
penyerapan zat-zat makanan terganggu, sedangkan kandungan senyawa condensed tanin pada
buah pinang dapat melemaskan cacing dengan cara merusak protein kutikula tubuh cacing.
9

Debra (2013) telah melakukan penelitian untuk mengetahui daya antelmintik ekstrak
etanol biji pinang terhadap cacing Ascaris lumbricoides dan Ascaridia galli, serta mengetahui
konsentrasi efektif dari ekstrak etanol biji pinang sebagai antelmintik. Hasil pengujiannya
menunjukkan ekstrak etanol biji pinang mempunyai daya antelmintik terhadap cacing Ascaris
lumbricoides dan Ascaridia galli secara in vitro. Sedangkan Yuri (2006) juga melakukan
penelitian untuk mengetahui efek antelmintik dari ekstrak biji pinang terhadap Ascaris sp secara
in vitro, dan hasilnya ekstrak biji pinang (Areca catechu L) mempunyai efek antelmintik yang
bermakna terhadap Ascaris sp in vitro.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Biji pinang memiliki kandungan kimia arekolin yang berkhasiat sebagai antelmintik,
khususnya terhadap cacing Ascaris sp.

10

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Badan POM RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal, Volume Kelima, Edisi Pertama. Jakarta : Badan
POM RI.
Staples, G.W. Bevacqua, R.F. 2006. Areca catechu (betel nut palm). ver.1.3. In:Elevitch C.R.
(ed). Species Profiles for Pacific Island Agroforestry. Permanent Agriculture Resources
(PAR). Hlualoa. Hawaii. http://www.traditionaltree.org.
Gruenwald J., Brendler T., Jaenicke C. (Eds). 2004. PDR for Herbal Medicines. Third Edition.
New Jersey : Medical Economics Company. p 38-39.

11

12

Вам также может понравиться