Вы находитесь на странице: 1из 21

LAPORAN KASUS REPRODUKSI

PYOMETRA PADA ANJING CILIPA


DI KLINIK 24 PRAKTEK DOKTER HEWAN BERSAMA
Drh. CUCU SAJUTHI, DKK

Oleh:
YOSIA ARAUNA S.KH
130130100111031

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.....................................................................................

ii

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................

1.1Latar Belakang.........................................................................
1.2Tujuan......................................................................................
1.3Manfaat....................................................................................

1
2
2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................

2.1Anatomi Organ Reproduksi Hewan Betina................................


2.2 Pyometra..........................................................................................................
BAB 3 PEMBAHASAN....................................................................
3.1Anamnesa................................................................................
3.2Gejala klinis..............................................................................
3.3Diagnosa dan Diagnosa Deferensial.........................................
3.4Pemeriksaan Pendukung..........................................................
3.5Pembahasan Kasus Pyometra...............................................
BAB 5 KESIMPULAN......................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................
LAMPIRAN......................................................................................

3
4
6
6
7
7
7
13
19
20
21

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organ genetalia pada hewan betina terbagi atas alat kelamin primer dan
sekunder. alat kelamin primer terdiri atas ovarium yang berfungsi membentuk
sel telur dan hormon-hormon betina, alat kelamin sekunder terdiri dari
oviduck, uterus, cervix, vagina dan vulva. Ambing juga sering disebut alat
kelamin tambahan karena alat tubuh ini sangat erat hubungannya dengan
pertumbuhan anak (Ressang 1984).
Uterus dalam keadaan fisiologi dapat memperlihatkan gambaran gambaran
yang berlainan seperti pada uterus yang bunting akan memperlihatkan mukosa
yang merah, karena pada keadaan tersebut uterus memerlukan banyak zat-zat
makanan untuk kehidupan foetus. Sesudah partus perubahan-perubahan pada
mukosa uterus sulit dibedakan antara radang kataral dan perubahan pasca
melahirkan. Anjing betina sering menderita endometritis sesudah partus atau
sesudah birahi, peradangan pada penggantung uterus terjadi karena
kontaminasi mikroorganisme pasca melahirkan atau pasca kopulasi dan
gangguan lainnya seperti pyometra.
Pyometra adalah penimbunan nanah dalam uterus yang disebabkan oleh
bakteri yang secara normal berada dalam uterus namun dalam keadaan
tertentu menjadi pathogen akibat dari pengaruh hormonal yang disebut dengan
endometritis atau pyometra. Pyometra terjadi sebagai salah satu konsekuensi
dari perubahan hormonal yang mengakibatkan terjadi perubahan pada lapisan
uterus. Pyometra merupakan kondisi yang sangat serius pada hewan mamalia
betina, keadaan ini dapat menyebabkan hewan infertil bahkan dapat
menyebabkan kematian (Ressang, 1984).
Hewan-hewan yang terserang pyometra memperlihatkan bermacammacam gejala patologis dan klinis yang berhungan erat dengan genitalia dan
penyakit-penyakit sistemik. Meskipun penyakit ini sudah lama ditemukan,
namun patogenesanya belum sepenuhnya dipahami, tetapi secara umum
hormon progesteron dan estrogen sangat berperan penting sebagai penyebab

pyometra walaupun tidak terlepas dari keterlibatan infeksi bakteri atau


mikroorganisme lainnya (Anonymous, 2007).
Secara umum pyometra dibagi dua yaitu: pyometra terbuka (open
pyometra) dan pyometra tertutup (closed pyometra). Pyometra terbuka mudah
didiagnosa secara klinis, hal ini terlihat dari nanah yang keluar dari uterus
melalui vulva. Sedangkan pyometra tertutup sangat sulit untuk didiagnosa,
karena yang terlihat hanya pembengkakan pada daerah abdomen, namun tidak
terlihat nanah yang keluar dari uterus dan biasanya hewan kelihatan lebih sakit
daripada pyometra terbuka karena penimbunan toksin di uterus, karena jumlah
toksin yang tidak dapat dikeluarkan tubuh meningkat akan membuat ginjal
bekerja lebih keras, jika tanpa perawatan yang baik hewan akan mati karena
gagal ginjal. Untuk mendiagnosa secara benar dapat dilakukan X-Ray atau
biopsy jaringan (Kirana, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah diagnosa penyakit reproduksi pada kasus hewan kecil
berdasarakan gejala yang nampak?
b. Bagaimana penanganan kasus reproduksi hewan kecil berdarakan diagnose
yang telah ditentukan dengan tepat?
1.3 Tujuan
a. Mendiagnosa penyakit reproduksi pada kasus hewan kecil berdasarakan
gejala yang nampak
b. Melakukan penanganan kasus reproduksi hewan kecil berdarakan diagnose
yang telah ditentukan dengan tepat

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi Organ Reproduksi Hewan Betina
Genetalia betina terdiri dari dua buah ovarium, dua buah tuba fallopii,
uterus, vagina dan vulva. Ovum yang dilepaskan dari ovarium dan diterima oleh
infundibulum lalu dibawa masuk ke toba fallopii, dimana pada saluran tuba
fallopii (ampula) terjadi proses fertilisasi dalam perjalanan ovum itu dari ovarium
menuju ke uterus. Di dalam uterus ovum yang telah dibuahi itu berkembang
menjadi embrio, kemudian berkembang menjadi foetus yang akhirnya keluar dari
uterus menuju saluran kelahiran (vagina dan vulva) sebagai neonatal (Frandson,
1993).
Uterus anjing berbentuk Y-shaped yang mempunyai dua cornua, setiap
ovarium terletak pada akhir masing-masing ujung tanduk dari uterus. Toksintoksin dan bakteri dapat menembus dinding uterus yang disebut septicemia,
beredar dalam pembuluh darah yang dapat berakhir dengan kematian (Anonimous
2007).
Ovarium

merupakan

organ

reproduksi

primer

yang

berfungsi

menghasilkan hormon yaitu hormon estrogen, progesteron dan relaksin


(Toelihere, 1987). Hormon ini berperan penting pada alat-alat reproduksi untuk
memelihara kebuntingan sampai melahirkan (Partodihardjo, 1987). Ovarium
terletak dibagian dorsal abdomen sampai ke ginjal kira-kira daerah vertebrae
lumbalis ketiga dan keempat. Ovarium mendapat suplai darah dari arteri ovarica
dan suatu cabang dari arteri utero ovarica (Archibald, 1974).
Uterus mempunyai fungsi penting dalam proses reproduksi yang dimulai
dari hewan betina berahi sampai hewan tersebut bunting dan melahirkan. Uterus
mengalami perubahan-perubahan yang erat hubungannya dengan yang terjadi
pada embrio dan ovarium (Partodihardjo, 1987). Uterus terdiri dari cornua, corpus
dan cervix. Uterus terletak di dorsal dari vesica urinaria dan digantung atau
dipertahankan oleh mesometrium. Uterus menerima suplai darah dari arteri
uterina mediana, uteri utero ovarica dan suatu percabangan dari pudenda interna
(Frandson, 1992).

2.2 Pyometra
Pyometra berasal dari bahasa latin yaitu pyo yang artinya nanah dan
metra kandungan, jadi pyometra adalah infeksi yang disertai penimbunan nanah
yang menyebar didalam uterus (Anonimous, 2007). Menurut Ressang (1984),
pyometra adalah penimbunan nanah dalam uterus yang disebabkan oleh bakteribakteri yang secara normal berada dalam uterus namun dalam keadaan tertentu
menjadi pathogen akibat dari pengaruh hormonal yang disebut dengan
endometritis atau pyometra. Pyometra terjadi sebagai salah satu konsekuensi dari
perubahan hormonal yang mengakibatkan terjadi perubahan pada lapisan uterus.
Pada hewan pasca estrus progesteron meningkat selama 8-10 minggu dan
menebalkan lapisan uterus untuk mempersiapkan lingkungan uterus yang sesuai
untuk kehidupan foetus. Jika kehamilan tidak terjadi karena beberapa hal, lapisan
tersebut akan terus menebal dalam bentuk nodul-nodul yang mengeluarkan cairan
kental sehingga menciptakan suasana lingkungan yang ideal di dalam uterus untuk
pertumbuhan bakteri.
Kejadian pyometra sangat sering terjadi pada anjing sesudah birahi, bila
dari anamnesa diketahui anjing tidak pernah kawin maka infeksi-infeksi sekunder
dari mikroorganisme yang secara normal hidup dalam uterus dianggap sebagai
causa penyebab pyometra. Mikroorganisme ini menyebabkan proses radang,
kemungkinan pyometra juga terjadi karena anjing yang estrus tidak terjadi
konsepsi. Gangguan ini menghasilkan kadar estrogen dalam darah anjing yang
berlebihan (hyperestrogen), dalam keadaan ini hanya sedikit leukosit yang menuju
ke dalam mukosa vagina dan mungkin inilah yang menyebabkan infeksi dalam
uterus mudah terjadi. Nanah dan hasil sekresi dari kelenjar-kelenjar uterina
menimbun di dalam uterus karena kontraksi uterus berkurang bahkan tidak terjadi.
Hal ini diduga karena peningkatan hormon progesteron yang mengganggu fungsi
bagian posterior kelenjar pituitarian (Ressang, 1984).
Secara umum pyometra juga sering terjadi pada hewan betina yang tua,
berupa pyometra tertutup dan terbuka yang tergantung pada jumlah nanah yang
terkandung didalam uterus. Leleran nanah pada vagina yang berbau khas sangat
jelas terlihat gejalanya pada pyometra terbuka. Pyometra tertutup ditandai dengat
tersumbatnya cervik uterus, pada kasus ini tidak adanya presentasi leleran dari

vagina sehingga indikasi dari pyometra sangat sulit ditentukan (Foster dan Smith,
2007).
Cervik uterus merupakan pintu masuknya mikroorganisme ke dalam
uterus yang selamanya tertutup, kecuali pada saat estrus. Bakteri yang normalnya
ditemukan didalam vagina dapat masuk dengan mudah pada saat terjadi estrus,
jika kondisi uterus normal bakteri yang masuk tidak akan bisa bertahan hidup, jika
kondisi dalam uterus tidak normal akibat adanya cystik kondisi didalam uterus
merupakan tempat yang sempurna untuk perkembangan bakteri.
Gejala klinis dari pyometra sangat tergatung pada kondisi cervik uterus
yang bersifat terbuka atau tertutup, jika bersifat terbuka nanah dari uterus akan
terlihat keluar melalui vagina dan bulu dibawah ekor terlihat kotor. Demam, lesu,
anoreksia dan stress dapat muncul pada hewan menderita pyometra. Jika cervik
uterus tertutup, maka nanah yang terbentuk didalam uterus tidak mampu mengalir
keluar melalui vagina sehingga nanah akan terakumulasi didalam uterus dan dapat
menyebabkan bengkak/penggelembungan pada daerah abdomen. Bakteri-bakteri
yang terdapat didalam uterus akan melepaskan toksin-toksin yang akan diserap
dan dibawah melalui sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan biasanya dapat berakhir
dengan kematian. Patogenesa penyakit ini pada hewan betina yang mengalami
pyometra tertutup berlangsung sangat akut, hewan akan memperlihatkan gejala
anoreksia, sangat lesu, depresi, muntah atau sering terjadinya diare (Kirana, 2007;
Reese, 2007; Dawson, 2006).

BAB 3. PEMBAHASAN
3.1 Anamnesa

Gambar 1. Anjing Cilipa (sumber: dokumen pripadi)


Signalement
Nama Hewan

: Cilipa

Jenis Hewan

: Anjing

Ras Hewan

: mix

Jenis Kelamin

: Betina

Warna Rambut

: Hitam

Berat Badan

: 9.45 kg

Umur

: 13 tahun

Mengeluarkan discharge vagina purulent selama seminggu terakhir, nafsu


makan menurun, terlihat tidak tenang, menjilat bagian vagina, pada bagian
perut terlihat membesar

3.2 Gejala klinis


6

Gejala klinisyang nampak adanya nanah dari uterus akan terlihat


keluar melalui vagina dan bulu dibawah ekor terlihat kotor. Suhu tubuh dari
anjing ini meningkat, lesu, anoreksia dan stress. (Kirana, 2007; Reese, 2007;
Dawson, 2006).
3.3 Diagnosa dan Diagnosa Deferensial
Palpasi abdomen anjing cilipa ini menunjukkan abdomen yang besar
dan kencang. Diagnosa mengarah pada Pyometra yang dipadukan dengan
gejala klini yang ada. Berdasarkan dari pengamatan luar kasus ini dapat
dikelirukan

dengan

kebuntingan

karena

kebuntingan

menyebabkan

pembesaran perut. Namun diagnosa dapat diperkuat dengan USG, Xray,


pemeriksaan darah (hematologi dan kimia darah), yang memberikan gambaran
leukositosis, kadang disertai dengan anemia, hypoalbuminemia darah
berkurang.
3.4 Pemeriksaan Pendukung
a. Hasil Keseluruhan Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Perawatan
Habitus/Tingkah laku
Gizi
Sikap berdiri
Ekspresi wajah
Adaptasi lingkungan
Suhu tubuh
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
Capillary Refill Time (CRT)
2. Kulit dan Rambut
Aspek rambut
Kerontokan
Kebotakan
Turgor kulit
Permukaan kulit
Bau Kulit
3. Kepala dan Leher
a. Inspeksi
Ekspresi wajah
Pertulangan wajah
Posisi tegak telinga
7

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

Baik
Tenang/Jinak
Baik
Tidak tegak
Bereaksi
Sikap bereaksi, respon menurut
38,5 oC
109x/ menit
41x/menit
2 detik

:
:
:
:
:
:

sedikit kusam
Tidak ada kerontokan
Tidak ada kebotakan
2detik
Pigmentasi normal
Bau khas kulit

:
:
:

Bereaksi
Kompak
Normal turun kebawah keduanya

Posisi kepala

Tegak

Mata dan Orbita Kiri


Palpebrae
Cilia
Konjunctiva

:
:
:

Membuka dan menutup sempurna


Melengkung keluar
Pucat, basah, tidak ada kerusakan

Mata dan Orbita Kanan


Palpebrae
Cilia
Konjunctiva

:
:
:

Membuka dan menutup sempurna


Melengkung keluar
Pucat, basah, tidak ada kerusakan

Bola Mata Kiri


Sclera
Kornea
Iris
Refleks pupil

:
:
:
:

Putih
Bening
Hitam
Dapat membesar dan mengecil dengan

Vasa Injection

sempurna
Tidak ada

Bola Mata Kanan


Sklera
Kornea
Iris
Refleks pupil

:
:
:
:

Putih
Bening
Terlihat hitam
Tidak dapat membesar dan mengecil dengan

Vasa Injection

sempurna
Tidak ada

Hidung dan Sinus


Bentuk pertulangan
Aliran udara
Cermin hidung

:
:
:

Simetris
Aliran udara bebas di kedua kavum nasal
Lembab

:
:

Tidak ada
Pink, basah, tidak ada kerusakan
.

:
:
:
:
:

Kebawah
Bau khas serumen, telinga sedikit kotor
Bersih, tidak ada luka
Tidak ada
Ada

:
:
:

Simetris
Teraba, tidak ada refleks batuk saat di palpasi
Tidak teraba

Mulut dan Rongga Mulut


Defek bibir
Mukosa
Gigi
Telinga
Posisi
Bau
Permukaan daun telinga
Krepitasi
Reflek panggilan
Leher
Perototan
Trakea
Esofagus

Kelenjar Pertahanan
Ln.Mandibularis
Ln. Retropharingeal
Ln.Axilaris
Ln.Prefemoralis
Ln.Popliteus

:
:
:
:
:

Tidak teraba
Tidak teraba
Tidak teraba
Tidak teraba
- Ukuran
- Lobulasi
- Perlekatan
- Konsistensi
- Kesimetrisan

:
:
:
:
:
:
:

Simetris
Costalis
Ritmis/ teratur
Kuat
41x/menit
Teraba
Tidak ada

:
:

Tidak ada reaksi kesakitan


Tidak ada reaksi kesakitan

:
:

Terdengar
Tidak ada

Darah
Inspeksi
Ictus cordis

Tidak teraba

Auskultasi
Frekuensi
Intensitas
Ritme

:
:
:

109x/menit
Kuat
Ritmis

4. Thoraks
a. Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks
Tipe pernapasan
Ritme pernapasan
Intensitas
Frekuensi
Trakea
Refleks batuk
Palpasi
Penekanan rongga thoraks
Penekanan M.

:Teraba
:Tidak berlobus
:Tidak melekat
:Kenyal
:Simetris

intercostalis
Auskultasi
Suara pernapasan
Suara ikutan
b. Sistem Peredaran

5. Abdomen dan Organ Pencernaan


Inspeksi
Ukuran rongga abdomen
: Tidak ada perbesaran
Bentuk rongga abdomen
: Simetris
Palpasi
Epigastrikus
Mesogastrikus

: Tidak ada reaksi kesakitan


: Tidak ada reaksi kesakitan
9

Hipogastrikus

: Ada reaksi kesakitan

Auskultasi
Suara peristaltik usus
Suara borboritmis

: Tidak terdengar
: Tidak terdengar

Anus
Daerah sekitar anus
Refleks sphincter ani
Kebersihan perineum

:
:
:

Alat Kelamin Betina


Mukosa vagina

Kelenjar mammae

Palpasi Struktur Pertulangan


Kaki kanan depan
Kaki kanan belakang
Kaki kiri depan
Kaki kiri belakang
Konsistensi pertulangan
Reaksi saat palpasi
Panjang kaki depan ka/ki
Panjang kaki belakang ka/ki
Reaksi saat palpasi otot

:
:
:
:
:
:
:
:
:

Bersih
Terdapat refleks mengkerut dan menghisap
Bersih
Rose,

licin,

mengkilat,

basah,

discharge purulent
Berukuran normal dengan konsistensi lembek
pada semua bagian ambing.
Tegas, kompak, lurus
Tegas, kompak, lurus
Tegas, kompak, lurus
Tegas, kompak, lurus
Keras
Tidak ada reaksi kesakitan
Sama panjang, simetris
Sama panjang, simetris
Tidak ada rasa sakit

b. Pemeriksaan Darah
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Anjing Cilipa
Parameter
Hematologi
WBC
RBC
Hb
HCT
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Granulosit

Hasil

Interpretasi

Satuan

Normal
Anjing

51,2
4,48
9,4
28,6
63,8
21
32,9
311
4,4
1,1
6
90

103/L
106/L
g/dL
%
fL
Pg
g/dL
103/L
%
%
%
%

6-17
5.5-8.5
12-18
37-55
60-77
19.5-24.5
32-36
200-500
12-30
3-10
2-10
60-80

10

keluar

Limfosit
Monosit
Eosinofil
Granulosit
RDW
PCT
MPV
PDW
Kimia Darah
AST/SGOT
ALT/SGPT
Ureum (BUN)
Kreatinin
Total Protein
Albumin
Globulin
Ratio A:G
Total Bilirubin
Alkalin
Phosphatase

2,3
0,5
2,3
46,1
14,1
0,08
5,3
16,8

44
63
25,7
0,71
8
1,8
6,2
0,29
0,163
321

103/L
103/L
103/L
103/L
%
%
fL
%

1-4.8
0.15-1.35
0.01-1.25
3.5-14
12-16
0-2.9
6.7-11
0-50

U/L
U/L
mg/dL
mg/dL
g/dL
g/dL
mg/dL
U/L
mg/dL
U/L

8.9-48.5
8.2-57.3
10-20
1-2
5.4-7.5
2.6-4.0
2.7-4.4
0.6-1.1
0,07-0,61
10.6-100.7

3.5 Pembahasan Kasus Pyometra


Berdasrakan temuan klinis yang nampak terlihat adanya discharge
purulent yang dari vagina dan berdasrkan hasil dari pemeriksaan darah annjing
cilipa menunjukkan adanya leukositosis, anemia regenerative yang dapat
dilihat dari penurunan RBC dan Hb sedangkan kadar trombosit dalam darah
normal, hal ini menunjukkan bahwa sumsung tulang belakang masih dapat
berfungsi. Dari hasil kimia darah menunjukkan peningkatan kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin yang biasa disebut azotemia, adanya
peningkatan kadar protein dengan peningkatan kadar globulin dan penurunan
kadar albumin, hal ini dapat terjadi akibat dari adanya infeksi, dan juga adanya
peningkatan kadar ALP yang menunjukkan adanya kerusakan pada organ hati.
Terapi

Ovariohisterectomy
Roxine
Flagyl
Synulox
R/ Bio ATP tab, Curcuma tab, Imboost tab

11

R/ Orbumin
R/ Clavamox syr

Salep bonty

Tabel 4. Perawatan dan Pengobatan Pre Operasi dan pasca operasi


Tgl
20/2/
15
21/2/
15

22/2/
15

23/2/
15

24/1
2/15

Gejala Klinis/Data
Sore (17:00)
BB : 9,45 kg , T :,
Keluar lendir dari vagina
Pagi
Puasa pre operasi, urinasi baik,
discharge purulent dari vagina,
muntah T: 38.3C, selaput lendir semu

Ma
-

Mi
-

De
-

Malam:
Operasi Pyometra
Pagi
T: 37,6 C, disuap GI blend baik, lesu,
abdomen tegang, BCS 4, SL rose,
belekan, balutan baik
Sore
T: 38 C, disuap GI blend baik, tidak
terlalu lesu, katarak, abdomen
tegang , ASI (+), ada yang asinya
kecoklatan, discharge vulva purulent
(+), jantung baik, nafas sedikit
panting, pilek serous, bersin, pilek
purulent sedikit.
Pagi
T: 38,3C, vomit (-), discharge vulva
(+) mucous, tumor mamae, mata
kanan kiri katarak, plester kering,
tidak terlalu lesu
Sore
T: 38,4C, vomit (-), discharge (-),
tumor mamae di semua putting, ASI
(+) di semua putting, plester kering,
abdomen tegang, agak lesu, bersin (+)
Pagi
T:38,5oC, discharge vagina (+), lesu,
plester dilepas, jahitan baik, ASI (++),
tumor mamae (+), SL pucat

12

GI
blend
disuap

GI
blend
disuap

Uri
Terapi
normal- Roxine
- Biodin
normal - Flagyl

- IV cath
- Synulox
- HemBio @0,9cc
Malam: Flagyl

normal - Synulox
- HemBio @0,9cc
- Orbumin 2 cap
Malam:
Flagyl
terakhir

- Synulox
- HemBio @0,9cc
- Obat Oral
- R/ Bio ATP tab,
Curcuma tab,
Imboost tab
- R/ Orbumin
- R/ Clavamox syr
Treat luka

Hasil pemeriksaan fisik anjing Cilipa adanya rasa sakit saat palpasi bagian
abdomen, terdapat discharge purulent dari vagina. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan adalah pemeriksaan hematologi dan kimia darah dan usg untuk
membantu penegakan diagnosa. Diagnosa sementara mena garah pada pyometra.
Diagnosa terbaik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya pyometra adalah
dengan melakukan ultrasonografi (USG) dan radiografi. Apabila dilakukan
ultrasonografi, maka akan terlihat adanya cairan dalam uterus dan disertai dengan
penebalan pada dinding uterus. Sedangkan apabila dilakukan radiografi akan
tampak adanya bentukan tubuler yang berisi cairan, terletak diantara colon
decenden dan vesika urinaria (Lapote, 2010). Pada kasus anjing Cilipa hanya
dilakukkan metode diagnosa USG.

Gambar 2. Hasil USG anjing Cilipa, menunjukkan ada timbunan cairan


pada uterus (sumber: dokumen pribadi)

Uterus yang mengalami pyometra memiliki pertambahan diameter lumen


oleh akumulasi cairan yang bersifat anechoic dan umumnya dinding uterus
bertambah tebal hingga 2 mm serta bersifat hyperechoic akibat peningkatan
vaskularisasi dan aktivitas sekresi kelenjar. Kebuntingan merupakan diferensial
diagnosis yang paling penting pada hewan dengan kasus pyometra (August, 2006;
Zambelli et al., 2002). Nelson dan Couto. (1998) menyatakan bahwa pemeriksaan
abdominal USG dapat menunjukkan pyometra dengan jelas dan dapat
mengesampingkan diagnosis kebuntingan (Noviana, 2008)
Pada anjing Cilipa gejala klinis antara lain adanya penurunan nafsu makan,
depresi, lesu, dan perut membesar dengan adanya leleran vagina. Hasil
pemeriksaan darah anjing Cilipa antara lain jumlah sel darah putih sangat tinggi
13

dibandingkan kisaran normal. Leleran pada vagina dapat bersifat purulen (nanah),
(Smith 2006).
Berdasarkan

hasil

uji

hematologi,

didapatkan

anjing

mengalami

leukositosis, anemia regenerative yang ditandai dengan menurunnya RBC dan


HTC dan Hb. Dari hasil kimia darah terjadi azotemia yang ditandai dengan
peningkatan kadar BUN, penurunan kadar kreatinin, peningkatan kadar protein
dan globulin, penurunan kadar albumin dan juga peningkatan kadar ALP (Lika,
2009)
Mekanisme terjadinya pyometra dapat terjadi akibat gangguan hormonal
dan infeksi bakteri. Gangguan hormonal berupa exposure estrogen yang tinggi
dan diikuti dengan tingginya progestreon yang berlangsung secara berulang-ulang
tanpa adanya kebuntingan maka akan menyebabkan terjadinya Cystic Endometrial
Hiperplasi. Pyometra akibat infeksi bakteri terjadi pada saat hewan mengalami
menstruasi dimana pada saat ini cairan yang dikeluarkan merupakan media yang
baik untuk perkembangbiakan bakteri sehingga saat servix terbuka bakteri akan
masuk.Selain itu produksi progesteron menyebabkan menurunnya resistensi
terhadap bakteri karena terhambatnya white blood cell (WBC) di dalam uterus,
sehingga menambahkan dukungan terhadap infeksi bakteri (Hagman R, 2004;
Smith, 2006).
Peningkatan progesteron dapat terjadi oleh adanya corpus luteum persisten
yang tetap bertahan dalam waktu yang lama walaupun tidak ada kebuntingan. Saat
bunting corpus luteum akan dipertahankan sehingga progesteron akan terus
dihasilkan untuk mempersiapkan kondisi yang sesuai untuk fetus pada uterus.
Tetapi bila tidak terjadi kebuntingan corpus luteum akan mengalami regresi untuk
dapat melanjutkan siklus estrus yang normal. Corpus luteum persisten bisa
disebabkan karena adanya gangguan pada pengeluaran hormon prostaglandin
yang

dihasilkan

endometrium.

Hormon

prostaglandin

berfungsi

untuk

meregresikan corpus luteum saat tidak terjadi kebuntingan. Adanya corpus luteum
persisten menyebabkan hormon progesteron terus dihasilkan. Pyometra terjadi
sebagai salah satu konsekuensi dari perubahan hormonal yang mengakibatkan
terjadi perubahan pada lapisan uterus (Smith, 2006).

14

Adanya leukositosis pada hasil hematologi karena progesteron merupakan


hormon yang siap dan dominan selama fase estrus ketika servik masih terbuka,
inilah waktu peningkatan resiko infeksi bakteri. Ketika hewan sedang mengalami
estrus, bagian serviks sedang terbuka sehingga memungkinkan bakteri-bakteri
disekitar alat kelamin betina bisa masuk ke dalam uterus. Pada saat estrus cairan
yang dikeluarkan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan
bakteri masuk ke dalam uterus (ascendens infection). Leukosit akan mati dan
terakumulasi sebagai nanah. Nanah dan sekresi kelenjar uterin yang tertimbun di
dalam uterus tidak dapat dikeluarkan karena kadar progesteron yang tinggi
mengakibatkan negatif feedback pada kelenjar pituitari anterior sehingga kadar
esterogen rendah dan kontraksi uterus berkurang. Hal tersebut menyebabkan
nanah yang terbentuk akan tertimbun dalam uterus (Hagman, 2004). Apabila
kasus telah lama dan sudah terjadi infeksi umum, kemungkinan adanya gangguan
fungsi hati dan ginjal dalam kasus ini dapat terjadi. Hal ini dapat juga diketahui
dari pemeriksaan kimia darah, dimana terjadi peningkatan nilai serum glutamic
pyruvic transaminase (SGPT) serta nilai ureum. Berdasarkan hasil pemeriksaan
kimia darah anjing Cilipa menunjukkan nilai serum glutamic pyruvic
transaminase (SGPT) berada diatas batas normal, artinya bahwa fungsi hati sudah
mulai terganggu. Hasil kimia darah juga menunjukkan terjadinya peningkatan
nilai ureum, artinya bahwa fungsi ginjal sudah mulai terganggu.
Pada kasus anjing Cilipa penanganan pyometra terbuka dilakukan operasi
pengangkatan saluran reproduksi (ovariohisterektomi). Pada saat operasi,
antibiotik berspektrum luas diberikan untuk mencegah sepsis. Menurut Gabor
(1999) Penanganan yang dapat dilakukan untuk yang uterusnya masih berfungsi
normal adalah diberikan prostaglandin dan antibiotik. Prostaglandin berfungsi
meningkatkan kontraksi miometrium dan merelaksasikan serviks sehingga cairan
yang berada di uterus dapat dikeluarkan (Gabor et al. 1999). Antibiotik yang
diberikan pada anjing Cilipa adalah Synulox yang merupakan kombinasi
antibiotik amoxicillin dan asam clavulanat yang bekerja terhadap bakteri gram
positif, gram negatif aerob dan anaerob obligat. Dosis pemberian amoxicillin
clavulanat adalah 12,5-20 mg/kg s8-12j.

15

Gambar 3. Cornua uteri anjing Cilipa


(Sumber: Dokumen pribadi)
Penanganan post operasi anjing cilipa adalah dengan diberi obat-obatan
diantaranya Roxin, Flagyl, Roxine mengandung Enrofloxacin (dosis 2,5 mg/kg
berat badan setiap 12 jam), merupakan antimikroba dengan spektrum aktivitas
luas. Roxine efektif terhadap infeksi pada saluran pemafasan, pencemaan, kemih
pada unggas. Roxine bekerja dengan cara menghambat kerja enzim DNA-gyrase
yang penting bagi proses perbanyakan bakteri. Obat oral antara lain Bio ATP,
Flagyl adalah antibiotik yang mengandung zat aktif metronidazole. Flagyl
mempunyai spektrum antibakteri yang spesifik terhadap bakteri anaerobik
Curcuma, Imboost, Orbumin, Clavamox syr. Untuk pengobatan luka jahitan
menggunakan Salep bonti.

16

BAB 4. KESIMPULAN
Pyometra adalah suatu infeksi/peradangan pada uterus hewan betina, yang
menyebabkan bermacam-macam gejala patologis dan klinis yang berhungan erat
dengan alat genitalia dan penyakit-penyakit sistemik. Pyometra dikelompokkan
menjadi dua yaitu: pyometra terbuka (open pyometra) dan pyometra tertutup
(closed pyometra).
Penanganan pyometra dapat dilakukan dengan tindakan yang paling tepat
adalah dengan melakukan tindakan ovariohysterectomy pada hewan yang tidak
produktif lagi untuk mencegah terjadinya pyometra.

17

DAFTAR PUSTAKA
Feldman EC, Nelson RW. 2004. Canine and Feline Endocrinology and
Reproduction. Ed ke-3. U SA: Saunders.
Gabor G, Siver L, Szenci O. 1999. Intravaginal prostaglandin F2 alpha for the
treatment of metritis and pyometra in the bitch. Acta Vet Hung47:103108.
Lika E., Rapti D., Turmalaj L., Gjino P, Robaj A., 2009. Medical And Surgical
Treatment Of Pyometra In Dogs. Macedonian Journal of Animal Science,
Vol. 1, No. 2, pp. 391394 (2011). ISSN 1857 7709. UDC: 636.7.09 :
618.14
Noviana D., March W.G., dan Choliq C., 2008. Diagnosis Ultrasonografi untuk
Mendeteksi Gangguan pada Uterus Kucing (Felis catus). Vol. 24, No. 1.
Bagian Bedah dan Radiologi, Fakultas Kedokteran Hewan-Institut Pertanian
Bogor (FKH -IPB)
Pretzer. S.D., 2008. Clinical presentation of canine pyometra and mucometra: A
review. Theriogenology 70: 359363
Ressang. 1984. Patologi khusus veteriner. Bali-Press, Bali.
Smith FO. 2006. Canine pyometra. Theriogenology 66:610-612.

18

LAMPIRAN

19

Вам также может понравиться