Вы находитесь на странице: 1из 27

BLOK STOMATOGNATHIC SYSTEM

LAPORAN PRAKTIKUM SALIVA 1


KELOMPOK A1
PENGUKURAN pH SALIVA DAN KECEPATAN ALIRAN SALIVA

Dosen pembimbing:
drg. Ryana Budi P.
Disusun oleh:
Alvianita Nurjanah
Anisa Safitri
Adi Nugroho
Amalia Puteri Fidriani
Anggita Rizky Rizali Noor
Amalia Arumsari
Arief Budiman
Audy Liberena
Ageng Rahma Hijahanis I.
Arcadia Sulistijo Junior
Apriliana Santoso

G1G013011
G1G013012
G1G013014
G1G013016
G1G013022
G1G013029
G1G013046
G1G013047
G1G013056
G1G013055
G1G013059

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2015

BLOK STOMATOGNATHIC SYSTEM


LAPORAN PRAKTIKUM SALIVA 1
KELOMPOK A1
PENGUKURAN pH SALIVA DAN KECEPATAN ALIRAN SALIVA

Dosen pembimbing:
drg. Ryana Budi Purnama
Disusun oleh:
Alvianita Nurjanah
Anisa Safitri
Adi Nugroho
Amalia Puteri Fidriani
Anggita Rizky Rizali Noor
Amalia Arumsari
Arief Budiman
Audy Liberena
Ageng Rahma Hijahanis I.
Arcadia Sulistijo Junior
Apriliana Santoso

G1G013011
G1G013012
G1G013014
G1G013016
G1G013022
G1G013029
G1G013046
G1G013047
G1G013056
G1G013055
G1G013059

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2015

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil aalamin, segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa.
Berkat rahmat dan karunia-Nya, kami Kelompok A1 dapat melaksanakan
Praktikum Saliva I sehingga dapat menyusun laporan kelompok ini dengan
lancar.
Terimakasih kami ucapkan kepada drg. Ryana Budi Purnama dan drg.
Cintantya Intan selaku dosen pembimbing praktikum atas bimbingan yang telah
diberikan kepada mahasiswa. Tanpa bimbingan beliau, proses praktikum dan
penyusunan laporan kelompok ini tidak akan mencapai hasil yang diinginkan.
Tak lupa terimakasih kepada orang tua yang telah memberikan motivasi dan
dukungan berupa moril maupun materiil.
Kami menyadari bahwa penyusunan laporan ini belum sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun kami
harapkan demi hasil laporan yang lebih baik di masa yang akan datang. Akhir
kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan laporan ini.

Purwokerto, 30 April 2015

Penulis

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................................ 2
D. Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................................... 3
A. Saliva .................................................................................................................. 3
B. Komposisi Saliva ............................................................................................... 4
C. Faktor sekresi saliva ........................................................................................... 4
D. Derajat pH Saliva ............................................................................................... 6
E. Faktor yang mempengaruhi Curah saliva .......................................................... 7
F.

Gula sukrosa, xylitol, sorbitol, dan manitol ....................................................... 8

G. Kariogenik dan non-kariogenik.......................................................................... 9


BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 10
A. Hasil ................................................................................................................. 10
B. Pembahasan ...................................................................................................... 11
BAB IV. PENUTUP .................................................................................................. 15
A. Simpulan .......................................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................................. 15

iii

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil percobaan ............................................................................................. 11
Tabel 2. Hasil percobaan rata-rata .............................................................................. 11

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Saliva merupakan cairan oral kompleks tak berwarna yang berada di
dalam rongga mulut dan disekresikan oleh kelenjar saliva mayor dan minor.
Kelenjar saliva mayor terdiri dari glandula parotis, glandula submandibularis,
dan glandula sublingualis. Sedangkan kelenjar minor terletak di dalam mukosa
atau submukosa yang hanya menyumbangkan 5% dari sekresi kelenjar saliva
selama 24 jam. Terdapat pula sumbangan saliva dari cairan krevikular dalam
jumlah yang sedikit. Pengeluaran saliva pada orang dewasa sekitar 0,3-0,4
ml/menit tanpa stimulasi dan jika dengan stimulasi laju sekresinya sebanyak 1-2
ml/menit (Amerogan, 1991). Seseorang dapat dikatakan hiposalivasi jika laju
salivanya di bawah 0,1 ml/menit tanpa stimulasi dan di bawah 0,7 ml/menit
dengan stimulasi (Amerogan, 1991).
Sekresi glandula saliva dapat terjadi oleh beberapa faktor di antaranya
adalah stimulus dari mekanik, kimiawi, neuronal, psikis, postur tubuh, obatobatan, ukuran dan berat kelenjar saliva, latihan fisik, alkohol, penyakit
sistemik, usia, jenis kelamin (Almeida, dkk., 2008). Menurunnya pH saliva dan
jumlah saliva akan meningkatkan risiko karies yang tinggi. Sedangkan
meningkatnya pH saliva (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi.
Umumnya cairan viskus pada saliva mengandung 99,5% air dan 5% sisanya
adalah mukoprotein, immunoglobulin, karbohidrat, komponen-komponen
anorganik seperti Ca, P, Na, Mg, Cl, Fe. Sedangakan pada cairan serusnya
mengandung enzim pencernan yaitu enzim ptialin dan enzim lipase (Almeida,
dkk., 2008).

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diperoleh rumusan masalah
sebagai berikut:
1.

Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi pH dan sekresi saliva?

2.

Apa saja macam-macam gula yang dapat menstimulasi pH dan sekresi


saliva?

3.

Apa pengaruh makanan yang mengandung gula terhadap pH dan sekresi


saliva melalui rangsangan pengunyahan?

C.

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas diperoleh tujuan dibuatnya laporan
ini adalah untuk :
1.

Mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pH dan sekresi


saliva

2.

Mengetahui macam-macam gula yang dapat menstimulasi pH dan sekresi


saliva

3.

Mengetahui pengaruh makanan yang mengandung gula terhadap pH dan


sekresi saliva melalui rangsangan pengunyahan

D.

Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan laporan ini di antaranya
adalah :
1.

Mahasiswa dapat mengetahui pH saliva normal tanpa stimulasi dan


dengan stimulasi

2.

Mahasiswa dapat mengetahui jumlah sekresi saliva yang normal pada


rongga mulut

3.

Mahasiswa dapat menginterpretasikan patofisologi oral akibat kelebihan


maupun kekurangan saliva

BAB II
LANDASAN TEORI
A.

Saliva
Saliva adalah sekresi dalam mulut yang dikeluarkan oleh tiga pasang
kelenjar utama yaitu: kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis.
Kelenjar-kelenjar tersebut terletak di luar mulut dan menyalurkannya ke dalam
mulut melalui duktusnya masing-masing (Sherwood, 2001; Irianto, 2004).
Saliva merupakan cairan viskus jernih pada oral yang bersifat kompleks, yaitu
terdiri atas campuran sekresi dari glandula salivarius mayor dan minor yang ada
pada mukosa oral (Sumawinata, 2004). Sekitar 90 persen saliva dihasilkan pada
saat aktivitas makan yang merupakan reaksi atas rangsangan berupa pengecapan
dan pengunyahan makanan. Hal tersebut karena saat mengunyah makanan
terdapat banyak rangsangan berupa pengecapan dan penekanan sehingga
banyak menghasilkan saliva (Kidd dan Bechal, 1992).
Saliva yang dihasilkan oleh tiga pasang saliva mayor yaitu kelenjar
parotis, kelenjar sublingual dan kelenjar submandibularis serta kelenjar-kelenjar
saliva minor yang tersebar di bibir, gingiva, dasar mulut, leher, palatum durum,
palatum molle, lidah, tonsil, dan orofaring. Sekresi kelenjar saliva dikontrol
oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis menginervasi kelenjar
parotis, submandibularis. Saraf parasimpatis selain menginervasi ketiga kelenjar
di atas juga menginervasi kelenjar saliva minor yang berada di palatum. Saraf
parasimpatis bertanggung jawab pada sekresi saliva yaitu volume saliva yang
dihasilkan oleh sel sekretori (Angela, 2005). Sekresi saliva tanpa stimulasi
secara normal pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit, sedangkan
sekresi saliva apabila distimulasi normalnya adalah 1-2 ml/menit atau dalam
sehari saliva dapat mencapai 800-1500 ml (Soesilo, dkk., 2005).
Saliva berfungsi untuk melindungi gigi dan mukosa mulut, membantu
menelan, berbicara, dan awal proses pencernaan sebelum masuk ke
gastrointestinal. Salah satu fungsi penting dari saliva adalah melindungi

jaringan keras dengan cara mechanical cleansing, antimikrobial dan efek


buffering (Pedersen, 2007). Saliva memiliki sifat buffer yaitu menjaga
keasaman dalam rongga mulut. Maka dari itu pH dari saliva itu sendiri tidak
jauh dari angka netral yaitu sekitar 5,6 hingga 7 dengan rerata pH yaitu 6,7
(Febriyanti, 2007).
B.

Komposisi Saliva
Saliva mengandung berbagai zat yang digolongkan kedalam beberapa
bagian yaitu :
1.

Elektrolit yang terdiri dari natrium, kalium, klorida, kalsium, magnesium,


dan florida

2.

Protein yang terdiri dari amylase, musin, histatin, cystatin, peroksidase,


lisozim, dan laktoferin

3.

Molekul organik yang terdiri dari glukosa, asam amino, urea, dan lemak

4.

Komponen lain yang terdiri dari Epidermal Growth Factor (EGF),


insulin, cyclic adenosine monophospate binding protein, dan serum
albumin (Rai, 2007).
Roland (2005) menyebutkan secara singkat bahwa saliva terdiri dari 99

persen air dan 1 persen bahan molekul organik (glikoprotein, lipid) dan
elektrolit (kalsium, fosfat).
C.

Faktor sekresi saliva


Sekresi saliva pada umumnya sekitar 0.5-1.5 liter/hari. Hal tersebut
tergantung pada tingkatan stimulasinya. Kecepatan sekresi saliva bervariasi dari
0.1 hingga 4 ml/menit. Pada kecepatan 0.5 ml/menit, sebanyak 95% saliva
disekresi oleh parotis yang bersifat serus (encer) dan submandibula yang
sekretnya bersifat mukus (kental). Selebihnya disekresi oleh kelenjar sublingual
dan kelenjar-kelenjar di lapisan mukosa mulut (Despopoulos dan Silbernagl,
2000).

Saliva dapat disekresi akibat adanya rangsangan yang diterima oleh saraf
simpatis dan parasimpatis yang berujung di kelenjar-kelenjar saliva. Pada
dasarnya dalam keadaan normal rangsangan tersebut tetap ada walaupun sedikit
untuk menjaga agar mulut dan kerongkongan basah setiap waktu (Sherwood,
2001).
Berbagai faktor yang mempengaruhi sekresi saliva antara lain :
1.

Terapi radiasi
Radiasi pada kelenjar saliva dapat menurunkan sekresi saliva yang
berakibat pada xerostomia. Kelenjar dapat mengalami inflamasi akut
kemudian atrofi dan fibrosis. Akibatnya kelenjar mensekresi saliva lebih
sedikit dengan perubahan komposisi saliva yaitu penurunan sekresi IgA,
kapasitas buffer dan pH menjadi lebih rendah (Amerongan, 1991).

2.

Gangguan pada kelenjar saliva


Gangguan yang terjadi pada kelenjar saliva berupa penyakit yang
menyerang kelenjar seperti sialadenitis, tumor, dan kista. Penyakit
autoimun yang sering menyebabkan gangguan sekresi saliva yaitu
Sindrom Sjogren (Haskell dan Gayford, 1990).

3.

Gangguan kesehatan sistemik


Keadaan sistemik juga dapat mempengaruhi sekresi saliva. Pada
penderita penyakit yang menimbulkan dehidrasi seperti demam, diare
yang kronis, gagal ginjal kronis, dan diabetes dapat mengalami gangguan
sekresi saliva. Hal tersebut dikarenakan gangguan dalam pengaturan air
dan elektrolit dalam tubuh sehingga menyebabkan keadaan negatif dan
mengurangi sekresi saliva (Al-Saif, 1991).

4.

Obat-obatan
Beberapa jenis obat-obatan dapat mempengaruhi sekresi saliva. Jenis
obat yang menurunkan sekresi saliva merupakan obat yang menekan
kerja saraf otonom dan obat yang secara tidak langsung mempengaruhi
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh atau dengan mempengaruhi
aliran darah ke kelenjar. Selain itu obat-obatan juga dapat meningkatkan

sekresi saliva dengan merangsang kerja sistem saraf (Rahayu dan


Handajani, 2010).
5.

Keadaan fisiologis
Laju aliran saliva juga dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Pada saat
berolahraga dan bernafas melalui mulut dapat menjadikan mulut kering.
Keadaan stres, depresi, dan putus asa dapat menyebabkan pengaruh pada
sistem saraf (Haskell dan Gayford, 1990).

6.

Usia
Faktor usia juga berpengaruh terhadap sekresi dan komposisi saliva.
Penuaan mengaibatkan kelenjar mengalami penurunan fungsi serta atrofi.
Hal tersebut mengakibatkan cairan saliva menjadi lebih sedikit dan lebih
kental (Edwina dan Joyston, 1991).

D.

Derajat pH Saliva
Saliva dapat diukur tingkat keasamannya secara sederhana menggunakan
indikator pH. Besarnya nilai pH mulut tergantung dari saliva sebagai buffer
yang mereduksi formasi plak. Pembentukan asam oleh bakteri di dalam plak
maka akan terjadi penurunan pH dengan adanya penurunan pH akan
menyebabkan kadar asam menjadi tinggi didalam mulut akibatnya pH saliva
menjadi asam. Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh
susunan kualitatitf dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan
oleh susunan bikarbonat, karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam
saliva dan berasal dari kelenjar saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan
normal antara 5,6-7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya perubahan adalah pH saliva antara lain rata-rata
kecepatan aliran saliva, mikoorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer
saliva. Selain itu terdapat juga senyawa organik yang mempengaruhi pH saliva
yaitu gugus bikarbonat, fosfat, asam karbonat, dan urea (Suryadinata, 2012).
Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5-7,5 dan
apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5-5,5 akan memudahkan

pertumbuhan

kuman

asidogenik

seperti

Streptocuccus

mutans

dan

Lactobacillus. Jika pH saliva menurun atau bersifat asam disertai jumlah sekresi
saliva yang kurang dapat menyebabkan karies gigi, sedangkan jika pH saliva
terlalu meningkat atau bersifat basa akan menyebabkan pembentukan karang
pada gigi (Pedersen, 2007).
Menurut Apriyono dan Fatimatuzahro (2011) keasaman saliva atau pH
saliva merupakan faktor yang sangat penting pada rongga mulut khususnya
pada proses demineralisasi gigi. Perubahan pH saliva dipengaruhi oleh susunan
kuantitatif dan elektrolit serta kapasitas buffer di dalam saliva. Dalam keadaan
normal, pH saliva berkisar antara 6.8-7.2.
E.

Faktor yang mempengaruhi Curah saliva


Menurut Ganong (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi curah saliva
yaitu :
1.

Derajat Hidrasi
Pada keadaan dehidrasi, saliva menurun hingga mencapai nol. Derajat
hidrasi atau cairan tubuh merupakan faktor yang paling penting karena
apabila cairan tubuh berkurang 8% maka kecepatan aliran saliva
berkurang hingga mencapai nol. Sebaliknya kecepatan aliran saliva yang
meningkat akan mengakibatkan hiperhidrasi.

2.

Posisi Tubuh
Posisi tubuh dalam keadaan berdiri merupakan posisi dengan kecepatan
aliran saliva tertinggi bila dibandingkan dengan posisi duduk dan
berbaring. Pada posisi berdiri, kecepatan aliran saliva mencapai 100%,
pada posisi duduk 69% dan pada posisi berbaring 25%.

3.

Paparan Cahaya
Dalam keadaan gelap, kecepatan aliran saliva mengalami penurunan
sebanyak 30-40%.

4.

Irama Siang dan Malam

Kecepatan saliva memperlihatkan irama siang dan malam yang dapat


mencapai puncaknya pada siang hari dan menurun saat tidur.
5.

Obat
Atropin dan obat kolinergik lainnya menurunkan sekresi saliva.

6.

Usia
Kecepatan aliran saliva pada usia lebih tua mengalami penurunan,
sedangkan pada anak dan dewasa kecepatan aliran saliva meningkat.

7.

Efek psikis
Efek psikis seperti berbicara tentang makanan dan melihat makanan
dapat meningkatkan aliran saliva. Sebaliknya berfikir makanan yang
tidak disukai dapat menurunkan sekresi saliva.

8.

Hormonal
Pada saat menopause, status hormon-hormon kelamin akan berubah. Hal
ini membuat sekresi saliva menurun.

9.

Jenis kelamin
Curah saliva pada pria lebih tinggi dari daripada wanita meskipun
keduanya mengalami penurunan setelah radioterapi. Disebabkan karena
ukuran kelenjar saliva pria lebih besar daripada kelenjar saliva wanita.

F.

Gula sukrosa, xylitol, sorbitol, dan manitol


Sukrosa merupakan disakarida. Sukrosa merupakan gula pasir yang kita
kenal dalam keseharian. Sukrosa biasanya ditemukan pada tumbuhan tebu.
Apabila dihidrolisis dengan enzim sukrase akan menghasilkan satu molekul
glukosa dan satu molekul fruktosa (Marzuki, dkk, 2010).
Gula xylitol merupakan pemanis buatan atau dapat dikatakan sebagai
sintesis gula. Xylitol dibuat dari ekstrak pohon birch. Rasanya sangat manis
akan tetapi hanya mengandung kurang lebih 1/3 dari kalori gula pada umumnya.
Xylitol dapat dikatakan tidak menyebabkan peningkatan kadar gula darah dan

insulin serta sangat disarankan untuk mencegah gigi berlubang (Schreiber dan
Servan, 2010).
Sorbitol merupakan pemanis buatan pegganti gula. Sorbitol digolongkan
sebagai gula alkohol. Menurut penelitian gula jenis ini merupakan gula buatan
yang paling banyak dipakai di Indonesia (Huowink, 1993). Struktur sorbitol
sangat mirip dengan glukosa, hanya saja gugus aldehid pada glukosa diganti
dengan alkohol. Sorbitol bersifat non-karsinogenik (tidak menyebabkan
kanker). Penyerapan sorbitol pada tubuh berlangsung lambat maka pada
metabolisme hanya sedikit menghasilkan kalori (Darmawan, 2005).
Manitol merupakan gula buatan golongan alkohol. Manitol dibuat dari
ekstrak rumput laut. Manitol dikatakan sebagai pemanis buatan yang bergizi
dibandingkan aspartam dan sakarin. Gula manitol juga diserap lambat oleh
tubuh sehingga kalori yang dihasilkan sedikit maka cocok untuk orang-orang
yang memiliki diabetes (Jaeggle, 2009).
G.

Kariogenik dan non-kariogenik


Kariogenik adalah sifat makanan yang dapat menyebabkan karies.
Makanan kariogenik sendiri berarti makanan yang dapat menyebabkan karies.
Makanan tersebut bersifat lengket dan dapat menurunkan pH di dalam mulut
sehingga dapat menyebabkan demineralisasi serta menghambat remineralisasi
(Tamrin, dkk, 2014). Menurut Setiowati dan Furqunita (2007) makanan
kariogenik adalah makanan yang manis dan lengket serta menyebabkan karies.
Sehigga dapat kita ketahui bahwa kariogenik merupakan suatu sifat yang dapat
menyebabkan karies sedangkan non kariogenik merupakan sifat yang tidak
menyebabkan karies. Dalam hal ini bukan tidak sama sekali menyebabkan
karies akan tetapi lebih tidak menyebabkan karies dibandingkan kariogenik.

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.

Hasil

PERCOBAAN

1.

2.

3.

4.

PERCOBAAN 1 :
TANPA STIMULASI

PERCOBAAN 2 :
STIMULASI KAPAS

PERCOBAAN 3 :
STIMULASI XYLITOL

PERCOBAAN 4 :
STIMULASI SUKROSA

10

Probandus

pH

VOLUME/
5 MENIT

Audy

1,6 ml

Ageng

4,2 ml

Arca

6,1 ml

Anggita

3,4 ml

Amalia

2 ml

Audy

8,4 ml

Ageng

9,2 ml

Arca

11,8 ml

Anggita

11,8 ml

Amalia

6,1 ml

Audy

11,8 ml

Ageng

17,2 ml

Arca

5,4 ml

Anggita

11,4 ml

Amalia

12,9 ml

Audy

9,6 ml

Ageng

15,4 ml

Arca

9,8 ml

Anggita

11 ml

Amalia

9,8 ml

11

PERCOBAAN 5 :
5.

STIMULASI BUAH
SEGAR

Audy

4 ml

Ageng

15 ml

Arca

4,8 ml

Anggita

14,4 ml

Amalia

8,1 ml

Tabel 1. Hasil percobaan

PERCOBAAN

1.

2.

3.

4.

5.

PERCOBAAN 1 :
TANPA STIMULASI
PERCOBAAN 2 :
STIMULASI KAPAS
PERCOBAAN 3 :
STIMULASI XYLITOL
PERCOBAAN 4 :
STIMULASI SUKROSA
PERCOBAAN 5 :
STIMULASI BUAH SEGAR

pH

VOLUME/
5 MENIT

6,6

3,46 ml

7,8

9,46 ml

11,74 ml

7,4

11,12 ml

9,26 ml

Tabel 2. Hasil percobaan rata-rata


B.

Pembahasan
Praktikum ini membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
sekresi saliva. Praktikum tersebut melakukan 5 percobaan dengan perbedaannya
adalah bahan-bahan yang digunakan untuk menstimulus sekresi saliva.
Percobaan awal merupakan variabel kontrol dimana saliva tidak distimulus
dengan apapun, atau sekresi saliva dibiarkan apa adanya. Percobaan kedua
merupakan percobaan dengan probandus mengunyah kapas. Percobaan ketiga
probandus mengunyah permen karet, dimana dalam komposisinya mengandung

12

xylitol. Percobaan keempat menggunakan permen karet yang mengandung


sukrosa. Percobaan terakhir adalah probandus mengunyah buah segar, yang
lebih banyak mengandung asam contohnya adalah buah jeruk.
Percobaan pertama tanpa stimulasi didapat pH sebesar 6,6, pH ini
merupakan pH rerata saliva hasil praktikum dalam keadaan normal tanpa
adanya stimulasi. Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Suryadinata
(2012) bahwa derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6-7,0.
Pada praktikum ini menghasilkan saliva dengan rata-rata pH 6,7, artinya
probandus yang mengeluarkan saliva dalam praktikum ini normal. Apabila
tanpa stimulus ini pH saliva mengalami suatu kondisi yang abnormal maka
dapat dipastikan kondisi rongga mulut dari probandus buruk, bila pH asam
dapat dipastikan terdapat banyak karies, sedangkan apabila pH terlalu basa
dapat dipastikan terdapat banyak kalkulus.
Percobaan pertama juga mengukur curah saliva, curah saliva yangnormal
tanpa stimulasi sebesar 0,3 ml/menit sampai 0,4 ml/menit, dari praktikum yang
telah dilakukan didapatkan hasil rata-rata 3,46 ml/5menit sehingga curah saliva
dalam satu menit sebesar 0,692 ml. Hasil curah saliva permenit tanpa stimulasi
didapatkan 0,692 ml/menit, hal ini melebihi nilai normal curah saliva tanpa
stimulasi. Keadaan ini disebabkan karena banyak faktor di antaranya probandus
saat sedang melakukan percobaan dalam keadaan sakit dan sebagian
terstimulasi adanya buah jeruk yang ada di meja praktikum.
Percobaan kedua, probandus mensekresikan saliva yang diberikan
rangsangan berupa pengunyahan kapas, hal ini berkaitan dengan stimulus secara
mekanis. Hasil percobaan ini menunjukan bahwa pH saliva probandus
meningkat dengan volume sekresi saliva yang normal. pH saliva probandus
yang melebihi normal mungkin disebabkan oleh perangsangan kecepatan
sekresi saliva dan diet atau makanan yang menjadi stimulus dari sekresi saliva
saat itu (dalam hal ini adalah kasa). Derajat pH saliva yang cenderung

13

mendekati basa ini mungkin yang menyebabkan terbentuknya kalkulus (karang


gigi) pada rongga mulut probandus. Menurut Haroen (2002), laju aliran saliva
normal dengan stimulasi berkisar 1-3 ml/menit, pada hasil praktikum
didapatkan rata-rata curah saliva sebesar 1,892 ml/menit.
Percobaan ketiga dengan stimulasi permen karet xylitol, menghasilkan
pH saliva meningkat menjadi lebih basa yaitu 8. Normalnya, saliva memiliki pH
sekitar 7. Permen xylitol dapat meningkatkan pH saliva dan mencegah
demineralisasi email gigi. Pengaruh xylitol telah terbukti secara klinis mampu
menghambat pertumbuhan plak gigi (Lisna, 2011). Pengunyahan permen karet
xylitol yang dilakukan selama 5 menit ini juga memiliki efek untuk
meningkatkan flow rate saliva. Hal tersebut terbukti dengan adanya peningkatan
volume saliva yang disekresikan oleh probandus. Selain itu, dengan adanya
stimulasi xylitol juga dapat mempengaruhi komposisi yaitu akan meningkatkan
konsentrasi bikarbonat, fosfat, dan kalsium. Hal tersebut yang memungkinkan
saliva memiliki viskositas seromukus yang didominasi mukus (Lisna, 2011).
Percobaan

keempat

dengan

stimulasi

sukrosa.

Sukrosa

banyak

dikonsumsi karena rasanya manis, tapi menurut penelitian, sukrosa dapat


menaikkan indikasi karies paling besar (Soesilo, dkk, 2005). Konsumsi sukrosa
dapat menurunkan kapasitas buffer saliva sehingga mampu meningkatkan
insidensi terjadinya karies. Hal tersebut disebabkan karena sintesa ektra sel
sukrosa lebih cepat daripada gula lainnya seperti glukosa, fruktosa, dan laktosa
sehingga cepat diubah oleh mikroorganisme dalam rongga mulut menjadi asam
(Soesilo, dkk, 2005). Secara teori, pH yang dihasilkan setelah mengunyah
permen karet sukrosa selama 1-3 menit ialah 4,5-5,0, tetapi pada percobaan
didapatkan rata-rata 7,4. Hal ini disebabkan karena jarak waktu probandus dari
pemberian stimulus xylitol dengan sukrosa terlalu cepat sehingga bisa
disebabkan juga adanya kandungan xylitol yang masih tersisa pada rongga
mulut dan menyebabkan pH tidak sesuai.

14

Pada percobaan dengan stimulasi sukrosa ini, terjadi peningkatan flow


rate saliva hingga tersekresi saliva sebanyak 2,224 ml/menitnya. Hal tersebut
dikarenakan permen karet sukrosa memiliki konsistensi yang keras. Menurut
Davies dan Finlay (2005), makanan yang keras akan merangsang sekresi saliva
lebih banyak dibandingkan makanan dengan konsistensi lembut. Selain itu,
menurut probandus, permen sukrosa ini memiliki rasa yang paling manis. Rasa
yang kuat dari makanan juga dapat memicu sekresi saliva semakin banyak lagi
(Davies dan Finlay, 2005).
Percobaan yang terakhir adalah dengan menggunakan stimulasi buahbuahan segar baik itu secara visual maupun dengan mekanik. Stimulasi ini
dapat menyebabkan kadar pH dalam rongga mulut menjadi lebih rendah. Pada
percobaan yang terakhir in pH rata-rata yang dihasilkan adalah 7, seharusnya
secara teoritis pH yang dihasilkan oleh percobaan ini kurang dari 7. Faktorfaktor yang dapat menyebabkan pH menjadi 7 adalah dikarenakan rentan waktu
percobaan sebelumnya dengan percobaan terakhir ini relatif berdekatan.
Percobaan yang menggunakan buah-buahan ini tidaklah gagal, dikarenakan pH
rata-rata sebelum percobaan terakhir adalah 7,4 dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pengaruh saliva dengan stimulasi buah-buahan segar
mengubah pH rongga mulut menjadi lebih asam walaupun tidak signifikan
perubahannya. Curah saliva rata-rata yang dihasilkan pada percobaan ini adalah
9,26 ml/5 menit atau 1,85 ml/menit. Curah saliva yang normal pada saat
distimulasi adalah 1-3 ml/menit (Suhardjo, 1992). Curah saliva saat distimulus
dengan buah-buahan segar pada percobaan kali ini dapat dinyatakan adalah
normal.

BAB IV
PENUTUP
A.

Simpulan
Berdasarkan laporan yang telah disusun dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1.

Saliva merupakan cairan oral kompleks tak berwarna yang berada


didalam rongga mulut dan disekresikan oleh kelenjar saliva mayor dan
minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari glandula parotis, glandula
submandibularis, dan glandula sublingualis. Sedangkan kelenjar minor
terletak didalam mukosa atau submukosa yang hanya menyumbangkan
5% dari sekresi kelenjar saliva selama 24 jam.

2.

Pengeluaran saliva normal pada orang dewasa sekitar 0,3-0,4 ml/menit


tanpa stimulasi dan jika dengan stimulasi laju sekresinya sebanyak 1-2
ml/menit. Sekresi glandula saliva dapat terjadi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah stimulus dari mekanik, kimiawi, neuronal, psikis,
postur tubuh, obat-obatan, ukuran dan berat kelenjar saliva, latihan fisik,
alkohol, penyakit sistemik, usia, jenis kelamin.

3.

Menurunnya pH saliva dan jumlah saliva akan meningkatkan risiko


karies yang tinggi. Sedangkan meningkatnya pH saliva (basa) akan
mengakibatkan pembentukan karang gigi. Umumnya cairan viskus pada
saliva mengandung 99,5% air dan 5% sisanya adalah mukoprotein,
immunoglobulin, karbohidrat, komponen-komponen anorganik seperti
Ca, P, Na, Mg, Cl, Fe. Sedangakan pada cairan serusnya mengandung
enzim pencernan yaitu enzim ptialin dan enzim lipase.

B.

Saran
Saliva merupakan cairan oral yang sangat penting bagi metabolisme dan
pertahanan tubuh manusia. Sebagian orang tidak mengetahui tentang fungsi

15

16

saliva bagi tubuh manusia. Diharapkan mahasiswa dapat memahami tentang


kondisi noramal dan berserta fungsinya.

DAFTAR PUSTAKA
Almeida, P.D.V., Grgio, A.M.T., Machado, M..N., deLima, A.A.S., Azevedo,
L.R., 2008, Saliva Composition and Functions: A Comprehensive Review, J
Contemp Dent Pract March, (9) 3 : 072-080.
Al-Saif, K.M., 1991, Clinical Management of Salivary Deficiency : A Review
Article, The Saudi Dent J, 3 (2) : 77-80.
Amerogan, A.V.N., 1991, Ludah dan Kelenjar Ludah, Yogyakarta : UGM Press.
Apriyono, D.K., Fatimatuzzahro, N., 2011, Pengaruh Kumur-kumur dengan Larutan
Triclosan 3% terhadap pH Saliva, CDK, 38 (7) : 426-428.
Davies, A., Finlay, I., 2005, Oral Care in Advanced Disease, New York : Oxford.
Edwina,

A.M.,

Joyston,

B.S.,

1991,

Dasar-dasar

Karies

Penyakit

dan

Penanggulangannya, Jakarta : EGC. h.1-68.


Febyanti, P.A., 2007, Perbedaan Perubahan Derajat Keasaman (pH) Plak Sebelum
dan Sesudah Mengkonsumsi Makanan yang Mengandung Gula dan
Makanan yang Tidak Mengandung Gula pada Penghuni Asrama JKG
Poltekkes, Semarang : JKG.
Ganong, W. F., 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta : EGC.
Haroen, E.R., 2002, Pengaruh Stimulus Pengunyahan dan Pengecapan terhadap
Kecepatan Aliran dan pH Saliva, Jurnal Kedokteran Gigi, (9) 3 : 11-16.
Houwink, B., 1993, Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press. h. 88-193.
Irianto, K., Waluyo, K., 2004, Gizi dan Pola Hidup Sehat, Bandung : Yrama Widya.
Kidd,

E.A.M.,

Bechal,

S.J.,

1992,

Dasar-dasar

Karies

Penyakit

dan

Penanggulangannya, Jakarta : EGC. h. 6696.


Lisna, K.R., Juni, H., 2011, Efek Pengunyahan Permen Karet Gula dan Xylitol
Terhadap Status Saliva, Jurnal Majalah Kedokteran Gigi, 18 (1) : 21-24.
Marzuki, I., Amirullah, Fitriana, 2010, Kimia dalam Keperawatan, Sulawesi Selatan :
Pustaka As Salam.

Pedersen, A.M., 2007, Saliva, Netherlands : Zendium.


Rahayu, F.A., Handajani, J., 2010, Mengkonsumsi Minuman Beralkohol dapat
Menurunkan Derajat Keasaman dan Volume Saliva, Dent J, 15 (1) : 15-19.
Rai, B., 2007, Oral Fluid in Toxicology, The Internet Journal of Toxicology, 3 (2) : 915.
Roland, S.M., 2005, Gigi Penasihat Kesehatan Oral Aksi, London : St. John Wood.
Suryadinata, A., 2012, Kadar Bikarbonat Saliva Penderita Karies dan Bebas Karies,
Saintis J, 1 (1) : 39.
Schreiber, Servan, D., 2010, Hidup Bebas Kanker, Bandung : PT Mizan Pustaka.
Sherwood, L., 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Jakarta : EGC.
Soesilo, D., Santoso, R.E., Diyatri, I., 2005, Peranan Sorbitol dalam Mempertahankan
Kestabilan pH Saliva pada Proses Pencegahan Karies, Majalah Kedokteran
Gigi Dental Journal, 38 (1) : 25.
Tamrin, M., Afrida, Jamaludin, M., 2014, Dampak Konsumsi Makanan Kariogenik
dan Kebiasaan Menyikat Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi pada Anak
Sekolah, Jurnal of Pediatric Nursing, 1 (1) : 16-17.

LAMPIRAN

Вам также может понравиться