Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
56
56
Pergiliran tanaman
Gulma spesies tertentu secara ekologis dapat tumbuh dengan baik pada
daerah budidaya dengan jenis tanaman tertentu dan mendominasi daerah
pertanaman budidaya.
Pergiliran tanaman secara ekologis dapat mencegah
adanya dominasi spesies gulma atau kelompok gulma tertentu pada daerah
pertanaman budidaya.
Pergiliran tanaman berpengaruh terhadap komposisi gulma. Komposisi
gulma pada pertanaman monokultur dalam waktu yang lama menunjukkan
komposisi yang lebih rendah dibandingkan dengan pola tanam rotasi. Mahfudz
(2005) melaporkan perubahan pola tanam dari monokultur jagung, tumpangsari
jagung-kakao hingga menjadi monokultur kakao menyebabkan jumlah jenis
gulma berkurang dan komunitas gulma cenderung didominasi oleh Paspalum
conjugatum. Perubahan pola tanam juga mengubah komposisi jenis gulma
dominan, dari jenis gulma berdaun lebar digantikan oleh gulma golongan rumput.
Ball dan Miller (1993) menemukan 190 jenis gulma pada pola monokultur jagung
selama 5 tahun, 245 jenis gulma pada pola rotasi Phaseolus vulgaris (2 tahun)jagung (3 tahun). Selain perubahan komposisi tersebut, pola tanam juga
menyebabkan perbedaan jenis gulma dominan. Gulma Setaria viridis merupakan
gulma dominan pada pertanaman jagung terus menerus, sedangkan gulma
Amaranthus retroflexus merupakan gulma dominan pada rotasi P.vulgaris-jagung.
kandang tersebut belum sempurna, maka biji-biji yang terbawa tersebut dapat
tumbuh menjadi gulma pada lahan pertanian yang menggunakan pupuk kandang
tersebut.
Tindakan pencegahan lainnya
Beberapa tindakan berikut termasuk kategori tindakan pencegahan gulma.
Perpindahan ternak maupun alat-alat pertanian jangan sampai menjadi sarana
penyebar biji gulma berbahaya. Sebelum digunakan atau sebelum pindah ke lokasi
lainnya, usahakan alat tersebut dibersihkan sehingga dapat mencegah terbawanya
biji gulma ke lokasi baru. Pinggir sungai atau saluran irigasi perlu dibersihkan
dari gulma-gulma berbahaya. Hal ini untuk mencegah agar gulma tidak menyebar
ke lokasi lain melalui perantara air. Pembabatan gulma sebelum gulma
menghasilkan biji yang mampu berkecambah dan tumbuh. Pencegahan dapat juga
dilakukan secara legislatif (perundang-undangan) yang mengatur atau membatasi
transportasi atau penyebaran gulma di dalam maupun ke luar suatu daerah atau
negara.
B. Pengendalian Gulma secara Mekanis
Pengendalian gulma merupakan suatu usaha untuk membatasi atau menekan
infestasi gulma sampai tingkat tertentu sehingga pengusahaan tanaman budidaya
menjadi produktif dan efisien. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara
mekanis, kultur teknis, biologis (hayati), kimia (penggunaan herbisida), dan
terintegrasi (terpadu).
Tindakan pencegahan dan pengendalian bersifat
komplementer.
Pengendalian gulma secara mekanis adalah tindakan pengendalian gulma
dengan menggunakan alat-alat sederhana hingga alat-alat mekanis berat untuk
merusak atau menekan pertumbuhan gulma secara fisik. Berdasarkan alat yang
digunakan, pengendalian secara mekanis dibedakan menjadi :
1. Manual (tenaga manusia) : tanpa alat / alat-alat sederhana seperti parang,
arit, kored, dll.
2. Semi mekanis : tenaga manusia memakai mesin ringan seperti mower
(pemotong rumput).
3. Mekanis penuh memakai alat-alat mesin berat seperti traktor besar, dll.
Berikut adalah beberapa contoh tindakan pengendalian mekanis yang biasa
dilakukan.
Mencabut gulma
Tindakan mencabut gulma merupakan pengendalian gulma secara manual.
Pengendalian gulma dengan cara mencabut gulma lebih sesuai untuk gulma
setahun, tidak efektif dan sukar dilaksanakan terhadap gulma yang mempunyai
rhizoma, stolon atau umbi, karena bagian-bagian tersebut segera dapat tumbuh
kembali membentuk tumbuhan baru. Pengendalian gulma dengan cara mencabut
gulma memerlukan tenaga menusia dan waktu yang banyak. Namun demikian,
tindakan mencabut gulma menimbulkan gangguan yang minim terhadap tanaman.
Pada percobaan-percobaan pengendalian gulma, tindakan mencabut gulma
biasanya digunakan sebagai perlakuan pembanding.
Membabat gulma / memangkas / mowing
Berdasarkan
aspek
konservasi
tanah
dan
pencegahan
erosi,
pembabatan/pemangkasan gulma merupakan cara yang lebih baik dibandingkan
dengan berbagai cara lainnya. Waktu pelaksanaannya disesuaikan dengan sifat
gulma yang dihadapi, terutama dikaitkan dengan masa pembentukan biji gulma.
Pembabatan gulma banyak diterapkan pada perkebunan besar, perkebunan rakyat,
bidang hortikultura (kabun buah-buahan, tanaman pekarangan). Pengaruh gulma
yang telah dibabat masih terlihat pada tanaman yang memiliki perakaran dangkal
(nenas, pisang, kelapa).
Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dapat dilihat sebagai tindakan pengendalian secara
mekanis. Pengolahan tanah sangat efektif untuk gulma setahun maupun gulma
tahunan, namun cara pelaksanaannya tidak sama. Untuk gulma setahun (semusim)
yang alat reproduksinya berupa biji, pengolahan tanah dilakukan secara dangkal
beberapa kali dengan interval yang cukup untuk menumbuhkan biji gulma ke
permukaan tanah. Untuk gulma tahunan yang reproduksinya selain dengan biji
tetapi dengan organ reproduksi vegetatif seperti rhizoma, stolon, umbi sangat
berperan, pengolahan tanah dilakukan secara dalam dan diikuti dengan
pengolahan dangkal beberapa kali dengan interval waktu yang cukup untuk
menumbuhkan biji dan propagula vegetatif. Dalam pelaksanaan pengolahan tanah,
pemadatan tanah harus dihindarkan, bahaya erosi diperhitungkan, kadar air tanah
juga harus diperhatikan pada saat pengolahan tanah.
Menginjak dan membenamkan gulma
Pada pertanian padi sawah secara tradisional di beberapa daerah, menginjak
dan membenamkan gulma masih dilakukan. Gulma diinjak dan dibenamkan
dengan menggunakan tenaga hewan ternak maupun manusia pada saat penyiangan.
Penggunaan api
Pengendalian gulma dengan cara pembakaran merupakan tindakan
pengendalian gulma yang sangat murah, sering dilakukan pada pembukaan kebun
atau ladang secara tradisional. Penggunaan api dalam pengendalian gulma ini
memiliki efek positif yaitu tak ada efek samping residu seperti halnya pada
pemakaian herbisida dan pengganggu lainnya seperti hama, penyakit dapat ikut
mati. Gulma mati karena terbakar hangus dan karena koagulasi protein pada
tumbuhan gulma. Koagulasi protein pada tumbuhan terjadi bila terkena panas
dengan suhu 45 - 55 C. Namun demikian, tindakan pengendalian gulma dengan
Pengendalian Gulma
60
60
api ini menimbulkan maslaah baru, yaitu masalah ekspor asap. Kasus
pembukaan lahan dengan cara pembakaran di daerah Sumatra dan Kalimantan
telah menimbulkan kabut asap yang mengganggu pernafasan, mengurangi jarak
pandang sehingga mengganggu transportasi darat dan penerbangan.
C. Pengendalian Gulma secara Kultur Teknis
Pengendalian gulma secara kultur teknis merupakan tindakan yang
didasarkan pada segi ekologis tanaman dan gulma. Tujuannya adalah membuat
lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman sehingga tanaman
dapat bersaing dengan gulma, di lain pihak tindakan yang diterapkan tersebut
dapat mengurangi atau menekan pertumbuhan gulma menjadi seminimum
mungkin. Pengendalian secara kultur teknis merupakan cara yang efektif dan
efisien di negara sedang berkembang yang belum menggunakan herbisida secara
meluas karena harga herbisida relatif mahal.
Beberapa tindakan dalam pengendalian gulma secara kultur teknis
dijelaskan sebagai berikut :
Pergiliran tanaman
Gulma spesies tertentu secara ekologis dapat tumbuh dengan baik pada
daerah budidaya dengan jenis tanaman tertentu dan mendominasi daerah
pertanaman budidaya. Pergiliran tanaman secara ekologis dapat mencegah adanya
dominasi spesies gulma atau kelompok gulma tertentu pada daerah pertanaman
budidaya.
Pola tanam berpengaruh terhadap komposisi gulma. Pada pola monokultur
dalam waktu yang lama menunjukkan komposisi gulma yang lebih rendah
dibandingkan dengan pola tanam rotasi. Mahfudz (2005) melaporkan perubahan
pola tanam dari monokultur jagung, tumpangsari jagung- kakao hingga menjadi
monokultur kakao menyebabkan jumlah jenis gulma berkurang dan komunitas
gulma cenderung didominasi oleh Paspalum conjugatum. Perubahan pola tanam
juga merubah komposisi jenis gulma dominan, dari jenis gulma berdaun lebar
digantikan oleh gulma golongan rumput. Ball dan Miller (1993) menemukan 190
jenis gulma pada pola monokultur jagung selama 5 tahun, 245 jenis gulma pada
pola rotasi Phaseolus vulgaris (2 tahun)-jagung (3 tahun). Selain perubahan
komposisi tersebut, pola tanam juga menyebabkan perbedaan jenis gulma
dominan. Gulma Setaria viridis merupakan gulma dominan pada pertanaman
jagung terus menerus, sedangkan gulma Amaranthus retroflexus merupakan
gulma dominan pada rotasi P.vulgaris - jagung.
Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dapat dilihat sebagai tindakan pengendalian gulma secara
kultur teknis. Pengolahan tanah akan menyediakan media tumbuh yang baik bagi
tanaman dan mematikan gulma yang sudah tumbuh serta menumbuhkan biji
gulma yang dorman.
Simpanan biji-biji gulma di dalam tanah (seed bank) berada dalam kondisi
dorman (dormansi sekunder). Simpanan biji-biji gulma tersebut tidak dapat
berkecambah karena kondisi lingkungan tanah yang tidak mendukung
perkecambahan. Hasil penelitian (Chozin, 1987) pada gulma Cyperus iria L. dan
Cyperus microiria Steud menunjukkan bahwa dormansi sekunder pada gulma
tersebut disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kondisi
penyimpanan, level air tanah dan fotoperiod.
Pengolahan tanah menyebabkan biji-biji gulma di dalam tanah muncul ke
permukaan tanah dan berkecambah. Selanjutnya, gulma yang berkecambah dan
tumbuh pada lahan pertanaman dikendalikan dengan cara manual atau dengan
metode pengendalian lainnya sehingga tidak memberi kesempatan gulma untuk
berkembangbiak. Dengan tindakan pengolahan tanah yang berulang, semakin
lama simpanan biji-biji gulma di dalam tanah semakin berkurang dan pada
akhirnya gulma tersebut berada di bawah batas ekonomi pengendalian.
Pengolahan tanah menyebabkan gulma-gulma yang hidup lebih dari satu
tahun atau dua tahun terpotong-potong dan terbenam di dalam tanah. Ukuran
propagul menjadi kecil-kecil dan tidak cukup untuk perkembangbiakan akibat
cadangan karbohidrat gulma semakin menipis bahkan habis akibat terpotongpotong oleh aktivitas pengolahan tanah. Tunas-tunas baru yang muncul dari
sistem perakaran atau rhizoma gulma juga terkendalikan dengan pengolahan tanah.
Metode pengolahan tanah dapat menentukan pertumbuhan dan
perkembangan gulma pada suatu pertanaman. Hasil penelitian Pramuhadi (2005)
menunjukkan bahwa penutupan gulma dan bobot kering gulma pada pertanaman
tebu cenderung meningkat dengan bertambahnya intensitas penggaruan tanah,
tetapi cenderung menurun dengan bertambahnya intensitas pembajakan tanah,
terutama pembajakan dengan bajak singkal. Gulma kalah bersaing dengan tebu
pada kondisi densitas dan tahanan penetrasi tanah yang rendah. Metode
pengolahan tanah dengan intensitas pengolahan tanah minimum yang
menghasilkan densitas dan tahanan penetrasi sebesar 1.2 - 1.3 g/cc dan 6.0 - 14.0
2
kgf/cm menyebabkan pertumbuhan gulma menjadi tertekan.
Penyiangan
Penyiangan gulma merupakan tindakan pengelolaan gulma yang bertujuan
untuk mengurangi/menghilangkan adanya kompetisi antara gulma dengan
tanaman. Penyiangan gulma dapat dilihat sebagai tindakan pencegahan maupun
tindakan pengendalian gulma. Penyiangan gulma didasarkan pada fase
pertumbuhan gulma. Penyiangan yang dilakukan sebelum gulma memasuki fase
generatif dapat mencegah perkembangan dan penyebaran gulma melalui biji dan
juga mencegah penambahan biji gulma di dalam tanah (seed bank).
Dilihat dari fase perkembangan tanaman budidaya, gulma tidak harus
dikendalikan sepanjang periode pertumbuhan tanaman budidaya. Nietto et al.
(1968) menyatakan bahwa kehadiran gulma di sepanjang siklus hidup tanaman
tidak selalu berpengaruh negatif terhadap produksi tanaman. Terdapat fase
dimana tanaman budidaya sensitif terhadap keberadaan gulma dan keberadaan
gulma pada fase tersebut dapat menurunkan hasil secara nyata, disebut sebagai
periode kritis. Pada periode kritis tersebut gulma perlu dikendalikan agar tidak
terjadi kompetisi yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas tanaman.
Penentuan periode kritis tanaman sangat diperlukan dalam pengelolaan
gulma agar dicapai efisiensi dalam pengendalian gulma baik dari segi waktu,
biaya, maupun tenaga. Omafra (2002) menyatakan bahwa periode kritis tanaman
terjadi pada saat kompetisi dengan gulma mulai menurunkan produksi tanaman
sebesar 5%. Periode kritis tanaman sangat ditentukan oleh jenis tanaman, jenis
gulma, ukuran benih tanaman, saat tanam, jarak tanam, dan kesuburan tanah,
cuaca dan kondisi pertanaman. Moenandir (1993) menyatakan kadar air tanah,
jenis tanah, perbedaan musim tanam, dan pola tanam mempengaruhi periode kritis
tanaman.
Periode kritis tanaman telah banyak dilaporkan oleh para peneliti di bidang
ilmu gulma. Periode kritis tanaman kedelai kultivar Kipas Putih pada jarak tanam
40 cm x 15 cm adalah pada saat 30 45 HST (Erida dan Hasanuddin, 1996), pada
tanaman jagung manis antara 20 50 HST (Syawal, 1999), pada tanaman padi
selama 8 minggu pertama setelah tanam (Tobing dan Chozin, 1980), pada
tanaman jagung 20-50 hari setelah tanam (Mahfudz, 2005).
Pengaturan pola dan jarak tanam
Pengaturan jarak tanam ditujukan untuk memposisikan tanaman dalam
keadaan berkompetisi minimal antar sesamanya sehingga dapat memanfaatkan
unsur hara dan cahaya sebaik-baiknya dan tanaman mampu bersaing dengan
gulma. Jarak tanam yang terlalu lebar dapat memberikan keleluasaan bagi gulma
untuk tumbuh dan berkembang pada barisan tanaman, sementara jarak tanam yang
terlalu sempit dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi intraspesifik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kepadatan tanaman dengan
mengurangi jarak tanam dapat menekan pertumbuhan gulma (Rao, 2000).
Semakin rapat jarak tanam pertumbuhan gulma semakin tertekan (Farnham, 2001;
Kuepper et. al., 2002). Pola tanam tumpangsari secara sangat nyata menekan
pertumbuhan gulma dibandingkan dengan monokultur (Chozin, 1976).
Tindakan kultur teknis lainnya antara lain pemakaian benih/bibit yang baik
sehingga tanaman dapat bersaing dengan gulma yang tumbuh kemudian,
pemupukan yang sesuai dosis dan tepat waktu siega tanaman tumbuh baik dan
kuat bersaing, penyiangan dengan tujuan menghilangkan adanya kompetisi antara
gulma dengan tanaman, serta pengaturan jarak tanaman yang tepat sehingga
tanaman dapat memanfaatkan unsur hara dan cahaya sebaik-baiknya bagi tanaman
budidaya.