Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Zakiah Daradjat, Perbandingan Agama, Jilid I, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 81-83
34
35
waktu orang sedang tidur atau mimpi. Dari sini kemudian dia menyimpulkan
adanya dua hal yang ada pada manusia yaitu kehidupannya dan bayangannya.
Kemudian pendapatnya meningkat pada uraiannya tentang soul.
Menurut E.B. Tylor, soul adalah gambaran, bayangan dari manusia yang
sangat lembut dan halus, seolah-olah uap. Soul tidak tergatung pada
pemiliknya baik dahulu maupun sekarang. Soul ini mempunyai kesadaran
pribadi yang dapat meninggalkan jasad atau badan dan dapat berpindah dari
satu tempat ke tempat lain. Soul ini tidak dapat dilihat, namun dapat
menyebabkan daya kekuatan fisik dan dapat muncul pada saat manusia, dalam
keadaan bangun atau terjaga (tidak tidur), maupun dalam keadaan tidur, dalam
bentuk seolah-olah seperti hantu atau setan. Soul ini sekalipun sudah
meninggalkan jasad atau badan lain baik manusia, hewan, maupun bendabenda, dan mampu menggerakkan yang ditempatinya. Definisi atau batasan
soul ini dapat digunakan untuk meneliti fenomena animisme pada semua
bangsa.
Mengenai spirit, diuraikannya bahwa setelah manusia meninggalkan,
maka soulnya pergi ke dunia atau alam spirit dan menjadi makhluk-makhluk
halus. Spirit dapat merasuk dan menempati benda-benda, kita harus mengingat
bahwa kepercayaan tentang fetish, fetishisme memberi pengertian adanya
spirit dan soul tersebut menimbulkan kepercayaan dan pemujaan serta
penyembahan terhadap arwah para leluhur, pemujaan terhadap patung-patung
dan benda-benda yang mempunyai jiwa.
36
leluhur
atau
dewa-dewa
mempunyai
pangkat-pangkat
37
Zakiah Daradjat, Perbandingan Agama Bagian I, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm. 81-
83.
3
Arkeologi adalah ilmu tentang kehidupan dan kebudayaan zaman kuno berdasarkan
benda peningglannya, seperti patung dan perkaks rumah tangga (ilmu purbakala). Lihat Tim
Penyusuhn Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, hlm. 63.
4
Etnografi adalah deskripsi tentang kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup; atau ilmu
tentang pelukisan kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup tersebar dimuka bumi. Lihat Sutan
Muhammad Zaen, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Yayasan Darma, tt, hlm. 309.
38
dalam
kebudayaan-kebudayaan
itu,
dan
kemudian
39
40
2. Peristiwa mimpi dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempattempat lain (bukan di tempat di mana ia sedang tidur). Maka manusia
mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada di tempat tidur, dan
suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke tempat-tempat lain. Bagian
lain itulah yang disebut jiwa.6
Dalam Ensiklopedi Agama dan Filsafat dijelaskan bahwa animisme
berasal dari kata anima artinya nyawa atau ruh. Di dalam artian teknis artinya
kepercayaan terhadap adanya ruh dan nyawa pada setiap isi alam ini. Manusia,
pohon, sungai, gunung atau lautan mempunyai nyawa atau roh. Inilah
animisme yang pertama kali diperkenalkan pertama kali oleh E.B.Tylor Tahun
1807. oleh karena itu kadang-kadang sukar dibedakanantara animisme dengan
politheisme. Animisme itu meliputi berbagai kepercayaan.7
(1) Di dunia ini tidak ada benda yang tidak berjiwa; (2) Yang terpenting
adalah jiwa dan bukan benda (materi) karena tanpa jiwa maka semuanya akan
mati; (3) Matahari, bulan, bintang bergerak dan bercahaya karena mempunyai
jiwa. Itulah sebabnya ia menganggap animisme adalah paham, semua benda
mempunyai roh.8
Sifat abstrak dari jiwa itu menimbulkan keyakinan pada manusia
bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas dari tubuh jasmaninya. Pada hidup,
jiwa itu masih tersangkut kepada tubuh jasmani, dan hanya dapat
meninggalkan tubuh waktu manusia tidur atau pingsan. Karena pada saat-saat
6
Kuntjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Dian Rakyat, 1977, hlm. 220.
Mochtar Effendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Entri A-B, Universitas Sriwijaya,
Palembang, 2000, hlm.256.
8
Ibid
7
41
serupa itu kekuatan hidup pergi melayang, maka tubuh dalam keadaan lemah.
Tetapi E.B. Tylor berpendirian bahwa walaupun sudah melayang, hubungan
jiwa dengan jasmani pada saat tidur atau pingsan tetap ada. Hanya apabila
manusia mati, jiwa maleyang terlepas, dan terputuslah hubungan dengan tubuh
jasmani untuk selama-lamanya. Hal itu jelas terlihat apabila tubuh jasmani
sudah hancur, berubah menjadi debu di dalam tanah atau hilang berganti
menjadi abu di dalam api upacara pembakaran mayat. Jiwa yang telah
merdeka terlepas dari jasmaninya itu dapat berbuat sekehendaknya. Alam
semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka itu, yang oleh E.B. Tylor tidak
disebut soul atau jiwa lagi, tetapi disebut spirit (makhluk halus atau roh).
Dengan demikian pikiran manusia telah mentransformasikan kesadarannya
akan adanya jiwa menjadi keyakinan kepada makhluk-makhluk halus.9
Pada tingkat tertua dalam evolusi agamanya, manusia percaya bahwa
makhluk-makhluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat
tinggalnya. Makhluk-makhluk halus yang tinggal dekat tempat tinggal
manusia itu, yang bertubuh halus sehingga tidak dapat tertangkap oleh panca
indera manusia, mendapat tempat yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, sehingga menjadi obyek penghormatan dan penyembahannya, yang
disertai berbagai upacara berupa doa, sajian atau korban. Agama serupa itulah
yang oleh E.B. Tylor disebut animism.10
42
E.E Evan Pritchard, Teori-Teori Tentang Agama Primitif, PLP2M, Pusat Latihan
Penelitian dan Pengembangan Masyarakat, Yogyakarta, 1984, hlm. 32.
43
12
Robert Brow, Asal Mula Agama (Religion, Original, Ideas), terj. Stanley Heath, Ruth
Rahmat, Iskandri K. Iskandar, Tonis, Bandung, 1986, hlm. 14.
13
Kebudayaan menurut Selo Soemarjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan
kebudayaan sebagai semua hasil karya rasa dan cipta masyarakat. Lihat Selo Soemarjan dan
Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, edisi Pertama, Yayasan Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1964, hlm. 113. lihat juga Soejono Soekanto, Sosiologi
Suatu Pengantar, CV Rajawali, Jakarta, 1984, hlm. 167.
44
tahun
kemudian
berkembang
dalam
ilmu
antropologi,
yaitu
Francisco Jose Moreno, Agama dan Akal Fikiran Naluri Rasa Takut dan Keadaan Jiwa
Manusiawi, terj. M. Amin Abdullah, CV Rajawali, Jakarta, 1989, hlm. 129.
15
Koenjtaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, Universitas Indonesia (UI Perss), Jakarta,
1987, hlm. 51.
45
16
46
47
leluhur
atau
dewa-dewa
mempunyai
pangkat-pangkat
48
17
81-83.
Zakiah Daradjat, Perbandingan Agama Bagian I, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hlm.
49
itu bergerak, apabila jiwa itu lepas dari tubuh berarti mati dan tubuh tidak
bergerak lagi.
2. Peristiwa mimpi
Bahwa ketika manusia itu tidur atau pingsan ia mengalami mimpi
di mana tubuh itu diam dan masih ada gerak (nafas), tetapi ia tidak sadar
karena sebagian dari jiwanya terlepas dan gentayangan ke tempat lain,
sehingga jiwa yang terlepas itu bertemu dengan jiwa yang lain, baik jiwa
manusia yang masih hidup atau yang sudah mati, mungkin juga dengan
jiwa makhluk yang lain. Kemudian setelah jiwa itu kembali ke dalam
tubuh maka ia menjadi sadar, ingat dan bergerak kembali.18
Dalam konteksnya dengan pendapat E. B. Tylor di atas yang
pembahasan utamanya mengenai animisme, maka yang paling merupakan hal
yang pokok adalah pada jiwa (soul) di mana orang-orang primitif sangat di
pengaruhi oleh dua hal yaitu pertama apakah yang menyebabkan manusia
hidup dan mati, demikian juga yang menyebabkan manusia tidak sadar
bangun atau terjaga, sakit dan mati. Kedua, apa yang muncul pada orang
sedang tidur atau mimpi. Dari sini kemudian dia menyimpulkan adanya dua
hal yang ada pada manusia yaitu kehidupannya dan bayangannya.19
Sebagai fenomena religius, animisme tampaknya bersifat universal,
terdapat dalam semua agama, bukan pada orang-orang primitif saja, meskipun
penggunaan populer dari istilah itu sering dikaitkan dengan agama-agama
18
50
kepercayaan
pada
makhluk-makhluk
adikodrati
yang
20