Вы находитесь на странице: 1из 16

MAKALAH

EMOSI
Dosen Pembimbing : Rezkiyah Rosyidah,S.Psi ,M.Psi ,Psi

Di Susun Oleh Kelompok 3 :


Zuli Wulandari

140541100094

Ismi Yukhanid

140541100104

Ahmad Amirol .G

140541100108

Ira Mustika

140541100115

Sukmawati Suaedy

140541100125

Neneng Ginarsih

110541100004

Shinta D. Prameswari A 110541100082

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya kami dapat
menyusun makalah ini.
Makalah ini merupakan sebuah ulasan mengenai teori Emosi yang berfokus pada penjelasan
berbagai aspek yang terdapat didalam teori tersebut.
Dengan adanya pendalaman materi yang membahas tentang teori Emosi diharapkan dapat
membantu pembaca agar lebih mengetahui gambaran mengenai tentang Emosi.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan senantiasa menjadi sahabat bagi
pembaca yang ingin belajar lebih dalam tentang Emosi. Kritik dan saran dari pembaca tetap
kami harapkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.

Penyusun
Bangkalan, 23 Maret 2015

DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................ i
Kata Pengantar........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
1.2.
1.3.

Latar Belakang.................................................................................................
Rumusan Masalah............................................................................................
Tujuan..............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan Emosi.......................................................................................

2.2 Teori-teori Emosi.............................................................................................. 5


2.3 Hakikat Emosi................................................................................................... 6
2.4 Gejala Perasaan (EMOSI) ................................................................................ 7
2.5 Macam Macam Emosi.................................................................................... 9
2.6 Gangguan Emosi............................................................................................... 9
2.7 Ekspresi dan Emosi........................................................................................... 12
2.8 Perasaan dan Emosi.......................................................................................... 13
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan...................................................................................................... 16
3.2. Daftar Pustaka.................................................................................................. 16

BAB I

1
1
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakikatnya, setiap orang itu mempunyai emosi. Dari bangun tidur pagi hari
sampai waktu tidur malam hari, kita mengalami macam-macam pengalaman yang
menimbulkan berbagai emosi pula. Misalnya, kita merasa gembira atau merasa jengkel
saat perjalanan ke kampus. Darimana emosi itu muncul, apakah dair pikiran atau dari
tubuh? Tak seorang pun yang bisa menjawabnya dengan pasti, ada yang mengatakan
tindakan dulu (tubuh), baru muncul emosi ada pula yang mengatakan emosi dulu
(pikiran), baru muncul tindakan. Emosi dan tindakan sangat erat berkaitan dan tidak
mungkin di pisahkan karena keduanya merupakan bagian dari emosi.
Emosi tidak selalu jelek atau bersifat negatif karena semua itu tergantung pada emosi
mana yang kita pilih dalam reaksi kta terhadap orang lain dan situasi sekitar kita. Semua
orang memiliki jenis perasaan yang serupa. Namun, intensitasnya berbeda-beda. Emosiemosi ini dapat merupakan kecenderungan yang membuat kita frustasi tetapi juga bisa
menjadi modal untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan hidup.
Semua emosi pada dasarnya melibatkan berbagai perubahan tubuh yang tampak dan
tersembunyi, baik yang diketahui atau tidak, seperti perubahan dalam pencernaan, denyut
jantung, tekanan darah, sekresi adrenalin, malu, sesak napas, gemetar, pucat, pingsan,
menangis, dan merasa mual.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian emosi?
2. Apa teori yang berkaitan dengan emosi?
3. Bagaimana perkembangan emosi?
4. Apa macam-macam emosi?
5. Bagaimana gangguan emosi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian emosi
2. Memahami teori yang berkaitan dengan emosi
3. Terjadinya perkembangan emosi
4. Mengetahui macam-macam emosi
5. Memahami tentang bagaimana gangguan emosi dapat terjadi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Emosi


Dari mana emosi itu muncul,apakah dari fikiran atau dari tubuh??
Agaknya,tak seorangpun bisa menjawabnya dengan pasti. Ada pula yang mengatakan
tindakan dulu (tubuh),baru muncul emosi. Ada pula yang mengatakan dulu (pikiran),baru
muncul tindakan. Mana yang muncul lebih dulu tidaklah begitu begitu penting bagi kita
sebab tindakan dan emosi pada dasarnya sangat erat berkaitan. Kita tidak mungkin
memisahkan tindakan dan emosi. Karena keduanya merupakan bagian dari keseluruhan.

2.2 Teori-teori Emosi


Dalam upaya menjelaskan ihwal timbulnya gejala emosi,para ahli mengemukakan beberapa
teori emosi. Beberapa teori emosi yang terkenal diajukan oleh Schachter dan Singer Teori
Emosi Dua-Faktor. James dan lange yang terkenal dengan Teori Emosi James-Lange,
serta Cannon dengan teori Emergency-nya.
1. Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer
Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer dikenal sebagai teori yang paling klasik
yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja saa (hati berdebar, tekanan
darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah , dan sebagainya), namun
jika rangsangannya menyenangkan seperti diterima diperguruan tinggi idaman emosi
yang timbul dinamakan senang. Sebaliknya, jika rangsangannya membahayakan (misalnya,
melihat ular berbisa), emosi yang timbul dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori
ini lebih sesuai dengan teori kognisi.
Menurut Berkowitz (1993), banyak pemikiran saat ini tentang peran atribusi dalam
emosi mulai dengan sebuah teori kognitf yang sangat dikenal dan dipublikasikan oleh Stanlay
Schachter dan Jeromy Singer pada tahun 1962. (konsepsi berkowitz tentang bagaimana
pikiran tingkat tinggi menentukan pembentukan suasana emosional setelah munculnya reaksi
awal, relatif primitif dan emosional, dipengaruhi oleh formulasi ini). Semua pembahasan
tentang peran kognisi dalam proses terjadinya kemarahan, sangatlah tidak lengkap tanpa
pembahasan dalam teori ini.
2. Teori Emosi James-Lange
Teori kedua dinamakan teori Emosi James-Lange. Dalam teori ini disebutkan bahwa
emosi timbul setelah terjadnya reaksi psikologik. Jadi, kita senang karena kita meloncat-lonca
setelah melihat pengumuman dan kita takut karena kita lari setelah kita melihat ular.
Menurut teori ini emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahanperubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap berbagai rangsangan yang datang
dari luar. Jadi, jika seseorang misalnya, melihat harimau, reaksinya adalah peredaran darah
makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-pau lebih cepat memompa udara, dan

sebagainya. Respon-respon tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut
mengapa rasa takut yang timbul ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar.
3. Teori Emergency Cannon
Teori emosi yang ketiga ini dinamakan teori Emergency Cannon. Teori ini
dikemukakan oleh Walter B. Cannon (1929), seorang fisiolog dari Harvard University.
Cannon dalam teorinya menyatakan bahwa karena gejolak emosi itu menyiapkan seseorang
untuk mengatasi keadaan yang geting, orang-orang primitif yang membuat respon semacam
itu bisa survive dalam hidupnya.
Cannon menyalahkan teori James Lange karena beberapa alasan, termasuk fokus
eksklusif teori pada reaksi organ dalam. Cannon mengatakan, antara lain, bahwa organ dalam
umumnya terlalu insensitif dan terlalu dalam responnya utuk bisa menjadi dasar
berkembangnya dan berubahnya suasana emosional yang sering kali berlangsung sedemikian
cepat meskipun begitu, ia sebenarnya tidak beranggapan bahwa organ dalam merupakan satusatunya faktor yang menentukan suasana emosional.

2.3 Perkembangan Emosi


Para ahli fisiologi sering menyebutkan bahwa dari semua aspek perkembangan, yang
paling sukar untuk diklasifikasikan adalah perkembangan emosional. Orang dewasa pun
mendapat kesukaran dalam menyatakan perasaannya. Reaksi terhadap emosi pada dasarnya
sangat dipengaruhi oleh lingkangan, kebudayaan, dan sebagainya, sehingga mengukur emosi
itu agaknya hampir tidak mungkin.
Disaat anak baru lahir syaraf yang menghubungkan otak baru dengan otak lama
belum berkembang secara penuh. Karena itu, respon emosional anak tersebut tidak
terkendalikan. Ia memberikan reaksi secara keseluruhan, tanpa menunjukkan perbedaan
antara berbagai tingkat dan jenis stimulus.
Dengan membandingkan antara respon-respon emosional anak dan respon-respon
emosional orang dewasa, bisa diketahui bahwa perkembangan itu bergerak dari tingkat
sederhan ketingkat yang rumit.
Pada bayi yang baru lahir, satu-satunya emosi yang nyata adalah kegelisahan yang
tampak sebagai ketidaksenangan dalam bentuk menangis dan meronta. Pada keadaan tenang,
bayi itu tidak menunjukkan perbuatan apapun jadi emosinya netral.
Kurang lebih tiga bulan kemudian, baru tampak pembedaan. Pada saat ini, terdapat
dua ekstremitas, yaitu rasa tertekan atau terganggu dan rasa senang atau gembira. Senang atau
gembira merupakan perkembangan emosi lebih lanjut yang tidak terdapat pada waktu lahir.
Pada waktu usia lima bulan, marah dan benci mulai dipisahkan dari rasa tertekan atau
terganggu. Usia tujuh bulan, mulai tampak perasaan takut. Antara usia 10-12 bulan, perasaan
bersemangat dan kasih sayang mulai terpisah dari rasa senang. Semakin besar anak itu,

semakin besar pula kemampuannya untuk belajar, sehingga perkembangan emosinya kian
rumit. Perkembangan emosi lewat proses kematangan hanya terjadi saat usia satu tahun.
Setelah itu, perkembangan selanjutnya lebih baik ditentukan oleh proses belajar.
Begitulah, sepanjang seluruh fase serta pada segenap tahap perkembangan anak,
mengalirlah secara terus-menerus, tiada henti-hentinya, arus pengalaman-pengalaman
emosional.
2.4 Gejala Perasaan (EMOSI)
1.

Pengertian

Perasaan adalah suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang kita alami
dengan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat
subjektif. Unsur-unsur perasaan:
a.

Bersifat subjektif dari pada gejala mengenal

b.

Bersangkut paut dengan gejala mengenal

c.
tidak sama.

Perasaan dimulai sebagai rasa senang atau tidak senanag, yang tingkatannya

Gejala perasaan
perkembangan perasaan.

kita

tergantung

padakeadaan

jasmani,

pembawaan,

dan

3 perasaan menurut Wilham Wundt :


1.

2.

Perasaan tidak hanya dapat dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau
tidak senang, melainkan masih dapat dilihat dari dimensi lain.
2.
Perasaan dapat dilihat sebagai suatu hal yang excited atau sebagai innert
feeling
3.
Perasaan dapat dialami oleh individu sebagai suatu yang masih dalam
penghargaan (expectancy atau release feeling)
Afek dan Stemming

Afek merupakan peristiwa psikis dapat diartikansebagai rasa ketegangan hebat dan
kuat, yang timbul dengan tiba-tiba dalam waktu singkat, tidak disadari dan disertai dengan
gejala-gejala jasmaniah yang hebat pula. Sebagai akibatnya, pribadi yang dihinggapi afek
tersebut tidak mengenal atau tidak menyadari lagi terhadap sesuatu yang diperbuatnya. Afek
pada umumnya tidak pernah berlangsung lama, karena sifatnya yang terlalu kuat. Misalnya,
ketakutan, kemurkaan, kemuakan, ledakan dendam kusumat, kebencian yang menyala-nyala,
cinta birahi, kestase (kehanyutan jiwa), dan lain sebagainya.
Stemming atau suasana hati dapat diartikan sebagai suasana hati yang berlangsung
agak lama, lebih tenang, berkesinambungan dan ditandai dengan ciri-ciri perasaan senang
atau tidak senang sebab-sebab suasana hati itu pada umumnya ada dalam bawah sadar namun

ada kalanya juga disebabkan oleh faktor jasmaniah. Jika suasana ini konstan sifatnya maka
peristiwa ini disebut humeuur.
3.

Simpati dan Empati

Simpati adalah perasaan terhadap orang lain. Simpati ialah suatu kecenderungan
untuk ikut serta merasakan segala sesuatu yang sedang dirasakan orang lain. Dengan kata lain
suatu kecenderungan untuk ikut serta merasakan sesuatu yang dirasakan oleh orang lain.
Disini ada situasi feeling with another person. Simpati dapat timbul karena perasaan cita-cita,
mungkin karena penderitaan yang sama atau karena berasal dari daerah yang sama, dan
sebagainya.
Empati adalah suatu kecenderungan untuk merasakan sesuatu yang dilakukan
orang lain andai kata dia dalam situasi orang lain tersebut. Karena empati, orang
menggunakan perasaaanya dengan eektifdidalam situasi orang lain, didorongnya oleh
emosinya seolah-olah dia ikut mengambil bagian dalam gerakan-gerakan yang dilakukan
orang lain. Disini ada situasi feeling into a person or thing
4.

Emosi dan Perkembangan pribadi

Emosi bukanlah gejala jiwa yang dominan bagi manusia, sebab masih ada faktorfaktor lain yang ikut mempengaruhi terhadap kehidupan emosi. Namun, peranan emosi bagi
manusi tidak dapat diabaikan. Karena emosi berpengaruh terhadap kejiwaan kita , berarti
berpengaruh juga terhadap kemauan dan perbuatan. Maka, gejala jiwa itu berpengaruh pula
terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi.
a.
Kekuatan perasaan dapat diperkuat dan dapat diperlemah. Kemungkinan
semacam itu memberi kesempatan yang baik pada usaha-usaha pendidikan. Dalam
pembentukan pribadi anak perlu dikembangkan perasaan-perasaan yang baik, luhur, dan
positif, misalnya perasaan ketuhanan, perasaan sosial, perasaan keindahan, perasaan intelek,
perasaan harga diri, dan perasaan kesusilaan.
b.
Pendidikan perasaan adalah sangat penting. Usahakanlah suasana dan
rasangan-rangsangan yang dapat membangun dan mengembangkan perasaan yang baik dan
luhur., dan tiadakanlah keadaan yang merangsang timbulnya perasaan-perasaan yang rendah
dan negatif, misalnya perasaan takut, kecil hati, dendam, iri, khawatir, dan sebagainya.
c.
Karena emosi mempunyai sifat menjalar atau menular atau merembet maka
jangan membawakan emosi yang negatif dalam hubungannya dengan seksama, baik dalam
pergaulan pendidikan maupun dalam pergaulan pada umumnya.
2.5 Gangguan Emosi
1. Teori Lingkungan
Teori lingkungan ini menganggap bahwa penyakit mental diakibatkan oleh berbagai
kejadian yang menyebabkan timbulnya stres. Pandangan tersebut beranggapan bahwa
kejadian ini sendiri adalah penyebab langsung dari ketegangan emosi.

Menurut Bertand Russell, lingkungan emosional yang tepat bagi seseorang anak
merupakan suatu hal yang sulit, dan tentu saja bervariasi menurut usia anak. Sepanjang masa
kanak-kanak, ada kebutuhan untuk merasa aman, meskipun kian berkurang.
2. Teori Afektif
Pandangan profesional yang paling luas dianut mengenai gangguan mental adalah
pandangan yang berusaha menemukan pengalaman emosional bawah sadar yang dialami
seorang anak bermasalah dan kemudian membawa ingatan yang dilupakan dan ditakuti ini
kedalam sadar, sehingga dapat dilihat dari sudut yang lebih realistik.
Menurut pandangan ini, bukan lingkungan, seperti si ayah yang menimbulkan
gangguan, tetapi perasaan bawah sadar si anak (atau secara teknis dikatakan afeksi).
Kelepasan hanya bisa dicapai bila perasaan tersebut dimaklumi dan dihidupkan kembali
dengan seseorang yang tidak akan menghukum anak tersebut atas keinginan-keinginannya
yang berbahaya.
3. Teori Kognitif
Menurut teori Psikoterapi Rasional-Emotif oleh Albert Ellis (1962), penderitaan
mental tidak disebabkan langsung oleh masalah kita atau perasaan bawah sadar kita akan
masalah tersebut, melainkan dari pendapat yang salah dan irrasional, yang disadari maupun
tidak disadari akan masalah-masalah yang kita hadapi.
Menurut Hauck (1967), perbaikan emosional mencakup tiga langkah. Pertama, kita
harus memperlihatkan kepada si anak anggapan-anggapan yang salah, yaitu merupakan suatu
bencana bila ia tidak mendapatkan apa yang diinginkan, dan jika ada perlakuan yang tidak
adil dari orang tuanya,itu benar-benar akan mengganggunya. Kedua, kita selanjutnya
menunjukkan lewat nalar bahwa bukan perilakunya, melainkan reaksinya terhadap orang
tuanya itulah yang menyebabkan gangguannya, karena ia sebenarnya tidak disiksa secara
fisik. Ketiga, ia akan dinasehati agar bersikap lebih manis dan dapat bekerja sama.

2.6 Macam Macam Emosi


Atas dasar arah aktivitasnya, tingkah laku emosional dapat dibagi menjadi empat
macam, yaitu : (1) marah, orang bergerak menentang sumber frustasi; (2) takut, orang
bergerak meninggalkan sumber frustasi; (3) cinta, orang bergerak menuju sumber
kesenangan; (4) depresi, orang menghentikan respons-respons terbukanya dan mengalihkan
emosi ke dalam dirinya sendiri (Mahmud, 1990:167).
Dari hasil penelitiannya, John B. Watson. (dalam Mahmud,1990) menemukan bahwa tiga dari
keempat respons emosional tersebut terdapat pada anak-anak, yaitu: takut, marah, dan cinta.
1. Takut

Pada dasarnya, rasa takut itu bermacam-macam. Ada yang timbul karena seorang
anak kecil memang ditakuti-takuti atau karena berlakunya berbagai pantangan dirumah. Akan
tetapi, ada juga rasa takut naluriah yang terpendam dalam hati sanubari setiap insan.
Misalnya saja,rasa takut akan tempat gelap, takut berada ditempat sepi tanpa teman atau takut
menghadapi hal-hal asing yang tidak dikenal. Kengerian-kengerian ini relatif lebih banyak
diderita oleh anak-anak daripada orang dewasa. Karena, sebagai insan yang masih sangat
masih muda, tentu saja daya tahan anak-anak belum kuat.(Sobur,1988:114-115).
Jika dilihat secara objektif, bisa dikatakan bahwa rasa takut selain mempunyai segisegi negatif, yaitu bersifat menggelorakan dan menimbulkan perasaan-perasaan dan gejala
tubuh yang menegangkan, juga ada segi positifnya. Rasa takut merupakan salah satu
kekuatan yang mendorong dan meggerakkannya. Bahwa rasa takut mempunyai ilai negatif
dan positif, karena rasa takut melindungi individu dalam keadaan yang berbahaya.
2. Marah
Pada umumnya, luapan kemarahan lebih sering terlihat pada anak kecil ketimbang
rasa takut. Bentuk-bentuk kemarahan yang banyak kita hadapi adalah pada anak yang
berumur sampai kira-kira 4 tahun. Kemarahan yang terlihat dari tingkah menyakiti diri
sendiri, ini sering disebut anak ngambek atau ngadat untuk mendapatkan sesuatu. Dengan
istilah lain, ngadat itu disebut temper tantrums (Gunarsa, 1980:89). Jika temper tantrums ini
tidak ditanggulangi dengan baik, tingkah laku tersebut dapat dilakukan juga sesudah empat
tahun. Cara-caranya lebih sulit lagi, sehingga sering tidak dapat dimengerti lagi bahwasanya
cara tingkah laku tersebut merupakan luapan kemarahan.
Kemarahan, seperti halnya dengan ketakutan, dipengaruhi oleh faktor-faktor belajar
dan pendewasaan (Jersild, 1954). Dalam sebuah studi yang dilakukan Goodenough (1931,
dlam Jersild,1954), terdapat cukup bukti yang memperlihatkan bahwa anak-anak lebih mudah
marah apabila pada malam sebelumnya mereka tidak cukup beristirahat.
Anggapan umum bahwa orang yang merasa tidak enak cenderung marah dan agresif
mungkin sulit diterima, dan apabila pada kenyataannya, hubungan antara perasaan dan agresi
terbuka itu bersifat kompleks. Dalam kaitan ini, Berkowits memberikan ringkasan
emikirannya seperti tertuang berikut ini :

Bagaimana Perasaan Negatif Bisa Mengakibatkan Amarah


Kejadian tak enak
Perasaan Negatif
Reaksi Asosiatif Primitif

Kecenderungan berkaitan
dengan agresi

Kecenderungan berkaitan
Dengan penghindaran

(Respons motorik ekspresif,


Reaksi psikologis, pikiran
Dan ingatan berkaitan dengan
Agresi)

(Respons motorik ekspresif,


Reaksi psikologis, pikiran,
Dan ingatan yang berkaitan
Dengan penghindaran

Kemarahan Awal

Ketakutan Awal
Lebih Berkembang, Pemikiran
Tingkat Tinggi

(pikiran berkaitan dengan atribusi,


Aturan sosial tentang emosi yang
Sesuai dengan situasi, konsepsi
Tentang sifat emosi tertentu,dll)
Perasaan yang sudah dikembangkan
Sakit Hati, Tersinggung
Atau Amanah

Rasa Takut

Sumber : Berkowitz, 1999


Dalam bagan diatas, Formulasi Berkowits mempunyai beberapa tahap dalam
pembentukan pengalaman dan perilaku emosional setelah seseorang mengalami kejadian
negatif. Kejadian itu sendiri jelas menimbulkan perasaan negatif, dan teoretis, mungkin
karena program biologis kita, perasaan tidak enak itu otomatis menimbulkan berbagai reaksi
ekspresif motorik, perasaan, pikiran, dan memori.
3. Cinta
Cinta kasih adalah ibarat fundamen pendidikan secara keseluruhan. Tanpa curahan kasih,
pendidikan yang ideal tidak mungkin bisa dijalankan. Selanjutnya , pendidikan tanpa cinta
akan menjadi kering dan bahkan tidak menarik.
2.7 Ekspresi dan Emosi

Wullur (1970:16) melukiskan ekspresi sebagai Pernyataan batin seseorang dengan


cara berkata, bernyanyi, bergerak, dengan catatan bahwa ekspresi itu selalu tumbuh karena
dorongan akan menjelmakan perasaan atau buah pikiran.
Ekspresi menurut Wullur, juga bersifat membersihkan, membereskan (katartis).
Karena itu, ekspresi dapat mencegah timbulnya kejadian-kejadian yang tidak diberi
kesempatan untuk menjelmakan perasaannya dan menghadapi perasaannya. Tanpa ekspresi,
bahan yang terpendam itu dapat membahayakan. Dan terkadang bias menjadi letusan kecil,
seperti perilaku memaki-maki, atau bisa juga terjadi letusan besar, misalnya mengamuk
bahkan membunuh. Letusan yang lebih besar lagi adalah terjadinya letusan revolusi suatu
bangsa yang bertahun-tahun atau berabad-abad tertindas.
Dalam kaitannya dengan emosi, ekspresi emosional (emotional expression) dapat terbagi jadi
tiga macam (Dirgagunarsa, 1996:138), yakni :
1.

Startle Response atau reaksi terkejut.

Reaksi ini merupakan sesuatu yang ada pada setiap orang dan diperoleh sejak lahir (inborn);
jadi tidak di pengaruhi oleh pengalaman tiap-tiap individu.
2.

Ekspresi wajah dan suara (facial and vocal expression).

Keadaan emosi seseorang dapat dinyatakan melalui wajah dan suara. Melalui perubahan
wajah dan suara, kita bias membedakan orang-orang yang sedang gembira, marah, dan
sebagainya.
3.

Sikap dan gerak tubuh (posture and gesture)

Sikap dan gerak tubuh juga merupakan ekspresi dari keadaan emosi.ini sangat dipengaruhi
oleh keadaan kebudayaan tempat orang itu hidup dan pendidikan yang didapat dari orang
tuanya. Jadi, ekspresi dalam sikap dan gerak tubuh ini bisa berlainan sekali pada tiap-tiap
orang.
Ekspresi wajah yang menyertai emosi jelas berfungsi mengomunikasikan emosi
tersebut. Menurut Atkinson, sejak publikasi buku klasik Charles Darwin pada tahun 1872.
Penelitian belum lama ini, menurut Atkinson, lebih luas dari tradisi Darwin, menyatakan
bahwa selain fungsi komunikatifnya, ekspresi emosi berperan pada pengalaman subjektif
emosi, sama seperti rangsangan dan penilaian.
Bagi Atkinson, ekspresi wajah tertentu tampaknya memiliki makna universal, tanpa
memandang kultur tempat individu yang bersangkutan dibesarkan. Ekspresi universal dari
kemarahan, misalnya, adalah wajah memerah, kening berkerut, lubang hidung membesar,
rahang mengatup, dan gigi tampak terlihat jelas.
Universalitas ekspresi emosi tertentu mendukung pernyataan Darwin bahwa hal
tersebt adalah respons bawaan dengan sejarah evolusioner. Menurut Darwin, seperti dikutip
Atkinson, banyak cara mengekspresikan emosi adalah bawaan yang awalnya memiliki
manfaat bagi kelangsungan hidup. Misalnya, ekspresi rasa muak atau penolakan didasarkan

pada upaya organisme untuk melindungi dirinya dari sesuatu yang tidak menyenangkan yang
telah tertelan. Sebetulnya, di samping ekspresi dasar emosi yang tampaknya universal,
terdapat pula bentuk ekspresi yang konvensional, yakni sejenis bahasa emosi yang dikenali
oleh orang lain dalam suatu kultur atau kebudayaan.
2.8 Perasaan dan Emosi
Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang
pengetahuannya dinilai sebagai keadaan positif dan negatif (koentjaraningrat, 1980).

karena

Perasaan yang selalu bersifat subjektif karena adanya unsur penilaian tadi biasanya
menimbulkan suatu kehendak dalam kesadaran seorang individu. Kehendak itu bisa positif
artinya, individu tersebut ingin mendapatkan hal yang dirasakannya sebagai suatu yang
akan meberikan kenikmatakn kepadanya, atau bisa juga negative, artinya ia hendak
menghindari hal yang dirasakannya sebagai hal yang akan membawa perasaan tidak nikmat
kepadanya.
Sementara itu, dalam pandangan Dirgagunarsa (1996), perasaan (feeling)mempunyai dua arti.
Ditinjau secara fisiologis, perasaan berarti pengindraan,sehingga merupakan salah satu fungsi
tubuh untuk mengadakan kontak dengan dunia luar. Dalm arti psikologis, perasaan
mempunyai fungsi menilai, yaitu penilaian terhadap suatu hal. Makna peilaian ini tampak,
misalnya, dalam ungkapan berikut : Saya rasa nanti sore hari akan hujan. Ungkapan ini
berarti bahwa menurut penilaian saya, nanti sore hari akan hujan.
Di lain pihak, emosi mempunyai arti yang agak berbeda. Di dalam pengertian emosi sudah
terkandung unsure perasaan yangmendalam (intense). Perkataan emosi sendiri berasal
perkataan emotus atau emovere yang artinya mencerca (to stir up), yaitu sesuatu yang
mendorong terhadap sesuatu.
Dalam mempelajari perasaan, para ahli tidak mengadakan pembedaan yang tegas dengan
emosi. Hal ini tampak pada pembagian perasaan yang dilakukan oleh beberapa ahli di bawah
ini (Dirgagunarsa, 1996).
Max scheler membagi perasaan dalm 4 golongan, yakni :
1.
Perasaan pengindraan, yaitu perasaan yang berhubungan dengan pengindraan;
misalnya, rasa panas, dingin, sakit.
2.
Perasaan vital, yaitu perasaan yang berhubungan dengan keadaan tubuh; misalnya
rasa lesu, segar.
3.
Perasaan psikis, yaitu perasaan yang menyebabkan perubahan-perubahan psikis;
misalnya rasa senang, sedih.
4.
Perasaan pribadi, yaitu perasaan yang dialami secara pribadi; misalnya perasaan
terasing.
E. B. Titchener mengemukakan bahwa perasaan mempunyai beberapa ciri berikut :
1.
Perasaan dapat dilihat intensitasnya, yaitu kuat atau lemahnya perasaan itu
2.
Perasaan dapat dilihat kualitasnya sehingga kita dapat membedakan persaan sedih dan
gembira, kecewa, takut, dan sebagainya.

3.
Perasaan menghinggapi seseorang untuk jangka waktu yang tertentu (duration).
Suatu fungsi psikis, seperti halnya emosi, selain diperoleh dari lahir, juga dipengaruhi oleh
lingkungan. Watson menyatakan bahwa manusia pada dasarnya mempunyai tiga emosi dasar,
yakni :
1.
Fear, yang nantinya bisa berkembang menjadi anxiety (cemas).
2.
Rage, yang akan berkembang antara lain menjadi anger (marah).
3.
Love, yang akan berkembang menjadi simpati
Selanjutnya, Descartes juga mengemukakan emosi-emosi dasar sebanyak 6 macam, yakni :
1.
Desire (keinginan)
2.
Hate (benci)
3.
Wonder (kagum)
4.
Sorrow (kesedihan)
5.
Love (cinta)
6.
Joy (kegmbiraan)
Semua emosi dasar tersebut, dengan bertambahnya usia dan bertambahnya pengalaman, akan
berkembang menjadi berbagai emosi yang lebih kompleks melalui proses conditioning dan
diferensiasi.
Agresi sebagai reaksi emosional
1.

Apakah agresi itu?

Sikap agresif adalah penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar hak orang lain.
Tujuan dari sikap agresif adalah kemenangan, dengan jalan apapun dan harganya mahal.
Pribadi yang agresif mungkin memperoleh keinginannya dari orang lain sekarang, tetapi
dalam prosesnya, dia menimbulkan kejengkelan, dan kejengkeln tersebut akan berbalik
padanya. Dengan kata lain, orang yang bersikap agresif jarang dikelilingi teman dan keluarga
yang mencintainya.
2. Agresi pada anak
Pada umumnya, setiap anak mempunyai dorongan agresif. Dorongan agresif ini
timbul sejak kecil dan muncul pada perbuatan-perbuatan, seperti mendorong teman sampai
jatuh, mencakar kalau tidak diberi kue yang diminta, dan sebagainya. Sementara itu, pada
orang tua, atau orang dewasa agresi ini timbul dalam bentuk berkelahi, berdebat, berperang,
dan sebagainya.
Agresi merupakan kekuatan hidup (life force) dan energi yang bersifat membangun
dan juga menghancurkan. Kekuatan ini adalah sesuatu yang membuat bayi memiliki dan
memegang kehidupan dan yang bisa membuatnya berteriak atau menangis bila ia sedang
lapar. Sikap keras kepala seorang anak kecil dalam usahanya mendapakan apa yang
diinginkannya, permainan yang kasar, jerit anak perempuan selagi kejar-kejaran, dan
penggunaan sumpah serapah serta kata-kata kasar pada anak remaja, semua itu secara kasar
dapat digolongkan dalam perilaku agresi.

Namun siapa yang tidak akan mengakui bahwa tindakan seperti itu adalah normal?
Memang, harus diakui bahwa ada kebutuhan anak yang hanya dapat dipenuhi dengan
berperilaku keras kepala, bersemangat, dan penuh nafsu menyerang terhadap benda, situasi,
atau orang-orang tertentu. Semua itu demi perkembangan normal sia anak
Agresi yang berlebihan banyak didapatkan pada anak yang orang tuanya bersikap
terlalu memanjakan, terlalu melindungi, atau terlalu bersifat kuasa serta penolakan orangtua.
Ada dua macam sebab yang mendasari tingkah laku agresif pada anak:
a.
Tingkah laku agresif yang dilakukan untuk menyerang atau melawan orang lain. Jenis
tingkah laku agresif ini biasanya ditandai dengan kemarahan atau keinginaan untuk
menyakiti.
b.
Tingkah laku agresif yang dilakukan sebagai sikap mempertahankan diri terhadap
kesenangan dari luar.
Benyamin Spock (1982) secara gamblang mengemukakan, diantara usia 6-12 tahun, anak
laki-laki akan bermain perang-perangan, namun mereka telah menerapkan sejumlah
pembatasan atau peraturan dalam permainan, sehingga sifat agresi itu pun terkendalikan.
Pada usia ini, anak-anak tidak lagi berpura-pura menembak ayah dan ibu mereka, sekalipun
hanya bermain atau bercanda. Hal ini disebabakan kesadaran anak itu telah menjadi ketat dan
terkendalikan.
Pada masa usia menjelang dewasa, sifat agresivitas menjadi meningkat. Namun anak-anak
muda yang berpendidikan baik mencarikan jalan penyaluran yang baik pula, melalui
kegiatan-kegiatan misalnya olahraga. Disini, jelas bahwa jika anak-anak itu bermain perangperangan, hal itu tidaklah buruk, malahan merupakan langkah yang wajar untuk melatih diri
mengendalikan sifat agresivitasnya.
3. Teori-teori Agresi
Teori- teori tentang agresi dibagi dalam 2 (dua) kategori utama yaitu teori-teori yang
berpandanagan bahwa agresi bersifat naluriah (kodrat bawaan manusia) dan teori- teori yang
tidak berpandanan demikian.
Sigmund Freud adalah tokoh utama dalam aliran pandangan ini. Ia berpendapat bahwa pada
dasarnya manusia mempunyai dua naluri dasar yaitu, naluri seksual (libido) dan naluri agresif
atau yang disebut sebagai naluri kematian (death instink).
Teori lain tentang agresi adalah teori belajar sosial. Bandura (1977) mengatakan bahwa dalam
kehidupan sehari-hari, perilaku agresif dipelajari dari model yang dilihat dalam keluarga,
dalam lingkungan kebudayaan setempat, atau melalui media masa. Menurut Bandura agresi
bisa dipelajari dan terbentuk pada individu lainnya dengan meniru atau mencontoh agresi
yang dilakukan oleh individu lain atau oleh model yang diamatinya, bahkan meskipun hanya
sepintas dan tanpa penguatan.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Emosi bukanlah gejala jiwa yang dominan bagi manusia, sebab masih ada faktorfaktor lain yang ikut mempengaruhi terhadap kehidupan emosi. Namun, peranan emosi
bagi manusi tidak dapat diabaikan. Karena emosi berpengaruh terhadap kejiwaan kita ,
berarti berpengaruh juga terhadap kemauan dan perbuatan. Maka, gejala jiwa itu
berpengaruh pula terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi.

3.2 Daftar Pustaka


Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia
Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Вам также может понравиться