Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. Madhuri
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 76 tahun
Alamat
: Desa Tenjo Ayu, Cicurug
Pekerjaan
: Tidak Bekerja
Status
: Menikah
Suku
: Sunda
Agama
: Islam
No. Rekam Medis
: 418888
Tgl. Masuk RS
: 10 Juni 2014
Jenis Anamnesis
: Autoanamnesis
II.
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Buang air kecil yang tidak keluar.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh air kencing yang tidak keluar sejak 2 minggu yang lalu. Ada
rangsang ingin buang air kecil pada pasien namun tetap tidak dapat mengeluarkan urin
dan tidak ada keluhan BAK yang sedikit sedikit atau nyeri saat BAK. Saat ini
terpasang kateter, demam disangkal, batuk dan pilek disangkal. Tidak ada perubahan
dalam nafsu makan pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyatakan keluhan tidak bisa BAK sebelumnya pernah dirasakan 2
tahun yang lalu namun sempat teratasi dengan pemasangan kateter dengan jangka
waktu 1 minggu. Sempat sembuh namun keluhan kembali muncul 2 bulan lalu tidak
sembuh dengan pemasangan kateter dan direncanakan untuk operasi BPH. Saat
operasi ditemukan adanya hernia sehingga pelaksanaan operasi BPH ditunda untuk
pengerjaan operasi hernia. Pemasangan kateter post operasi dilakukan namun tidak
mengalami perubahan pada BAKnya sehingga direncanakan kembali untuk operasi.
Riwayat Penyakit Keluarga
1
Keluhan yang sama dalam keluarga disangkal, Hipertensi (-). DM (-), Asma
(-).
Riwayat Pengobatan
Pasien menyatakan tidak pernah berobat kemanapun
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat atau makanan tertentu
Riwayat Psikososial
Merokok (-), minum kopi (+)
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: 15 (E4 M6 V5)
Tanda Vital
Suhu
Nadi
Pernapasan
Tekanan Darah
Status Generalis
Kepala
Wajah
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Leher
: 36,3o C
: 74 x/mnt
: 24 x/mnt
: 180/100 mmHg
: Normocephal
: Simetris
: Isokor (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
: Sekret (-), septum deviasi (-)
: Mukosa bibir pucat (-), kering (-)
: Normotia, sekret (-/-)
: Pembesaran KBG (-), pembesaran kel. Tiroid (-), JVP tidak
meningkat
Thorax
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
(-)
2
Perkusi
: Timpani pada 4 kuadran abdomen (+), CVA (-)
Inguinal
: Pembesaran KGB (-)
Anogenital
: laki-laki, normal
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2detik, sianosis (-), edema(-)
Bawah: Akral hangat, RCT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)
Kulit : Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor baik
Status Lokalis
- Inspeksi :
o Perut datar
o Tidak tampak adanya massa
o Terdapat jahitan pasca operasi 7 cm
o Kateter terpasang
- Palpasi :
o Defance muscular (-)
o Tidak teraba adanya massa
o Nyeri tekan (-)
IV.
RESUME
Anamnesis
Pasien laki-laki berumur 76 tahun datang dengan keluhan :
- Tidak bisa buang air kecil
- Keluhan dirasakan sudah 2 minggu yang lalu
- Pasien terpasang kateter
- Pasien sempat merasakan keluhan yang sama 2 tahun lalu dan sempat sembuh.
- Keluhan muncul kembali 2 bulan lalu dan direncanakan dilakukan operasi
BPH namun saat operasi ditemukan hernia sehingga dilaukan operasi hernia.
Pemeriksaan fisik
V.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal : 10/06/2014
Jenis Pemeriksaan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Jenis Pemeriksaan
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu
Fungsi Hati
AST (SGOT)
HEMATOLOGI
Hasil
Nilai Rujukan
12.7
6.9
13.5 17.5
4.8 10.8
39
42 52
248
150 450
KIMIA KLINIK
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
g/dL
10^3/uL
%
10 /uL
^3
Satuan
139
>200
Mg%
23
< 25
U/L
3
ASLT (SGPT)
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
22
< 29
U/L
19
0,93
10 50
0 1.0
Mg%
Mg%
139
2,8
135 148
3.50 5.30
mEq/L
mEq/L
WORKING DIAGNOSIS
Benign Prostate Hyperplasia
RENCANA PENATALAKSANAAN
- Rencana pemasangan DC
- Infus Ringer Lactate
- Cefotaxime 1 x 500 mg
- Ketorolac 2 x 30 mg
-
Puasa
Tindakan operasi : Open Prostatectomy
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
IX.
X.
FOLLOW UP
S
O
Inspeksi: Distensi (-), massa (-), luka post op (+), three ways terpasang
Auskultasi: BU (+) normal
Palpasi: defence muscular (-),
Perkusi: timpani
A
P
A
P
Inspeksi: Distensi (-), massa (-), luka post op (+), three ways terpasang
Auskultasi: BU (+) normal
Palpasi: defence muscular (-),
Perkusi: timpani
BPH post Operasi open prostatectomy H2
IVFD RL 20 gtt/menit
Cefotaxime 2 x 1 gr IV
Ketorolac 2 x 10 gr IV
Ranitidin 2x1 amp iv
Abdomen:
Inspeksi: Distensi (-), massa (-), luka post op (+), three ways terpasang
Auskultasi: BU (+) normal
Palpasi: defence muscular (-),
Perkusi: timpani
A
Post Operasi open prostatectomy H3
P
IVFD RL 20 gtt/menit
Cefotaxime 2 x 1 gr IV
Ketorolac 2 x 10 gr IV
Ranitidin 2x1 amp iv
Tanggal 15 juni 2014
S
Nyeri luka post operasi open Prostatectomy(+)
O
T: 170/80 mmHg
N: 68x/menit
R: 22x/menit
S: 38,2oC
Abdomen:
Inspeksi: Distensi (-), massa (-), luka post op (+), three ways terpasang
Auskultasi: BU (+) normal
Palpasi: defence muscular (-),
Perkusi: timpani
A
P
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA
A. Definisi
Benign prostate hyperplasia merupakan suatu kondisi terjadinya hiperplasia kelenjar
periureteral yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer sehingga menutup canalis
urethral secara partial maupun complete.
B. Epidemiologi
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki dan insidennya
berdasarkan dari umur. Prevalensi dari hasil studi otopsi BPH menunjukkan peningkatan
kira-kira sebanyak 20% pada pria dengan umur 41-50 tahun, menjadi 50 % pada pria
dengan umur 51-60 tahun dan menjadi > dari 90% pada pria > dari 80 tahun. Walaupun
bukti klinis dari penyakit lebih jarang muncul, gejala dari obstruksi prostat juga
berhubungan dengan umur. Pada umur 55 tahun, kira-kira sebanyak 25% pria
mengeluhkan gejala voiding symptoms (gejala saat berkemih). Pada umur 75 tahun, 50%
dari pria mengeluhkan penurunan dari pancaran dan jumlah dari pembuangan urin. Faktor
resiko dari BPH masih belum terlalu dimengerti. Beberapa hasil studi menyebutkan
predisposisi genetik dan beberapa studi lainny memberi perhatian pada perbedaan ras.
Kira-kira 50% dari pria dibawah umur 60 tahun yang telah menjalani operasi pembedahan
BPH mungkin memiliki suatu bentuk genetika dari penyakit. Bentuk ini paling banyak
merupakan bentuk autosomal dominan trait.
C. Anatomi, Fisiologi dan Histologi Prostate
1. Lokasi
Prostat merupakan organ kelenjar fibromuskular yang mengelilingi urethra
pars prostatica. Prostat mempunyai panjang kurang lebih 3 cm dan terletak di antara
collum vesicae (batas superior) dan diaphragm urogenitale (batas inferior).
Hubungan:
Ke superior : Basis prostatae berhubungan dengan collum vesicae. Otot polos
prostate terus melanjut tanpa terputus dengan otot polos collum vesicae. Urethra
masuk pada bagian tengah basis prostatae
Ke inferior : Apex prostatae terletak pada fascies superior diaphragm urogenitale.
Urethra meninggalkan prostate tepat di atas apex pada fascies anterior
Ke anterior : Facies anterior prostatae berbatasan dengan symphysis pubica,
dipisahkan oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat di dalam spatium
retropubicum (cavum retzius). Selubung fibrosa prostate dihubungkan dengan
aspek posterior os pubis oleh ligament puboprostatica. Ligamenta ini terletak di
samping kanan dan kiri linea mediana dan merupakan penebalam fascia pelvis
8
10
memiliki fitur arsitektur dan stroma yang spesifik. Telah ditemukan lima daerah/zona
tertentu yang berbeda secara histology maupun biologi, yaitu :
a. Zona Anterior
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
b. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.
Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma
prostat terbanyak.
c. Zona Sentralis
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulotarius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
Zona pusat relative tahan terhadap kanker dan penyakit lainnya.
d. Zona transisional
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5%
tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi
benign prostat hyperplasia (BPH)
e. Kelenjar-kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal
11
Dalam semua zona, baik saluran dan asinus , dipisahkan oleh epitel sekresi.
Dalam setiap zona, terdapat lapisan sel basal di bawah lapisan sekretori, serta
diselingi sel-sel endokrin-parakrin.
D. Etiologi
Hingga sekarang etiologi dari BPH masih belum diketahui secara pasti, tetapi
beberapa penelitian secara laboratorium maupun klinik menyebutkan bahwa terdapat 2
faktor yang erat kaitannya dengan BPH yaitu;
(DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab
timbulnya hiperplasia prsostat adalah ; 1) teori dihidrotestoteron, 2) adanya
ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron, 3) interaksi antara sel stroma dan sel
epitel prostat, 4) berkurangnya kematian sel (apoptosis) dan 5) teori stem sel.4
1) Teori Dihidrostestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalan sel prostat
oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah
terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) yang membentuk kompleks DHTRA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang
menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa
kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya
saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih
banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif
terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat
normal.
2) Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat.
Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi
12
sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan
hormon
androgen,
dan
menurunkan
jumlah
kematian
sel-sel
prostat(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat
yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih
besar.
3) Interaksi sel stroma dan sel epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui mediator (grwoth factor)
tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi DHT dan estradiol, sel-sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel
stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel
secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma.
4) Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel prostat (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi
kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis
akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal,
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,
penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.
Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah
sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan massa prostat.
5) Teori Sel Stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru.
Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu suatu sel yang mempunyai
13
kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada
keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti
yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi
sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga
terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
E. Patogenesis
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomic buli-buli
berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel
buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) .
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Pada prostat
normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, sedangkan pada BPH, rasionya
meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot
polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang
menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan
komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
Gejala iritasi disebabkan karena hipersensitivitas otot destrusor berarti bertambahnya
frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena
destrusor gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Apabila vesika
menjadi dekompesasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih
14
ditemukan sisa urin dalam kandung kemih dan rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika
keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak
lagi mampu miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak lagi
mampu menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan
vesika lebih tinggi dari tekanan sfincter dan kronik menyebabkan refluks vesikoureter,
hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi. Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan
menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu
endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan
menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan cyctisis dan bila terjadi
refluks dapat menyebabkan pyelonefritis.
Sel Stem
Proses Menua
Berkurangnya
dan Stroma
reseptor endogen
Ketidakseimbangan hormon
( estrogen dan testoteron)
F. Manifestasi Klinis
Hiperirritable
pada pada
bladder
Hidroureter
Obstruksi prostat dapat menimbulkan
keluhan
saluran kemih maupun keluhan di
luarHidronefritis
saluran kemih. Lower
Urinary
Trackotot
Symptom
terdiri
atas gejala obstruksi dan
Peningkatan
kontraksi
detrusor dari
buli-buli
gejala iritatif seperti terlihat pada tabel di bawah.
Fungsi ginjal
Obstruksi
Iritasi
Terbentuknya sekula-sekula dan divertikel buli-buli
Frekuensi
Intermitten
Disuria
Urgensi
hesistensi
Terminal Dribbling
15
Frekuensi (Anyanganyangan)
Nokturia
(Sering
kencing
malam hari)
Urgensi (Merasa ingin kencing
G. Diagnosis
The third International consultation on BPH menganjurkan untuk menganamesa
keluhan miksi terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih jika ditemukan
prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar kemudian jika perlu dilengkapi dengan
pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan standar meliputi :
1. Hitung skor gejala, dapat ditentukan dengan menggunakan skor IPSS (International
Prostate Symptom Score, IPSS) :
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah
bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara
subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan
oleh WHO adalah International Prostatic Symptom Score (I-PSS). Sistem skoring IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS)
dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5,
sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga
7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu :
Ringan, Sedang dan berat.
16
Penatalaksanaan
< 50ml
Konservatif
II
50-100ml
Pembedahan
(transuretra resection)
17
III
>100 ml
dapat diraba
IV
4. Pemeriksaan Tambahan :
Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat miksi)
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh
daya kontraksi otot dekstrusor, tekanan intravesika dan resistensi urethra. Angka
normal laju pancaran urine ialah 10-12 ml/dtk dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 mL/dtk. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 68mL/dtk dengan puncaknya sekitar 11-15 mL/dtk. Semakin berat derajat
H. Diagnosis Banding
Kondisi obstruksi dari saluran kemih bagian bawah seperti :
striktur uretra dan contracture leher buli-buli : Riwayat melakukan tindakan pada
saluran kemih, radang atau trauma harus ditanyakan untuk menyingkirkan
kemungkinan striktur uretra atau contracture leher buli-buli
batu buli-buli : Hematuria dan nyeri biasanya berhubungan dengan batu buli-buli.
karsinoma prostat (CaP) : CaP mungkin dideteksi saat melakukan pemeriksaan
DRE atau elevasi dari kadar penanda tumor PSA.
Infeksi saluran kemih bisa mirip gejalanya seperti pada iritatif BPH, bisa
diidentifikasi dengan pemeriksaan urinalisa dan kultur urin; bagaimanapun juga
infeksi saluran kemih bisa juga sebagai komplikasi dari BPH.
I. Pemeriksaan Penunjang
18
1. Laboratorium
Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam
mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan
sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang
mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk
,mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik).
2. Pencitraan
Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan
bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu
retensi urine.
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya: (1) kelainan pada
ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, (2) memperkirakan
besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat/filling
defect (pendesakan buli-bli oleh kelenjar prostat) atau ureter disebelah distal yang
berbentuk seperti mata kail atau hooked fish dan (3) penyulit yng terjadi pada bulibuli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli. Pemeriksaan ini
sekarang tidak direkomendasikan pada BPH.
J. Penatalaksanaan
Ada beberapa pilihan terapi BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien
kelompok tertentu. Untuk pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat dengan
hanya dilakukan watchful waiting. Terapi paling akhir yang dilakukan adalah operasi.
Indikasi absolute dilakukan operasi adalah :
Retensi urin berulang (berat), yaitu retensi urin yang gagal dengan pemasangan
kateter urin sedikitnya satu kali
Infeksi saluran kencing berulang
Gross hematuria berulang
19
Batu buli-buli
Insufisiensi ginjal
Divertikula buli-buli
1. Watchful waiting
Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor I-PSS < 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan
terapi apapun dan hanya diberi penjelasan ,mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya :
a. Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam
b. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau
cokelat)
c. Batasi penggunaan obat-obatan yang mengandung fenilpropanolamin
d. Kurangi makanan pedas dan asin, dan
e. Jangan menahan kencing terlalu lama
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik, disamping itu dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek,
perlu dipikirkan memilih terapi lain.
2. Medikamentosa
a. Penghambat Alpha (Alpha Blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-1 , dan
prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang
berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai
oleh reseptor 1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa
perbaikan subjektif dan objektif terhadap tanda dan gejala BPH pada beberapa
pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor
b.
20
Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal
c.
d.
3. Operasi Konvensional
a. Transurethral resection of the prostate (TURP)
21
c.
23