Вы находитесь на странице: 1из 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur

adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya

disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang. (Linda Juall C, 1999 ). Fraktur humerus adalah diskontinuitas
atau hilangnya struktur dari tulang humerus (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Fraktur humerus
adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan /trauma langsung
maupun tak langsung (Sjamsuhidajat, R. 2004).
Vicente dan arino (1977) melaporkan hasil penelitian terhadap 189 anak dengan
fraktur suprakondiler humeri derajat III yang di kelolah dengan reposisi tertutup dan
pemasangan percutaneous pinning mendapatkan 131 (69,3%) dengan hasilsangat baik,
29 (15,3%) dengan hasil sangat baik, 28 (14,8%) kurang dan 1 (0,5%) sangat jelek Jadi
fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan /
trauma langsung maupun tak langsung karena diskontinuitas atau hilangnya struktur dari
tulang humerus.
Trauma yang terjadi pada tulang humerus dapat menyebabkan fraktur. Fraktur
dapat berupa fraktur tertutup ataupun terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan
jaringan lunak di sekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan
jaringan lunak seperti otot tendon, ligamen, dan pembuluh darah.Tekanan yang kuat dan
berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan fragmen
tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan
menyebabkan peradangan dan kemungkinan terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka
terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan
karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang sebab
tulang berada pada posisi yang kaku.
Fraktur yang masih baru terutama grade I tidak memerlukan reposisi. Pada grade II
reposisi dapat dilakukan dengan mudah dalam pembiusan umum dan setelah itu dipasang
mitela.
Pada fraktur epifisis humerus grade III dan IV harus dilakukan reposisi dengan
pembiusan umum dan apabila tidak berhasil dilakukan operasi terbuka dengan fiksasi interna
dengan menggunakan pin kecil.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa defenisi fraktur humerus ?
2. Apa etiologi fraktur humerus ?
3. Apa klasifikasi fraktur humerus?
4. Bagaimana manifestasi fraktur humerus ?
5. Bagaimana patofisiologi fraktur humerus ?
6. Bagaimana penatalaksanaan fraktur humerus ?
7. Apa komplikasi fraktur humerus ?
8. Bagaimana prognosis fraktur humerus ?
1.3 Tujuan
1.3.1

Tujuan umum
Mampu mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada fraktur humerus

1.3.2

Tujuan khusus
1. Mampu mengetahui defenisi fraktur humerus
2. Mampu mengetahui etiologi fraktur humerus
3. Mampu mengetahui klasifikasi fraktur humerus
4. Mampu mengetahui manifestasi fraktur humerus
5. Mampu mengetahui patofisiologi fraktur humerus
6. Mampu mengetahui penatalaksanaan fraktur humerus
7. Mampu mengetahui komplikasi fraktur humerus
8. Mapu mengetahui prognosis fraktur humerus

1.4 Manfaat
Makalah dengan judul asuhan keperawatan dengan fraktur humerus diharapkan
dapat bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan dalam menerapkan implemtasi pada klien
dengan fraktur humerus

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri otot (muskulo) dan
tulang tulang serta sensi yang memebentuk rangka (skelet). Otot adalah jaringan tubuh
yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi mekanik (gerak).
Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang dan sendi yang
memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap, dan posisi tubuh.
Sistem muskuloskeletal memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Kerangka tubuh: sistem muskulo skeletal memberi bentuk pada tubuh.
2. Proteksi: sistem muskuloskeletal melindungi organ organ penting, misalnya:
otak yang dilindungi oleh tulang tulang tengkorak, jantung & paru paru
dilindungi rongga dada yang dibentuk oleh tulang tulang costae (iga).
3. Ambulasi dan mobilisasi: tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan
tubuh dan perpindahan tempat.
4. Haemopoesis: berperan dalam pembentukan sel darah pada bone marrow.
5. Deposit mineral: tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
2.1.1

Tulang Humerus

Humerusmerupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ujung atas, melainkan


dibagi

ke

dalam

tubuh

dan

dua

kaki.Secaraanatomis,

tulanghumerusdapatdibagimenjaditigabagian :
1. Kaput . Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat
sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi
bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik.
Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu
Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu
Tuberositas

Minor.

Diantara

tuberositas

terdapat

celah

bisipital

(sulkus

intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat
leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur.
2. Korpus. Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih.
Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus
(karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah
belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada
saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis.
3. Ujung Bawah. Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi
dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam
berbentuk gelendong-benang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar
etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung
bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn
C, 1997)
2.1.2

Otot
Otot merupakan organ yang berkontraksi dengan tujuan memperoleh tenaga dan

gerakan kearah tertentu. Sebagian besar otot dihubungkan dengan tulang oleh tendon.
Otot terdiri atas sel sel yang disebut sebagai serabut (fibers) yang mempunyai
struktur tertentu. Kumpulan serabut disebut fasikula, setiap serabut dalam fasikula
dipersarafi oleh motor neuron yang berbeda (Noer S, 1996).
Padatulanghumerusterdiridaribeberapaototyaitu :
a. Otot Deltoideus adalah otot yang membentuk struktur bulat pada bahu
manusia.Dinamakan deltoideus sebab bentuknya mirip seperti alphabet
yunani delta (segitiga).otot ini sering digunakan untuk melakuakn suntikan
intra-muskular.
Origo Otot deltoideus tersusun dari tiga serat berasal dari :

1. serat anterior,berasal dari clavicula


2. serat media,berasal dari pinggir lateral dan permukaan atas acromion
scapula
3. serat posterior,berasal dari bibir bawah dari atas posterior dari spina
scapula
Insertio Ujung akhir dari serat atot menyatu menjadi sebuah tendon tebal
yang berada dituberculum deltoideus dari humerus (tulang lengan atas).
b. Otot extensor carpi radialis longus adalah satu dari lima otot utama yang
mengatur pergerakan pergelangan tangan. Sesuai dengan namanya otot ini
berukuran cukup panjang.
Origo Otot ini berorigo dari margo lateralis humerus,epicondylus
lateralis dan septum intermuscululare brachii laterale.Otot ini memenjang
bersamaan dengan otot brachioradialis.
Insetio Otot ini berisinsio pada permukaan dorsal dari dasar tulang
pergelengan tangan II.
c. Otot Infraspinatus adalah otot pemutar (rotator) pada sendi bahu dan
adductor lengan. Infraspinatus adalah otot tebal berbentuk segitiga yang
melekati sebagian besar fossa infraspinatus. Biasanya serat ototnya serat
ototnya terlihat bergabung dengan otot teres minor.
Origo dan Insertionya Otot ini melekat pada fossa intraspinatus dari
scapula dan berakhir dotuberculum pada humerus.
d. Otot Sambungan Otot Latisimus dorsi adalah otot yang besar, datar,
pada bagian punggung dan terletak dibelakang lengan.
Origo Otot ini dimulai dari bagian posterior crista pada pelvis (tulang
pinggul),fascia lumbalis,dan processus spinous 6 tulang thorak bagian
bawah,dan tulang rusuk ke 3 dan 4 bagian bawah.Terkadang juga melalui
berapa serabut dari angulus inferior scapula.
Insertio
Otot berisentio di sulcus bicipitalis pada humerus (tulang lengan atas).
2.1.3

Persendian
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang

tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain maupun tidak dapat bergerak satu sama
lain (Noer S., 1996). Hubungan antara dua tulang yang memungkinkan pergerakan
dinamakan sendi (Smeltzer, 2002). Sendi menuruut Price (1995) adalah tempat

pertemuan dua atau lebih tulang. Jadi dapat disimpulkan bahwa sendi adalah
hubungan atau pertemuan dua buah tulang atau lebih yang memungkinkan pergerakan
satu sama lain maupun yang tidak dapat bergerak satu sama lain.
Padatulanghumerusterdiridaribeberapapersendianyaitu :
A. Sendi Gelang Bahu
Gerakan-gerakan yang terjadi di gelang bahu dimungkinkan oleh sejumlah
sendi yang saling berhubungan erat. Sendi bahu dibentuk oleh kepala tutang
humerus dan mangkok sendi, disebut cavitas glenoidalis. Sendi ini menghasilkan
gerakan fungsional sehari-hari seperti menyisir, menggaruk kepala, mengambil
dompet dan sebagainya atas kerja sama yang harmonis dan simultan dengan
sendi-sendi lainnya. Cavitas glenoidalis sebagai mangkok sendi bentuknya agak
cekung tempat melekatnya kepala tulang humerus dengan diameter cavitas
glenoidalis yang pendek kira-kira hanya mencakup sepertiga bagian dan kepala
tulang sendinya yang agak besar, keadaan ini otomatis membuat sendi tersebut
tidak stabil namun paling luas gerakannya.
Gerakan lengan di kontrol oleh banyak otot yang menggerakan sendi gelang
bahu otot otot ini di bedakan lagi menjadi dalam 3 golongan.
-

Golongan A : otot-otot yang berorigo pada tulang scapula berinsersio pada tulang
lengan atas (humerus).
Otot-otot ini meliputi 5 buah otot yaitu :
1. M.supraspinatus yang mengangkat lengan ke atas,letaknya di bawah sebuah
otot besar yang membentuk kontur bahu yaitu M.deltoideus.
2. M.ters msyor sebuah otot bundar dan besar yang berpungsi melakukan aduksi
lengan dan memutar lengan ke dalam.Biasanya otot ini bekerja sama dengan
M.latimus dorsi.
3. M.infraspinatus infra = bawah dan,
4. M.teres minor,kedua otot ini melakukan aduksi dan eksorotasi lengan atas.
5. M.subskapularis otot ini melakukan aduksi dan endorotasi lengan atas
(sub=bawah,scapula=tulang bahu).

Golongan B : otot-otot yang mempunyai origo pada batang badan dan berinsersio
pada tulang scapula.
Supaya mendapat gerak lengan dan kekuatan yang maksimal,posisi gelang bahu
harus optimal sebagai titik permulaan gerak tersebut.Gerak gerak pada gelang
bahu meliputi :

1. Gerak gelang bahu ke kranial dan ke kaudal (elevasi dan depresi).


2. Retaksi gerak galang bahu kea rah dorsal sehingga pinggir medial scapula
mendekati columna vertebralis. Protaksi kebalikan dari gerakan retraksi dan
gerakan ini disebut abduksi scapula.
3. Eksorotasi scapula,garak scapula sehingga cavitas glenoidalisnya menghadap
ke ventral dan kranial,jadi angulas inferior scapula bergerak ke lateral.
Endorotasi scapula gerak ini merupakan kebalikan dari gerak eksorotasi di
atas.
Otot-otot yang menggerakkan gelang bahu ke cranial yaitu :
1. M.levator scapulae.
2. Mm.rhomboideus major dan minor otot-otot ini mengangkat bahu di sertai
sedikit gerakan endorotasi yang terjadi bersamaan.Dan kedua otot ini di tutupi
oleh :
3. M.trapezius yang berorigo pada dasar tengkorak.Fungsinya mengangkat dan
mengabduksi gelang bahu di sertai eksorotasi,memutar kepala dan
mengekstensi leher.
-

Golongan C : otot-otot yang berorigo pada batang badan dan berinsersio pada
tulang humerus.
1. M.pectoralis major, berasal dari batang badan menuju langan atas.Bila
berkontraksi otot ini menghasilkan kekuatan besar di sertai kelenturan yang
cukup.
2. Sternum dan manubrium sterni.
3. Tulang-tulang rawan iga iga ke 2 sampai ke 7. Insersio,baian lateral os
humerus.Fungsinya membentuk dinding ventral fossa axilaris,adduksi dan
andorotasi lengan atas,Fleksi lengan atas.
4. M.deltoideus yang berorigo bagian lateral clavikula.dan berinsersio tuberositas
deltoidea humeri,yang berpungsi aduksi lengan yang dilakukan bagian yengah
otot.ektensi dan eksorotasi lengan oleh otot bagian dorsal.
5. M.latimus dorsi yang berorigo separuh bagian bawah processi columna
vertebralis sampai os sacrum.fungsinya membentuk dinding dorsal fossa
xillaris.dan aduksi ektensi dan endorotasi lengan atas.
Lengan atas bersendi pada gelang bahu di persendian yang di sebut
articulation humeri yang merupakan sendi peluru.Gerakan yang dapat dilakukan
pada persendian ini adalah :

1)

Gerak ketul ke depan dan belakang (fleksi dan ekstensi).

2)

Gerak mengayun lengan ke lateral dan medial (aduksi dan abduksi).

3)

Gerakan puterlengan ke luar dan ke dalam (eksorotasi dan endorotasi).


Daerah sendi bahu ini merupakan tempat perlekatan sebagian besar otot -

otot lengan atas. Pada permukaan ventral colum humeri terdapat tonjolan kasar
sebelah lateral yakni tuberculum majus humeri dan di sebelah medial terdapat
tonjolan kecil yakni tuberculum minus humeri yang kea rah distal di lanjutkan
sebagai crista tuberculi majoris humeri dan crista tuberculi minoris humeri
semuanya ini merupakan tempat lekat otot-otot lengan.
Beberapa karakteristik daripada sendi bahu, yaitu:
o Perbandingan antara permukaan mangkok sendinya dengan kepala sendinya tidak
sebanding.
o Kapsul sendinya relatif lemah.
o Otot-otot pembungkus sendinya relatif lemah, seperti otot supraspinatus,
infrapinatus, teres minor dan subscapularis.
o Gerakannya paling luas.
o Stabilitas sendinya relatif kurang stabil.
Dengan melihat keadaan sendi tersebut, maka sendi bahu lebih mudah
mengalami gangguan fungsi dibandingkan dengan sendi lainnya.
B. Sendi Siku
Gerak sendi siku terjadi pada 3 buah sendi terpisah.
1. Sendi peluru: persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah.
Contoh: hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.
2. Sendi engsel: persendian yang memungkinkan gerakan satu arah. Contoh: sendi
siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta.
3. Sendi kisar di antara ulna dan radius.
Fleksi sendi siku.
o Tiga otot fleksor yang terpenting adalah :
1. M.biceps brachii (otot berkepala dua )
Yang berorigo tuberositas supragenoidalis scapulae (caput logam ) dan
processus coracoideus scapulae (caput breve) dan berinsersio tuberositas radii
dan mempunyai pungsi pleksi sendi siku,supinasi lengan bawah,fleksi lenga
atas.M.biceps mempunyai peranan yang penting pada stabilitas sendi

bahu.kekuatan m.biceps tergantung dari posisi lengan bawah,karna jarak origo


dan insersio otot ini terpanjang jika lengan bawah terjadi supinasi , sehingga
kapasitas otot ini menjadi maksimal pada posisi tersebut.
2. M.brachialis.
Yang berorigo pada permukaan ventral pertengahan os humerus dan
berinsersio tuberositas ulnae yang berpungsi fleksi sendi siku.untuk menambah
fleksor sendi siku maka barbell harus di pegang dena telapak tangan menhadap
ke atas.
3. M.brachioradialis.
Berpungsi untuk fleksi sendi siku dan membatasi lengan bawah.
o Otot ekstensor sendi siku.
M.triceps brachii yang berpungsi ekstensi sendi siku dan bahu kekuatan
ekstensi sendi siku pada berbagai posisi tergantung pada panjang otot dan
besarnya momen gaya otot. Bila lengan di rentangkan (ekstensi)di sebelah ventral
badan maka posisi kaput logam m.triceps braachii sangat jelek karna jarak origo
dan insersio pendek bila di bandingkan denga posisi ekstensi lengan atas bawah.
2.2 Definisi
Frakture adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh trauma (Mansjoer, Arif, et al. 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C (1999)
fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang disebabkan adanya tekanan eksternal yang
lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Humerus atau tulang lengan atas adalah tulang panjang pada lengan yang terletak
antara bahu dan siku. Pada sistem rangka terletak diantara skapula (tulang belikat) dan
radius-ulna (tulang pengumpil-hasta). Secara anatomis tulang hemurus dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu: bagian atas humerus, badan humerus (corpus humerus), dan
bagian bawah humerus. Kepala bonggol humerus (caput humerus) bersendi dengan
cavitas glenoidales dari skapula. Penyambungan ini dikenal dengan sendi bahu yang
memiliki jangkauan gerak yang luas. Pada persendian ini terdapat dua bursa yaitu bursa
subacromialis

dan

bursa

subscapularis.

Bursa

subacromialis

membatasi

otot

supraspinatum dan otot deltoideus. Bursa subscapularis memisahkan fossa subscapularis


dari tendon otot subscapularis.
Kestabilan sendi humerus dibantu oleh otot rottator cuff. Pada bagian siku terdapat
persendian dengan ulna sehingga memungkinkan gerak fleksi dan ekstensi. Gerakan ini

terjadi pada bagian troklea humerus. Terdapat dua cekungan pada ujung bawah humerus,
yaitu fossa coronoidea dan fossa olecrani. Selain itu, terdapata banyak otot yang melekat
pada humerus. Otot-otot tersebut memungkinkan gerakan pada siku dan bahu. Otot
khusus rotator cuff melekati bagian atas humerus dan dapat melakukan rotasi serta
abduksi pada bahu. Terdapat pula otot pada lengan bawah yang melekati humerus seperti
otot pronator teres dan otot fleksor dan ekstensor lengan bawah.
Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus
(Mansjoer, Arif, et al, 2000).Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang
disebabkan oleh benturan / trauma langsung maupun tak langsung (Sjamsuhidajat, R.
2004).
Jadi fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh
benturan/trauma langsung maupun tak langsung karena diskontinuitas atau hilangnya
struktur dari tulang humerus.
2.3 Klasifikasi
Frakture atau patah tulang humerus terbagi atas:
a. Fraktur suprakondilar humerus, jenis fraktur ini dapat dibedakan menjadi:
1. Jenis ekstensi: terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui
benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan lengan siku dalam
posisi ekstensi dengan tangan terfiksasi.
2. Jenis fleksi: banyak pada anak yang terjadi akibat jatuh pada telapak tangan
dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi
sedikit fleksi.
b. Frakture interkondiler humerus: sering terjadi pada anak.
c. Frakture batang humerus: frakture ini disebabkan oleh trauma langsung yang
mengakibatkan fraktur transfersal atau gaya memutar tak langsung yang
mengakibatkan fraktur spiral (fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi).
d. Fraktur kolum humerus: dapat terjadi pada kolum anatomikum (terletak dibawah
kaput humeri) dan kolum sirurgikum (terletak dibawah tuberkulum).
2.4 Etiologi
Penyebab frakture humerus diantaranya adalah:
a. Akibat peristiwa trauma: karena adanya tekanan tiba tiba dengan kekuatan yang
melebihi batas kemampuan tulang yang berupa pemukulan, penghancuran,
penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Trauma ada dua, yaitu:

1. Trauma langsung: tulang bisa patah pada tempat yang terkena benturan,
kemungkinan ada kerusakan pada jaringan lunak.
2. Trauma tidak langsung: tulang dapat mengalami frakture pada tempat yang jauh
dari tempat terkena benturan, kerusakan jaringan lunak pada fraktur kemungkinan
tidak terjadi.
b. Akibat tekanan: disebabkan adanya tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat
menyebabkan retak pada tulang.
c. Kondisi abnormal pada tulang: fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal pada
tulang jika tulang tersebut lemah misalnya oleh tumor atau tulang tersebut dalam
kondisi rapuh (osteoporosis).
2.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada fraktur humerus adalah:
a. Nyeri terus menerus dan meningkat, terjadi karena adanya spasme otot dan kerusakan
sekunder sehingga fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
b. Deformitas atau kelainan bentuk. Terdapat perubahan pada fragmen tulang yang
disebabkan oleh adanya deformitas tulang dan fraktur itu sendiri. Hal ini akan
tampak saat dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.
c. Terdapat gangguan fungsi. Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat
digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak
berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang
yang mana tulang tersebut saling berdekatan.
d. Bengkak dan memar, terjad karena adaya hematoma pada jaringan lunak.
e. Pemendekan. Pada frakture tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada
ekstremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempetan di atas dan di
bawah lokasi fraktur humerus.
f. Krepitasi. Suara derik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika humeri digerakkan
yang disebabkan oleh trauma langsung maupun tak langsung.
2.6 Patofisiologi
Trauma yang terjadi pada tulang humerus dapat menyebabkan fraktur. Fraktur dapat
berupa fraktur tertutup ataupun terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan
lunak di sekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai kerusakan jaringan lunak
seperti otot tendon, ligamen, dan pembuluh darah. Tekanan yang kuat dan berlebihan
dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat menyebabkan ragmen tulang keluar
menembus kulit sehingga akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan

peradangan dan kemungkinan terjadinya infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat
mempercepat pertumbuhan bakteri. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya
kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang sebab tulang berada
pada posisi yaang kaku.
2.7 Komplikasi
a. Dislokasi bahu. Fraktur dislokasi baik anterior maupun posterior sering terjadi.
Dislokasi biasanya dapat direduksi secara tertutup dan kemudian diterapi seperti
biasa.
b. Cedera saraf. Kelumpuhan saraf radialis dapat terjadi pada fraktur humerus jika tidak
ditangani dengan benar.
c. Lesi saraf radialis. Ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan tangan
sehingga pasien melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak dapat menggenggam
lagi.
d. Kekakuan sendi. Kekakuan pada sendi terjadi jika tidak dilakukan aktivitas lebih
awal.
e. Non-union. Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun ttelah memakan waktu lama
karena:
1. Terlalu banyak tulang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang menjembatani
fragmen.
2. Terjadi nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah.
3. Anemi endoceime imbalance yaitu ketidakseimbangan endokrin atau penyebab
sistemik yang lain.
2.8 Pencegahan
Menurut Long B.C (1996; 356) untuk mencegah terjadinya fraktur humerus dapat
dilakukan 3 hal, yaitu:
a. Dengan membuat lingkungan lebih aman.
b. Memberikan HE pada masyarakat mengenai:
1. Bahaya minum saat mengemudi.
2. Pentingnya pemakaian sabuk pengaman.
3. Berhati-hati saat mengangkat beban berat.
4. Berhati-hati saat olahraga.
c. Berikan HE pada wanita tentang osteoporosis yang mencakup dampak dan cara
mengatasinya.
2.9 Penatalaksanaan

Menurut Sjamsuhidajat (1998) prinsip pengelolaan patah tulang adalah reposisi dan
imobilisasi. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan antar lain:
a. Proteksi, misalnya untuk fraktur dengan kondisi ringan.
b. Immobilisasi dengan fiksasi atau immobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap perlu
imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen.
c. Reposisi dan immobilisasi.
d. Reposisi dengan traksi terus-menerus selama masa tertentu disertai immobilisasi.
e. Reposisi diikuti immobilisasi fiksasi luar.
f. Reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada tulang
secara operatif.
g. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan
fiksasi internal.
h. Eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya dengan prostetis.
Pada prinsipnya pengobatan fraktur humerus dapat dilakukan secara tertutup dengan
cara:
a. Fragmen-fragmen dikembalikan pada posisi anatomis (reposisi).
b. Dilakukan immobilisasi sampai terjadi penyambungan fragmen-fragmen tersebut
(fiksasi atau immobilisasi).
c. Pemulihan fungsi (restorasi).
Hal di atas dapat dilakukan karena adanya toleransi yang baik terhadap pemendekan,
serta rotasi rotasi fragmen patahan tulang. Pengobatan secara tertutup dapat dilakukan
dengan traksi skelet. Secara umum, tindakan yang dilakukan pada pasien dengan fraktur
tertutup antara lain:
a. Anjurkan pasien melakukan aktifitas seperti biasa sesegera mungkin selama kondisi
pasien memungkinkan.
b. Ajarkan pasien dalam mengontrol nyeri.
c. Ajarkan pasien untuk aktif sebatas kemampuannya dalam kondisi immobilisasi
fraktur.
d. Lakukan latihan untuk mempertahankan kondisi otot yang tidak rusak dan untuk
meningkatkan kekuatan otot.
e. Ajarkan pasien cara menggunakan alat bantu secara aman.
f. Bantu pasien dalam memodifikasi lingkungan rumah mereka agar aman bagi pasien.
g. Ajarkan pasien untuk perawatan mandiri dan informasikan tentang pengobatan.
h. Monitoring potensial komplikasi, dan

Kerusakan fragmen tulang


katekolamin
i. Pelepasan
Pertimbangkan
kebutuhan pengawasan pelayanan kesehatan lanjutan.
Tekanan sumsum tulang > tinggi dari kapiler
2.10 Asam
WOC lemak termobilisasi
Reaksi stres klien
Lemak berikatan dengan trombosit

Lemak berikatan dengan trombosit


Peningkatan
tekanan
Spasme
otot kapiler
emboli
Penyumbatan pembuluh darah
Pelepasan histamin
Penekanan pembuluh darah
MK: Kerusakan integritas kulit
Protein plasma hilang
Penurunan perfusi
MK: jaringan
resiko infeksi
Trauma langsung

Trauma tak langsung

Kon

edema
MK: Gangguan perfusi jaringan
FRAKTUR HUMERUS

Diskontinuitas tulang

Perubahan jaringan sekitar

Pergeseran fragmen tulang

Laserasi kulit

Putus vena/arteri
Deformitas
Gangguan fungsi
perdarahan
MK: GangguanKehilangan
mobilitas fisik
volume cairan

MK: Shock hipovolemik

Pergese

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Contoh Kasus
Tn. K (20 tahun) korban kecelakaan lalu lintas dibawa ke rumah sakit dengan
keluhan lengan kiri tidak dapat di gerakan. Pasien mengalami penurunan kesadaran
selama 30 menit kemudian dibawa ke rumah sakit dan dilakukan operasi debridement
untuk pembersihan luka serta pemasangan skin traksi. TTV : TD 110/70 mmHg, nadi
100/menit, RR 20x/menit, suhu : 37,5 o C. Tn. K di diagnosa close fraktur humerus
sinistra.
3.2 Asuhan Keperawatan
3.2.1

Pengkajian
1. Anamnesa
Identitas Klien
Nama

: Tn. K

Umur

: 20 th

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Wiraswasta

Suku bangsa

: Jawa/Indonesia

Agama

: Islam

Status perkawinan

: Belum Kawin

Alamat

: Surabaya

Keluhan utama

: Lengan kiri tidak bisa digerakan dan terasa sangat nyeri.

Riwayat penyakit sekarang : pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan lengan
kiri tidak bisa digerakkan setelah kecelakaan beberapa jam yang lalu. pasien
mengalami KLL, menghindari mobil motor jatuh ke sebelah kiri dengan lengan kiri
pasien menahan beban. pasien mengalami penurunan kesadaran selama 30 menit
kemudian dibawa ke rumah sakit dan dilakukan operasi debridement untuk
pembersihan luka serta pemasangan skin traksi.
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat penyakit keluarga : tidak ada keluarga yang menderita patah tulang
sebelumnya
2. Pemeriksaan Fisik
TTV : TD 110/70 mmHg, nadi 100/menit, RR 20x/menit, suhu : 37,5o C

ROS (Review of System)


B1 (Breathing) : RR= 20x/min, irama nafas reguler, bunyi nafas vesikuler.
B2 (Blood) : sklera konjungtiva anemis, TD=110/70 mmHg, nadi 100xmin.
B3 (Brain) : konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, dan mukosa mulut tidak
mengalami peradangan
B4 (Bladder) : warna urine jernih kekuningan
B5 (Bowel) : mual muntah (+), makan 3x/hari porsi tidak habis. Tn. K mengatakan
perutnya mual saat makan. Tn.K makan mandiri.
B6 (Bone) : gerak sendi terbatas,
kekuatan otot

5 5
keterangan: 5= kekuatan otot penuh
4= ada gerakan tapi tidak penuh
3= bisa melawan gravitasi
2= bisa gerak tapi tidak bisa melawan gravitasi
1= tidak ada kekuatan.
Close Fraktur Humerus Sinistra, terpasang skin traksi.
Nyeri (+)
P : setiap saat dan semakin hebat saat terjadi pergerakan
Q : tumpul menyebar
R : lengan kiri menjalar sampai dengan jari-jari tangan kiri
S : skala 9
T : saat terjadi pergerakan
terdapat luka bekas operasi pasca pemasangan traksi.
Personal Higien: seka (+) pagi dan sore dibantu keluarga, sikat gigi (-), kuku bersih
pendek, ganti baju 2hari sekali.
3.2.2

Analisa Data
(analisa datanya tidak ada revisi, langsung copast dari soft copy yang maju
kemaren aja,,,,)

3.2.3

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit
3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka dan bekas luka operasi

3.2.4

Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
Tujuan

: klien menyatakan nyeri berkurang atau hilang

Kriteria Hasil

Dalam 1x24 jam skala nyeri turun menjadi 4-5.

Pasien tampak tenang dan tidak menahan sakit.

Pasien tampak rileks, RR=20x/min, Nadi= 100x/min

Intervensi
Rasional
1. Pertahankan imobilasasi bagian yang Mengurangi nyeri dan mencegah
sakit dengan tirah baring, gips, bebat malformasi.
dan atau traksi
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang Meningkatkan aliran balik vena,
terkena.

mengurangi edema/nyeri.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif Mempertahankan kekuatan otot dan
untuk area yang terdapat fraktur meningkatkan sirkulasi vaskuler.
(ekstremitas sinistra atas) dan ROM
aktif untuk daerah yang bebas frakture
(ekstremitas bawah sinistra dextra dan
ekstremitas atas dextra).
4. Lakukan

tindakan

untuk Meningkatkan sirkulasi umum,

meningkatkan kenyamanan (masase, menurunakan area tekanan lokal dan


perubahan posisi)
5. Ajarkan
manajemen
dalam,

kelelahan otot.

penggunaan

teknik Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,

nyeri

napas meningkatkan kontrol terhadap nyeri

imajinasi

(latihan
visual,

aktivitas yang mungkin berlangsung lama.

dipersional)
6. Lakukan kompres dingin selama fase Menurunkan edema dan mengurangi
akut (24-48 jam pertama) sesuai rasa nyeri.
keperluan di area sekitar luka dan

fraktur.
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai Menurunkan nyeri melalui mekanisme
indikasi.

penghambatan rangsang nyeri baik


secara sentral maupun perifer.

8. Evaluasi

keluhan

nyeri

(skala, Menilai perkembangan masalah klien.

petunjuk verbal dan non verval,


perubahan tanda-tanda vital)
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan laserasi kulit
Tujuan

: klien menyatakan ketidaknyamanan hilang

Kriteria Hasil

lesi berkurang sesuai dengan tahap penyembuhan luka


1.

Intervensi
Rasional
Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko kerusakan/abrasi

nyaman dan aman (kering, bersih, kulit yang lebih luas.


alat tenun kencang, bantalan bawah
siku, tumit).
2.

Masase kulit terutama daerah Meningkatkan sirkulasi perifer dan

penonjolan tulang dan area distal meningkatkan kelemasan kulit dan otot
bebat/gips.

terhadap tekanan yang relatif konstan


pada imobilisasi.

3.

Menjaga skin traksi dengan Mencegah gangguan integritas kulit

dengan rawat luka.

dan jaringan akibat kontaminasi fekal.


Menilai perkembangan masalah klien.

4.

Observasi

penekanan

keadaan
gips/bebat

kulit,
terhadap

kulit, insersi pen/traksi.

3. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas


Tujuan
mengalami fraktur

: Klien dapat meningkatkan mobilitas fisik pada lengan yang

Kriteria Hasil

klien dapat menggerakkan ujung-ujung jari

klien dapat mengangkat bahu


Intervensi
Rasional
1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas Memfokuskan perhatian,
rekreasi terapeutik (radio, koran, meningkatakan rasa kontrol
kunjungan

teman/keluarga)

keadaan klien.

sesuai diri/harga diri, membantu


menurunkan isolasi sosial.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif Meningkatkan sirkulasi darah


aktif pada ekstremitas yang sakit muskuloskeletal, mempertahankan
maupun yang sehat sesuai keadaan tonus otot, mempertahakan gerak
klien.

sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan


mencegah reabsorbsi kalsium karena
imobilisasi.

3. Berikan
gulungan

papan

penyangga

trokanter/tangan

kaki, Mempertahankan posis fungsional


sesuai ekstremitas.

indikasi.
4. Bantu dan dorong perawatan diri Meningkatkan kemandirian klien
(kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan dalam perawatan diri sesuai kondisi
klien.

keterbatasan klien.

5. Ubah posisi secara periodik sesuai Menurunkan insiden komplikasi kulit


keadaan klien.

dan pernapasan (dekubitus,


atelektasis, penumonia)

6. Dorong/pertahankan asupan cairan Mempertahankan hidrasi adekuat,


2000-3000 ml/hari.

men-cegah komplikasi urinarius dan


konstipasi.

7. Berikan diet TKTP.

Kalori dan protein yang cukup


diperlukan untuk proses penyembuhan
dan mem-pertahankan fungsi
fisiologis tubuh.

8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi Kerjasama dengan fisioterapis perlu


sesuai indikasi.

untuk menyusun program aktivitas


fisik secara individual.

9. Evaluasi

kemampuan

mobilisasi Menilai perkembangan masalah klien.

klien dan program imobilisasi.


4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah
Tujuan

: klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik

Kriteria Hasil

akral hangat, tidak pucat dan tidak sianosis, dapat bergerak secara aktif
Intervensi
Rasional
1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan
melakukan latihan menggerakkan mencegah kekakuan sendi.
jari/sendi distal cedera.
2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat Mencegah stasis vena dan sebagai
tekanan bebat/spalk yang terlalu petunjuk perlunya penyesuaian
ketat.

keketatan bebat/spalk.

3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas Meningkatkan drainase vena dan


yang

cedera

kontraindikasi

kecuali
adanya

ada menurunkan edema kecuali pada

sindroma adanya keadaan hambatan aliran

kompartemen.

arteri yang menyebabkan penurunan


perfusi.

4. Berikan

obat

antikoagulan Mungkin diberikan sebagai upaya

(warfarin) bila diperlukan.

profilaktik untuk menurunkan trombus


vena.

5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran Mengevaluasi perkembangan masalah


kapiler, warna kulit dan kehangatan klien dan perlunya intervensi sesuai
kulit

distal

cedera,

bandingkan keadaan klien

dengan sisi yang normal.


5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka terbuka dan bekas luka operasi
Tujuan

: Klien mengalami penyembuhan luka sesuai waktu

Kriteria Hasil

bebas drainase purulen atau eritema dan demam


1. Lakukan

Intervensi
perawatan pen

perawatan luka sesuai protokol


2. Ajarkan

klien

untuk

steril

Rasional
dan Mencegah infeksi sekunderdan mempercepa
penyembuhan luka.

mempertahankan Meminimalkan kontaminasi.

sterilitas insersi pen.


3. Kolaborasi

pemberian

antibiotika

toksoid tetanus sesuai indikasi.

dan

Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapa

digunakan secara profilaksis, mencegah ata


mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk
mencegah infeksi tetanus.
4. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium Leukositosis biasanya terjadi pada proses

(Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat
sensitivitas luka/serum/tulang)

terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk

mengidentifikasi organisme penyebab infeks


5. Observasi tanda-tanda vital dan

tanda- Mengevaluasi perkembangan masalah klien

tanda peradangan lokal pada luka.

Nb: judul makalah di cover depan diganti asuhan keperawatan pada pasien dengan
close fraktur humerus sinistra post-op debridement hari ke-1

Daftar pustaka
Sjamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius
OTA (orthopaedic trauma association, 2010) dan AAOS (American Academy of
Orthopaedic Surgeons). Available [online]: <http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?
topic=A00513>[1 Mei 2012]
Nugroho, Denmoci. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Fraktur Humerus.
Available [online]: <http://dentingberdetak.blogspot.com/2011/07/askep-pada-klien-denganfraktur-humerus.html>[31 Mei 2012]
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta,
1999.
Phieno. 2009. Kuliah Otot.Available [online]:
<http://phieno10.wordpress.com/2009/11/06/macam-macam-otot>[31 Mei 2012]
Wijaya, Surya. pakar anatomi kedokteran,kinesiology. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,Jakarta,1998.
http://anatomi-dan-fisiologi-bahu..ac.id//.html

Вам также может понравиться