Вы находитесь на странице: 1из 8

BAB 11

PROBLEMA LANSIA DAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT


A. Pendahuluan
Salah satu hasil pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya harapan hidup (life expentancy).
Dilihat dari sisi ini pembangunan di Indonesia sudah cukup berhasil, karena angka harapan hidup bangsa kita telah
meningkat secara bermakna. Namun, di sisi lain dengan meningkatnya angka harapan hidu p ini membawa beban
bagi masyarakat, karena populasi penduduk usia lanjut (lansia) meningkat. Hal ini berarti kelompok resiko di
masyarakat kita menjadi lebih tingi lagi. Meningkatnya populasi lansia ini bukan hanya fenomena di Indonesia saja
tetapi juga secara global.
Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia
adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat Statistik menggambarkan bahwa antara 2005-2010 jumlah penduduk usia
lanjut sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk. WHO pun telah memperhitungkan bahwa
ditahun 2025, Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah warga lansia sebesar 41,4% yang merupakan
sebuah peningkatan tertinggi di dunia. Meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut menimbulkan masalah terutama
dari segi kesehatan dan kesejahteraan lansia. Masalah yang kompleks pada lansia baik dari segi fisik, mental, dan
social berkaitan dengan kesehatan dan kesejahteraan mereka, sehingga menyebabkan kebutuhan terhadap
pelayanan kesehatan meningkat. Pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh lansia pun tidak hanya rehabilitative
dan kuratif saja melainkan secara komprehensif yang mencakup pelayanan yang preventif, promotif, rehabilitative,
dan kuratif.
B. Gerontologi
1. Pengertian
Gerontology merupakan ilmu pengetahuan cukup popular yang mempelajari masalah lansia. Beberapa pengertian
gerontology antara lain:
Menurut kamus Dorland
Gerontologi adalah ilmu tentang problema umur tua dalam semua segi klinik, biologic, historic, dan sosiologik.
Menurut PERGERI (Perhimpunan Gerontologi Indonesia)
Gerontology nadalah pengetahuan yang mencakup segala bidang persoalan mengenai lansia yang didasarkan
pada hasil-hasil penyelidikan ilmu antropolgi, antropometri, sosiologi, pekerjaan social, gerontology medic,
psikologi dan ekonomi.
Menurut WHO
Gerontology adalah ilmu yang mempelajari proses menua dan masalahnya.
Simposisium Geriatri (1978) memformulasikan tujuan gerontology di Indonesia sebagai berikut: mengadakan
upaya-upaya dan tindakan sehingga orang-orang lanjut usia selama mungkin tetap dalam keadaan sehat, baik
fisik, mental, dan social sehingga masih bermanfaat bagi masyarakat, atau sekurang-kurangnya tidak menjadi
beban bagi masyarakat.
2. Sejarah dan Perkembangan Gerontologi
Sejak zaman dahulu, ada dua hal yang saling bertentangan, yaitu aksi anti lanjut usia dan mereka yang
menganggap para usia lanjut adalah komunitas yang penting dalam kehidupan social.
Gerontology di Indonesia tidak berkembang secara instan, melainkan berkembang secara bertahap.
Perkembangan tersebut tampak nyata setelah dirumuskannya beberapa undang-undang yang berhubungan
dengan gerontology, dianntaranya:
Undang-Undang No. 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan bagi Orang Jompo
Undang-Undang No. 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteran Sosial
Undang-Undang No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

3. Definisi Lanjut Usia


Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan normal yang akan dialami oleh
setiap individu yang mencapai usia lanjut dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Usia lanjut adalah
kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa
decade. Menurut WHO (1989), dikatakan usia lanjut tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisahpisahkan. Konteks kebutuhan tersebut dihubungkan secara biologis, social dan ekonomi. Dan dikatakan usia lanjut
dimulai paling tidak saat masa puber dan prosesnya berlangsung sampai kehidupan dewasa. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1995), lansia adalah tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batas usia
60 tahun ke atas.
Batasan usia lanjut menurut UU No. 13 Tahun 1998 adalah 60. Namun berdasarkan para ahli dalam program
kesehatan Usia Lanjut, Departemen kesehatan membuat pengelompokkan seperti dibawah ini:
a. Kelompok pertengahan umur
Kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan
kematangan jiwa (45-54 tahun).
b. Kelompok usia lanjut dini
Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64).
c. Kelompok usia lanjut
Kelompok dalam masa senium (65tahun ke atas).
d. Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi
Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita
penyakit berat atau cacat.
C. Problema Usia lanjut saat ini
Dengan meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Indonesia saat ini membuat jumlah penduduk yang
tergolong lansia semakin meningkat. Ini menimbulkan permasalahan tersendiri yang menyangkut aspek kesehatan
dan kesejahteraan mereka.
Aspek kesehatan pada lansia ditandai dengan adanya perubahan faali akibat proses menua meliputi:
1. Gangguan penglihatan, yang biasanya disebabkan degenerasi macular senilis, katarak dan glaucoma.
2. Gangguan pendengaran, gangguan ini meliputi presbikusis (gangguan pendengaran pada lansia) dan gangguan
komunikasi.
3. Perubahan komposis tubuh
Dengan bertambahnya usia maka massa bebas lemak (terutama terdiri atas otot) berkurang 6,3% berat
badan perdekade seiring dengan penambahan massa lemak 2% perdekade. Masa air mengalami
penurunan sebesar 2,5% perdekade.
4. Saluran cerna
Dengan bertambahnya usia maka jumlah gigi berangsur-angsur berkurang karena tanggal atau ekstraksi atas
indikasi tertentu. Ketidaklengkapan alat cerna mekanik tentu mengurangi kenyamanan makan serta membatasi
jenis makanan yang dimakan. Produksi air liur dengan berbagai enzim yang terkandung di dalamnya juga
mengalami penurunan. Selain mengurangi kenyamanan makan, kondisi mulut yang kering juga mengurangi
kelancaran saat makan.
5. Hepar
Hati mengalami penurunan aliran darah sampai 35% pada usia 80 tahun keatas, sehingga obat-obatan yang
memerlukan proses metabolisme pada organ ini harus ditentukan dosisnya secara seksama agar para lansia
terhindar dari efek samping yang tidak diinginkan.
6. Ginjal
Ginjal merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui air seni.darah masuk ke ginjal
kemudian disaring oleh unit terkecil ginjal yang disebut nefron. Ada lansia terjadi penurunan nefron sebesar 57% per decade mulai usia 25 tahun. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan ginjal untuk
mengeluarkan sisa metabolism melalui air seni termasuk sisa obat-obatan.
7. System kardiovaskuler
Perubahan pada jantung dapat terlihat dari bertambahnya jaringan kolagen, ukuran miokard bertambah, jumlah
miokard berkurang, dan jumlh jaringan air berkurang. Selain itu, akan terjadi pula penurunan jumlahsel-sel pacu
jantung serta serabut berkas His dan Purkinye. Keadaan tersebut akan mengakibatkan menurunnya kekuatan

dan kecepatan kontraksi miokard disertai memanjangnya waktu pengisian diastolic. Hasil akhirnya adalah
berkurangnya fraksi ejeksi sampai 10-20%.
8. System pernafasan
Kemampuan pegas dinding dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan penambahan
usia. Sendi-sendi tulang iga akan menjadi kaku. Keadaan tersebut akan mengakibatkan penurunan laju
ekspirasi paksa satu detik sebesar 0,2 liter/dkade serta berkurangnya kapasitas vital. System pertahanan
akan menurun.
9. System hormonal
Produksi testosteron dan sperma menurun mulai usia 45 tahun tetapi tidak mencapai titik nadir. Pada usia 70
tahun, seorang laki-lak masih memiliki libido dan mampu melakukan kopulasi. Pada wanita, karena jumlah
ovum dan folikel yang sangat rendah maka kadar estrogen akan sangat menurun setelah menopause. Keadaan
ini menyebabkan dinding Rahim menipis, selaput lendir mulut Rahim dan saluran kemih menjadi kering. Pada
wanita yang sering melahirkan keadaan di atas akan memperbesar kemungkinan terjadinya inkontensia.
10. System Moskuloskeletal
Dengan bertambahnya usia maka jelas terhadap sendi dan system moskulosketal semakin banyak. Sebagai
resporeparatif maka dapat terjadi pembentukan tulang baru, penebalan selaput sendi dan firosin. Ruang
lingkup gerak sendi yang berkurang dapat diperberat pula dengan tendon yang semakin kaku.
Dalam meningkatkan kesejahteraan lansia diperlukan peningkatan program dan aksi nasional untuk
mendorong partisipasi lansia dalam masyarakat dan pembangunan termasuk pengambil keputusan.
D. Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut (Lansia)
Secara Umum pelayanan kesehatan pada lansia dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. Pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit (Hospital Based Geriatric Service).
2. Pelayanan kesehatan lansia di masyarakat (Community Based Geriatric Service).
Jenis pelayanan kesehatan inilah yang pada saat ini menjadi tantangan bagi kesehatan masyarakat di
Indonesia, dan lebih memerlukan perhatian yang sangat serius dari para akdemisi dan praktisi masyarakat di
Indonesia.
Pada upaya pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, semua upaya kesehatan yang berhubungan dengan
kesehatan manusia harus saling membantu. Seperti puskesmas, dokter, dan lain sebagainya. Namun yang
sangat berperan penting dalam hal ini adalah puskesmas dan dokter swasta, karena kedua tempat inilah yang
dapat mempermudah proses kesehatan masyarakat baik berupa pemeriksaan kesehatan fisik, mental dan
emosional. Adapun jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada lansia antara lain:
1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan
atau minum, berjalan, mandi, berpakaian, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan status mental.
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat
dalam grafik indeks massa tubuh.
4. Pengukuran tekanan darah.
5. Pemeriksaan laboratorium sederhana (hemoglobin) pemeriksaan gula dalam air seni sebagai deteksi
awal adanya penyakit diabetes mellitus, dan pemeriksaan protein dalam air seni sebagai deteksi
awal adanya penyakit ginjal.
6. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bila diperlukan.
7. Penyuluhan, bisa dilakukan di dalam atau diluar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan
konseling kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu untuk kelompok
lansia.
8. Dokter praktik swasta terutama menangani para lansia yang memerlukan tindakan kuratif incidental.
Seperti telah ditemukan diatas, semua pelayanan kesehatan harus di integrasikan dengan layanan
kesejahteraan yang lain dari dinas social, agama, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain.
Dewasa ini, departemen Kesehatan RI mempunyai tiga program kesehatan bagi lansia berupa puskesmas Santun
Usia Lanjut, Pembinaan Kelompok Usia Lanjut, dan Posyandu Usia Lanjut (Pedoman Puskesmas Santun Usia
Lanjut, Depkes RI, 2005)
1. Puskesmas Santun Usia Lanjut
Puskesmas santun lansia merupakan bentuk pendekatan pelayanan proaktif bagi usia lanjut untuk mendukung
peningkatan kualitas hidup dan kemandirian usia lanjut, yang mengutamakan aspek promotif dan preventif,
disamping aspek kuratif dan rehabilitative. Puskesmas Santun Lansia mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pelayanan yang baik berkualitas dan dan sopan
b. Memberikan kemudahan dalam pelayanan kepada usia lanjut
c. Memberikan keringanan atau penghapusan biaya pelayanan kesehatan bagi usia lanjut dari keluarga miskin
atau tidak mampu

d. Memberikan dukungan atau bimbingan pada usia lanjut dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya
agar tetap sehat dan mandiri
e. Melakukan pelayanan secara proaktif untuk dapat menjangkau sebanyak mungkin sasaran usia lanjut yang ada
diwilayah kerja puskesmas.
f. Melakukan kerjasama dengan lintas program dan lintas program terkait ditingkat kecamatan dengan asas
kemitraan, untuk bersama-sama melakukan pembinaan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup usia lanjut.
2. Pembinaan kelompok Lanjut Usia
Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut melalui puskesmas dapat dilakukan terhadap sasaran usia lanjut yang
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Sasaran langsung
1) Pra-usia lanjut 45-59 tahun.
2) Usia lanjut 60-69 tahun.
3) Usia lanut resiko tinggi, yaitu usia lebih dari 70 tahun atau usia lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan.
b. Sasaran tidak langsung
1. Keluarga dimana usia lanjut berada.
2. Masyarakat dilingkungan usia lanjut berada.
3. Organisasi social yang bergerak dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.
4. Masyarakat luas.
c. Kegiatan-kegiatan pembinaan kesehatan usia lanjut yang dilakukan melalui puskesmas adalah:
Pendataan sasaran usia lanjut
Pembinaan kesehatan usia lanjut, pembinaan kebugaran melalui senam usia lanjut maupun rekreasi bersama.
Deteksi dini keadaan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala yang dilakukan setiap bulan melalui
Kelompok Usia Lanjut (Posyandu/Posbindu/Karang Lansia, dan lain-lain) atau dipuskesmas dengan instrument
KMS Usia Lanjut sebagai alat pencatat yang merupakan teknologi tepat guna.
Pengobatan penyakit yang ditemukan pada sasaran Usia Lanjut sapai kepada upaya rujuka kerumah sakit bila
diperlukan.
Upaya rehabilitative (pemulihan)berupa upaya mendik, psikososial, dan edukatif yang dimaksudkan untuk
mengembalikan semaksimal mungkin kemampuan fungsional dan kemandirian usia lanjut.
Melakukan/mematapkan kerjasama dengan lintas sektor terkait melalui asas kemitraan dengan melakukan
pembinaan terpadu pada kegiatan yang dilaksanakan di Kelompok Usia Lanjut atau kegiatan lainnya.
Melakukan fasilitasi dan bimbingan dalam rangka meningkatkan peran serta dan pemberdayaan masyarakat
dalam pembinaan kesehatan usia lanjut antara lain dengan pengembangan Kelompok usia Lanjut, dan Dana
Sehat.
Melaksanakan pembinaan kesehatan usia lanjut secara optimal dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evalusi
secarfa berkala. Upaya ini dapat dilakukan melalui pelaksanaan Lokakarya Mini di Puskesmas secara berkala
untuk menentuka strategi, target dan langkah-langkah selanjutnya dalam pembinaan kesehatan usia lanjut.
3. Posyandu Lansia
Posyandu Lansia merupakan wahana pelayanan bagi kaum usia lanjut, yang dilakukan dari, oleh dan untuk kaum
usila yang menitikberatkan pada pelayanan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan
rehabilitative. Kegiatannya adalah pemeriksaan kesehatan secara berkala, peningkatan olahraga, pengembangan
keterampilan, bimbingan pendalaman agama, dan pengelolaan dana sehat.
Mengingat fisik lansia yang lemah sehingga mereka tidak dapat leluasa menggunakan berbagai sarana dan
prasarana maka upaya pemantapan pelayanan kesahatan lainnya adalah penyediaan sarana dan fasilitas khusus
bagi lansia. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan lansia melakukan aktivitasnya dan sebagai bentuk
penghormatan kepada generasi tua yang telah banyak berkorban ketika masih muda. Upaya itu antara lain,
penyediaan sarana dan fasilitas khusus bagi lansia yang diprioritaskan dan disesuaikan dengan kebutuhan lansia,
melibatkan peran serta masyarakat, dan sebagainya.

BAB 8
GIZI MASYARAKAT
B. Gizi Klinik Dan Gizi Masyarakat
Dilihat dari segi sifatnya ilmu gizi dibedakan menjadi dua, yakni gizi kesehatan perorangan yang
disebut gizi kesehatan perorangan dan gizi yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat yang
disebut gizi kesehatan masyarakat (public health nutrition). Kedua sifat keilmuan ini akhirnya
masing-masing berkembang menjadi cabang ilmu sendiri, yakni cabang ilmu gizi kesehatan
perorangan atau disebut gizi klinik (clinik clinical nutrition) dan cabang ilmu gizi kesehatan
masyarakat atau gizi masyarakat (comunity nutrition).
Penanganan gizi masyarakat tidak cukup dengan upaya terapi pada penderita saja karena apabila
mereka sudah sembuh akan kembali ke masyarakat. Oleh karena itu, terapi penderita gangguan gizi
masyarakat tidak saja ditunjukkan kepada penderitanya saja, tetapi seluruh masyarakat tersebut.
Masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja,melainkan aspek-aspek terkait
yang lain, seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Oleh sebab
itu, penanganan atau perbaikan gizi sebagai upaya terpai tidak hanya diarahkan pada gangguan gizi
atau kesehatan saja,melainkan juga ke arah-arah bidang yang lain. Misalnya, penyakit gizi KKP (
Kekurangan Kalori dan Protein) pada anak-anak balita, tidak cukup dengan hanya pemberian
makanan tambahan saja (PMT), tetapi juga dilakukan perbaikan ekonomi keluarga, peningkatan
pengetahuan, dan sebagainya
C. PENYAKIT-PENYAKIT KEKURANGAN GIZI
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat kesehatan, atau
sering disebut status gizi. Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan
kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan akibat gizi (malnutrition). Malnutrition ini mencakup
kelebihan nutrisi gizi lebih (overnutrition), dan kekurangan gizi (undernutrition).
Penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan akibat dari kelebihan atau kekurangan zat
gizi, dan yang merupakan masalah kesehatan masyarakat, khususnya di Indonesia, antara lain:
1.
Penyakit kurang kalori dan protein (KKP)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau karbohidrat dan protein
dengan kebutuhan energi, atau terjadinya defisiensi dan defisi energi dan protein. Apabila konsumsi
makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori maka akan terjadi defisiensi tersebut (kurang
kalori dan protein).
2.
Penyakit kegemukan (obesitas)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, yakni
konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi
Pada pendeita obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih berat, karena harus
membawa kelebihan berat badan. Oleh sebab itu, pada umumnya lebih cepat gerah, capai,dan
mempunyai kecenderungan untuk membuat kekeliruan dalam bekerja. Akibat dari penyakit obesitas
ini, para penderitanya cenderung menderita penyakit-penyakit: kardio-vaskuler, hipertensi, dan
diabetes melitus.
3.
Anemia (penyakit kurang darah)
Penyakit ini karena kurang konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau urang dari
kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan mikro elemen yang esensial bagi tubuh, yang sangat
diperlukan dalam pembentuk darah, yakni dalam bentuk hemoglobin (Hb).
Defisiensi Fe atau anemia besi di Indonesia jumlahnya besar sehingga sudah menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Program penanggulangan anemia besi, khususnya untuk ibu hamil sudah
dilakukan dengan pemberian Fe secara cuma-cuma melalui puskesmas dan posyandu. Akan tetapi
karena masih rendahnya pengetahuan sebagian besar ibu-ibu hamil masih rendah maka program ini
tampak berjalan lambat.
4.
Zerophthalmia (defisiensi vitamin A)
Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A dalam tubuh. Gejala-gejala penyakit
ini adalah kekurangan epithel biji mata dan kornea, karena glandula lacrimalis menurun. Terlihat

bola mata keriput dan kusam bila biji mata bergerak. Fungsi mata berkurang menjadi hemeralopia
atau nictalpia, yang oleh awam disebut buta senja atau buta ayam, tidak sanggup melihat pada
cahaya remang-remang. Pada stadium lanjut mata mengoreng karena sel-selnya menjadi lunak yang
disebut keratomalacia dan dapat menimbulkan kebutaan.
Fungsi vitamin A sebenarnya mencakup 3 fungsi, yakni: fungsi dalam proses melihat, dalam proses
metabolisme, dan proses reproduksi. Gangguan yang diakibatkan karena kekurangan vitamin A yang
menonjol, khususnya di Indonesia adalah gangguan dalam peroses melihat yang disebut
zerophalmia. Oleh sebab itu, penanggulangan defisiensi kekurangan vitamin A yang penting disini
ditunjukkan pada pencegahan kebutaan pada anak balita.program penanggulangan zerophalmia
ditunjukkan pada anak balita dengan pemberian vitamin A secara Cuma-Cuma melalui puskesmas
dan posyandu. Disamping itu, program pencegahan dapat dilakukan melalui penyuluhan gizi
masyarakat tentang makanan-makanan yang bergizi, khususnya makanan sebagaj sumber vitamin.
5.
Penyakit gondok endemik
Zat Iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh karena merupakan komponen dari hormon
thyroxin. Zat Iodium ini dikonsentrasikan dalam kelenjar gondok (glandula thyroidea) ditimbun
dalam folikel kelenjar gondok, teronjugasi dengan protein (globulin) maka disebut thyroglubolin.
Apabila diperlukan thyroglubolin ini dipecah dan terlepas hormon thyroxin yang dikeluarkan oleh
folikel kelenjar ke dalam aliran darah.
Kekurangan zat iodium ini berakibat kondisi hypothyroidisme (kekurangan iodium) dan tubuh
mencoba untuk mengonpesasi dengan menambah jaringan kelenjar gondok. Akhirnya tercapai
hypertrophi (membesarnya kelenjar thyroid), yang kemudian disebut penyakit gondok. Apabila
kelebihan za iodium maka akan mengakibatkan gejala-gejala pada kulit yang disebut iodium
dermatis. Penyakit gondok ini di Indonesia merupakan endemik terutama di daerah terpencil di
pegunungan, yang air minumnya kekurangan zat iodium. Oleh sebab itu, penyakit kekurangn iodium
ini disebut gondok endemik.
D. Kelompok Rentan Gizi
Kelompok rentan gizi adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang paling mudah menderita
gangguan kesehatannya atau rentan kekurangan gizi. Biasanya kelompok rentan gizi ini
berhubungan dengan proses kehidupan manusia. Oleh sebab itu, apabila kekurangan zat gizi aka
akan terjadi gangguan gizi atau kesehatannya. Kelompok-kelompok rentan gizi ini terdiri dari:
a.
Kelompok bayi umur 0-1 tahun
b.
Kelompok di bawah lima tahun (balita): 1-5 tahun
c.
Kelompok anak sekolah umur 6-12 tahun
d.
Kelompok remaja umur 13-20 tahun
e.
Kelompok ibu hamil dan menyusui
f.
Kelompok usia (usia lanjut)
Kelompok usia lanjut termasuk kelompok rentan gizi, meskipun kelompok ini tidak dalam proses
pertumbuhan dn perkembangan. Hal ini disebabakan karena pada usia lanjut terjadi proses
degenerasi yang menyebabkan kelompok usia ini mengalami kelainan gizi.
Kelompok usia lanjut termasuk kelompok rentan gizi, meskipun kelompok ini tidak dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini disebabkan karena pada usia lanjut terjadi proses
degenerasi yang menyebabkan kelompok usia ini mengalami kelainan gizi.
1.
Kelompok bayi.
Dalam siklus kehidupan manusia, bayi berada dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang
lebih pesat. Ayi yang dilahirkan dengan sehat, pada umur 6 bulan akan mencapai pertumbuhan atau
berat badan 2 kali lipat dari berat badan pada waktu dilahirkan. Untuk pertumbuhan bayi dengan
baik zat-zat gizi yang diperlukan ialah:
a.
Protein, dibutuhkan 3-4 gram/kilogram berat badan.
b. Calsium (CI)
c.
Vitamin D, tetapi karena Indonesia berada di daerah tropis maka hal ini tidak begitu menjadi
masalah.

d. Vitamin A dan K yang harus diberikan sejak post natal.


e.
Fe (zat besi) diperlukan karena dalam proses kelahiran sebagian Fe ikut terbuang.
Secara alamiah sebenarnya zat-zat gizi tersebut sudah terkandung dalam ASI (Air Susu Ibu). Oleh
sebab itu, apabila gizi makan ibu cukup baik, dan anak diberi ASI pada umur sampai 4 bulan, zat-zat
gizi tersebut sudah dapat mencukupi. Disamping itu Asi juga mempunyai keunggulan, yakni
mengandung immunoglobolin yang memberi daya tahan tubuh pada bayi, yang berasal dari tubuh
ibu. Immunoglobolin ini dapat bertahan pada nak sampai dengan bayi berumur 6 bulan.
Peralihan ASI pada makanan tambahan (PMT) harus disesuaikan dengan kondisi anatomi dan
fungsional alat pencernaan bayi. Setelah masa pemberian ASI eksklusif berakhir, maka mulai umur 4
bulan bayi diberi makanan tambahan, itu pun makanan yang sangat halus. Kemudian mulai umur 9
bulan sudah dapat diberikan makanan tambahan yang lunak, sampai dengan umur 18 bulan. Asi
tetap diteruskan, dan mulai berumur 18 bulan dapat diberikan makanan tambahan agak keras (semi
solid), sampai dengan umur 2 tahun. Akhirnya pada umur 2 tahun ASI dihentikan (anak disapih, dan
sudah dapat diberi makanan seperti makana orang dewasa).
2.
Kelompok anak balita.
Anak balita juga merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang
merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya dalam populasi
besar. Beberapa kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan
kesehatan antara lain:
a.
Anak balita baru berada dalam transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa.
b. Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh sehingga
perhatian ibu sudah berkurang.
c.
Anak balita sudah mulai main di tanah, dan sudah dapat main di luar rumahnya sendiri,
sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk
terinfeksi dengan berbagai macam penyakit.
d. Anak balita belum bisa mengurus dirinya sendiri, termasuk dalm memilih makanan. Dipihak
lain ibunya sudah tidak begitu memperhatikan lagi makanan anak balita, karena dianggap sudah
dapat makanan sendiri
Dengan adanya Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), yang sasaran utamanya adalah anak balita
sangat tepat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak balita.
3.
Kelompok anak sekolah.
Pada umumnya kelompok umur ini mempunyai kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan
kesehatan anak balita. Masalah-masalah yang timbul pada kelompok ini antara lain: berat badan
rendah, defisiensi Fe (kurang darah), dan defisiensi vitamin E. Masalah ini timbul karena pada umurumur ini anak sangat aktif bermain dan banyak kegiatan, baik disekolah maupun di lingkungan
rumah/tetangganya. Di pihak lain anak kelompok ini kadang-kadang nafsu makan mereka menurun,
sehingga konsumsi makanan tidak seimbang dengan kalori yang diperlukan.
4.
Kelompok remaja.
Pertumbuhan anak remaja pada umur ini juga sangat pesat, kemudian juga kegiatan-kegiatan
jasmani termasuk olah raga juga pada kondisi puncaknya. Oleh sebab itu, apabila konsumsi makanan
tidak seimbang dengan kebutuhan kalori untuk perumbuhan dan kegiatan-kegiatannya, maka akan
terjadi difesiensi yang akhirnya dapat menghambat pertumbuhannya.
Upaya untuk membina kesehatan dan gizi kelompok ini juga dapat dilakukan melalui sekolah (UKS),
karena pada kelompok ini pada umumnya berada di bangku sekolah menengah pertama maupun
atas (SMP atau SMA). Disamping itu, pembinaan melalui organisasi-organisasi kemasyarakatan
misalnya: karang taruna, remaja/pemuda gereja, remaja masjid, dan sebagainya juga tepat. Karena
kelompok padaremaja ini sudah mulai tertarik untuk berorganisasi, atau senang berorganisasi.
5.
Kelompok ibu hamil.
Ibu hamil sebenarnya juga berhubungan dengan proses pertumbuhan, yakni pertumbuhan janin
yang dikandungnya dan pertumbuhan berbagai organ tubuhnya sebagai pendukung proses
kehamilan tersebut, misalnya mammae.

Apabila kebutuhan kalori, protein, vitamin, dan mineral yang meningkat ini tidak dapat dipenuhi
melalui konsumsi makanan oleh ibu hamil, akan terjadi kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada ibu
hamil dapat berakibat:
a.
Berat badan bayi pada waktu lahir rendah atau sering disebut Berat Badan Bayi Rendah (BBLR).
b. Kelahiran prematur (lahir belum cukup umur kehamilan).
c.
Lahir dengan berbagai kesulitan, dan lahir mati.
6.
Ibu menyusui.
Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan utama bayi oleh sebab itu, maka untuk menjamin kecukupan ASi
bagi bayi, ibu yang sedang menyusui harus diperhatikan. Dalam batas-batas tertentu kebutuhan bayi
akan zat-zat gizi ini diambil dari tubuh ibunya, tanpa menghiraukan apakah ibunya mempunyai
persediaan cukup atau tidak. Apabila konsumsi makanan ibu tidak mencukupi, zat-zat dalam ASI
akan terpengaruh.
7.
Kelompok usia lanjut.
Meskipun pada usia ini sudah tidak mengalami penurunan fungsinya maka sering terjadi gangguan
gizi. Contohnya, pada usila beberapa gigi-geligi, bahkan semunya tanggal, sehingga terjadi kesulitan
saat mengunyah makanan. Oleh sebab itu, apabila makanan tidak diolah sedemikain rupa sehingga
tidak memerlukan pengunyahan, maka akan terjadi gangguan dalam pencernaan dan penyerapan
oleh usus.

Вам также может понравиться