Вы находитесь на странице: 1из 19

MAKALAH OTONOMI DAERAH

DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

1.2

Rumusan Masalah

1.3

Tujuan Makalah
BAB II PEMBAHASAN MASALAH

2.1

Hakikat Otonomi Daerah

2.2

Visi Otonomi Daerah

2.3

Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

2.4

Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah

2.5

Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah

2.6

Pemilihan, Penetapan dan Kewenangan Kepala Daerah

2.7

Kesalahpahaman terhadap Otonomi daerah

2.8

Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah

2.9

Otonomi daerah dan Pilkada Langsung

2.10

Kelebihan dan Kelemahan Pilkada Langsung

2.11

Kelebihan dan Kelemahan Otonomi daerah


BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan

3.2

Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Otonomi berasal dari kata autonomos atau autonomia (yunani) yang berarti keputusan
sendiri (self ruling). Otonomi yaitu hak untuk memerintah dan menentukan nasibnya sendiri.
Di Indonesia, otonomi daerah sebenarnya mulai bergulir sejak keluarnya UU No.1 Tahun
1945, kemudian UU No.2 Tahun 1984 dan UU No.5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok
pemerintahan di daerah. Semuanya berupaya menciptakan pemerintahan yang cenderung ke
arah disentralisasi. Namun pelaksanaannya mengalami pasang surut, sampai masa reformasi
bergulir. Pada masa ini keluarlah UU No.2 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan
pemerintahan pusat. Sejak itu, penerapan otonomi daerah berjalan cepat.
Prinsip otonomi daerah adalah pemerintahan daerah diberi wewenang untuk mengelola
daerahnya sendiri. Hanya saja ada beberapa bidang yang tetap ditangani pemerintah pusat,
yaitu agama, peradilan, pertahanan, dan keamanan, moneter/fiscal, politik luar negeri dan
dalam negeri serta sejumlah kewenangan bidang lain (meliputi perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi
Negara dan lembaga perekonomian Negara, pembinaan sumber daya manusia,
pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, dan konversi serta
standarisasi nasional).
Keadaan geografis Indonesia yang berupa kepulauan berpengaruh terhadapmekanisme
pemerintahan Negara Indonesia. Dengan keadaan geografis yang berupakepulauan ini
menyebabkan pemmerintah sulit mengkoordinasi pemerintahan yang ada didaerah. Untuk
memudahkan pengaturan atau penataan pemerintahan maka diperlukanadanya suatu sistem
pemerintahan yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapitetap terawasi dari pusat.
Di

era

reformasi

memungkinkancepatnya

ini

sangat

penyaluran

dibutuhkan

aspirasi

rakyat,

sistem

namun

pemerintahan

tetap

berada

di

yang
bawah

pengawasanpemerintah pusat. Hal tersebut sangat diperlukan karena mulai munculnya


ancaman-ancaman terhadap keutuhan NKRI, hal tersebut ditandai dengan banyaknya daerahdaerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indornesia.
Sumber daya alam daerah di Indoinesia yang tidak merata juga merupakan salahsatu
penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang memudahkan pengelolaansumber
daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadipendapatan
nasional.

Sebab

seperti

yang

kita

ketahui

bahwa

terdapat

beberapa

daerahyang

pembangunannya memang harus lebih cepat daripada daerah lain. Karena itulahpemerintah
pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yangdisebut otonomi
daerah.
Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu sajapada
pemerintah daerah. Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus
mengawasi keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakah sudah sesuai
dengan tujuan nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Republik Indonesia
yang berdasar pada sila Kelima Pancassila, yaitu Keadilan SosialBagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
Tuntutan akan pengelolaan pmerintahan daerah yang mandiri dengan semangat otonomi
daerah semakin marak. Namun demikian, kebijakan otonomi daerah disalah artikan oleh jajaran
pengelola pemerintah di daerah. Otonomi daerah dipahami sebagai kebebasan mengelola
sumber daya daerah yang cenderung melahirkan pemerintahan daerah yang tidak profesional
dan tidak terkontrol. Hal yang sangat mengkhawatirkan, seiring dengan pelaksanaan otonomi
daerah adalah lahirnya perundang-undangan daerah yang cenderung bertolak belakang
dengan semangat konstitusi negara dan dasar negara yang dapat mengancam keutuhan NKRI.

2.2

Rumusan Masalah
1.

Apakah Hakikat Otonomi Daerah itu ?

2.

Apa Visi Otonomi Daerah ?

3.

Bagaimana Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

4.

Apa sajakah Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah ?

5.

Bagaimana Proses Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah ?

6.

Bagaimana Proses Pemilihan, Penetapan dan Kewenangan Kepala Daerah ?

7.

Apa yang Menyebabkan Kesalah pahaman terhadap Otonomi Daerah ?

8.

Bagaimana Otonomi Daerah dan Pembangunan daerah di Indonesia ?

9.

Bagaimana Otonomi Daerah dan Pilkada Langsung di Indonesia ?

10.

Apa saja Kelemahan dan Kelebihan Pilkada Langsung ?

11.

Apa saja Kelemahan dan Kelebihan Dilaksanakannya Otonomi Daerah ?

1.3

Tujuan Makalah
1.

Untuk mengetahui hakikat otonomi daerah.

2.

Untuk mengetahui visi otonomi daerah.

3.

Untuk menjelaskan sejarah otonomi daerah di Indonesia.

4.

Untuk mengetahui prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah.

5.

Untuk menjelaskan pembagian kekuasaan dalam kerangka otonomi daerah.

6.

Untuk menjelaskan proses pemilihan, penetapan dan kewenangan kepala


daerah.

7.

Untuk mengetahui penyebab kesalahpahaman terhadap otonomi daerah.

8.

Untuk menjelaskan proses otonomi daerah dan pembangunan daerah di


Indonesia.

9.

Untuk menjelaskan otonomi daerah dan proses pilkada langsung di Indonesia.

10.

Unruk mengetahui kelemahan dan kelebihan pilkada langsung.

11.

Untuk mengetahui Kelemahan dan Kelebihan dilaksanakannya otonomi daerah.

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
2.1 Hakikat Otonomi Daerah
Otonomi berasal dari kata autonomos atau autonomia (yunani) yang berarti keputusan
sendiri (self ruling). Otonomi yaitu hak untuk memerintah dan menentukan nasibnya sendiri.
Sedangkan Desentralisasi adalah pelimbahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
Ada beberapa alasan mengapaIndonesia perlu desentralisasi.Pertama, kehidupan
berbangsa dan bernegara hanya terpusat di Jakarta. Kedua, pembagian kekayaan tidak merata
dan tidak adil. Ketiga, Kesenjangan sosial antar satu daerah dengan daerah lain sangat
mencolok.
Pelaksanaan desentralisasi haruslah dilandasi argumentasi yang kuat. Di antara
argumentasi dalam memilih desentralisasi-otonomi daerah adalah :
1.

Untuk terciptanya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan

Untuk terciptanya pemerintahan yang efisien dan efektif, pemerintah memiliki


beberapa fungsi,diantaranya adalah pertama, fungsi distributif yaitu fungsi distributif,
pemerintah mengelola dimensi kehidupan, seperti bidang ekonomi, sosial,politik,dll.
Kedua, fungsi regulatif menyangkut penyediaan barang dan jasa. Ketiga, fungsi ekstraktif
yaitu memobilisasi sumber daya keuangan. Keempat, fungsi universal, menjaga
keutuhan negara-bangsa, mempertahankan diri dari serangan lain.
2.

Sarana pendidikan politik.

Pemerintah daerah merupakan kancah pelatihan dan pengembangan demokrasi


dalam sebuah negara. Menurut Filsuf Alexis de Tocqueville, pemda merupakan tempat
kebebasan, dan tempat orang diajari bagaimana kebebasan digunakan serta bagaimana
menikmatinya.
MenurutJohn Stuart Mill, pemda memberikan kesempatan masyarakat untuk
berpartisipasi politik, baik dalam rangka dipilih maupun memilih dalam suatu jabatan
politik.
3.

Pemerintah daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan.

Pemerintah daerah merupakan wahana pnggodokan calon-calon pemimpin


nasional, setelah melalui karir di daerahnya.Proses kaderasi para pemimpin nasional
berlangsung

secara

akuntabel

dan

rasional

sehingga

masyarakat

luas

dapat

mendudukijabatan baik di pemerintah maupun lembaga perwakilan dan juga dapat


menghapus bahkan menghilangkan tradisi politik yang bertumpu pada garis keturunan.
4.

Stabilitas politik.
Menurut Sharpe, stabilitas nasional mestinya berawal dari stabilitas

nasional pada tingkat lokal. Beberapa peristiwa karena ketidakstabilan politik


diantaranya, di Indonesia terjadi pergolakan daerah seperti PRRI dan PERMESTA
karena kekuasaan pemerintah Jakarta lebih dominan. Di Filipina dan Thailand,
minoritas muslim berjuang melepaskan diri dari ketidakadilan ekonomi yang
berakibat lahirnya gejolak disintegrasi yang dilakukan pemerintah pusat di Manila
dan Bangkok.
5.

Kesetaraan politik

Kesetaraan yang baik akibat kebijakan desentralisasi-otonomi daerah


yang baik. Melalui desentralisasi, akan tercipta kesetaraan politik antara daerah dan
pusat.
6.

Akuntabilitas politik

Melalui penyelenggaraan pemerintah di daerahakan lebih akuntabel dan


profsional, sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam politik.
Jadi,

Hakikat

Otonomi

adalah

memberikan

kewenangan

kepada

pemerintah daerah untuk kreatif dan inovatif dalam rangka memperkuat NKRI
dengan berlandaskan norma kepatutan dan kewajaran dalam tata kehidupan
bernegara.

2.2 Visi Otonomi Daerah


Visi otonomi daerah dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yaitu politik,
ekonomi, sosial dan budaya.
Di bidang politik, untuk melahirkan pemerintah daerah yang dipilih secara
demokrasi, penyelenggaraan pemerintah yang yang responsif terhadap masyarakat
luas.dll
Di bidang ekonomi, menjamin lancarnya pelaksanaan ekonomi nasional di
daerah, pemerintah daerah dapat mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk
mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya, lahirnya prakarsa

pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi,memudahkan perizinan


usaha,dll.
Di bidang sosial dan budaya, memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi, karya seni,
karya cipta, bahasa, dan karya sastra lokal untuk merespon positif dinamika kehidupan
disekitarnya dan kehidupan global.

2.3

Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia


Peraturan perundang-undangan pertama yang mengatur pemerintahan daearh pasca
proklamasi kemerdekaan adalah UU No. 1 tahun 1945. Undang-undang ini menekankan aspek
cita-cita kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat
Daerah. Dalam undang-undang ini ditetapkan tiga daerah otonom yaitu karesidenan, kabupaten
dan kota. UU ini kemudian diganti dengan UU No. 22 tahun 1948.
UU ini mengatur tentang susunan pemerintah daerah yang demokratis. Dalam UU ini
ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu daerah otonomi biasa dan daearh istimewa, serata
tiga tingkatan daearh otonom, yaitu provinsi, kabupaten, dan kota.Pasca UU ini, muncul
beberapa UU tentang pemerintah daerah, yaitu UU No 1 tahun 1957, UU No 18 Tahun 1965
dan UU No. 5 Tahun 1974 prinsip yang dipakai dalam pemberian otonomi kepada daerah
adalah nyata dan bertanggung jawab. UU ini paling lama, yaitu 25 tahun, dan baru diganti
dengan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999.
Kehadiran UU No.22 Tahun 1999 pada masa lengsernya orde baru dan munculnya
kehendak rakyat untuk melakukan reformasi dalam segala aspek kehidupan. Berdasarkan
kehendak reformasi itu, ditetapkan Ketetapan MPR No. XV / MPR / 1998 tentang
penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya
nasional, yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dalam
kerangka NKRI. Tiga tahun setelah implementasi UU No.22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan
dan revisi terhadap UU yang berakhir pada lahirnya UU No.32 Tahun 2004 juga mengatur
tentang pemerintah daerah.

2.4

Prinsip-prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah

Prinsip-prinsip pelaksanaan otonomi daerah yang d ijadikan penyelenggaraan


pemerintahan daerah adalah sebagai berikut :
1.

Memperhatikan

aspek

demokrasi,

keadilan

pemerataan,

serta

potensi

dan

keanekaragaman budaya
2.

Didasarkan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab

3.

Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada kabupaten dan kota, pada provinsi
merupakan otonomi terbatas

4.

Harus sesuai dengan konstitusi negara

5.

Harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom

6.

Harus meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah ( fungsi anggaran,
pengawasan dan legislasi )

7.

Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi untuk melaksanaan


kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur.

8.

Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada
daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa.

2.5

Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah


Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara
kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Otonomi daerah bersifat luas, nyata, dan
bertanggung jawab. Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada pemerintah
pusat, disebut nyata karena kewenangan yang diselenggarakn itu menyangkut yang
diperlukan, tumbuh dan hidup dan berkembang di daerah. Disebut bertanggung jawab karena
kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi
darah, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,
pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan
hubungan yang serasi antar pusatdan derah dan antar daerah.
Kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom provinsi dalam rangka
desentralisasi mencakup :

a.

Kewenangan yang besifat lintas-kabupaten dan kota, seperti kewenangan dalam bidang
pekerjaan umum,perhubungan , kehutanan dan perkebunan

b.

Perencanaan dan pengendalian pembangunan regional secara makro, pelatihan bidang


alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang mencakup wilayah provinsi,

pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan budaya,
penanganan penyakit menular, dan penataan tata ruang provinsi
c.

Kewenangan kelautan

d.

Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan daerah kota
diserahkan kepada provinsi dengan pernyataan dari daerah otonom kabupaten atau kota
tersebut.
Pemerintah pusat memiliki kewenangan mengawasi daerah otonom, tetapi pengawasan
ini diimbangi dengan kewenangan daerah otonom yang lebih besar atau sebaliknya, sehingga
terjadi keseimbangan kekuasaan. Keseimbangan yang dimaksud adalah pengawasan tidak lagi
dilakukan secara struktural, yaitu bupati dan gubernur bertindak sebagai wakil pemerintah pusat
sekaligus kepala daerah otonom, dan tidak lagi secara preventif perundang-undangan, yaitu
setiap perda memerlukan persetujuan pusat untuk dapat berlaku.

2.6

Pemilihan, Penetapan, dan Kewenanangan Kepala Daerah


Menurut UU No. 22 Thun 1999, Bupati dan Wali kotadipilih dan diberhentikan oleh
DPRD, tetapi secara administratif di lakukan oleh presiden. Sedangkan UU No. 32 Tahun 2004,
kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui pilkada langsung.
Pengawasan pemerintah pusat terhadap daerah otonom menurut UU baru ini dilakukan
berdasarkan supremasi hukum. Artinya, setiap perda yang dibuat DPRD dan Kepala Daerah
langsung dapat berlaku tanpa persetujuan pemerintah pusat. Tetapi pemerintah pusat bisa
menunda atau membatalkannya bila perda dinilai bertentangan dengan konstitusi, UU, dan
kepentingan umum.
Sebelas kewenangan wajib diserahkan kepada daerah otonom kabupaten dan daerah
otonom kota, yaitu : pertanahan, pertanian, pendidikan dan kebudayaan, tenaga kerja,
kesehatan, lingkungan hidup, pekerjaan umum, perhubungan, perdagangan dan industri,
penanaman modal, dan koperasi.
Kewenangan yang dapat diselenggarakan oleh daerah otonom kabupaten dan kota yaitu
diberi kewenangan kelautan seluas 1/3 dan luas kewenangan provinsi 12 mil.Kewenangan
pilihan, yaitu kewenangan yang tidak di tangani pusat dan provinsi.
Penyerahan kesebelas kewenagan ini kepada daerah otonom kabupaten dan kota
dilandasi pertimbangan sebagai berikut : pertama,makin dekat produsen dan distributor
pelayanan publik dengan warga masyarakat yang dilayani, semakin cepat sasaran, merata,

berkualitas dan terjangkau. Kedua, penyerahan 11 jenis kewenangan itu kepada daerah otonom
kabupaten dan kota akan membuka kesempatan bagi aktor politik lokal dan sumber daya
manusia yang berkualitas di daerah untuk mengajukan prakarsa, berkreativitas, dan melakukan
inovasi. Hal ini berarti unsur-unsur budaya lokal berupa pengetahuan, keahlian dan kearifan
lokal akan dapat didayagunakan secara maksimal. Ketiga, karena distribusi SDM yang
berkualitas tidak merata. Keempat, pengangguran dan kemiskinan sudah menjadi masalah
yang tidak saja hanya ditanggung kepada pemerintah pusat semata.

2.7

Kesalahpahaman terhadap Otonomi Daerah


Otonomi daerah diharapkan dapat mencegah desintegrasi nasional. Otonomi daerah
dilakukan untuk memperkuat ikatan semangat kebangsaan, serta persatuan dan kesatuan antar
warga negara, mengembalikan harkat dan martabat masyarakat di daerah, memberikan
pendidikan politik untuk meningkatkan kualitas demokrasi di daerah, meningkatkan efisiensi
pelayanan publik di daerah, mempercepat pembangunan daearh,dan pada akhirnya diharapkan
mampu menciptakan cara pemerintahan yang baik.
Namun dalam praktiknya kebijakan otda banyak menimbulkan kesalahpahaman dari
berbagai kelompok masyarakat, diantaranya :
Pertama, otonomi dikaitkan semata-mata dengan uang. Otonomi diguanakan untuk
memenuhi dan mencakupi kehidupannya sendiri. Kedua, daerah belum siap dan belum mampu.
Hal ini keliru, karena pemerintah daerah sudah terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan
dalam

waktu

yang

sudah

sangat

lama

dan

berpengalaman

dalam

administrasi

pemerintahan.Ketiga, Pemerintah pusat akan melepaskan tanggung jawabnya untuk membantu


dan membina daerah. Pendapat ini salah, pemerintah pusat tetap bertanggung jawab memberi
dukungan dan bantuan kepada daerah, baik dukungan keuangan maupun penyelenggaraan
pemerintah. Setiap pemberian kewenangan dari pusat ke daerah harus diserati dana yang jelas
dan cukup,apakah berbentuk Dana Alokasi Umum atau Dana Alokasi Khusus. Keempat,
Daerah dapat melakukan apa saja. Daerah dapat menempuh segala bentuk kebijakan
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum dan UU yang berlaku secara nasional.
Disamping itu, kepentingan masyarakat merupakan landasan paling utama dalam mengambil
kebijakan. Kelima, Otda akan menciptakan raja-raja kecil di daerah dan memindahkan korupsi
kedaerah.Hal ini benar, jika pemerintah daerah menempatkan diri dalam kerangka sistem politik

orde baru. Untuk menghindari hal tersebut, pilar-pilar penegakan demokrasi dan masyarakat
madani.

2.8

Otonomi Daerah dan Pembangunan Daerah


Otonomi daerah diharapkan dapt mempercepat pertumbuhan dan pembangunan
daerah. Kebijakan sentralisasi pada masa lalu dampaknya sudah diketahui, yaitu adanya
ketimpangan antar daerah.
Terdapat faktor-faktor prakondisi yang diharapkan pemerintah daerah, antara lain :

1.

Fasilitas
Pemerintah berfungsi memgasilitasi segala kegiatan di daerah, terutama dalam bidang
perekkonomian.Segala bentuk perizinan sebaiknya dipermudah dan fasilitas perpajakan yang
merangsang penanaman modal. Hal ini merupakan langkah tepat untuk menciptakan lapangan
pekerjaan sehingga pengangguran dapat berkurang.

2.

Pemda harus kreatif


Kreatif disini salah satunya mencari sumber dana ( dari DAU atau dari Pendapatan Asli
Daerah ) dan mengalokasikannya secara cepat, adil dan profesional. Menciptakan keunggulan
komparatif bagi daerahnya, sehingga pemilik modal tertarik untuk menanamkan modalnya.
Menarik DAK dari pemerintah pusat .

3.

Politik lokal yang stabil


Untuk menciptakan ini harus melalui transparansi dalam pembuatan kebijakan publik dan
akuntabel dalam pelaksanaannya.

4.

Pemda harus menjamin kesinambungan berusaha


Kalangan pengusaha asing dan domestik sering kali terganggu dengan sikap kalangan
politisi dan birokrasi daerah yang mencoba mengubah apa yang sudah disepakati sebelumnya.
Hal itu berdampak dunia usaha merasa tidak terlindungi dalam kesinambungan usahanya.

5.

Pemda harus komunikatif dengan LSM / NGO, terutama dalam bidang perburuhan dan
lingkungan hidup
Pemda dituntut memahami semua aspirasi yang berkembang di kalangan perburuhan.
Pemda

hendaknya

menjadi

jembatan

antar

kepentingan

dunia

aspirasi buruh.Pemda juga harus sensitif dengan isu-isu lingkungan hidup.


2.9

Otonomi Daerah dan Pilkada Langsung

usaha

dengan

Pilkada yaitu pemilihan kepala daerah Dan wakilnya yaitu pemilihan Gubernur dan
wakilnya maupunpemilihan Bupati dan wakilnya yang merupakan perwujudan pengembalian
hak-hak rakyat dalam memilih pemimpin di daerah.Pilkada langsung merupakan instrumen
politik dari rakyat dalam kerangka kepemimpinan kepala daerah. Legistimasi adalah komitmen
untuk mewujudkan nilai-nilai dan norma-norma yang berdimensi hukum, moral, dan sosial.
Seorang kepala daerah yang memiliki legitimasi adalah kepala daerah yang terpilihdengan
prosedur yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan serta melalui proses kampanye
dan pemilihan yang demokratis dan sesuai dengan norma-norma sosial dan didukung suara
trerbanyak.
Penyelenggara pilkada harus memenuhi beberapa kriteria :
1.

Langsung
Rakyat mempunyai hak memberikan suaranya secara langsung dengan hati nuraninya,
tanpa perantara.

2.

Umum
Pemilihan berlaku bagi semua warga negara, tanpa deskriminasi suku, ras, agama,
golongan,kedaerahan,pekerjaan,dll

3.

Bebas
Warga negara bebas menentukan pilihannnya tanpa tekanan dari siapapun.

4.

Rahasia
Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin pilihannya tidak akan diketahui orang lain
dengan cara apapun.

5.

Jujur
Setiap penyelenggara pilkada, aparat pemerintah,calon / peserta pilkada,pengawas,
pemantau, pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

6.

Adil
Setiap pemilih dan peserta pilkada mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari
kecurangan pihak manapun.
Dari beberapa penilitian ditemukan hubungan antara prakondisi demokrasi dan efektivitas
pemilihan langsung yang terbentuk tidak bersifat linear melainkan hubungan timbal balik. Jika
prakondisi demokrasi buruk, pemilihan langsung kepala daerah kurang efektifdalam
peningkatan demokrasi, begitu juga sebaliknya.

2.10

Kelebihan dan Kelemahan Pilkada Langsung


Kelebihan diadakannya pilkada langsung adalah kepala daerah terpilih akan memiliki
mandat dan legitimasi yang samngat kuat, kepala daerah terpilih tidak perlu terikat pada
konsesi partai-partai atau faksi-faksi politik yang telah mencalonkannya, sistem pilkada
langsung lebih akuntabel karena adanya akuntabilitas politik, Check and balancesantara
lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih berjalan seimbang, kriteria calon kepala daerah
dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan memberikan suaranya, pilkada langsung
sebagai wadah pendidikan politik rakyat, kancah pelatihan dan pengembangan demokrasi,
pilkada langsung sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan, membangun stabilitas poilitik
dan mencegah separatisme, kesetaraan politik dan mencegah konsentrasi di pusat.
Beberapa kelebihan dalam penyelenggaraan pilkada langsung antara lain sebagai
berikut :

1.

Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan
presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara
langsung.

2.

Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah
diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing
sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

3.

Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat .Ia menjadi
media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk
kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar
sesuai nuraninya.

4.

Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan


otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin
lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam
mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.

5.

Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan


nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah
penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya

beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu
2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.
Sedangkan kelemahan pilkada langsung antara lain : Dana yang dibutuhkan, membuka
kemungkinan konflik elite dan massa, aktivitas rakyat terganggu.
Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan penyelewengan
penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para bakal calon seperti :
1.

Money politik
Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap pelaksanaan
pilkada.Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah,
maka dengan mudah mereka dapat diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di
lingkungan desa Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut. Yaitu salah
satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada masyarakat dengan syarat harus
memilih bakal calon tertentu. Tapi memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan
masih rendahnya tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat diperalat
dan diatur dengan mudah hanya karena uang.
Jadi sangat rasional sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang
banyak. Karena untuk biayaini, biaya itu.

2.

Intimidasi
Intimidasi ini juga sangat bahaya. Sebagai contoh yaitu pegawai pemerintah melakukan
intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng dari
aturan pelaksanaan pemilu.

3.

Pendahuluan start kampanye


Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas aturan-aturan yang
berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk,
selebaran. Sering juga untuk bakal calon yang merupakan kepala daerah saat itu melakukan
kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi ketika mendekati
pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang memimpin dulu. Selain itu media TV lokal
sering digunakan sebagi media kampanye. Bakal calon menyampaikan visi misinya dalam
acara tersebut padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.

4.

Kampanye negatif
Kampanye negatif ini dapat timbul karena kurangnya sosialisasi bakal calon kepada
masyarakat. Hal ini dikarenakan sebagian masyarakat masih kurang terhadap pentingnya
informasi. Jadi mereka hanya manut dengan orang yang di sekitar mereka yang menjadi

panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah pada munculnya fitnah yang dapat merusak
integritas daerah tersebut.

2.11
2.11.1

Kelebihan dan Kelemahan Otonomi Daerah


Kelebihan Otonomi Daerah
Kelebihan otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka
pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada
di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon
tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri.
Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari
pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan
daerah serta membangun program promosikebudayaan dan juga pariwisata
Dengan melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah
akanlebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cinderung lebih
menegetikeadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-potensi yang ada di daerahnya
daripadapemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua program beras miskin yang
dicanangkanpemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena sebagian penduduk
disana tidakbisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi sagu, maka pemeritah
disana hanyamempergunakan dana beras meskin tersebut untuk membagikan sayur, umbi,
danmakanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu, denga system otonomi
daerahpemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu
saatitu, yanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat.

2.11.2

Kelemahan Otonomi Daerah


Kelemahan dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum
di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti
korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak
sesuai dengan konstitusi Negara yang dapatmenimbulkan pertentangan antar daerah satu
dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan
Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system
otonomi daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di
daerah, selain itu karenamemang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah
pusat tidak begituberarti.

Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang


dapat memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi
pariwisata, maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul persaiangan
binis antar daearah. Selain itu otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau
jauh antar daerah. Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan
sedangkan daerah yang pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada
pembangunan.Hal ini sudah sangat menghawatirkan karena ini sudah melanggar pancasila sila
ke-lima, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

BAB III
PENUTUPAN
3.1

Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Otonomi adalah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk kreatif
dan inovatif dalam rangka memperkuat NKRI dengan berlandaskan norma kepatutan dan
kewajaran dalam tata kehidupan bernegara.
Visi otonomi daerah dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yaitu politik, ekonomi,
sosial dan budaya.
Peraturan perundang-undangan pertama yang mengatur pemerintahan daearh pasca
proklamasi kemerdekaan adalah UU No. 1 tahun 1945. kemudian diganti dengan UU No. 22
tahun 1948. UU ini, muncul beberapa UU tentang pemerintah daerah, yaitu UU No 1 tahun
1957, UU No 18 Tahun 1965 dan UU No. 5 Tahun 1974. Tiga tahun setelah implementasi UU
No.22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap UU yang berakhir pada lahirnya
UU No.32 Tahun 2004 juga mengatur tentang pemerintah daerah.

Prinsip-prinsip

pelaksanaan

otonomi

daerah

yang

adalah

sebagai

berikut

Memperhatikan aspek demokrasi, keadilan pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman


budaya,didasarkan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, harus sesuai dengan
konstitusi negara, lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, meningkatkan peranan dan
fungsi badan legislatif daerah, pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi
, pelaksanaan asas tugas pembantuan .
Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara
kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Pemerintah pusat memiliki kewenangan
mengawasi daerah otonom, tetapi pengawasan ini diimbangi dengan kewenangan daerah
otonom yang lebih besar atau sebaliknya, sehingga terjadi keseimbangan kekuasaan.
Menurut UU No. 22 Thun 1999, Bupati dan Wali kotadipilih dan diberhentikan oleh
DPRD, tetapi secara administratif di lakukan oleh presiden. Sedangkan UU No. 32 Tahun 2004,
kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui pilkada langsung. Sebelas kewenangan
wajib diserahkan kepada daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota, yaitu :
pertanahan, pertanian, pendidikan dan kebudayaan, tenaga kerja, kesehatan, lingkungan hidup,
pekerjaan umum, perhubungan, perdagangan dan industri, penanaman modal, dan koperasi.
Beberapa kesalhpahaman mengenai pelaksanaan otonomi daerah :Pertama, otonomi
dikaitkan semata-mata dengan uang. Kedua, daerah belum siap dan belum mampu. Ketiga,
Pemerintah pusat akan melepaskan tanggung jawabnya untuk membantu dan membina
daerah. Keempat, Daerah dapat melakukan apa saja. Kelima, Otda akan menciptakan raja-raja
kecil di daerah dan memindahkan korupsi kedaerah.
Otonomi daerah diharapkan dapt mempercepat pertumbuhan dan pembangunan
daerah. Kebijakan sentralisasi pada masa lalu dampaknya sudah diketahui, yaitu adanya
ketimpangan antar daerah. faktor-faktor prakondisi yang diharapkan pemerintah daerah, antara
lain : fasilitas, pemda harus kreatif, Politik lokal yang stabil, pemda harus menjamin
kesinambungan berusaha, pemda harus komunikatif dengan LSM / NGO, terutama dalam
bidang perburuhan dan lingkungan hidup.
Pilkada yaitu pemilihan kepala daerah Dan wakilnya yaitu pemilihan Gubernur dan
wakilnya maupunpemilihan Bupati dan wakilnya yang merupakan perwujudan pengembalian
hak-hak rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Penyelenggara pilkada harus memenuhi
beberapa kriteria :Langsung,umum, bebas, rahasia, jujur,adil.

Kelebihan diadakannya pilkada langsung adalah kepala daerah terpilih akan memiliki
mandat dan legitimasi yang samngat kuat, kepala daerah terpilih tidak perlu terikat pada
konsesi partai-partai atau faksi-faksi politik yang telah mencalonkannya, sistem pilkada
langsung lebih akuntabel karena adanya akuntabilitas politik, Check and balancesantara
lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih berjalan seimbang, kriteria calon kepala daerah
dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan memberikan suaranya, pilkada langsung
sebagai wadah pendidikan politik rakyat, kancah pelatihan dan pengembangan demokrasi,
pilkada langsung sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan, membangun stabilitas poilitik
dan mencegah separatisme, kesetaraan politik dan mencegah konsentrasi di pusat.
Sedangkan kelemahan pilkada langsung antara lain : Dana yang dibutuhkan, membuka
kemungkinan konflik elite dan massa, aktivitas rakyat terganggu.
Kelebihan otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka pemerintah
daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di
masyarakat, kebijakan-kebijakan pemerintah akanlebih tepat sasaran. Kelemahan dari otonomi
daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan
tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain
itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang
dapatmenimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau
bahkandaerah dengan Negara, Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah
yang terkadang dapat memicu perpecahan.

3.2

Saran
Pemerintah pusat tetap harus mengatur dan menjalankan urusan di beberapa sektor di
tingkat kabupaten dan menjamin bahwa pemerintah lokal punya kapasitas dan mekanisme
bagi pengaturan hukum tambahan atas bidang-bidang tertentu danpenyelesaian perselisihan.
Selain itu, pemerintah pusat juga harus menguji kembali dan memperketat kriteria pemekaran
wilayah dengan lebih mengutamakan kelangsungan hidup ekonomi kedua kawasan yang
bertikai, demikian pula tentang pertimbangan keamanan.
Kalau perlu, sebaiknya pemerintah pusat membuat suatu lembaga independen ditingkat
daerah

untuk

mengawasi

jalannya

pemerintahan.

Tidak

hanya

mengawasi

dan menindak pelanggaran korupsi seperti yang tengah gencar dilakukan KPK, tetapi juga

mengawasi setiap kebijakan dan jalannya pemerintahan dimana lembaga ini dapat melaporkan
segala tidakan-tindakan pemeritah daerah yang dianggap merugikan rakyat didaerah itu sendiri.
Perlu adanya bentuk pengawasan yang baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat
sehingga jangan sampai terjadi berbagai kebijakan yang merusak lingkungan yang terjadi di
setiap

kabupaten

atau

kota yang

ada

di Indonesia.

Pemerintah

Pusat

harus

aktif

dalam melakukan pengawasan sehingga pembangunan yang berwawasan lingkungan dapat


dijalankan dengan baik oleh pemerintah Indonesia baik oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah.

Вам также может понравиться