Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis merupakan kelainan kulit yang sering dijumpai dalam praktik


sehari hari, merupakan peradangan kulit (dermis dan epidermis) sebagai respon
terhadap pengaruh faktor endogen maupun eksogen, menimbulkan gejala klinis
berupa efloresensi polimorfik, pada fase akut ditandai dengan adanya pruritus,
eritema, papul, vesikel, sedangkan pada fase kronis ditandai dengan adanya
skuama, fisura, dan likenifikasi.1,2,3,4
Hingga saat ini belum ada kesepakatan internasional mengenai tatanama
dan klasifikasi dermatitis. Salah satu yang menjadi klasifikasi adalah berdasarkan
etiologi, bentuk, stadium, dan berdasarkan lokalisasi yaitu dermatitis manus
(tangan), dermatitis pedis ( kaki), dan akrodermatitis (perifer/ujung).1,2,4
Istilah akrodermatitis digunakan untuk kelainan kulit yang didasari oleh
tempat predileksi di daerah perifer/akral/ujung. Akrodermatitis terbagi menjadi
acrodermatitis enteropathica, acrodermatitis continua of hallopeau / acrodermatitis
perstans, dan pappular acrodermatitis of chilhood / gianotti-crosti syndrome.1,4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ACRODERMATITIS ENTEROPATHICA


DEFINISI
Acrodermatitis enteropathica (AE) tercatat pada tahun 1936 oleh ahli
dermatologi di Swedia dan merupakan penyakit yang sangat familial terutama di
bagian anak dan bagian dermatologi.5,6 Acrodermatitis enteropathica adalah
penyakit bawaan yang diakibatkan oleh kelainan absorpsi zat besi (zinc), biasa
terjadi pada infant, dikarakteristikan dengan trias dari acral dermatitis (wajah,
tangan, kaki, area anogenital), alopesia, dan diare. Tanda dan gejala juga dapat
ditemukan pada orang dewasa dengan Acquired zinc deficiency (AZD) yang
kekurangan asupan zinc atau kegagalan dalam absorpsi zinc di usus.3,6,7,8

EPIDEMIOLOGI
Insidesi AE belum diketahui, tetapi biasa terjadi pada bayi yang sedang
memasuki usia masa meminum susu, beberapa hari hingga beberapa minggu, dan
lebih sering terjadi pada wanita.3,9

ETIOLOGI
Etiologi AE merupakan autosomal recessive hasil dari kegagalan
mengabsorpsi zinc, sedangkan AZD karena penurunan asupan zinc, malabsorpsi,
mengonsumsi alkohol yang sudah kronis, peningkatan pengeluaran urin (nefrotik
sindrom), hipoalbumin, terapi penisilin, peningkatan katabolisme (trauma, burn,
pasca operasi), anemia hemolitik; remaja yang mempunyai diet buruk.3,10

PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya AE yaitu pasien tidak dapat mengabsorpsi cukup
zat besi dari makanan. Ligan spesifik yang terlibat dalam mekanisme transport zat
besi yang memungkinkan untuk terjadi ketidakabnormalitasan masih belum
diketahui. Hal ini juga masih belum diketahui bagaimana defisiensi zat besi dapat
mempengaruhi kulit dan lesi lainnya.3,6,7,8,10

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Pada pemeriksaan umum ditemukan photofobia, suasana hati yang kurang
baik, mudah tersinggung, sedangkan pada anak anak sering merengek, menangis,
dan kegagalan dalam pertumbuhan.3

Pemeriksaan dermatologi
Kulit : makula dan plak kering, bersisik, berbatas tegas dan merah terang,
berkembang menjadi vesikobulosa, pustul, erosi, dan krusta. Terutama di bagian
perioral dan area anogenital, kemudian di scalp, tangan dan kaki, regio fleksural,
dan batang tubuh. Lesi dapat menjadi infeksi sekunder yang diinfeksi oleh
candida albikan, S. aureus. Lesi AE terdistribusi simetris di perioral, akral, dan
area perineal.3,6,7,8
Rambut dan kuku : diffuce alopecia, paronichia, kuku kasar, hingga bisa terjadi
kehilangan kuku.3
Membran mukus : Merah, lidah mengkilat, erosi.3

PEMERIKSAAN LAB
Hasil pemeriksaan lab didapatkan3 :
CBC : Anemia
kimia : penurunan serum / level zinc plasma
Urin : penurunan zinc urin keluar

DIAGNOSIS BANDING
Acrodermatitis enteropathica sering dibandingkan dengan penyakit :
-

Atopic dermatitis
Seborrheic dermatitis
psoriasis

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan melalui penemuan klinis dan dideteksi dengan
rendahnya konsentrasi level zinc dalam plasma.6

PROGNOSIS
Setelah dilakukan penggantian zinc, tanda dan gejala AE dapat sembuh
dalam satu hingga dua minggu, sedangkan diare, perasaan mudah tersinggung
dapat membaik dalam 24 jam.3

TATALAKSANA
Pemberian asupan atau suplement zinc salts IV 2 hingga 3 kali dapat
menormalkan kecukupan zinc dalam hitungan beberapa hari atau beberapa
minggu. Dalam penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya pasien mengalami
perbaikan setelah diberikan penggantian zinc sulfat 50mg dua kali sehari dalam 6
bulan.3,6,7

2.2

ACRODERMATITIS

CONTINUA OF

HALLOPEAU

(ACH)

ACRODERMATITIS PERSTANT

DEFINISI
Acrodermatitis continua of hallopeau (ACH) pertamakali ditemukan oleh
Hallopeau pada tahun 1890 sebagai erupsi pustular yang steril di bagian distal
phalang. Merupakan gejala kronis pustulasi dari nail folds, nail bed, dan ujung
jari sehingga mengakibatkan lepasnya kuku-kuku jari, penyakit ini dapat pula
dihubungkan dengan psoriasis pustular.3,11

ETIOLOGI
Etiologi penyebab ACH sampai saat ini belum diketahui.3,11

MANIFESTASI KLINIS
Acrodermatitis continua hallopeau (ACH) dikarakteristikan dengan adanya
pustul yang multiple, dengan skuama pada dasar yang eritem. Biasa terjadi pada
distal satu phalang atau dua phalang jari. Pustul tampak seperti danau dan dalam
beberapa waktu akan menyebar ke bagian yang lebih proksimal. Tempat
predileksinya biasa terjadi di lengan, forearm, dan kaki. Atrofi kulit dan sklerosis
pada umumnya dapat terlihat, hal ini mengakibatkan pasien merasa sangat nyeri
dan terganggu.12,13

Gambar acrodermatitis continua of hallopeau dengan adanya pustul, pus,


dan rusaknya kuku yang permanen.

HISTOPATOLOGI
Histopatologi ACH terlihat stratum korneum yang parakeratosis dan
adanya kumpulan dari sel-sel neutrofil di subcorneum. Hal ini sering disalah
diagnosiskan sebagai paronikia yang diakibatkan oleh bakteri ataupun jamur.12,13

Gambar histopatologi ACH terlihat stratus korneum hiperkeratosis

DIAGNOSIS BANDING
Akrodermatitis Continua Hallopeau sering dibandingkan dengan penyakit
mucocutaneous candidiasis.

TREATMENT
Pengobatan

khusus untuk ACH diberikan topikal glukokortikoid,

calcipotriene, atau fluorouracil cream 5%. Sedangkan obat sistemik dapat


diberikan oral retinoids satu kali dalam satu minggu, cyclosporine A (3 5
mg/kg/hari),

methotrexate

(10-25

mg/

minggu),

dan

Psoralen-UVA

photochemotheraphy juga tercatat sukses pada beberapa kasus.3,13

10

2.3 PAPULAR ACRODERMATITIS OF CHILDHOOD (PAC) / GIANOTTI


CROSTI SYNDROME (GCS)
DEFINISI
Papular Acrodermatitis of Chilhood (PAC) atau dengan sinonim Gianotti
Crosti syndrome (GCS) pertamakali ditemukan oleh Gianotti dan Crosti pada
tahun 1955. Papular Acrodermatitis of Chilhood merupakan penyakit yang dapat
sembuh dengan sendirinya, dengan manifestasi onset yang akut terdistribusi
hampir seluruh tubuh.3,14,15

11

EPIDEMIOLOGI
Terjadi pada anak usia 6 bulan hingga 12 tahun dengan insidensi paling
tinggi pada usia 1-6 tahun.3,16

ETIOLOGI
Papular Acrodermatitis of Chilhood (PAC) dapat disebabkan oleh3:
Virus : Epstein Barr Virus, CMV, hepatitis B virus, parainfluenza virus, rotavirus,
adenovirus, pox virus, echovirus, hepatitis A virus, hepatitis C virus.
Bakteri : Mycoplasma pneumoniae, Borrelia burgdoferi, Bartonella henselae,
streptokokkus grup A.
Vaksin : Influenza, tetanus, dipteri, BCG, oral polio.

12

PATOGENESIS
Papular acrodermatitis of childhood dikarenakan adanya respon imun
terhadap viremia yang sementara.3

MANIFESTASI KLINIS
Tempat predileksi PAC yaitu di wajah, bokong, dan ekstensor ekstrimitas.
Hanya terdapat papul monomorfik, discrete, nonconfluent, simetris, eritem,
berdiameter 2 hingga 5 mm, tidak gatal, dan persist selama 3 hingga 5 minggu.
PAC hanya mengenai kulit dan tidak mengenai membran mukus.3,14

13

14

DIAGNOSIS BANDING
Gianotti-crosti syndrome sering dibandingkan dengan penyakit hand, foot and
mouth disease : suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh enterovirus,
dikarakteristikan oleh adanya lesi vesikel, ulser di bagian distal ekstrimitas.16

DIAGNOSIS
Belum ada golden standar untuk menegakan diagnosis, namun beberapa
literatur mengatakan bahwa diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan
riwayat perjalanan penyakit. Dalam banyak kasus, GCS dapat sembuh dengan
sendirinya, tanpa adanya bekas luka dalam 10-60 hari.14

PENATALAKSANAAN
Gianotti Crosti syndrome merupakan suatu penyakit yang dapat sembuh
dengan sendirinya, tidak adanya pengobatan khusus kecuali untuk pengobatan
gejalanya. Penatalaksanaan bergantung pada etiologi yang diderita oleh pasien
Oral atau topikal antihistamin dapat meringankan gejala pruritus. Topikal
kortikosteroid dapat diberikan satu kali sehari selama 1 hingga 2 minggu untuk
meringankan lesi. Kortikosteroid istemik dapat diberikan untuk kasus yang
berat..14,16

DAFTAR PUSTAKA
15

1. Handoko RP. Penyakit virus. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,


penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Edisi ke-5. Jakarta: FK-UI; 2007. hlm. 110-2.
2. Kartowigno S. Sepuluh besar kelompok penyakit kulit. Dept IKKK FK
Sriwijaya RSUP Palembang. 2012. hlm. 113-9.
3. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks color atlas and synopsis of clinical
dermatology. Edisi ke-6. New York: McGraw Hill; 2009. hlm. 837-45.
4. Ardhie AM. Dermatitis dan peran steroid dalam penanganannya. Dexa media.
2004: 17 (4); 157. Diunduh 20 November 2014]. Tersedia dari:
http://www.unhas.ac.id/tahir/BAHAN-KULIAH/BIO-MEDICAL/BAHANUMUM/ECHOCARDIOGRAPHY%20(%20SALEH%20%20D411%2002%20050%20)/REFERENSI/dermatitis.pdf
5. Mittal R, Sudha R, Murugan S, Adikrishan, Shobana S, Anandan S.
Acrodermatitis enteropathica. Sri R J of Med. 2007; 1 (2) : 57-59. [Diunduh
November 2014]. Tersedia dari :
http://www.sriramachandra.edu.in/university/pdf/research/journals/jan_2007/
book_14.pdf
6. Dept of Pediatric. Acrodermatitis Enteropathica. Turk J Med Sci. 2001: 31(6):
573-574.

[Diunduh

13

November

2014].

Tersedia

dari:

http://dergipark.ulakbim.gov.tr/tbtkmedical/article/view/5000031841
7. Maverakis E, Lynch PJ, Fazel N. Acrodermatitis Enteropathica. Dermatology
Online Journal. 2007:13(3):11-13. [Diunduh 19 November 2014]. Tersedia
dari : https://escholarship.org/uc/item/66v664n2?query=acrodermatitis
8. Suchitra N, Srreejith P, Pappachan JM. Acrodermatitis enteropathica like skin
eruption. Dermatology online Journal. 2007:13(3):20-22. [Diunduh 19
ovember 2014]. Tersedia dari:
https://escholarship.org/uc/item/30x073xr?query=acrodermatitis

16

9. Avellaneda CF, Cruz CM, Palacio CA. Acrodermatitis Enteropathica. Revista


Med. 2009;17(1):150-154. Diunduh 13 November 2014. Tersedia dari:
http://www.scielo.org.co/pdf/med/v17n1/v17n1a21.pdf
10. Schiavon GB, Marinonni LP, Abagge KT. Acrodermatitis enteropathica :
description. Dermatol Pediatr Lat. 2006; 4(3): 211-216. Diunduh 13
November 2014. Tersedia dari :
http://sisbib.unmsm.edu.pe/bvrevistas/dpl/v04n03/pdf/a06v4n3.pdf
11. Baleviciene G, Schwartz. Papular Acrodermatitis of Childhood. Pediatric
Dermatology. 2001. Vol 67. p 291-293. [Diunduh 13 November 2014].
Tersedia dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11324389
12. Yang HH, Chen HC, Chen HC, Wu YH, Su HY. Acrodermatitis Continua of
Hallopeau. Dept of Dermatology. Taiwan. 2003: 92 (2) ; 165-170. [Diunduh
13

November

2014].

Tersedia

dari:

http://www.dermatol-

sinica.com/web/data/200859031746.pdf
13. Rosenberg BE, Strober BE. Acrodermatitis Continua. Dermatology Online
Journal. 2004: 10(3); 9-10. [Diunduh 19 November 2014]. Tersedia dari :
https://escholarship.org/uc/item/1cz4r861?query=acrodermatitis
14. Baleviciene G, Schwartz. Papular Acrodermatitis of Childhood. Pediatric
Dermatology. 2001. Vol 67. p 291-293. Diunduh 13 November 2014. Tersedia
dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11324389
15. Roxburgh. Two cases of acrodermatitis perstans. Proc R Soc Med. 1927.
21(2):

181-183.

[Diunduh

19

November

2014].

Tersedia

dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2101617/)
16. Juillete. Gianotti-Crosti syndrome. Canadian family physician. 2009; 55: 716.
Diunduh

20

November

2014.

Tersedia

dari:

http://www.cfp.ca/content/55/7/716.full.pdf

17

18

Вам также может понравиться