Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH
AHMAD JUPRI (10.7.004)
Guillain-Barr
demyelinasi
atau
akut
SGB
(acute
kerap
juga
disebut
inflammatory
radang
demyelinating
infeksi.
Selain
itu,
dengan
bisa
memeriksa
juga
normal
dilakukan
tidaknya
konduksi sel-sel saraf. Kasus SGB terakhir terjadi di Kota Semarang, Jawa
Tengah. Pasien RS Islam Sultan Agung, Semarang, bernama Susanti (28)
akhirnya meninggal dunia karena sindrom ini. Serangan SGB yang diderita
Susanti rupanya sudah parah hingga menyerang otot paru-parunya dan
menyebabkan infeksi. Kondisinya terus menurun, dan Susanti tidak tertolong
lagi.
Akhir-akhir ini banyak media yang memberitakan sebuah penyakit langka yang tengah
diderita oleh salah satu mahasiswi FKIP UNS Solo, Aqin Rizka Ayanti. Penyakit yang diderita
mahasiswi tersebut memang termasuk penyakit langka, berbahaya dan dengan biaya
pengobatannya juga tidak sedikit.
Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Islam Yarsis Surakarta, Prof. DR. Dr. Rusdi
Lamsudin, M.Med.Sc, SpS(K) mengatakan penyakit ini diawali dengan munculnya penyakit
biasa, seperti didahului oleh radang tenggorokan maupun diare. Namun, setelah beberapa hari
akan diikuti dengan rasa kesemutan dan kemudian mati rasa dari kaki dan bisa menjalar ke
bagian tubuh lain. Awalnya memang seperti penyakit lain, seperti radang tenggorokan atau
diare, tetapi diikuti dengan kesemutan di kaki, jelasnya.
Dr Rusdi mengatakan bahwa penderita penyakit bisa kembali sembuh total, asalkan
segera mendapatkan penanganan dan tidak terlambat di bawa ke rumah sakit. Penyebaran
penyakit ini sangat cepat. Jika dalam lima hari penderita tidak tertangani, maka penderita akan
mengalami kelumpuhan. Tetapi jika segera tertangani maka penderita bisa sembuh secara total.
Jika saat merasa kesemutan dan kaki mulai merasakan mati rasa penderita segera dibawa ke
rumah sakit, maka penderita masih bisa disembuhkan, paparnya.
Dijelaskannya, pada kondisi normal, tubuh akan menghasilkan antibodi untuk melawan
antigen (zat yang merusak tubuh) ketika tubuh terinfeksi penyakit, virus, atau bakteri. Pada kasus
SGB, antibodi malah menyerang sistem saraf tepi dan menyebabkan kerusakan sel saraf. Hal ini
ditimbulkan karena antibodi merusak selaput myelin yang menyelubungi sel saraf (demyelinasi).
Kerusakan yang ditimbulkan dimulai dari pangkal ke tepi atau dari atas ke bawah. Kerusakan
tersebut akan menyebabkan kelumpuhan motorik dan gangguan sensibilitas. Jika kerusakan
terjadi sampai pangkal saraf maka dapat terjadi kelainan pada sumsum tulang belakang,
ujarnya.
Diungkapkan Prof Rusdi, gejala yang timbul pada penderita SGB adalah kehilangan
sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri, dengan pola
persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah. Kelumpuhan pada pasien SGB biasanya
terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau dari luar ke dalam secara bertahap, namun dalam
waktu yang bervariasi. Penderita SGB parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan
melemahkan otot-otot pernapasan sehingga diperlukan ventilator untuk menjaga pasien agar
tetap bertahan. Jika sudah menyerang paru-paru ini harus dipasang ventilator, supaya pasien
bisa bertahan, paparnya. Kondisi penderita dapat bertambah parah karena kemungkinan terjadi
infeksi di dalam paru-paru akibat berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan kemampuan
membersihkan saluran pernapasan. Kematian umumnya terjadi karena kegagalan pernapasan dan
infeksi yang ditimbulkan.
Diungkapkannya, penyebab penyakit GBS yang pasti sampai saat ini belum diketahui.
Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi virus. Virus yang paling sering
menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV), HIV, Measles dan Herpes Simplex
Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri paling sering oleh Campylobacter Jejuni. Virus ini
bisa diperoleh dari berbagai media, makanan, minuman, air maupun udara, ungkapnya.
Tidak terjadi infeksi
Sindrom ini, seperti penyakit autoimun yang lain, termasuk self
remittance disease. Sebenarnya penderita dapat sembuh dengan sendirinya
dalam jangka waktu sekitar enam bulan. Dengan catatan, tidak terjadi
infeksi pada tubuh penderita.
Yang menyebabkan kematian biasanya karena terjadi gagal napas dan
infeksi yang timbul. Namun, itu juga tidak dapat dipastikan, kata Amien.
Penanganan pada penderita SGB biasanya dilakukan dengan plasma
exchange, tindakan yang mirip cuci darah, dengan mengganti plasma darah
menggunakan
alat
itu
dapat
menolong
penderita untuk bertahan atau mencapai kondisi yang lebih baik. Namun,
tidak semua rumah sakit memiliki alat ini.
Alternatif
lain
adalah
dengan
pemberian intravenous
dosis
tinggi.
Kortikosteroid
biasanya
diberikan
sebagai
antiradang.
Walaupun
dalam
banyak
literatur
disebutkan
pemberian