Вы находитесь на странице: 1из 10

Meraih Shalat Khusyuk

Khusyuk adalah capaian terpenting datam shalat. Shalat khusyuklah


yang menjadi kekuatan bagi umat Islam. Shalat bukan hanya sekadar
pelepas utang atau penggugur kewajiban. Tetapi, shalat merupakan
pertemuan hamba dengan Sang Khalik. Ketika itulah hamba mengadu dan
bermunajat kepada Rabbnya. Menurut Ketua Lembaga Dakwah Nandlatul
Ulama, Dr KH Zakky Mubarok, shalat khusyuklah yang bisa mencegah
perbuatan keji dan mungkar. Shalat yang baik mempunyai dampak positif
dalam kehidupan. Jika ingin tahu shalat seseorang baik atau tidaknya,
cukup dengan melihat kepribadiannya sehari-hari.
"Kalau kita sudah bisa mencegah perbuatan keji dan mungkar,
minimal untuk diri kita sendiri, berarti shalat kita sudah bagus," katanya
memaparkan. Berikut petikan wawancara selengkapnya dengan
wartawan Republika, Hannan Putra.
Apakah pengertian shalat khusyuk yang benar?
Pengertian shalat itu bisa kita kelompokan menjadi tiga definisi.
Definisi secara etimologi (bahasa), definisi shalat secara lahiriahnya, dan
definisi shalat secara batiniahnya.
Pertama, shalat menurut definisi etimologisnya, yaitu doa dan pujian.
Memang bisa kita telusuri dari bacaan-bacaannya, semuanya adalah
pujian dan doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT.
Kedua, shalat dalam artian lahiriah. Ini banyak dijabarkan dalam
kitab-kitab fikih dan syariah. Yang pertama ini bisa kita definisikan dengan
suatu ibadah yang terdiri atas perbuatan dan ucapan, diawali dengan
takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu. Beginilah
definisi shalat secara tahiriahnya.
Adapun yang ketiga, shalat secara rohaniahnya. Ini bisa kita
definisikan dengan menghadapkan wajah kita kepada Allah SWT, dengan
menghadirkan hati secara khusyuk, serta dengan penuh keikhlasan yang
murni. Itu semua kita lakukan semata-mata untuk mengharap ridha dari
Allah SWT.
Apa kiat untuk meraih shalat khusyuk?
Terlebih dahulu kita harus mengenal apa itu khusyuk. Shalat yang
khusyuk itu bukan berarti kita tidak ingat apa-apa. Itu tidak akan mungkin
terjadi. Khusyuk adalah menghadirkan hati kita bahwa di dalam shalat
kita sedang berkomunikasi dengan Allah SWT. Begitu kita ingat yang lain,
kita kembali fokus dan kembali menghadirkan hati.
Waktu kita takbiratutihram dan membaca Allahu Akbar (Allah Maha
Besar), maka kita merasakan keagungan Allah SWT yang tidak terbatas.
Kita benar-benar meresapi makna Allahu Akbar dan merasakan

keagungan Allah SWT yang Maha Besar dari segala sesuatu. Jika kita
berupaya seperti demikian, berarti kita sudah menghadirkan hati kita
untuk khusyuk dalam shalat.
Di samping itu, kita harus memahami bacaan - bacaan shalat. Kalau
kita mengerti bacaan shalat yang kita baca, tentu ini menjadi indah sekali.
Kita akan larut dalam menghayati bacaan shalat yang indah sehingga kita
merasakan sedang berkomunikasi dengan Allah SWT. Coba kita lihat
misalkan dalam surah al-Fatihah. "Iyyaka nabudu wa iyyaka nasta'in"
(Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami
mohon pertolongan). Itu indah sekali. Jadi, dengan memahami makna,
maksud, dan keindahan bacaan shalat kita, kita akan lebih khusyuk dalam
shalat.
Selanjutnya, kita juga harus memahami syarat, rukun, serta sunahsunah di dalam shalat secara baik. Termasuk, tata cara shalat yang
diaiarkan Rasulullah SAW mengenai shalat. Seperti salada Nabi
Muhammad SAW, "Shalatlah sebagaimana kalian melihatku shalat." (HR
Bukhari Muslim).
Kemudian, tunaikanlah shalat itu dengan ikhlas. Di mana pun kita
shalat, shalat kita itu tetap sama. Kadang kan ada orang, kalau shalatnya
sendiri itu shalatnya asal-asalan. Kalau shalat dihadapan orang saja, baru
shalatnya bagus dan alangkah khusyuknya. Itu berarti shalatnya bukan
ikhlas karena Allah, tapi karena orang lain.
Terakhir, ciptakanlah suasana shalat yang kondusif. Misalkan,
seseorang yang shalat di samping makanan yang sudah terhidang.
Bayangkan saja, di meja sudah dipenuhi makanan. Begitu dia takbir, eh
ternyata ada kucing yang meloncat ke meja. Kan bisa kacau shalatnya.
Demikian juga handphone yang berpotensi akan berbunyi ketika shalat.
Jagalah kondisi dan suasananya sekondusif mungkin sehingga tidak
mengganggu kita selama menunaikan shalat.
Shalat khusyuk lebih berkaitan dengan gerakan atau hati?
Lebih ke hati. Khusyuk adalah menghadapkan hati kita selama shalat
bahwa orang yang shalat seakan-akan sedang bertemu Allah SWT. Firman
Allah SWT, "Kecuali orang-orang yang khusyuk (Yaitu) mereka yang
meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka
akan kembali kepada-Nya." (QS al-Bagarah [21: 45-46).
Bagaimana menghadapkan hati agar senantiasa khusyuk dalam
shalat?
Yakinilah di dalam hati bahwa shalat yang dilakukan semata-mata
untuk mencari ridha Allah SWT. Tidak ada tujuan lain. Shalat dengan
ikhlas hanya untuk Allah SWT. Initah yang kita baca dalam doa iftitah
(pembuka) shalat. "Innasshalati, wannusuki, wamahyaya, wamamati,

lillahi Rabbil'alamin."(Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan


matiku, hanya untuk Allah Rabb semesta alam).
Tidak ada lagi yang lebih penting kita cari di dunia ini kecuali ridha
Allah SWT. Keridhaan Allah SWT adalah nikmat tertinggi yang tidak ada
tandingannya dengan yang lain. Dalam hadis Qudsi pernah disebutkan,
Allah SWT pernah mengumpulkan ahli (penduduk) surga. "Wahai ahli
surga, apakah kalian merasakan ridha, puas, dan bahagia di dalam
surga?" kata Allah SWT.
Mereka menjawab, "Ya Rabb, tentu saja kami puas." Kemudian Allah
bertanya lagi, "Maukah kalian kuberikan sesuatu yang lebih indah dari
surga ini?" Penduduk surga pun terdiam. Dalam hati mereka saling
bertanya, apakah yang lebih indah dari surga? Sungguh tak terbayangkan
oleh hati mereka.
"Aku halalkan bagi kalian keridhaan-Ku. Dan Aku tidak akan
memurkai kalian untuk selama-lamanya," firman Allah SWT. (HR Bukhari).
Jadi, keridhaan Allah SWT itu di atas segala-galanya. Bahkan, keridhaan
Allah SWT tebih tinggi dari segala kenikmatan surga dengan segala isinya.
Seluruh ibadah baik itu shalat dan yang lainnya, semuanya larinya
harus mencari keridhaan Allah SWT. Inilah nilai ibadah tingkat tinggi.
Shalat bukan untuk harap masuk surga, bukan sekadar lepas kewajiban,
tapi semata-mata untuk menggapai ridha Allah SWT.
Bagaimana ulama terdahulu mencontohkan shalat khusyuk?
Para ulama terdahulu itu, begitu mereka takbir, mereka mustaghriq
(tenggelam) dalam shalat mereka. Mereka yang tenggelam dalam
khusyuk itu, benar-benar tenggelam. Ini yang susah didapatkan orangorang zaman sekarang. Kalau kita, begitu takbir, pikiran kita ke manamana. Bahkan, kacamata yang kita lupa ditaruh di mana, di dalam shalat
kita ketemu jawabannya. Berarti kualitas shalat kita masih jauh dari
standar khusyuk.
Bagaimana agar shalat bisa mencegah perbuatan mungkar?
Mencegah perbuatan keji dan mungkar ini adalah dampak shalat.
Itulah hasil dari shalat yang kita lakukan. Katau kita ingin tahu apakah
shalat kita sudah berhasil atau belum, kita lihat saja dampaknya. Apakah
perbuatan keji dan mungkar masih kita lakukan? Kalau kita sudah bisa
mencegah perbuatan keji dan mungkar, minimal untuk diri kita sendiri,
berarti shalat kita sudah bagus.
Mengapa sekarang ini katanya banyak orang yang shalat tetapi
masih melakukan perbuatan keji dan mungkar? Inilah yang diramalkan
Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya, "Akan datang suatu zaman kepada
umatku, mereka shalat, tetapi sebenarnya mereka tidak shalat."
Maksudnya, nilai shalatnya itu nihil. Sama sekali shalat tersebut tidak

berdampak apa-apa dalam kehidupan mereka. Mereka shalat sama sekali


tidak memperhitungkan aspek khusyuknya. Mereka shalat hanya dengan
raganya, tidak dengan jiwanya.
Jadi, dampak dari shalat itu haruswujud dalam perilaku kita. Kalau
shalat kita sudah bagus, pasti akhlak dan kepribadian kita juga akan
bagus.
Bagaimana kualitas shalat umat Islam Indonesia?
Kalau ingin melihat kualitas shalat umat Islam, kita tinggal melihat saja
kondisi masjid. Jika masjidnya ramai, berarti kualitas shalat orang di sana
sudah baik. Sekarang ini sudah banyak yang sudah bagus, meski belum
semua. Antusias orang untuk meramaikan masjid juga patut diapresiasi.
Kita harus optimistis.
MENJADI NEGARAWAN LEWAT SHALAT
Oleh Hannan Putra
Filosofi kepemimpinan terdapat dalam shalat berjamaah.
Shalat bukanlah sekadar gerakan-gerakan tanpa makna. Berbagai
filosofi kehidupan tersirat dari
gerakan-gerakan shalat. Muslim bijak
yang mampu membaca makna filosofis shalat, merekalah yang rnampu
menjadikan shalatnya sebagai inspirasi dalam kehidupan. Setidaknya,
mereka terhindar dari hal-hal negatif dalam kehidupan ini. Sebagaimana
firman Allah SWT, "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji
dan mungkar." (QS al-'Ankabut [29]: 45).
Shalat fardhu lima waktu dianjurkan berjamaah di masjid.
Ganjarannya 27 derajat dibanding shalat sendiri. Rasulullah SAW sangat
disiplin mengontrol umatnya untuk shalat di masjid. Rasulullah SAW
pernah bertekad untuk menyuruh kaum Muslimin melaksanakan shalat.
Sementara, Beliau SAW pergi bersama beberapa orang membawa seikat
kayu untuk membakar rumah orang yang tidak datang shalat berjamaah.
(HR Bukhari Muslim).
Berjamaah adalah simbol persatuan umat Islam. Bayangkan saja, jika
dalam shalat saja mereka mampu berjamaah, tentu dalam urusan duniawi
mereka akan mampu saling bahu-membahu. Merapatkan dan meluruskan
saf adalah simbol persatuan dan kerukunan umat Islam. Rasulullah SAW
bersabda, "Luruskan saf, jangan berselisih. Nanti, hati kalian juga akan
berselisih." (HR Bukhari Muslim).
Rasulullah SAW sangat disiplin soal kelurusan shaf. Ia tak pernah
memulai shalat sebelum saf para sahabat benar-benar rapi, lurus, dan
rapat. Ia takut pertikaian hati umat Islam bisa dimulai dari bertikainya saf
mereka dalam shalat.
Seorang negarawan yang baik bisa bercermin dalam shalat. Hanya ada
satu imam yang mutlak harus diikuti selagi ia taat kepada Allah dan ikut

aturan-aturan syariat. Jika imam khilaf dalam gerakan shalat, makmum


mengingatkan dengan zikir "subhanallah". Imam diingatkan dengan
kalimat yang baik. Akan batal shalat makmum jika dia menegur imam
dengan berdebat dan menyebut kesalahannya. Ini adab kepada pemimpin
yang diajarkan shalat.
Ketika imam ditegur karena kesalahannya, ia tak bisa ngotot. Ia akan
segera sadar bahwa gerakan shalatnya sudah keliru. Demikian juga ketika
ia lupa bacaan Alquran dalam shalatnya. Ia mendengarkan dengan
seksama bacaan makmum yang mencoba mengingatkannya. Apabila si
imam batal wudhunya, si imam akan sadar diri dan mengundurkan diri
sebagai imam. Ia sadar, ia tak pantas lagi menjadi imam karena
wudhunya telah batal. Inilah adab seorang pemimpin yang diajarkan
Islam.
Bayangkan, jika adab imam dan makmum seperti yang diajarkan shalat
tersebut benar-benar diterapkan dalam kehidupan bernegara. Rakyat
menaati pemimpin mereka, selama si pemimpin taat kepada Allah dan
menjalankan roda pemerintahan sesuai syariat-Nya. Ketika pemimpin
khilaf, diingatkan dengan cara yang baik dan katakata yang mulia.
Demikian juga seorang pemimpin ketika dinasehati rakyatnya. Ia
mendengarkan dengan baik dan sadar diri jika memang dirinya telah
salah. Jika seorang pemimpin sadar, dia tak lagi pantas sebagai menjadi
pemimpin, tak ada gengsi baginya untuk tanggalkan jabatan. Ibarat imam
yang batal wudhu, ia harus meletakkan jabatan dan digantikan makmum
yang terdekat dengan imam.
Dalam setiap shalat berjamaah, tak akan pernah ada kesalahan yang
luput dari kpreksi. Jika imam lupa atau salah dalam rakaat shalat, pasti
ada saja makmum yang akan mengoreksi. Tak akan pernah ada suatu
kesalahan kesalahan yang didiamkan begitu saja, sehingga satu jamaah
telah melakukan kesalahan dalam shalat. Hal ini ditegaskan dalam hadis
dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, "Umatku tidak akan
bersepakat dalam kesesatan. " (HR Ibnu Maajah).
Demikian pula, suatu pemerintahan yang benar-benar berorientasi
ibadah dan mencari ridha Allah SWT sama halnya dengan shalat.
Pemerintahan tersebut akan dijaga Allah SWT dari kesalahan-kesalahan
yang akan menyesatkan mereka. Selama mereka mau menegakkan amar
makruf nahi mungkar, menegur siapa yang salah dengan cara yang
santun, selama itu pula mereka akan dijaga dari kesalahan. Tak akan ada
tindakan dari rakyat maupun pemimpin yang menentang Allah SWT.
Sehingga, negeri mereka menjadi "Baldatun Thayyibatun wa Rabbun
Ghafur" (negeri baik yang rakyatnya mendapat ampunan Allah SWT).
Terakhir, shalat berjamaah ditutup dengan salam ke kiri dan ke
kanan. Artinya, setelah beribadah menjalin hubungan vertikal kepada
Allah, ada hubungan horizontal yakni bersosialisasi dalam kehidupan.

Mendirikan shalat artinya bukan memperhatikan hubungan dirinya dengan


Allah SWT saja. Ia juga peduli dengan saudaranya, tetangganya, dan karib
kerabatnya.
Seorang imam, ketika selepas shalat akan duduk agak berpaling
menghadap ke makmum. Ia memperhatikan jamaahnya. Bahkan,
terkadang ia juga memimpin zikir dan doa. Mungkin, ada di antara
jamaahnya yang belum mengerti dengan zikir selepas shalat atau tidak
hafal doa-doa berbahasa Arab. Maka, ia pun bermurah hati untuk
mengeraskan bacaan doanya agar makmumnya tinggal mengaminkan.
Adakah pemimpin yang mau turun ke masyarakat dan
memperhatikan rakyatnya setelah ia menetapkan suatu keputusan?
Misalkan, setelah keputusan BBM dinaikkan, adakah yang mau blusukan
ke kampung-kampung, bagaimana nasib rakyatnya setelah keputusannya
itu ditetapkan? Inilah yang sering dicontohkan Umar bin Khattab. Setiap
malam, ia blusukan ke rumah-rumah penduduk Madinah. Melihat secara
riil akan kondisi rakyatnya. Shalat bisa menjadi panutan utama seorang
negarawan. ed: hafidz muftisany

Menggapai khusyuk
Menyiapkan segala sesuatu sebelum shalat adalah langkah pertama
menuju khusyuk.
Isra Mi'raj mengantarkan kita mengenal media komunikasi hamba
dengan Allah SWT lewat shalat. Shalat secara bahasa bermakna doa.
Sementara, secara istilah artinya ibadah khusus kepada Allah berupa
perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan
salam serta memenuhi syarat-syarat, rukun-rukun dan sunah-sunahnya.
Sementara khusyuk, terang pengasuh Pesantren Ma'had Daarul
Muwahhid KH Soffar Mawardi, secara bahasa artinya tenang, tunduk,
menyerah, dan khidmat. Maka frasa shalat khusyuk bisa diartikan shalat
yang didirikan dengan penuh penghayatan di dalam hati.
"Sehingga, anggota badannya bersikap tenang, tunduk, menyerah,
dan khidmat kepada Allah," katanya saat dihubungi Republika, Jumat
(8/5).
Kiai Soffar menerangkan, jika seseorang bisa meraih shalat khusyuk,
tandanya is mendapat keberuntungan. Ciri-ciri orang yang beriman adalah
khusyuk dalam shalatnya. "Sungguh beruntung orang-orang yang

beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk di dalam shalatnya," kata Kiai


Soffar mengutip Alquran surah al-Mu'minun ayat 1-2.
Kiai Soffar menyampaikan, langkah meraih shalat khusyuk adalah
dengan meningkatkan pemahaman kita tentang ilmu shalat. Khususnya,
kata dia, kita harus memahami makna bacaan ayat Alquran, zikir, dan doa
yang akan kita baca saat mendirikan shalat.
"Ini akan mengantarkan kita untuk bisa merasakan munajat kita
kepada Allah di dalamnya," katanya.
Selain itu, kita juga harus menjauhkan diri kita dari perbuatan dosa.
Terutama dosa yang hadir melalui pancaindra, seperti penglihatan,
pendengaran, dan ingatan. Banyaknya dosa yang kita perbuat bisa
menjadi penyebab semakin tebalnya penghalang kita dalam proses
takarub kepada Allah SWT dan mengacaukan konsentrasi kita saat
menghadap kepadaNya di dalam shalat.
Dan yang tak kalah pentingnya, sebelum melaksanakan shalat,
hendaknya kita selalu berdoa, dengan memohon kepada Allah SWT agar
cliberi kekhusyukan dalam shalat dan dilindungi dari bisikan tipu daya
setan. "Karena setan akan menggoda setiap orang yang shalat," katanya.
Imam Masjid Istiqlal Ustaz Dr Muhammad Djulfatah Yasin
mengatakan, secara bahasa shalat khusyuk ialah shalat yang dilakukan
secara tuma'ninah dan tertib yang artinya mendahulukan yang
didahulukan sesuai urutan. Jika tidak berurutan, shalat itu akan batal.
"Menurut Ibnu Katsir makna tuma'ninah adalah tenang atau
tawadhu," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (8/5).
Ustaz Djulfatah menekankan, khusyuk itu tempatnya di hati.
Ketenangan dan sikap rendah hati dalam shalat akan tercermin dalam
gerakan fisiknya. "Intinya tidak banyak gerak yang tidak penting. Karena
itu, khusyuk adanya di dalam hati," katanya.
Menurutnya, ulama telah membagi khusyuk menjadi dua macam.
Pertama, khusyuk iman. Kedua, khusyuk orangorang munafik.
Khusyuk iman ini, kata Ustadz Djulfatah, adalah khusyuk untuk
mengharap ridha Allah SWT dan setiap pekerjaannya (shalat) merasa
diawasi oleh Allah SWT.
Sementara, khusyuk orang munafik ialah anggota tubuhnya terlihat
khusyuk, tapi hatinya tidak khusyuk. "Ibnul Qayyim menjelaskan, tidak
berarti orang yang terlihat tenang shalatnya itu khusyuk," katanya.
Ustaz Djulfatah menerangkan, menurut Ibnul Qayyim, ada 33 langkah
untuk meraih kekhusyukan. Orang yang hendak shalat sebaiknya
mempersiapkan hal-hal sebelum shalat sebaik mungkin. "Berwudhulah
dengan baik dan sempurna, doa setelah wudhu, dan siapkan hati,"
katanya.
Artinya, agar bisa mendirikan shalat khusyuk, maka persiapanpersiapan untuk shalat harus dilakukan dengan sempurna. "Shalat itu juga

bisa menjadi sarana mengingat mati, bisa jadi shalat ini adalah yang
terakhir," ucapnya.
Selain itu, kita harus menadaburi ayatayat Alquran yang dibaca saat
shalat. "Tiga unsur shalat khusyuk itu paham, sadar, dan yakin," ujar
Ustaz Djulfatah. Paham artinya memahami segala yang diucapkan dan
gerakan dalam shalat, sementara sadar adalah kita menyadari bahwa
yang sedang kita hadapi adalah Allah SWT.
"Kita kalau menghadapi pejabat tinggi selalu mempersiapkan segala
macamnya, mulai dari ucapan hingga pakaian, apalagi menghadap Allah,"
katanya.
Sementara, yakin adalah apa yang kita kerjakan (shalat) disaksikan
oleh Allah SWT. Menyitir hadis Nabi Muhammad mengenai ihsan, "Jadi,
kita menyembah Allah seolah-olah kita melihat Allah. Kalau kita belum
mampu melihat Allah, yakinlah bahwa Allah melihat kita," katanya.

at dalam Islam merniliki kedudukan tg mulia dibandingkan dengan amattainnya. Amatan pertama yang akan isab di pengadilan Allah SWT kelak
tat.
i kiamat itu yang paling pertama ditihat aran mengenai shalat," kata
Pengasuh santren Dar Alquran Prof KH Ahsin Sanrnad saat dihubungi
Republika, Jumat
llah SAW bersabda, "Sesungguhnya )a yang pertama kali akan dihisab
pada t adatah shalatnya. Apabila shalatnya kan mendapatkan
keberuntungan dan an. Apabila shalatnya rusak, dia akan Ian merugi." (HR
Abu Daud).Umat Islam menyepelekan amalan shalat, terutama waktu.
Shalat adalah hubungan internal rba dengan Allah SWT.
t merupakan peraga yang bisa memketundukan seorang hamba kepada
:iptakannya," ujarnya.
ikan shatat tebih tinggi dari amalan lain us dikerjakan setiap hari. Terlebih,
jika aktu-waktu shatat dirasa berat untuk .annya. Misalnya, waktu shalat
Subuh J-orang masih tertidur, waktu Zhuhur usnya digunakan untuk
istirahat. Saat .ah waktu pulang kerja, shalat Maghrib -jakan karena masih
di perjalanan. waktu Isya badan sudah llah setelah cerja," ungkapnya.

isin menegaskan, barang siapa yang nelaksanakan shalat tepat waktu


maka raih keutamaan yang luar biasa. "Allah ganugerahkan kemampuan
mengatur r tidak menunda shalat."
shalat merupakan ibadah yang sudah dikerjakan oleh setiap Muslimin.
ibadah seperti haji dan zakat yang bisa dikerjakan bila seseorang Muslim
'nampu. "Maka tidak ada atasan umat linggalkan shalat," kata Rektor
Institut ran (110) ini rnemaparkan.
merupakan cara umat Islam mengingat Siapa saja yang mengingat Allah
maka an menjadi tenang. Selain itu, shalat memperkuat keyakinan
kepada Allah
SWT. Sehingga, shalat itu sangat menentukan kedekatan hambanya
dengan Allah SWT.
Orang Islam yang suka mengerjakan shatat akan berdampak kepada
kehidupannya seharihari. "Katau laporan shalatnya bagus maka amalamatan lain juga akan mengikuti," katanya.
Kiai Ahsin menjelaskan, shalat yang diinginkan oteh Allah SWT adalah
shalat yang jika dikerjakan oteh umat Islam bisa mencegah perbuatan
yang keji dan mungkar.
"Yang diinginkan oleh Allah itu shalat yang bisa mencegah perbuatan keji
dan mungkar, bukan sekadar melaksanakan shalat," katanya.
Senada dengan Kiai Ahsin, Ketua Bidang Dakwah Ikadi Jakarta Pusat Ustaz
Abdul Muhith Murtadlo menegaskan tingginya kedudukan shalat. Shalat
merupakan rukun Islam yang paling
utama setelah dua kalimat syahadat.
Shalat adalah tiang yang membentuk bangunan Islam bersama dengan
rukun Islam lainnya. Jika satu pilarnya roboh maka bangunan tersebut
juga akan turut hancur.
Dari Mu'adz bin Jabal, Rasulullah bersabda, "Pokok perkara adatah Islam,
tiangnya adalah s tat, dan puncak perkaranya adalah jihad." (HR Ti idzi
dan Ibnu Majahl.
Allah mencela orang yang melalaikan dan beltmalas-malas dalam
melaksanakan shalat," kata Ustaz Abdul Muhith kepada Republika, Sabtu
(9/51.
Disampaikan Ustaz Muhith, Allah SWT berfirman dalam surah Maryam
ayat 59, "Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang
menyia-nyiakan shatat dan memperturutkan
Shalat adalah tiang yang membentuk bangunan Islam bersama dengan
rukun Islam lainnya. Jika satu pilarnya roboh maka bangunan tersebut
juga akan turut hancur.
hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kebinasaan (di
neraka1."
Dalam surah al-Maun ayat 4-5 disebutkan, celakalah orang-orang yang
shalat, yaitu orang-orang yang latai datam shalatnya. "Dan Allah memuji

orang yang mengerjakan shalat (dengan khusyuk), bahkan Allah


membanggakan orang yang menunaikan serta memerintahkan
keluarganya agar juga melaksanakannya," ungkap Ustaz Muhith.
Shalat juga menjadi wasiat terakhir Nabi Muhammad SAW. Ustaz Muhith
berkisah, dalam sebuah hadis, Ummu Salamah mengatakan salah satu
wasiat Nabi Rasulullah SAW sebelum wafat adalah menjaga shalat.
Perkataan tersebut diulang Rasulullah SAW sebanyak dua kali.
Shalat juga perintah Allah yang sangat istimewa karena langsung
diberikan oleh Allah SWT -kepada Nabi Muhammad SAW tanpa perantara
Malaikat Jibrit. Dalam peristiwa Mi'raj tersebut awatnya Allah SWT
memerintahkan umat Muhammad SAW untuk mengerjakan shalat 50 kali
sehari. "Ini artinya Allah sendiri sangat menyukai ibadah shalat."
Ustaz Muhith melanjutkan, shalat adalah ibadah yang bisa dikerjakan
datam segata situasi, baik safar maupun tidak, baik dalam situasi aman
maupun perang.
Shalat adalah perkara terakhir yang hilang dari manusia. Jika shalat telah
hilang maka hilang pula agama secara keseluruhan. Rasulullah SAW
bersabda, "Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas.. Setiap kali
terputus, manusia bergantung pada tab berikutnya. Yang paling awat
terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adatah shatat." (HR
Ahmad). c62 ed: hafidz muftisany

Вам также может понравиться