Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
INDONESIA
Munculnya era reformasi sebagai momentum bangkitnya gerakan
demokrasi yang sebelumnya dihambat pada era Orde Baru, bukanlah hal
yang mudah dilakukan dan dikelola dengan baik, banyak kendala yang
menghadang dalam konteks keberagaman bangsa Indonesia.
Hal itu merupakan benang merah dari buku karya Syamsuddin
Haris, peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia berjudul
"Masalah-masalah Demokrasi dan Kebangsaan di Era Reformasi". Buku
tersebut merupakan kumpulan artikel Syamsuddin Haris yang dibagi
dalam sembilan bab yang membahas berbagai isu politik dan kebangsaan
di Indonesia pascareformasi.
Buku setebal 234 halaman itu menarik untuk dibaca karena sang
penulis membagi dua permasalah pada era refomasi dalam dua bagian,
yaitu permasalahan demokrasi yang cenderung terperangkap sekadar
elektoral-prosedural dan di sisi lain mengulas masalah rapuhnya nilai-nilai
kebangsaan
serta
keindonesiaan.
Dalam permasalahan demokrasi, Syamsuddin mulai membahasnya di Bab
I mengenai sistem pemilihan di Indonesia pascareformasi, yang mencoba
mengetengahkan analisis kritisnya mengenai pelaksanaan elektoral di
Indonesia. Perbaikan sistem pemilihan pada era reformasi sudah
berlangsung secara "fair", bebas, dan demokratis. Namun, dia mengkritisi
cita-cita reformasi untuk menghadirkan pemerintahan yang bersih dan
berpihak pada kepentingan masyarakat, seolah-olah menguap sebagai
mimpi
rakyat.
Dia mempertanyakan makin luasnya praktik politik transaksional dalam
sistem politik di Indonesia, yang ditandai dengan banyaknya pimpinan
partai politik tersangkut kasus korupsi dan juga melibatkan jaksa, hakim,
aparat
keamanan,
bahkan
hakim
konstitusi.
Syamsuddin ingin menggambarkan bahwa politik transaksional tersebut
berlangsung secara sistematis yang melibatkan berbagai pihak dari
masing-masing
institusi.
"Momentum reformasi pada tahun 1998 semestinya kesempatan emas
bagi bangsa Indonesia menata kembali kehidupan politik, sosial-budaya,
ekonomi, dan hukum ke arah lebih baik. Namun, ternyata tidak
dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh elemen bangsa," tulis
Syamsuddin
Haris
di
bukunya
tersebut.