Вы находитесь на странице: 1из 47

KASUS

AIKOS DURG LESSON


Page 1
Aiko, a fourth grade medical student, is a internship in a teaching hospital. This
morning, Aiko met three patients in the Emergency Room. The first patient was
conscious but looked hardly breath. The second patient was a fatigue little boy who has
been through several convulsion attacks, and the third patient with the IV line looked
very ill. Aiko studied the medical record of each patient. The first patient was
administered drug per oral, the second was per rectal and the third was parenteral
through the IV line. Aiko throught that the drug administration for those patients was
related to both onset of action and the drug pharmacokinetic which she has already
learned. Aiko also noticed from the laboratory report that the third patient had a problem
with the liver so that it could not metabolize the drug properly.
Page 2
Two hours latter, Aiko observed that the first patient was still having difficulty in
breathing so that the doctor in charge gave him a receptor agonis by inhalation. The
doctor gave the medicine by inhalation because of rapid onset of action. The second
patient was no longer in a convulsion attack, so that he was be able to go home.
However, the third patient got some rash on his upper and lower extremities. The doctor
said to Aiko that the rash was probably because of hypersensitivity reaction due to the
drugs adverse effect. He was then hospitalized.
In the afternoon, after Aiko and the doctor finally finished the duty, they discussed
the patients problem and their rational medications.

LEARNING PROGRESS REPORT

Hari/Tanggal : Senin, 08 Februari 2010


Kasus

: Farmakologi, halaman 1

Nama Tutor : Maman SF. Ssi. M.Biomed


Grup

: A-1

Terminologi
1. Peroral
2. Perrektal
3. Parenteral
4. IV (IntraVena)
5. Farmakokinetik
6. FPE
7. OOA
Problem
1. Mengapa pemberian obat pada pasien dapat berbeda-beda (peroral, perrektal,
parenteral) ?
2. Apa indikasi dari cara-carapemberian obat ?
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari ketiga cara pemberian obat tersebut ?
4. Apa perbedaan dari ketiga cara pemberian obat tersebut ?
5. Bagaimana proses metabolisme obat dalam tubuh dari ketiga cara pemberian obat
tersebut ?
6. Apa saja yang berperan dalam absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat ?
7. Apa saja organ yang berperan dalam ADME obat ?
8. Bagaimana kadar kerja obat aktif dalam darah (bioavailabilitas) ?
9. Apa yang dimaksud dengan Onset Of Action ?
10. Apa yang dimaksud dengan Duration Of Action ?
2

11. Apa yang dimaksud dengan farmakokinetik ?


12. Bagaimana efek yang ditimbulkan dari kerja obat apabila terdapat gangguan fungsi
organ (hati) ?
13. Apa yang dimaksud dengan First Pass Elimination (FPE) ?
14. Mengapa obat dapat terjadi eliminasi pada kadar obat ?
15. Bagaimana interaksi obat terhadap tubuh secara farmakokinetik ?

Hipotesis
Pemberian Obat yang berbeda tergantung pada kesadaran pasien. Pemberian obat
secara intravena dapat memberikan efek yang lebih cepat.
Nasib obat dalam tubuh disebut farmakokinetik.
Sedangkan nasib tubuh terhadap obat disebut farmakodinamik.
Untuk mencapai targetnya, obat mengalami ADME di dalam tubuh.

Mekanisme
More Info
Tidak ada

I Dont Know
1. Farmakokinetik
a. Cara pemberian obat
b. ADME
c. Interaksi obat
d. Interpretasi parometer
2. Farmakodinamik
3. Respon obat individual
4. Pengobatan Rasional
5. Efek samping obat
3

Learning Issues
IDK
1. Farmakokinetik

LI
A1. Definisi

A. Cara Pemberian obat

A2. Perbedaan

B. ADME

A3. Keuntungan dan Kerugian

C. Interaksi obat
D. Interpretasi parometer

B1. Definisi
B2. Organ yang terlibat
B3. Biotransformasi obat
-

Enzim yang terlibat

Obat

Metabolism lintas pertama

Hasil metabolit
(aktif, inaktif, toksik)

C.

Interaksi

obat

yang

terjadi

pada

farmakokinetik
D1. Waktu paruh
D2. Clearence
D3. Volume distribusi
D4. Ikatan protein
D5. Bioavailabilitas

2. Farmakodinamik

D6. Eliminasi melalui ginjal


21. Mekanisme kerja obat
22. Reseptor obat
23. Transmisi sinyal biologis
24. Interaksi obat-reseptor
- Ikatan obat-reseptor
4

- Hubungan antara obat-reseptor


- Hubungan antara dosis obat dan
respon
klinis
-

Hubungan dosis obat-persen

responsif
25. Antagonisme
26. Kerja obat yang tida diperantarai
reseptor
27. Parameter variable
- kadar terapi
- kadar maksimal
- steady state
- efek maksimal
- sensitivitas
- dosis muat
- dosis berulang
- dosis pemeliharaan
- interval dosis

3. Respon Obat Individual

28. Interaksi obat pada farmakodinamik


31. Faktor internal
- faktor farmakokinetik
- faktor farmakodinamik
32. Faktor eksternal
- kesalahan medikasi
- kepatuhan pasien

4. Pengobatan rasional
5. Efek samping obat

- mutu obat
5 tepat cara menentukan obat
51. Definisi
52. Klasifikasi
53. Mekanisme dan Faktor predisposisi
54. Definisi dan tujuan pharmacoviggilance
5

55. Sasaran tujuan

Mekanisme FARMAKOLOGI
Aiko,
mahasiswi kedokteran tingkat 4.
Berada dalam UGD,

Pasien 1
-Sadar, sulit bernafas
(IV)
-Obat per oral

Pasien 2
-kurang sadar, lemah

Pasien 3
-obat dengan infuse

-obat perectal

-bermasalah dgn hati

Farmakologi
Prinsip

farmakokinetik
a. Cara beri obat
b. proses ADME
C. interaksi obat
d. interpretasi parameter

Farmakodinamik
a. mekanisme kerja obat
b. reseptor obat
c. transmisi sinyal biologis
d. interaksi obat-reseptor
e. antagonism
f. kerja obat yang tidak
g. parameter variable

Pengobatan Rasional
(5 tepat cara menentukan obat-WHO)
Efek Samping Obat
a. definisi
b. klasifikasi
c.mekanisme dan
factor

predisposisi
h. interaksi obat pada
farmakodinamik

d. definisi dan tujuan


pharmacoviggilance
e. sasaran

tujuan
Respon Obat Individual
a. factor internal
b. factor eksternal

Pembagian IDK
1. Anggitia Nurlathifah Haque (5.1-5.4)
7

2. Dessy Eka Purnamasari (2.6-2.7)


3. Dody Eka Setiawan (1B1,1B3)
4. Ichsan Haldiansyah Putra (3.1,3.2)
5. Khaerunnisa Pratiwi (1D4-1D6)
6. Nigeli Tosaga Budianto (1B2,1C,5.5)
7. Novita (1A1-1A4)
8. Regia Puspa Astari (2.4-2.5)
9. Ria Zelvia Riyandini (2.8,4)
10. Ronauly Kurnia Tamba (1D1-1D3)
11. Yunia Zulanda (2.1-2.3)

Pembahasan Terminologi
Halaman 1
1. Peroral

: obat yang diminum melalui mulut, lambung disintegrasi disolusi.

2. Perrektal

: obat diberikan melalui anus (rectum).

3. Parenteral

: obat diberikan melalui suntikan (injeksi) secara intravena,

intaramuskular
4. IV (IntraVena)

dan subkutan.
: Pemberian obat dengan cara disuntikkan.
8

5. Farmakokinetik :

Farmakokinetik adalah apa yang dialami obat yang diberikan pada

suatu makhluk, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme(biotransformasi), dan ekskresi.

6. FPE

: First Past Elimination, metabolism lintas pertama obat adalah jalur

lintas obat yang utama


7. OOA

: Onset Of Action adalah waktu antara pemberian obat hingga efek

yang dihasilkan oleh obat.

Halaman 2
1. Reseptor Agonis

: obat tersebut menempel pada reseptor yang efeknya

seperti yang ditimbulkan oleh substansi endogen


2. Reaksi Hipersensitivitas

: suatu reaksi yang diberikan oleh tubuh akibat dari

respon imun
3. Pengobatan Rasional : Pengobatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu
yang efisien.

PEMBAHASAN IDK
1.

Farmakokinetik

A. Cara pemberian obat


Peroral

Sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya makanan di dalam lambung


Keuntungan;
1.pasien dapat melakukannya sendiri
2.tidak menimbulkan rasa sakit
3.dosis dapat diatur
4.apabila terjadi reaksi alergi pemberian dapat dihentikan
5.biaya lebih murah
9

Kerugian

1.diabsorbsi lama sehingga efek farmakologi lambat (melalui bbrp fase )


2.tidak dapat diberikan pada orang-orang yang tidak sadar
3.dapat mengiritasi saluran cerna
4.beberapa makanan dapat mempengaruhi absorbsi obat
Teknik pemberian
obat diminum melalui mulut, lambung disintegrasi disolusi. perbedaan secara
farmakokinetik obat ini mengalami metabolisme.

perenteral

Keuntungan
efek farmakologi cepat
dapat diberikan pada orang yg tidak sadar
Kerugian
menimbulkan rasa sakit
tidak dapat dilakukan sendiri
tidak dapat dihentikan bila terjadi reaksi alergi
biaya mahal

topical

Keuntungan
efek farmakologi cepat karena terlokasi pada tempat yang sakit.
efek sistemik minim karena tidak melalui sirkulasi hepatik.
Kerugian
timbul reaksi topical
sangat bergantung dari zat pelarutnya

Perenteral dan topical


obat disuntikkan atau diberikan pada bagian yang sakit absorbsi yg terjd dikapiler
alveoli aliran darah sistemik hepar. sebagian dikeluarkan melalui respirasi.
sublingual dikatagorikan dalam pemberian peroral tapi cara kerjanya perenteral
sebab langsung kesel sasaran.perectal dan pervaginam adalah cara pemberian yang
dilakukan pada organ-organ spesifik dan dilakukan dalam keadaan darurat.

B. ADME
4 tahap Obat dalam Tubuh
10

FARMAKOKINETIK
1. Definisi
Farmakokinetik adalah apa yang dialami obat yang diberikan pada suatu
makhluk, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme(biotransformasi), dan ekskresi.
Farmakokinetik:
Perpindahan /pergerakan obat ke dalam, di dalam dan keluar dari tubuh.

4 tahap Obat dalam Tubuh


1. Absorpsi
2. Distribusi
3. Metabolisme = Biotransformmasi
4. Ekskresi
1. Absorpsi
proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Contoh: di usus
halus vena porta, darah dari mulut vena kava superior, mukosa rectum.
Absorbsi sebagian besar obat terjadi secara difusi pasif, agar dapat melewati
membran sel, molekul obat harus larut lemak dan air.

11

Stomach
Duodenum Kolon
Usus halus transversum
Jejunum
Kolon asenden
Ileum Kolon desenden
Rektum

Gambar Traktus Digestivus


Tahap- tahap masuknya obat ke dalam sirkulasi

Fisiologi absorpsi

12

Skema diagram absorpsi melalui membrane

Mekanisme transport lintas GIT/ sawar darah


1. Difusi Pasif

(konsentrasi yg tdk terionisasi )

2. TransporAktif

13

L
u
m
e
n
Membran
sel
Dalam
apikal
sel
Obat + pembawa
Obat
Pembawa
Obat
u pembawa
spembawa
u
s
3. Transpor terfasilitasi

Konsentrasi tinggi

Transfer obat melalui/lintas membrane

4. Ion - pair absorption


14

Konsentrasi
Lbh rendah

5. Transpor lewat pori (Pore transport)

6. Pinocytosis

vacoule

Kebanyakan obat merupakan elektrolit lemah (asam lemah, basa lemah). Derajat
ionisasi obat bergantung pada konstanta ionisasi dan PH larutan itu berada.
Untuk asam lemah, PH tinggi akan meningkatkan ionisasi dan
mengurangi bentuk nonion (hanya bentuk nonion memiliki kelarutan lemak, diabsorbsi).
15

Transporter membran:
1. ABC (ATP Binding Cassette) memerlukan ATP
- P-glikoprotein, untuk kation organik dan zat netral yang hidrofobik dengan BM
200-1800 dalton
- Multidrug Resistance Protein, anion organik hidrofobik dan konjugat
2. Transporter uptake obat tidak perlu ATP
OATP (Organic Anion Transporting Polypeptide) Untuk anion organik, kation
organik besar, zat netral, hidrofobik dan konjugat
OAT (Organic Anion Transporter)
Untuk anion organik lipofilik
OCT (Organic Cation Transporter)
Untuk kation kecil hidrofilik
2. Distribusi
a. Protein plasma dalam darah mengikat obat dengan ikatan lemah:
b. Albumin mengikat obat-obat asam dan netral (steroid)
c. Asam lemak mempunyai tempat ikatan khusus dalam albumin:
A-glikoprotein mengikat obat basa
Corticosteroid Binding Globulin
Sex Steroid Binding Globulin
Obat yang terikat protein plasma ke seluruh tubuh, obat bebas akan
keluar ke jaringan ke tempat kerja obat, jaringan depot, ke hati (obat menjadi
metabolit yang bersama empedu mengalir ke darah) dan ke ginjal (dieksresi).
Obat yang larut air dan bersifat asam (kebanyakan) akan tetap berada di
luar sel sedangkan obat larut lemak dan basa (kebanyakan) berdifusi melewati
membran sel.
Macam-macam protein plasma
Albumin: mengikat obat-obat asam dan obat-obat netral (co/steroid) serta
bilirubin dan asam-asam lemak.
Albumin punya 2 tempat ikatan :
- Site I : mengikat warfarin, fenilbutazon, fenitoin,
dan bilirubin
- Site II : mengikat diazepam dan benzodiazepin
asam-asam karboksilat (kebanyakan
AINS),
(disebut
diszepam site)

asam valproat, tolbutamid,


lainnya,
dan
penisilin dan derivatnya

Asam-asam lemak mempunyai tempat ikatan yang khusus pada albumin


-glikoprotein (1-acid glicoprotein): mengikat obat-obat basa
CBG (corticosteroid-binding globulin): khusus mengikat kortikosteroid
16

SSBG (sex steroid-binding globulin):khusus mengikat hormon kelamin


Obat terikat protein plasma dibawa darah ke :
tempat kerja obat
jaringan tempat depotnya
hati (empedu/darah)
ginjal (dalam urin)
Kompleks obat terdisosiasi sangat cepat (t ~ 20 milidetik)
Di jaringan,,
o obat larut air di CES
o Obat larut lemak berdifusi melewati membran sel dan masuk ke dalam sel
pH dalam sel = 7 dan luar sel = 7,4
Obat asam lebih banyak di luar sel
Obat basa lebih banyak di dalam sel
Co/ akumulasi obat dalam jaringan
Kuinakrin hati
DDT lemak
Pb tulang
Digoksin otot jantung dan otot skelet
Klorpomazin - otak
3. Metabolisme
Terutama terjadi di hati, di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan
sitosol. Tempat metabolisme yang lain : dinding usus, ginjal, paru, darah otak, kulit dan
lumen kolon (oleh flora usus).
Tujuan : mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air)
agar dapat dieksresikan lewat ginjal atau empedu. Dengan proses ini, obat dapat
menjadi inaktif, semakin aktif, atau menjadi toksik.
Reaksi fase 1
Terdiri dari oksidasi, reduksi, dan hidrolisis >> obat menjadi lebih polar
Reaksi fase 2
Reaksi konjugasi dengan substrat endogen :
Asam glukoronat, asam sulfat, asam amino >> obat menjadi sangat polar
(umumnya inaktif)
Metabolisme Lintas Pertama
Setelah diabsorpsi melalui dinding usus, darah portal akan membawa obat ke
hati sebelum masuk ke sirkulasi sistemik
Obat dapat dimetabolisme dinding usus atau bahkan dalam darah portal, namun
pada umumnya di hati sebelum obat mencapai sirkulasi sistemik
17

Proses ini dikenal sebagai eliminasi lintas pertama, metabolisme obat terutama
terjadi di hati, yakni membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di sitosol.
Tempat yang lain adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan kulit.
Tahapan :
1. Eliminasi Presistemik
2. Eliminasi Obat oleh enzim dinding usus dan atau hati pada lintas pertama pada
pemberian oral
3. Jadi obat yang mengalami metabolisme lintas pertama, bioailabilitasnya turun
4. Dapat dihindari dengan pemberian obat secara : parenteral, sublingual, rektal,
dan bersama makanan.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytochrome
P450 (CYP) dalam Reticulum Endoplasmic (mikrosom) hati. Beberepa macam Isoenzim
CYP yang penting untuk metabolisme obat, yaitu :
1. CYP3A4/5 (~30% dari total CYP dalam hati) : memetabolisme ~50% obat untuk
manusia, jadi merupakan enzim metabolisme yang terpenting. Isoenzim ini juga
terdapat di epitel usus halus (~70% dari total CYP di usus halus) dan ginjal.
2. CYP2D6 (~2-4% dari total CYP dalam hati) : merupakan CYP yang pertama
dikenal dengan nama debrisoquine hydroxilase, memetabolisme ~15-25% obat.
3. CYP2C (~20%) :CYP2C8 dan CYP2C19 (CYP2C8/9 memetabolisme ~15%
obat)
4. CYP1A1/2(~12-13%) : dulu disebut cytochrome P448, memetabolisme ~5%
obat.
5. CYP2E1 (~6-7%), memetabolisme ~2%obat.
CYP yang terdapat di dinding usus ~20-50% dari CYP dalam hati.
Contoh Obat yang menghambat CYP3A4 dan P-gp
1. Diltiazem, verapamil
2. Siklosporin, kortisol
3. Ritonavir, nelvinavir
4. Eksresi
Ada beberapa cara:
Obat dieksresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya.
Melalui 3 tahap: filtrasi glomerulus, sekresi tubulus proksimal, dan reabsorbsi
pasif tubulus.
a. Filtrasi glomerulus menghasilkan ultrafiltrat yaitu plasma minus protein (obat bebas
ke dalam ultrafiltrat, yang terikat protein tetap dalam darah)
b. Sekresi aktif melalui transporter membran MRP (penisilin, glukuronat, sulfat) dan Pglikoprotein (kuinidin, digoksin)
18

c. Reabsorbsi pasif bergantung PH, misal: obat (asam kuat dan basa kuat) terionisasi
sempurna pada PH ekstrem urin akibat asidifikasi dan alkalinisasi (4,5 7,5).
melalui empedu usus feses
P-gp dan MRP terdapat di membran kanalikulus sel hati dan mensekresi aktif
obat dan metabolit ke dalam empedu.
Eksresi paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum.
Eksresi dalam ASI, saliva, keringat dan air mata sangat kecil jumlahnya.
FILTRASI:
Glomerular Filtrasi.
Molekul melewati pori-pori ginjal.

Drugs filtered in an
uncharged state may be
reabsorbed by the kidney;
however, drugs in a
charged state will be
excreted.

C. Interaksi Obat

Interaksi farmakokinetik terjadi bila salah satu obat mempengaruhi


absorpsi,distribusi,metabolisme dan ekskresi

Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna

Interaksi langsung
Interaksi secara fisik/kimiawi antar obat dalam lumen saluran cerna
sebelum absorpsi dapat mengganggu proses absorpsi.
Contoh: obat A(digoksin,linkomisin), obat B(kaolin-pektin), menimbulkan efek:
obat A diadsorpsi oleh obat B, jumlah absorpsi obat A menurun.

Perubahan pH cairan saluran cerna


Cairan saluran cerna yang alkalis,misalnya akibat antasid,akan
meningkatkan kelarutan obat bersifat asam yang sukar larut dalam cairan
tersebut,misalnya aspirin.

Perubahan waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam


usus(motilitas saluran cerna)
19

Obat yang memperpendek waktu pengosongan lambung misalnya


metoklopramid,akan mempercepat absorpsi obat lain yang diberikan
pada waktu yang sama.Sebaliknya,obat yang memperpanjang waktu
pengosongan lambung,misalnya antikolinergik,akan memperlambat
absorpsi obat lain.

Efek toksik pada saluran cerna


Terapi kronik dengan asam mefenamat,neomisin,dan
kolkisin,menimbulkan sindrom malabsorpsi yang menyebabkan absorpsi
obat lain terganggu.

Interaksi dalam Distribusi

Interaksi dalam ikatan protein


Oleh karena jumlah protein plasma terbatas,maka terjadi kompetisi antara
obat bersifat asam maupun antara obat bersifat basa untuk berikatan
dengan protein yang sama.Tergantung dari kadar obat dan afinitasnya
terhadap protein,maka suatu obat dapat digeser dari ikatannya dengan
protein oleh obat lain,dan peningkatan kadar obat bebas menimbulkan
peningkatan efek farmakologiknya.

Interaksi dalam ikatan jaringan


Kompetisi untuk ikatan dalam jaringan terjadi misalnya antara digoksin
dan kuinidin,dengan akibat peningkatan kadar plasma digoksin.

Interaksi dalam Metabolisme

Metabolisme obat dipercepat


Banyak obat yang larut dalam lemak dapat menginduksi sintesis enzim
mikrosom hati,misalnya fenobarbital,fenitoin,rifampisin.Setiap reaksi
metabolisme dikatalis oleh beberapa jenis enzim yang berbeda dalam
spesifisitas substratnya dan kemampuannya untuk diinduksi.Oleh karena
itu,tergantung dari jenis enzim yang diinduksinya,suatu zat penginduksi
dapat mempercepat metabolisme beberapa obat tetapi tidak
mempengaruhi metabolisme obat-obat yang lain.

Metabolisme obat dihambat


20

Penghambatan metabolisme suatu obat menyebabkan peningkatan


kadar plasma obat tersebut sehingga meningkatkan efek atau
toksisitasnya.Kebanyakan interaksi demikian terjadi akibat kompetisi
antar substrat untuk enzim metabolisme yang sama.Obat yang seringkali
menghambat metabolisme obat lain adalah
eritromisin,ketokonazol,dikumarol,dll
-

Interaksi dalam Ekskresi

Ekskresi melalui empedu dan sirkulasi enterohepatik


Gangguan dalam ekskresi melalui empedu terjadi akibat kompetisi antara
obat dan metabolit obat untuk sistem transport(sekresi aktif ke dalam
empedu)yang sama.sedangkan sirkulasi enterohepatik dapat diputuskan
dengan mensupresi bakteri usus yang menghidrolisis konyugat obat atau
dengan mengikat obat yang dibebaskan sehingga tidak dapat
direabsorpsi

Sekresi tubuli ginjal


Penghambatan sekresi di tubuli ginjal terjadi akibat kompetisi antara obat
dan metabolit obat untuk sistem transport aktif yang sama,terutama
sistem transport untuk obat asam dan metabolit yang bersifat asam.

Perubahan pH urin
Perubahan ini akan menghasilkan perubahan bersihan ginjal(melalui
perubahan jumlah reabsorpsi pasif di tubuli ginjal)yang berarti secara
klinik hanya bila: (1) fraksi obat yang diekskresi utuh oleh ginjal cukup
besar(lebih dari 30%),dan (2) obat berupa basa lemah dengan pKa 7,510 atau asam lemah dengan pKa 3,0-7,5.

D. Interpretasi parometer
1. Waktu Paruh ( t )
-

Waktu yang dibutuhkan untuk mengubah jumlah obat dalam tubuh menjadi
separuhnya selama eliminasi.
21

Organ eliminasi hanya dapat membersihkan obat dari darah bila ada kontak
langsung organ eliminasi tersebut

Menunjukkan waktu yang diperlukan untuk mencapai 50% dari keadaan stabil
yg baru setelah perubahan kecepatan pemberian obat

RUMUS t

t = 0,7 X Vd
CL
-

Ket :
Vd = Volume Distribusi
CL = Clearence ( bersihan )
Konstanta 0,7 merupakan natural logarithma dari 2 (Karena eliminasi obat
dapat dijelaskan dengan proses eksponensial, waktu yang digunakan untuk
penurunan dua kali lipat adalah proporsional dengan ln (2) ).

2. Bersihan ( Clearence )
-

Bersihan suatu obat: rasio kecepatan eliminasi obat keseluruhan terhadap


konsentrasi obat tersebut di dalam cairan biologik / volume darah yang
dibersihkan dari obat per satuan waktu ( ml/ menit)

Bersihan abnormal terjadi bila terdapat kerusakan fungsi berat dari ginjal,hati
atau jantung.

Rumus :

CL = Kecepatan Eliminasi ( mg / menit )


kadar obat ( mg / ml )

Bersihan kreatinin: indikator kuantitatif yang berguna terhadap fungsi ginjal

Bersihan obat: indikator bermanfaat terhadap kegagalan fungsi jantung,ginjal


atau hati dengan ketepatan >tes2 lab

Mis: fungsi ginjal berubah secara cepat, perhitungan bersihan antibiotika


aminoglikosid mungkin: indikator yang lebih tepat untuk filtrat glomeruli daripada
kreatinin serum

Penyakit hati mengurangi bersihan & memperpanjang waktu paruh sebagai obat
22

Sampai saat ini belum ada penanda bersihan hati, seperti bersihan kreatinin
sebagai penanda bersihan obat oleh ginjal

3. Volume Distribusi ( Vd )
-

Parameter yang menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh dengan


konsentrasi obat dalam darah / plasma

Dinyatakan dengan rumus :

Vd = X
C
Dimana : X adalah jumlah obat dalam tubuh
C adalah konsentrasi obat dalam darah
-

Besarnya Vd Ditentukan Oleh :


a. ukuran & komposisi tubuh
b. kemampuan berbagai molekul obat memasuki tubuh
c. derajat ikatan obat dengan protein plasma dan jaringan.

- Obat yang memiliki Vd tinggi memiliki konsentrasi obat yang tinggi dalam
jaringan ekstravaskular ( akibat rendahnya kadar dalam plasma)
Co : Digoksin
- Obat yang memiliki Vd rendah memiliki konsentrasi obat yang tinggi dalam
jaringan vaskular ( akibat kuatnya ikatan obat dengan membran plasma )
Co : warfarin, tolbutamid, dan salisilat

4. Ikatan protein
Dalam darah, obat akan diikat oleh protein plasma dengan berbagai
ikatan lemah (ikatan hidrofobik, van der Waals, hydrogen dan ionik)
Beberapa macam protein plasma :
1. Albumin : mengikat obat-obat asam dan obat-obat netral serta bilirubin dan
asam-asam lemak.
2. -glikoprotein (1-acid glycoprotein) : mengikat obat-obat basa
3. CBG (corticosteroid-binding globulin) : khusus mengikat kortikosteroid
4. SSBG (sex steroid-binding globulin) : khusus mengikat hormone kelamin.
Ikatan dengan protein plasma ini kuat untuk obat yang lipofilik dan lemah untuk yang
hidrofilik.
Ikatan protein plasma sering disebut sebagai suatu faktor yang memainkan peran
farmakokinetik, farmakodinamik dan interaksi obat. Namun, tidak ada contoh-contoh
23

obat yang relevan secara klinik yang secara jelas dapat diterangkan sebagai akibat
perubahan-perubahan dalam ikatan protein plasma.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ikatan protein :
1. Konsentrasi albumin
Level albumin yang rendah pada bebagai penyakit, menyebabkan konsentrasi
total obat yang rendah.
2. Konsentrasi 1-asam glikoprotein
Suatu protein pengikat obat yang penting dengan sisi ikatan untuk obat-obatan
seperti kuinidin, lidokain dan propanolol. Glikoprotein ini meningkatkan kelainankelainan inflamasi akut dan menyebabkan perubahan besar dalam konsentrasi
total obat dalam plasma, walaupun eliminasi obat tidak berubah.
3. Ikatan protein dengan kapasitas terbatas
Pengikatan obat-obat pada protein plasma mempunyai kapasitas yang terbatas.
Konsentrasi terapeutik dari salisilat, disopiramid, dan prednisolon menunjukkan
ikatan protein yang bergantung pada konsentrasi. Konsentrasi obat yang tidak
terikat (unbound drug) ditentukan oleh kecepatan dosis dan bersihan yang tidak
berubah untuk obat-obat dengan rasio ekstrasi rendah ini, peningkatan dalam
kecepatan dosis akan menyebabkan perubahan dalam konsentrasi unbound
drug yang secara farmakodinamik sangat penting. Konsentrasi total obat akan
meningkat tidak secepat peningkatan kecepatan dosis karena ikatan protein
mendekati kejenuhan pada konsentrasi tinggi.

5. Bioavailabilitas
Bioavailibilitas atau availibilitastemik (=F)
Menunjukan fraksi dari dosis obat yang mencapai peredaran darah sistematik dalam
bentuk aktif. Jika obat dalam bentuk aktif diberikan secara IV maka F=1, tetapi bila
diberikan atau disuntikkan dalam bentuk derivate yang perlu dikonsentrasi dalam tubuh,
maka F=fraksi yang dikonversi menjadi bentuk aktif.
Jika diberikan per oral, F biasanya kurang dari 1 dan besarnya tergantung pada jumlah
obat yang dapat menembus dinding saluran cerna (jumlah obat yang diabsorbsi) dan
jumlah obat yang mengalami eliminasi presistemik atau eliminasi first pass atau
metabolisme lintas pertama. Karena kedua faktor inilah, bioavailibilitas obat yang
diberikan per oral dapat berkurang hingga 100%.
Besarnya bioavailibilitas suatu obat oral digambarkan oleh AUC (area under the curve
atau luas area di bawah kurva kadar obat dalam plasma terhadap waktu) obat oral
tesebut dibandingkan dengan AUC-nya pada pemberian IV. Ini disebut bioavailibilitas
oral dan merupakan bioavailibilitas absolute dari obat oral tersebut.
Bioavailibilitas absolute obat oral = F
24

AUC oral
AUC IV

Bioavailibilitas suatu sedian obat (preparat dagang) disebut bioavailibilitas produk yang
bersangkutan. Ini ditentukan selain oleh bahan baku obatnya, juga ditentukan oleh
formulasi obat tersebut. Besrnya dibandingkan dengan bioavailibilitas produk penemu
sehingga merupakan bioavailibilitas relative dari produk tersebut.
Bioavailibilitas relative produk oral X
AUC pada oral produk X
=
AUC oral produk inovator
Dua faktor yang mempengaruhi bioavailibilitas obat oral :
1. Tingkat absorbsi
Setelah pemberian oral, suatu obat dapat diabsorbsi secara tidak lengkap.
Misalnya, hanya 70% dari suatu dosis digoksin yang dapat diabsorbsi, ini
terutama disebabkan oleh kurangnya absorbs melalui usus dan sebagian
digoksin mengalami metabolisme oleh bakteri di usus. Obat lain yang terlalu
hidrofilik atau lipofilik juga mempunyai bioavailibilitas yang rendah karena
absorbs yang tidak lengkap. Jika terlalu hidrofilik, obat sukar menembus sel
membrane yang bersifat lipid, jika terlalu lipofilik, kurang melarut ketika
memembus lapisan air di sekitar sel.
2. Eliminasi first pass.
Setelah absorbsi melalui dinding usus halus, darah portal akan membawa obat
ke hati sebelum masuk ke dalam sirkulasi sistematik. Suatu obat dapat
dimetabolisasi di dinding usus atau bahkan di darah portal. Tetapi umumnya, hati
adalah alat yang bertanggung jawab atas metabolisme obat sebleum obat
mencapai sirkulasi sistematik. Hati dapat mengeluarkan obat ke dalam empedu.
Semua ini dapat mengurangi bioavailibailitas dan semua proses tersebut dikenal
dengan proses eliminasi first pass. Pengaruh FPE oleh hati terhadap
bioavailibilitas obat dinyatakan sebagai rasio ekstraksi (ER) :
ER =

C L hati
Q

Q = aliran darah ke hati. 90 L/jam pada seseorang dengan BB 70 kg.


F dapat diramalkan dari tingkat absorbsi (f) dan rasio ekstrasi (ER) :
F = f x (1 ER)
25

6. Eliminasi
-

Eliminasi adalah gabungan dari proses metabolisme dan ekskresi utuh obat
farmakokinetik.
Pada metabolisme, proses terutama terjadi di hati. Tempat metabolisme lainnya
(ekstrahepatik) adalah dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, kulit dan juga
lumen di kolon (oleh flora usus).
Sementara pada ekskresi, organ terpentingnya adalah ginjal.
Ekskresi obat melalui ginjal dapat terjadi dalam bentuk utuh maupun bentuk
metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh maupun bentuk aktif merupakan
proses eliminasi melalui ginjal.
Ekskresi melibatkan tiga prosses : filtrasi glomerulus, sekresi aktif di
tubulus proksimal dan reabsorbsi disepanjang tubulus. Ekskresi melalui ginjal
akan berkurang jika terdapat gangguan fungsi ginjal.

2. Farmakodinamik
A.Mekanisme kerja obat
mekanisme kerja obat
obat menimbulkan efek melalui interaksi dengan reseptornya pada sel organisme
interaksi obat dengan respetor menimbulkan perubahan biokimiawi dan fisiologi
setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai reseptor
obat, tetapi sekelompok reseptor obat dapat berperan sebagai reseptor fisiologis
untuk ligand endogen
obat yang efeknya menyerupai endogen disebut agonis
obat yang tidak mempunyai aktivitas aktivitas intrinsik sehingga menimbulkan
efek dengan menghambat kerja agonis disebut antagonis
obat yang jika berikatan dengan reseptor fisiologik akan menimbulkan efek
intrinsik yang berlawanan dengan efek agonis disebut agonis negatif

B.Reseptor obat reseptor obat


sifat kimia:
A. protein, misalnya reseptor fisiologis, asetil kolinesterase, tubulin, na, dsb
26

B. asam nukleat, misalnya untuk sitotatik


ikatan obat dengan reseptor dapat berupa ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van
der walls, atau kovalen.
ikatan kovalen yang kuat sehingga kerja obat lama, tetapi tidak selalu panjang
ikatan nonkovalen yang afinitasnya tinggi dapat bersifat permanen
hubungan struktur-aktivitas
struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan afinitasnya terhadap reseptor
dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat dapat
menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya
reseptor fisiologik
adalah protein seluler yang secara normal berfungsi sebagai reseptor bagi ligan
endogen terutama hormon, neutransmitter
fungsi, meliputi pengikatan ligand yang sesuai dan penghantaran sinyal yang
dapat secara langsung menimbulkan efek intrasel atau secara tidak langsung
memulai sintesis atau pelepasan molekul intrasel lain
dalam keadaan tertentu, molekul reseptor berinteraksi dengan protein seluler
yang berhubungan erat, membentuk sistem reseptor-efektor, sebelum
menimbulkan efeknya
reseptor enzim
reseptor enzim melangsungkan sinyal yang dihantarkan oleh hormon-hormon
trofik
apabila reseptor ini berikatan dengan ligandnya, maka pesan ini disampaikan ke
bagian enzimatik, sehingga terjadi peristiwa biokimia selanjutnya(misalnya
fosforilasi)
reseptor sitokin
cara kerja reseptor ini mirip dengan reseptor enzim bedanya protein tirosin
kinase (janus kinase/jak) terpisah dari reseptor tersebut
apabila reseptor ditempati ligandnya, maka terjadi fosforilasi protein jak.
selanjutnya pesan biokimia ini disampaikan kepada protein stat(signal
transducers and activators of transcription). protein stat ini akan mengalami
fosforilasi oleh protein jak, selanjutnya masuk ke dalam nukleus untuk mengatur
transkripsi gen
reseptor kanal ion
interaksi antara ligand dengan reseptor kanal ion akan menyebabkan terbukanya
kanal sehingga ion tertentun masuk ke dalam sel, dan menimbulkan efek
fisiologik

27

terikatnya asetilkolin pada reseptor kolinergik menyebabkan masuknya ion na+


dalam jumlah besar ke dalam sel, sehingga terjadi depolarisasi membran yang
merupakan penghantaran sinyal melalui sinapsis
reseptor faktor transkripsi
sejumlah ligand (hormon steroid, vitamin a, vitamin d, hormon tiroid), mempunyai
reseptor yang terdapat dalam sitoplasma.
ligand ini menembus membran plasma berikatan dengan reseptor dan
menstimulasi transkripsi gen tertentu
pengaturan fungsi reseptor reseptor tidak hanya berfungsi dalam pengaturan
fisiologi dan biokimia, tetapi juga diatur dan dipengaruhi oleh mekanisme
homeostatik lain
bila suatu sel dirangsang oleh agonisnya secara terus menerus maka akan
terjadi desensitisasi yang menyebabkan efek rangsangan oleh kadar obat yang
sama berkurang atau menghilang
pengaturan fungsi reseptor
reseptor tidak hanya berfungsi dalam pengaturan fisiologi dan biokimia, tetapi
juga diatur dan dipengaruhi oleh mekanisme homeostatik lain
bila suatu sel dirangsang oleh agonisnya secara terus menerus maka akan
terjadi desensitisasi yang menyebabkan efek rangsangan oleh kadar obat yang
sama berkurang atau menghilang
bila rangsangan pada reseptor berkurang secara kronik, seringkali terjadi
hipereaktivitas karena supersensitivitas terhadap agonis

C.Transmisi sinyal biologis


penghantaran sinyal biologis ialah proses yang menyebabkan suatu substansi
ekstraseluler menimbulkan suatu respons seluler fisiologisyang spesifik
5 jenis reseptor fisiologik. empat dari reseptor ini terdapat di permukaan sel
sedangkan satu di dalam sitoplasma
reseptor yang terdapat di permukaan sel terdiri atas resptor dalam bentuk enzim,
kanal ion dan g-protein coupled receptor
reseptor bentuk enzim terdiri atas 2 jenis, pertama yang menimbulkan fosforilasi
protein efektor yang merupakan bagian reseptor pada membran sel bagian
dalam, berupa tirosin kinase, tirosin fosfatase, dan serin kinase.
yang kedua adalah reseptor sitokin yang mempunyai ligand growth hormone,
eritropoietin, interferon dan ligan yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi
sejumlah reseptor untuk neotransmitter tertentu mementuk kanal ion selektif di
membran plasma dan menyampaikan sinyal biologisnya dengan cara mengubah
28

potensial membran atau komposisi ion contoh, reseptor nikotinik, reseptor untuk
gamma-aminobutirat a,dsbg
reseptor yang terdapat dalam sitoplasma merupakan protein terlarut pengikat
dna yang mengatur transkripsi gen-gen tertentu
second messenger sitoplasma. penghantaran sinyal biologis dalam sitoplasma
dilangsungkan dengan kerja second messenger antara lain berupa siklin-amp,
diasilgliserol,dll
siklin amp (c-amp) ialah second messenger yang pertama kali ditemukan .
berfungsi mengaktifkan c-amp-dependent protein kinaseyang mengatur faal
protein intrasel dengan cara fosforilasi
ion ca2+ sitoplasma merupakan second messenger lain yang berfunsi dalam
aktivasi beberapa jenis enzim, menggiatkan aparat kontraktil sel otot,
mencetuskan penglepasan histamin, dsbg
inositol triphospatase dan diasilgliserol, merupakan second messenger pada
transmisi sinyal di alfa1 adrenoreseptor, reseptor vasopresin, asetilkolin,
histamin, dsbg
no (nitric oxide) berperan dalam pengaturan dalam sistem kardiovasuler,
imunologi, susunan dan susunan saraf. no juga berperan dalam sejumlah proses
patologis seperti syok septik, hipertensi dan stroke.

D.Interaksi obat-reseptor
Interaksi obat
adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau dipengaruhi oleh obat lain
yang diberikan bersamaan.
Dampak negatif dari interaksi, kemungkinan akan timbul sebagai :
Terjadinya efek samping
Tidak tercapainya efek samping yang diinginkan
Ada 2 jenis obat yang terlibat, yaitu :
1. Obat Objek, yakni obat yang aksinya/efeknya dipengaruhi/diubah oleh obat lain
Perubahan dosis yang sedikit saja, dapat menyebabkan perubahan besar pada
efek klinik yang timbul
Obat dengan ratio toksik terapik yang rendah, artinya dosis toksis dan dosis
terapik perbandingannya tidak besar
2. Obat Presipitian, yakni obat yang mempengaruhi/mengubah aksi/efek obat lain
29

Obat dengan ikatan protein yang kuat, maka akan menggusur ikatan protein obat
lain yang lebih lemah
Kemampuan menghambat atau merangsang enzim yang memetabolisir obat
dalam hati
Dapat mempengaruhi fungsi ginjal sehingga eliminasi obat-obat lain dapat
dimodifikasi
Interaksi yang terjadi pada obat dalam tubuh ada 3 macam, yaitu :
1. Interaksi Farmaseutik/Inkompatibilitas
Terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak dapat
dicampur
Menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi
Interaksi antar obat suntik dan interaksi obat suntik dengan cairan infus yang
berakibat inaktivasi obat
2. Interaksi Farmakokinetik
Terjadi jika salah satu obat memperngaruhi
1. Absorpsi
2. Distribusi
3. Metabolisme
4. Ekskresi ginjal
Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut
3. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi reseptor
Interaksi pada sistem reseptor yang sama biasanya merupakan
antagonisme antara agonis dan antagonis/bloker, dengan sifat kompetitif dan
non- kompetitif
Interaksi fisiologik
Dapat menghasilkan peningkatan atau penurunan respon (potensiasi atau
antagonisme)

E.Antagonisme
1. Antagonisme pada sistem fisiologik yang sama, tetapi pada sistem reseptor yang
berlainan
Co: efek histamin dan autakoid lainnya yg di lepaskan tubuh sewaktu terjadi syok
anafilatik dapat di antagonisasi dengan pemberian adrenalin
2.
Antagonisme melalui sistem reseptor yang sama (antagonisme antara
agonis dengan antagonisnya)
Co: efek histamin yg di lepaskan dalam reaksi alergi dapat di cegah dengan
pemberian antihistamin, yg menduduki reseptor yg sama
Antagonisme dibagi menjadi 2 macam antagonism :
30

Antagonisme reseptor kompetitif: mengikat reseptor di tempat ikatan


antagonis(receptor site/ active site) secara reversible sehingga dapat
digeser oleh agonis kadar tinggi. Hambatan efek agonis dapat diatasi
dengan meningkatkan kadar agonis sampai akhirnya di capai efek
maksimal yg sama. Jadi, diperlukan kadar agonis yg lebih tinggi utk
memperoleh efek yg sama
Co: - blocker dan antihistamin
Antagonisme reseptor non kompetitif: hambatan efek agonis oleh
Antagonisme nonkompetitif tidak dapat di atasi dengan meningkatkan
kadar agonis.
Antagonisme reseptor non kompetitif dapet terjadi jika antagonis mengikat
reseptor secara ireversible sehingga menghalangi ikatan antagonis
dengan reseptornya
Co: fenoksibenzamin mengikat reseptor adregenik di reseptor site
secara ireversible
Agonisme parsial : merupakan agonis yg lemah
Mempunyai aktivitas intrinsik/ efektivitas yg rendah sehingga
menimbulkan efek maksimal yg lemah. Tetapi obat ini mengurangi efek
maksimal yg di timbulkan oleh agonis penuh
Co: nalorfin mrp agonis parsial

Reseptor Obat
makromolekul seluler tempat obat terikat untuk menimbulkan efeknya. Merupakan
reseptor Fisiologik. Protein seluler yg secara normal berfungsi sebagai reseptor bagi
ligand endogen. Ikatan obat : ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Walls, kovalen ;
umumnya campuran
Berfungsi sebagai pengikatan ligand yg sesuai (o/ ligand binding domain dan
penghantaran sinyal (o/ efektor domain) yg dpt scr langsung menimbulkan efek intrasel
atau scr tdk langsung memulai sintesis/pelepasan molekul intrasel lain.
Reseptor obat ada beberapa macam, antara lain adalah :

Reseptor enzim
Menimbulkan fosforilasi protein efektor (tirosin kinase, tirosin fosfatase, serin
kinase)
Ligand endogen : insulin, EGF, PDGF, ANF,TGF-
Struktur :
Tempat ikatan ligand
Tempat katalitik sbg enzim
Dihubungkan rantai peptida yg hidrofob
31

Reseptor sitokin
Ligand endogen : insulin, interferon, eritropoetin, hormon pertumbuhan,
diferensiasi, dsb
Aktivitas fosforilasi di JAK fosforilasi STAT protein ke nukleus transkripsi gen

Reseptor kanal ion


Mengubah potensial membran atau komposisi ion
Ligand endogen : asetil kolin, gama-aminobutirat tipe A, serotonin, glutamat,
aspartat, & glisin

Farmakologi Dasar dan Terapi UI

G-protein coupled receptor


Ligand endogen : amin biogenik, eikosanoid, hormon peptida, dsb
Bekerja dengan memacu terikatnya GTP pd protein Gmengatur aktivitas efektor
( adenilat siklase, fosfolipase A2 & C, kanal Ca2+, K+, Na+
Protein G : , ,

32

Farmakologi Dasar dan Terapi UI

Reseptor faktor transkripsi di sitoplasma


Merupakan pengikat DNA yg mengatur transkripsi gen tertentu
Ligand endogen : hormon steroid, tiroid, vit A, vit D

Efek toksis Dalam dosis tinggi bs menimbulkan efek toksis


1. Reaksi hipersensitivitas : Reaksi ini terjadi bila pasien sensitif terhadap
efek dari pengobatan. Terjadi bila dosis yang diberikan lebih dari
kebutuhan klien sehingga menimbulkan efek lain yang tidak diinginkan
atau reaksi alergi yg mrupakan respon abnormal dimana pasien
sebelumnya sudah pernah memakai obat tersebut dan berkembang
dengan timbulnya antibodi.
2. Kumulasi :Pengumpulan obat di dalam badan. Absorbsi tubuh lbih cepat
dibandingkan eksresinya. Menimbulkan efek toksis. Perhatian harus
diberikan pada dosis dan tingkat toksik obat, dengan mengevaluasi fungsi
ginjal dan hepar
3. Toleransi : Reaksi ini akan terjadi ketika berkurangnya respon thdp dosis
dr obat sehingga harus diperbesar secara terus menerus.
4. Tachifilaksis : Berkurangnya kecepatan respon terhadap aksi obat. Reaksi
tidak berubah walaupun dosis sudah di naikkan.
5. Adiksi : Ketergantungan jasmani dan rohani tehadap suatu obat.
Karakteristik :
o (+) dorongan untuk selalu memakai obt trsbt
33

o
o
o
o

(+) kecenderungan menaikkan dosis


Timbul ketergantungan rohaniah dan badaniah
Menimbulkan kerugian
Penghentian obat bisa menimbulkan efek hebat

F.Kerja obat yang tidak diperantarai reseptor


Mekanisme aksi obat merupakan cara bagaimana obat bekerja sehingga
menimbulkan efek. Mekanisme aksi obat non-spesifik: aksi yang tidak diperantarai
interaksi obat dengan target obat spesifik (reseptor atau enzim). Jadi berdasarkan sifat
kimia-fisika sederhana obat.
Contoh aksi obat berdasarkan sifat fisika:
Massa Fisis
Laktulosa dan biji psyllium akan mengadsorpsi air jika diberikan secara
peroral sehingga mengembangkan volumenya dan memacu peristaltik.
Osmosis
-Manitol menyebabkan diuresis osmosis.
-Magnesium sulfat dapat menyerap cairan sekitarnya.
Adsorpsi
Kaolin dan karbon aktif sebagai pengobatan diare dan antidotum pada
keracunan.
Rasa
Gentian (senyawa pahit) dapat memacu aliran asam klorida ke lambung
sehingga menambah nafsu makan.
Radioaktivitas
Senyawa 131I pada .pengobatan hipertiroidisme.
Pengendapan Protein
Fenol dapat mendenaturasi protein mikroorganisme (berfungsi sebagai
desinfektan).
Surfaktan
Sabun sebagai pembersih kulit, antiseptik dan desinfektan.

34

Contoh aksi obat berdasarkan sifat kimia


Aktivitas asam dan basa
Antasida (AlOH2) memiliki aktivitas basa yang dapat menetralisasi
kelebihan asam lambung untuk pengobatan ulser lambung.
Pembentukan khelat
EDTA (etilen diamin tetra asetat) dan dimerkaprol dapat membentuk
komplek kelat dengan logam-logam seperti timbal atau tembaga sehingga
logam tersebut dapat dikeluarkan dari tubuh dan toksisitas berkurang.
Aktivitas oksidasi reduksi
-kalium permanganat (konsentrasi rendah) dapat aktivitas oksidasi morfin,
strychnin, akotinin dan pikrotoksin sehingga toksisitas berkurang.
-Vitamin C sebagai reduktor.
-Contoh lainnya:
Na-bikarbonat (merubah pH cairan tubuh)
alcohol (denaturasi protein),
norit (mengikat racun atau bakteri)

G.Parameter variable
1. Kadar Terapi (Cther)
Pemantauan kadar terapi obat seringkali diperlukan pada obat-obat
tertentu untuk mendapatkan efek yang optimal.
Obat yang membutuhkan pemantauan kadar terapi adalah obat yang
antara lain
mempunyai batas kadar terapi yang sempit
variasi individual yang besar
metabolismenya dapat mengalami kejenuhan
gejala

intoksikasi

sulit

diamati

atau

tidak

sejalan

dengan

meningkatnya dosis

35

kemungkinan mengalami gangguan absorpsi atau eliminasi karena


adanya penyakit
2. Steady State
Suatu kondisi tidak naiknya lagi kadar-kadar

obat dalam tubuh

setelah pemberian dosis ke sekian.


3. Efek Maksimal
Merupakan pencapaian suatu titik di mana tidak ada lagi suatu
respon

berapapun

penambahan

dosis

penambahan
seorang

konsentrasi

penderita

tidak

obat.

Jika

memberikan

peningkatan respon lagi, mungkin efek maksimum telah dicapai.


4. Kadar Maksmimal (Cmax)
Merupakan kadar tertinggi setelah pemberian obat.
5. Kepekaan (Sensitivitas)
Kepekaan organ target pada obat dicerminkan oleh konsentrasi
obat

yang

diperlukan

untuk

menghasilkan

50%

dari

efek

maksimum.
6. Dosis Muat
Merupakan cara mencapai kadar tunak langsung dg dosis pertama
terutama untuk obat-obat

yg mempunyai T1/2 yang panjang.

Dosis Loading = Vd x TC
Keterangan : Vd= Volume distribusi; TC= konsentrasi target.
7. Dosis Pemeliharaan (Maintenance Dose)
Dosis obat yang diperlukan untuk memelihara atau mempertahankan efek
klinik atau konsentrasi terapeutik obat.

H.Interaksi obat pada farmakodinamik


-

Interaksi farmakodinamik berbeda dengan interaksi farmakokinetik.

Pada interaksi farmakodinamik tidak terjadi perubahan kadar obat dalam darah,
tetapi terjadi perubahan efek obat yang disebabkan oleh obat presipitan, karena
pengaruhnya pada tempat kerja obat.
36

Interaksi farmakodinamik dapat dibedakan menjadi :


1. Interaksi langsung (direct interaction)

Interaksi langsung terjadi apabila dua obat atau lebih bekerja pada tempat atau
reseptor yang sama, atau bekerja pada tempat yang berbeda tetapi dengan hasil efek
yang sama atau hampir sama. Interaksi dua obat pada tempat yang sama tampil
sebagai antagonis atau sinergisme. Interaksi langsung ini dapat terbagi menjadi :
A. Antagonis pada tempat yang sama
yaitu keadaan efek dua obat pada tempat yang sama saling berlawanan atau
menetralkan.
Contoh :
1.Pembalikan (penetralan) efek opiat oleh obat nalokson.
2.Pengobatan aritmia yang disebabkan intoksikasi antidepresan triklisik dengan
obat
fisotigmin.
3.Pengobatan keracunan pestisida organofosfat dengan sulfas atropin untuk
menetralisir
efek-efek kolinergik yang terjadi
B. Sinergisme pada tempat yang sama
Yaitu interaksi dimana efek dua obat yang bekerja sama saling memperkuat.
Contoh :
1.Efek obat pelemas otot depolarisasi akan diperkuat oleh antibiotika
aminoglikosida,
kolistin dan polimiksin. Karena keduanya bekerja pada tempat yang sama
yakni pada
motor end plate otot seran lintang.
2.Kombinasi obat beta-blocker dan Ca chanel blocker seperti verapamil dapat
menyebabkan aritmia. Keduanya bekerja pada jaringan konduksi otot jantung
yang
sama.

C. Sinergisme pada tempat yang berbeda dari efek yang sama atau hampir sama.
Obat-obat yang efek akhir yang sama atau hampir sama, walaupun ternyata
kerja dan reseptornya berlainan kalau diberikan bersamaan akan memberikan
efek yang saling memperkuat, misalnya :
37

1.Alkohol dan obat-obat yang berpengaruh terhadap susunan saraf pusat.


2.Antara berbagai obat yang punya efek yang sama terhadap susunan saraf
pusat.
3.Kombinasi antibiotika, misalnya penisilin dan aminoglikosida.
4.Kombinasi beberapa obat antihipertensi.

2. Interaksi tidak langsung (indirect interaction)


Interaksi ini terjadi bila obat presipitan punya efek yang berbeda dengan obat
obyek, tetapi efek obat presipitan tersebut akhirnya dapat mengubah efek obat obyek.
Contohnya :
1. Interaksi antara obat-obat yang mengganggu agregasi trombosit dengan obatobat antikoagolan seperti warfarin sehingga kemungkinan perdarahan lebih
besar oleh karena gangguan proses hemostasis.
2. Obat yang menyebabkan perlukaan gastrointestinal seperti aspirin, dan obatobat anti inflamasi nonsteroid yang lain.
3. Obat-obat yang menurunkan kadar kalium akan menyebabkan peningkatan efek
toksik glikosida jantung digoksin.

3. Respon Obat Individual


Pengobatan setiap pasien sebagai individu. Pasien secara individual menunjukkan
respon yang baragam terhadap pengobatan atau metode yang sama
Yang mempengaruhi dosis obat dan interaksi obat
Dosis dalam resep

kepatuhan pasien
kesalahan medikasi
Dosis yang diminum
kecepatan di absorbsi

ukuran dan komposisis tubuh


distribusi obat
ikatan protein plasma dan jaringan
Kecepata eliminasi
fisiologi tibuh, faktor patologis,
Konsentrasi pd tmpat kerja obat
faktor genetik, interaksi obat,

timbulnya toleransi
Intensitas efek
interaksi obat
keadaan fngsional
38

efek plasebo
-Pertimbangan farmakokinetik
Absorbsi, > penyerapan obat dari tempat pemberian sampai ke system sistemik > yaitu
kecepatan pengosongan lambung.
Distribusi > perpindahan obat dari saluran sistemik ke tempat aksinya > waktu paruh
lama, maka kecepatan distribusi obat dan akumulasinya semakin cepat (terjadinya efek
toksik).
Metabolisme > merupakan proses perubahan obat menjadi metabolitnya ( aktif dan
non aktif). Semakin besar dosis suatu obat, maka kemungkinan metaboilit aktif semakin
banyak, maka respon juga akan semakin besar.
Ekskresi, berkaitan dengan eliminasi. Dimana semakin cepat eliminasi suatu obat,
maka durasinya juga semakin cepat.
-Pertimbangan farmako dinamik
Hubungan antar konsentrasi obat dan besarnya respon
Semakin besar konsentrasi, semakin cepat efek maksimal yang ditimbulkan
Faktor lain yang mempengaruhi hasil terapi
Usia > perubahan komposisi tubuh dan fungsi orban pengeleminasi obat
Anak anak :
Bukan sekedar menurunkan dosis berdasarkan bobot tubuh dan luas permukaan
Farmakodinamik : munculnya hasil terapi dan efek samping yang tidak diinginkan
Eg : antihistamin / babrbiturat pada dewaasa > efek sedasi
Pada anak > hiperaktif
Lanjut usia :
Penurunan massa tubuh non lemak, albumin serum dan air total serta
peningkatan presentase lemak tubuh > perubahan distribusi obat
Obat > kelarutan dalam lipid serta ikatan protein
Fakmakodinamik :
Eg : obat yang menekan sistem saraf pusat > peningkatan efek konsentrasi pada
plasma
Jenis kelamin :
Tikus jantan dewasa jauh lebih cepat memetabolisme obat daripada tikus betina
dewasa
Berkaitan dengan hormon androgen >
Interaksi obat obatan
Penggunaan beberapa obat secara bersamaan untuk mengobati penyakit yang
diderita seseorang dalam waktu bersamaan
Interaksi farmakokinetik obat obatan : absorbsi, distribusi, metabolisme, dan
eksresi hasilnya dapat peningkatan atau penurunan

39

Interaksi farmakodinamik obat : sejumlah obat yang bekerja pada reseptor yang
sama yang umumnya memiliki efek aditif pada lokasi berbeda si satu organ
Kombinasi dengan dosis tepat > obat baru
Efek plasebo : hubungan antar dokter dan pasien. Sebagai perubahan mood,
efek subjektif lain, dan efek objektif dibawah pengaruh otonom
Toleransi : timbul terhadap efek obat yang berkaitan secara farmakologis
(terutama yg bekerja pada reseptor yang sama) dan dosis obat harus
ditingkatkan untuk memelihara efek teurapetik yang diharapkan
Faktor genetik
Penentu utama variabilitas normal efek obatt dan bertanggung jawab atas
sejumlah perbedaan aktivitas farmakologi kualitatif dan kuantitatif yang menonjol
Diet dan faktor lingkungan
Sayur mayur cruciterous > induksi enzim CYP1A
Jus buah anggur > menghambat metabolisme enzim CYP3A
Perokok memetabolisme enzim lebih cepat daripada yg tidak merokok
Pekerja industri terpapar pestisida lebih cepat memetabolisme daripada yg tidak
terpapar

4. Pengobatan Rasional
-

Bertujuan untuk meningkatkan mutu yang efisien.

Kriteria pemakaian obat (pengobatan) rasional adalah :


1.

permasalahan pasien

Sesuai dengan indikasi penyakit


pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil pemeriksaan fisik yang
akurat.

Tetapkanlah masalah pasien yang utama, walaupun pasien datang dengan 3


macam keluhan yang berbeda.
2.

Diagnosis

Tetapkan diagnosis melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik yang akurat.


3.

tujuan terapi

4.

pemilihan obat
-

Susun daftar kelompok obat yang manjur


40

Pilih obat yang terbaik (kemanjuran, keamanan, dan kecocokan

serta biaya).
* diberikan dosis yang tepat
* tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau
* meminimalkan efek samping dan alergi obat
5.
-

pelaksanaan terapi

Pantau pengobatan yang telah anda berikan kepada pasien.

5. EFEK SAMPING OBAT (ESO) , ADR (ADVANCE DRUG REACTION)


Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping, seperti
efek farmakologik, efek samping obat juga merupakan hasil interaksi yang kompleks
antara molekul obat dengan tempat kerja spesifik dalam sistem biologik tubuh. Kalau
suatu efek farmakologik terjadi secara ekstrim. Ini pun akan menimbulkan pengaruh
buruk terhadap sistem biologik tubuh.

A. Efek Samping Obat (ESO)


Yaitu setiap efek yang tidak dikehendaki yang merugikan / membahayakn pasien
(adverse reactions) dari suatu pengobatan. Efek samping tidak mungkin dihindari /
dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekan / dicegah seminimal mungkin dengan
menghindari faktor-faktor resiko yang sebagian besar sudah diketahui.
Contoh efek samping :
Reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi imunologi).

Hipogikemia berat karena pemberian insulin.

Esteoporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama.

Hipertensi karena penghentian pemberian klonidin.

Fokomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada masa awal
kehamilan.

Istilah-istilah mengenai efek samping menurut WHO th. 1991 :


1. Advers Drug Reaction (ADR)
41

Didefinisikan sebagai reaksi yang tidak dikehendaki dan bersifat merugikan


akibat respon pemakaian obat pada dosis sesuai anjuran pada manusia untuk
keperluan terapi, profilaksis, diagnosis, maupun untuk modifikasi fungsi fisiologis.
2. Unexpected Advers Reaction
Yaitu suatu bentuk ADR yang bentuk dan tingkat keparahannya tidak sesuai
dengan apa yang tertulis pada label pemasaran suatu jenis obat.
3. Adverse Event / Advers Experience
Yaitu suatu reaksi yang timbul pada uji klinik obat yang belum jelas hubungan
kausalnya dengan obat tersebut.
4. Side Effect
Yaitu berbagai efek yang tidak dikehendaki dari suatu obat yang terjadi pada
pemakaian dosis normal pada manusia, berkaitan dengan kandungan zat pada
obat tersebut.
5. Signal
Yaitu laporan yang berisi informasi mengenai faktor-faktor yang diduga penyebab
efek

samping,

yang

sebelumnya

belum

diketahui

atau

tidak

lengkap

terdokumentasi.
Biasanya diperlukan lebih dari satu laporan kasus, tergantung dari tingkat
keparahan dan kualitas informasi yang didapatkan.

B. Klasifikasi Efek Samping Obat (ESO)


1. Tipe A
Bersifat intrinsik, bergantung dari konsentrasi dosis serta bahan-bahan kimia
yang dikandung oleh suatu jenis obat.
Umumnya merupakan kelanjutan khasiat terapeutik.
Kejadiannya didapat dari prediksi sebelumnya.
2. Tipe B
Bersifat idiosinkratik, tidak tergantung dosis, bersifat individual, kejadiannya sulit
untuk diprediksi.

42

Beberapa kejadian berkaitan dengan defisiensi enzim kongenital seperti glucose


6-phospat dehydrogenase yang mengakibatkan kerusakan sel eritrosit akibat
reaksi oksidatif dari obat-obat tertentu.
3. Tipe Withdrawal
Akibat obat yang telah lama digunakan dihentikan penggunaannya secara tibatiba.
Contohnya : obat narkotika, pil KB, kortikosteroid.
Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Efek Samping Obat
Faktor-faktor yang dapat mendorong terjadinya efek samping obat. Faktor-faktor
tersebut ternyata meliputi:
1. Faktor bukan obat
Faktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah:
a) Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan untuk alergi,
penyakit, sikap dan
kebiasaan hidup.
b) Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat) dan lingkungan, misalnya
pencemaran oleh
antibiotika.
2. Faktor obat
a) Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping.
b) Pemilihan obat.
c) Cara penggunaan obat
d) Interaksi antar obat.

C.Mekanisme dan faktor predisposisi

43

Gambar : Langkah-Iangkah untuk Mengenal dan Menetapkan ESO


Sumber :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14_PemantauanEfekSampingObat.pdf/14_PemantauanEfekSamping
Obat.htm

Pharmacoviggilance
-

Adalah ilmu farmakologi yang mempelajari deteksi, penilaian, pencegahan dari


efek yang merugikan, terutama pada jangka pendek atau jangka panjang pada
efek samping obat.
Tujuannya : untuk mengamati, mengevaluasi, dan memberikan suatu penilaian
suatu informasi terapi kesehatan untuk si pasien terhadap efek samping suatu
obat yang diberikan.

44

KESIMPULAN
Pemberian Obat yang berbeda tergantung pada kesadaran
pasien. Pemberian obat secara intravena dapat memberikan efek yang
lebih cepat. Nasib obat dalam tubuh disebut farmakokinetik. Sedangkan
nasib tubuh terhadap obat disebut farmakodinamik. Untuk mencapai
targetnya, obat mengalami ADME di dalam tubuh.

45

DAFTAR PUSTAKA

Dorland
Farmakologi dan Terapi FKUI. Ed.5. 2008
Katzung, Betram G. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi VI. 1997.
EGC:

Jakarta.

Buku ajar farmasi kedokteran UPN Veteran JKT


http://www.klikdokter.com
http://www.puskel.com
46

http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/principle-ofdrug-

action-bw.pdf

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_EMIT.pdf/11_EMIT.html

47

Вам также может понравиться