Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Definisi
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar
kavum uteri, yaitu bila sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan
ektopik karena kehamilan pada pars interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus tetapi jelas bersifat ektopik.1
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya
buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim. Sedangkan yang
disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang
mengalami abortus ruptur pada dinding tuba.1,3
Jumlah (persentase)
Tuba Fallopi :
98 %
Ampula tuba
93 %
Isthmus tuba
4%
Interstisial tuba
2%
0,1 %
Kehamilan ovarial
0,5 %
Kehamilan abdominal
0,03 %
Kehamilan interstisial
0,01 %
2. 2. Epidemiologi
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu konsepsi
yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan ektopik per
1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara
2,7 hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat
kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada
tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi.
Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat dalam dekade
terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19,7 per 1000
kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab kematian utama
pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu pertahun. Sebagian besar
wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur ratarata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 014,6%.1
adneksia
Penggunaan IUD.
2. Factor Fungsional
o Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus
mulleri yang abnormal
o Refluks menstruasi
o Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen
dan progesteron
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi
4. Hal lainnya, seperti riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya. 4
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi
implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang
rudimenter, dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba,
terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars
ampullaris tuba dan kehamilan infundibulum tuba.
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur dibagian
ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan sehingga pada
saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.
Beberapa pembagian yang berbeda mengenai factor-faktor yang memegang
peranan dalam hal ini adalah sebagai berikut:
1. Factor dalam lumen tuba
a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba
menyempit atau membentuk kantong buntu.
b. Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk dan hal ini sering
disertai gangguan fungsi silia endosalping.
c. Operasi plastic tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen
tuba menyempit.
2. Faktor pada dinding tuba
a. Endometriosis tuba dapat mempermudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba;
b. Divertikel tuba congenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi di tempat ini.
3. Factor di luar dinding tuba
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur.
b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Factor lain
a. migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus;
pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi premature.
b. Fertilisasi in vitro
2. 4. Faktor Resiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan ektopik. Namun
kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa faktor risiko. Lebih dari setengah
kehamilan ektopik yang berhasil diidentifikasi ditemukan pada wanita tanpa ada faktor
resiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:
a. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka
kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak
30% setelah kehamilan ektopik kedua.
b. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan
kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba
yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.
c. Kerusakan dari saluran tuba
2. 5. Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Implantasi secara kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner
telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah
vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan
merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya
perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek. Endometrium dapat pula
berubah menjadi desidua. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi
dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan
pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan
disebabkan oleh pelepasan desidua yang degenerative.
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa
kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini penderita
tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding
tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi
sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba
abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebirubiruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium
tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan yang
lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan
atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium
tuba abdominale. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini,
dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam
tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi
kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Nasib
janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan
masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion
dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga
terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi
kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke
jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan
usus.1,2
2. 6. Jenis Kehamilan Ektopik
1) Kehamilan Pars Interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba.
Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Rupture pada
keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat.
Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan
kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi
kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan
dengan melakukan irisan baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana tuba pars
interstisialis berada.
2) Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan dengan kehamilan
intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic pregnancy).
Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.000 40.000 persalinan. Di Indonesia sudah
dilaporkan beberapa kasus.
jaringan sekitar misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan sebagainya.
Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur. Kehamilan ektopik lanjut biasanya terjadi
sekunder dari kehamilan tuba yang mengalami abortus atau ruptur dan janin dikeluarkan
dari tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung ketuban dengan plasenta yang
masih utuh yang akan terus tumbuh terus di tempat implantasinya yang baru.1
2. 7. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis secara umum tergantung dari lokasi terjadinya. Tanda dan
gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan tersebut.
Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain4 :
a. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik
terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan gastrointestinal
dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut mempunyai keragaman dalam hal
insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf perdarahannya di samping keterlambatan
diagnosis.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan, khususnya
dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per empat kasus kehamilan
ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum
rupture terjadinya.
c. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu
sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim pada
kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan
tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya
tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai
lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikitsedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat terputus-putus atau terus-menerus.
e. Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa
ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi darah,
uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan dieksresikan oleh sebagian
kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi uterine cast ini dapat disertai oleh
gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum
uteri.
f. Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada denyut
nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadang-kadang sama seperti yang terlihat pada
tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan ringan tekanan darah atau
respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.
g. Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi duduk
merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan volume darah yang
cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru terjadi setelah timbul hipovolemi
yang serius.
h. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi.
Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara kehamilan
tuba yang mengalami ruptura dengan salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh
umumnya diatas 38 C.
i. Masa pelvis
Masa pelvis dapat teraba pada 20% pasien. Masa tersebut mempunyai ukuran,
konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran 5-15 cm, sering
teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi dinding tuba yang luas
oleh darah masa tersebut dapat teraba keras. Hampir selalu masa pelvis ditemukan di
sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului
terabanya masa pelvis dalam tindakan palpasi.
j. Hematokel pelvik
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan diukuti
oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba, kavum peritonium
atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan yang ringan
dapat mereda, namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang
lebih terbungkus dengan adanya perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis.4
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan
diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan
ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat
diagnosis.1
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan penderita
maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan, sampai
terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.
1. Kehamilan ektopik belum terganggu
Kehamilan ektopik yang belum terganggu atau belum mengalami ruptur sulit
untuk diketahui, karena penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea atau
gangguan haid dilaporkan oleh 75-95% penderita. Lamanya amenore tergantung pada
kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore
karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Tanda-tanda kehamilan muda
seperti nausea dilaporkan oleh 10-25% kasus.3
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan ialah nyeri di
perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur.
Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Keadaan ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain seperti
ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.3
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan abortus atau
ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka pada setiap wanita dengan
gangguan haid dan setelah diperiksa dicurigai adanya kehamilan ektopik harus ditangani
dengan sungguh-sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai diperoleh
kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi dapat membahayakan
jiwa penderita.3
2. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas.
Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau
ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum
penderita sebelum hamil.1
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis yang mendadak atau akut
biasanya tidak sulit. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu
(KET). Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan
intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan, tekanan
darah dapat menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat
menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa nyeri mula-mula
terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri
menjalar ke bagian tengah atau keseluruh perut bawah dan bila membentuk hematokel
retrouterina menyebabkan defekasi nyeri.1
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena
pelepasan desidua. Perdarahan dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua.
Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan
Hcg (human chorionic gonadotropin).1
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada pemeriksaan
ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik
ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan
nyeri raba.5 Pada abortus tubabiasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping uterus
dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel retouterina dapat diraba
sebagai tumor di kavum Douglas.1,2
Amenore
Amenore
Perdarahan pervaginam
Pemeriksaan vaginal :
Terdapat perdarahan
Deskuamasi endometrium
Aliran darah melalui tuba fallopi
Tanda perdarahan intraabdominal positif
Tanda cairan intraabdomen
Palpasi abdomen nyeri akibat iritasi peritoneum
Pemeriksaan dalam :
Perdarahan pervaginam
Konfirmasi diagnosis :
Kuldosintesis akan terdapat darah
2. 8. Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum
terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita mengalami abortus tuba
atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas. Alat bantu diagnostik yang dapat
digunakan ialah ultrasonografi (USG), laparoskopi atau kuldoskopi.1
harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan terapi
diperlukan,
dan
pasien
harus
dipersiapkan
untuk
kemungkinan
menjalani
pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu diwaspadai.
Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani pembedahan.
Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang. 3,7 Tentunya methotrexate menyebabkan
beberapa efek samping yang harus diantisipasi, antara lain gangguan fungsi hepar,
stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Beberapa prediktor keberhasilan
terapi dengan methotrexate adalah -hCG, progesteron, disebutkan dalam literatur antara
lain kadar aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi dan ada/tidaknya cairan
bebas dalam rongga peritoneum. Namun disebutkan dalam sumber -hCG yang bermakna
secara statistik. Untuk memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan hari-hari pertama
setelah dimulainya pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri
abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya
(separation pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi
dengan analgetik. -hCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari. Pada hari-hari
pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi
akibat edema dan hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan terapi.2,3,7
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang
diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen
pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6
dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada
patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat
pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi
methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan
ektopik yang belum terganggu.2,3,7
3. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan
tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan
ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2
macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif,
di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana salpingektomi
dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai
salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas
dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke
dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.3,7,9
1.
Salpingostomi2,3,6,7,9
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur
ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di
perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian
dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat
dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit
kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi
maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk
kehamilan tuba yang belum terganggu.
Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi
dengan injeksi methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi
lebih lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup
salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas
trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan
terminasi kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada
kedua grup tidak berbeda secara bermakna.
2.
Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara
salpingostomi dan salpingotomi.7,8,9
3.
Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun
yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:7,8,9
1)
kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
2)
pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,
3)
terjadi kegagalan sterilisasi,
4)
telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
5)
pasien meminta dilakukan sterilisasi,
6)
perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,
7)
kehamilan tuba berulang,
8)
kehamilan heterotopik, dan
9)
massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan
pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada
salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan
lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis,
sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang
terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem,
digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika
diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan
dari mesosalping.
4.
Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari
fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan
dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari
menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut
diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang
lain.1
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko
10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami
kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami
kehamilan ektopik terganggu berulang.5
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita
steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan
ektopik berulang.2